1. 113
Artikel 41
“MERAPIKAN LANGKAH MENUJU DEMOKRASI IMPIAN”
Siti Syifa Az-zahra
SMA Fatih Bilingual School Putri Banda Aceh
“Demokrasi adalah pemerintahan darirakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”
-Abraham Lincoln-
“DEMOKRASI” adalah rangkaian kata yang tak pernah absen kita dengarkan
dalam berbagai kesempatan di republik ini. Kalangan remaja, dewasa, hingga ansia
pun pasti pernah mendengarnya walau hanya sekedar. Tak banyak memang yang tahu
pasti, apakah sesungguhnya demokrasi itu? “Demos” dan “kratos”! Benar, demokrasi
memang berasal dari Bahasa Yunani, yaitu demos berarti masyarakat dan kratos
berarti aturan atau kekuasaan. Itulah jawaban yang dapat diberikan kalangan muda-
mudi khususnya pelajar masa ini. Namun, apalah arti paradigma tersebut tanpa
adanya kemafhuman yang jelas dari kita? Dapatkah kita menjawab mengapa kita tidak
pernah paham demokrasi yang sesungguhnya, padahal Republik Indonesia yang
terhormat ini sudah berkali-kali mengganti jenis sistem demokrasinya? Mulai dari
demokrasi liberal, terpimpin, pancasila, sampai demokrasi era reformasi yang
aromanya kita hirup sekarang ini. Suara hati seorang kawula muda sesekali berkata
ditengah kericuhan negeri ini, dapatkah kami salahkah para pemimpin? Atau justru
kami sebagai rakyat yang memang bersalah?
Benar adanya bahwa sebagian besar dari muda-mudi sekarang ini tak paham
tentang demokrasi walau hanya definisi. Akan tetapi, setidaknya kami yakin bahwa
tak ada negara demokrasi yang masih membeda-bedakan hak rakyatnya, mengambil
keuntungan dari rakyat, dan kaum mayoritas menindas minoritas. Keraguan kami
semakin memuncak ketika mendengar bahwa suara kami sebagai pemuda-pemudi
yang bangga berbangsakan Indonesia ini tak pernah didengar oleh para petinggi
negeri. Kami melakukan demonstrasi sejujurnya bukanlah karena ingin semata, tetapi
karena suara kami tak pernah didengar dan bahkan kami diperlakukan bagai orang
bersalah saat kami hanya ingin didengarkan.
Membeda-bedakan hak rakyat sesungguhnya bukanlah tindakan yang
dilakukan di negara demokrasi, bukan juga tindakan yang pantas dilakukan di negara
dengan sistem pemerintahan manapun.“Posisi rakyat dalam sistem demokrasi
sederajat di hadapan hukum dan pemerintah, rakyat memiliki kedaulatan dan hak yang
sama di segala aspek kehidupan,” itulah konsep demokrasi yang seharusnya terpatri di
zamrud khatulistiwa ini. Namun, kami masih ragu, karena kami anggap hal itu
mustahil keberlakuannya. Tidak jarang kami lihat betapa kontrasnya perbedaan
antara kami yang berorangtua-kan parapejabat dengan tukang becak. Dari segi materi
yang didapatkan, tentulah kami tidak pernah mempermasalahkannya karena Allah
Swt telah mengatur benang takdir kita masing-masing. Namun, betapa mirisnya kami
yang tak berkesempatan mendapatkan beasiswa atau sekedar dana bantuan
pendidikan dari pemerintah padahal kami berhak dan berkualitas. Haruskah kami
2. 114
diam saja melihat seseorang yang materialnya jauh diatas dan kualitas dibawah
merampas hak kami? Diam dalam keraguan selalu kami lakukan sambil menerka-
nerka tentang keberadaan sila kelima Pancasila, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Terkaan tinggal terkaan, apalah yang dapat kami perbuat melawan mereka
yang berkaki-tangan kuat di dalam sana?
“Ada uang, adab arang” adalah ungkapan yang sering kita dengarkan dalam
bisnis jual-beli. Entah mengapa segelintir orang salah kaprah tentang ini. Mereka
mengambil keuntungan dari rakyat dengan ungkapan diatas. Dimana-mana pasti uang
didahulukan, prosesnya belakangan. Negara demokrasi macam apa yang
menyengsarakan rakyat? Indonesia mungkin menganggapnya budaya, pantaskah
budaya yang seperti ini dibiarkan berakar merajalela di bumi pertiwi? Tentulah kami
sebagai generasi muda memiliki pengalaman masing-masing tentang masalah tadi.
Saya sendiri pernah merasakan ketika ditilang karena boncengan tidak memakai
helm, selanjutnya sepeda motor dan STNK ditahan, itu mungkin memang salah kami
yang tidak mengikuti peraturan lalu lintas. Selanjutnya, kami pun dimasukkan
kekantor Polantas dan diberitahukan bahwa kami harus mengikuti proses
persidangan yang rumit dan membayar sejumlah denda yang besar. Tiba-tiba seorang
ibu menyelipkan sesuatu dibawah map yang ada di meja polisi tersebut, tak lama
kunci beserta STNK-nya langsung dikembalikan, ibu tersebut keluar dari kantor
Polantas dengan sumringah. Berkali-kali saya melihat kejadian sejenis itu, barulah
saya mengerti ternyata lembar uang merahlah yang diselipkan dibawah map tersebut.
Melihat kami yang masih duduk diam tanpa reaksi, polisi itu masih berkoar-koar
bahwa kami harus ikut persidangan dan sepeda motor tetap ditahan hingga hari
sidang sampai akhirnya ia terdiam saat saya menyelipkan lembar uang merah
dibawah mapnya. Ia pun langsung mengembalikan kunci motor dan STNK saya sambil
berkata:
“Makasihya, dek!”
Malu yang saya rasakan tak tertahan lagi, malu karena menyogok, juga malu
mengingat perubahan kelakuan polisi tersebut, uang mengubah segalanya.
Mayoritas menindas minoritas, adalah ciri khusus demokrasi di Indonesia.
Tidak pernah sekalipun pendapat rakyat kecil didengarkan. Kaum beradalah yang
memegang peran di segala aspek kehidupan. Sawah diubah menjadigedung, pasar
tradisional diubah menjadi mall, hingga rumah sederhana kami digusur dengan paksa
tanpa ganti rugi sepadan. Kami ini bukan Sudra, kalian bukan Brahma! Negara ini
demokrasi, kita semua setara, teman!
Keraguan kami generasi muda akan arti demokrasi yang sesungguhnya
semakin bertambah kian hari. Masalah diatas membuat spekulasi kami tentang
demokrasi nanar. Demokrasi yang kami pahami adalah “Kekuasaan tertinggi berada di
tangan rakyat!” Benar bukan? Walaupun sederhana, tetapi kami yakin sistem
pemerintahan di Indonesia ini bukanlah demokrasi, entah nama apa yang cocok untuk
sistem sekarang ini. Kami, generasi muda Indonesia, sesungguhnya pernah bermimpi
Indonesia menjadi negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi
sesungguhnya. Seluruhlapisanmasyarakatmendapatkanhakdankesempatan yang adil,
para petinggi tidak lagi menggunakan rakyat sebagai ladang keuntungan, pemimpin
3. 115
dekat dengan rakyat, dan mendengar keluhan serta pendapat rakyat. Apabila hal-hal
dasar dan sederhana tadi diwujudkan di Indonesia, maka pahamlah kami tentang
demokrasi secara menyeluruh. Tidaklah mudah mencapai semua itu, diperlukan
adanya perubahan besar-besaran pada pola pikir pejabat pemerintah dan rakyat
tentunya. Pemerintah dan rakyat harus saling percaya satu sama lain dan bahu-
membahu membangun Negara Indonesia ketahap yang lebih baik lagi. Kami yakin,
mimpi kami pasti terwujud suatu hari nanti!
Pelajar dan OSIS, kami memang tidak dapat dipisahkan, dengan OSIS kami bisa
mendengarkan pendapat dan keluhan teman-teman tentang sekolah, sekuat tenaga
kami akan membantu dan mewujudka harapan mereka. Disinilah kami akan mulai
memahami arti demokrasi secara perlahan. Indonesiaku, kami akan menjadi agen
rahasiamu dalam memperkenalkan demokrasi. Bersiap-siaplah menyambut kami
sebagai pemimpin Indonesia dimasa yang akan datang! Dimana rakyat dan pemerintah
bersatu-padu menjadikan Indonesia yang adil dan makmur. Bangun pemuda-pemudi
Indonesia! Negara ini butuh bantuan kalian! Wujudkan mimpi kita bersama!