Risiko Masuknya African Swine Fever dan Potensi Kerugiannya - Ditkeswan-FAO Indonesia, Medan, 7-8 Oktober 2019
1. Penyebaran African swine
fever di Asia dan Potensi
Kerugiannya bagi Indonesia
Drh. Tri Satya Putri Naipospos, MPhil, PhD
Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat
Veteriner dan Karantina Hewan
Lokakarya Penilaian Risiko ASF di Provinsi Sumatera Utara
Medan, 7-8 Oktober 2019
2. Muncul African swine fever di Asia
◦ Negara-negara di Asia Timur dan Asia Tenggara sedang
berperang untuk menghentikan penyebaran penyakit
African swine fever (ASF) yang sangat menular, yang
dikenal juga sebagai penyakit “Ebola babi”.
◦ Wabah yang terjadi di Asia jauh lebih kritis karena 60%
dari populasi babi dunia terkonsentrasi di wilayah ini dan
efek sosio-ekonomi dari penyakit babi ini akan jauh lebih
besar dibandingkan dengan di wilayah lainnya.
◦ Melihat bagaimana agresifnya epidemi ini, maka diprediksi
ASF akan terus menyebar luas di Asia Tenggara, dan ini
berarti Malaysia, begitu juga Indonesia tidak lagi dapat
dianggap sebagai suatu zona aman ASF.
3. Wabah ASF di ASIA (sampai 3 Okt 2019)
Sumber: FAO - ASF situation in Asia update (September 2019)
4. Pelaporan kejadian ASF pertama kali
ke OIE (Sep 2018 – Sep 2019)
◦ Dari data pelaporan OIE ini, dapat dilihat hampir semua negara
melaporkan secara cepat berkisar antara 6-19 hari setelah wabah
dimulai. Korea Selatan melaporkannya sangat cepat yaitu dalam 1
hari sesudah wabah terjadi, akan tetapi satu-satunya yang agak
lambat adalah Filipina yaitu 46 hari.
Negara Wabah dimulai Konfirmasi Tgl pelaporan Tgl pengiriman
China 17-Agu-18 22-Agu-18 23-Agu-18 23-Agu-18
Mongolia 9-Jan-19 10-Jan-19 15-Jan-19 15-Jan-19
Vietnam 1-Feb-19 18-Feb-19 20-Feb-19 20-Feb-19
Kamboja 22-Mar-19 2-Apr-19 3-Apr-19 3-Apr-19
Hongkong 2-Mei-19 10-Mei-19 12-Mei-19 12-Mei-19
Korea Utara 23-Mei-19 25-Mei-19 30-Mei-19 30-Mei-19
Laos 2-Jun-19 17Jun-19 20-Jun-19 20-Jun-19
Filipina 25-Jul-19 30-Agu-19 9-Sep-19 9-Sep-19
Myanmar 1-Agu-19 9-Agu-19 14-Agu-19 14-Agu-19
Timor Leste 9-Sep-19 26-Sep-19 27-Sep-19 27-Sep-19
Korea Selatan 16-Sep-19 17-Sep-19 17-Sep-19 17-Sep-19
5. Negara # wabah # wabah
berlangsung
% wilayah
administratif tertular
# hewan yang
dimusnahkan
China 158 54 97% (32/33) 1.170.000
Mongolia 11 0 28,6 (6/21) 3.155
Vietnam 6.083 6.083 98,4% (62/63) 3.798.010
Kamboja 13 0 20 (5/25) 3.673
Hongkong 2 0 100 (1/1) 4.160
Korea Utara 1 1 9 (1/11) 99
Laos 94 94 83,3 (15/18) 25.776
Myanmar 3 3 6,6 (1/15) 69
Kumulatif Wabah ASF (sejak Agu 2018 –
Sep 2019)
Sumber: OIE Regional Representation for Asia and the Pacific. Situational updates
of ASF in Asia and the Pacific (September 2019)
Merah – belum berhasil dihentikan
6. Seperti apa penyakit ASF?
◦ Penyakit ASF ini tidak berbahaya bagi manusia, tetapi
fatal bagi babi
◦ Tidak ada vaksin untuk penyakit ASF
◦ Tidak ada pengobatan
◦ Begitu babi terjangkit ASF, virus akan ditemukan di
seluruh cairan dan jaringan tubuh dari babi yang
terinfeksi
◦ Virus bertahan sedemikian rupa di lingkungan
◦ Pembersihan secara reguler kandang babi, peralatan,
alat angkut dan fasilitas lainnya tidak mampu
membunuh virus
7. Gejala klinis
• Demam tinggi (41-42℃)
• Kehilangan nafsu makan dan tidak aktif (berbaring saja)
• Kemerahan pada kulit di bagian dada, abdomen, ekor
dan kaki
Sumber: Presentation Dr. Shengqiang Ge. Current Situation and Control Strategy of
African Swine Fever in China.
8. Patologi yang menciri
Sumber: Presentation Dr. Shengqiang Ge. Current Situation and Control Strategy
of African Swine Fever in China.
• Limpa membengkak
10. Seperti apa virus AFS?
◦ Virus ASF kompleks seperti halnya siklus epidemiologinya
◦ Virus ASF memiliki lebih dari satu induk semang peka
yaitu babi dan babi hutan liar
◦ Virus ASF memiliki dua reservoir alamiah di Afrika yaitu
caplak Ornithodoros dan warthog.
◦ Virus bertahan dalam feses selama beberapa hari dan
kemungkinan lebih lama dalam urin babi
◦ Virus dapat bertahan selama beberapa minggu pada
setiap apapun, mulai dari pakaian sampai kendaraan,
memungkinkan virus dengan mudah menempuh
perjalanan jarak jauh
11. Virus ASF tidak dapat dimusnahkan dalam daging lewat
pengawetan (curing), pengasapan (smoking),
pengasinan (salting) atau pengeringan udara (air-drying)
Daging ‘cured’
Daging diasap
Daging diasin
Daging dikeringkan udara
Sumber: Bab Glern, September 2018. The Western
Producer. People most likely vector for AFS. fever
12. Virus ASF dapat bertahan pada keadaan pembusukan
(rotting), pembekuan (freezing) dan pemasakan dengan
temperatur rendah dan durasi pendek
Daging busuk
Daging beku Daging dimasak
dengan temperatur
rendah dan durasi
pendek
Sumber: Bab Glern, September 2018. The Western
Producer. People most likely vector for AFS. fever
13. Daya tahan virus dalam produk
mengandung daging babi
Produk
Waktu
bertahan
(hari)
Produk
Waktu
bertahan
(hari)
Daging tanpa tulang 105 Daging diasap tanpa tulang 30
Daging dengan tulang 105 Daging beku 1000
Daging 105 Jeroan 105
Daging asin tanpa tulang 182 Kulit/lemak 300
Daging dimasak tanpa tulang 0 Ham spesial (Serano) 183
Daging kaleng 0 Sosis (Parma) 300
Daging kering dengan tulang 300 Sosis (Iberian) 140
Sumber: summarised by Adkin et al., 2004. Risk assessment for the illegal import of
contaminated meat and meat products into Great Britain and the subsequent exposure of GB
livestock (IIRA): Foot and Mouth Disease (FMD, Classical Swine fever (CSF), African swine
fever (ASF), Swine Vesicular disease (SVD). Veterinary Laboratories Agency, New Haw.
14. Mengapa babi harus dimusnahkan?
◦ Virus ASF menyebabkan babi mengalami
perdarahan internal sampai kemudian mati
◦ Kematian babi pasti akan terjadi
◦ Babi mati dalam kurun waktu 2-10 hari sampai
setelah mengalami penderitaan
◦ Jadi satu-satunya opsi untuk menghentikan
penyakit adalah dengan membunuh setiap ekor
babi yang terinfeksi
15. Pemusnahan babi
◦ Jutaan babi telah dimusnahkan dalam suatu upaya putus
asa yang dilakukan untuk menghentikan penyakit ini di
negara-negara yang terjangkit ASF di Asia
◦ Menurut angka terbaru yang dikeluarkan Badan Pangan
dan Pertanian Dunia (FAO) adalah:
- 1,2 juta ekor di China;
- 4,5 juta ekor di Vietnam;
- 25.000 ekor di Laos;
- 7.000 ekor di Filipina;
- 3.115 ekor di Mongolia; dan
- 2.400 ekor di Kamboja.
16. Tingkat konsumsi babi di Asia
◦ Mayoritas negara-negara Asia yang terjangkit
ASF mengonsumsi daging babi sebagai sumber
daging primer dibandingkan dengan seluruh
produk-produk daging lainnya
◦ Tingkat konsumsi babi dunia rata-rata adalah
12,3 kg per kapita
◦ Tingkat konsumsi daging babi per kapita (OECD,
2019):
- China 30,4 kg - Thailand 10,0 kg
- Korea Selatan 30,1 kg - Malaysia 5,4 kg
- Vietnam 29,7 kg - Indonesia 1,0 kg
- Filipina 14,9 kg
17. ◦ Pemerintah China membentuk 3 km zona wabah dan 10
km zona penyangga di sekeliling zona wabah
◦ Suatu pengendalian lalulintas babi hidup yang ketat
diintroduksi, dan penutupan pasar-pasar babi hidup di
provinsi tertular dan provinsi yang berdekatan
◦ Pemerintah China lebih memperkuat transportasi daging
babi daripada babi hidup
◦ 62% dari 21 kejadian ASF pertama berkaitan dengan ‘swill
feeding’.
◦ Pelarangan ‘swill feeding’ kepada babi di seluruh wilayah
negara dan rekording kendaraan transportasi ternak
Pembelajaran dari wabah ASF di China
Sumber: FAO - ASF China situation update (May 2019)
19. Penyebab penyebaran ASF di China
Lalu lintas jarak jauh babi hidup
dan produk babi
Transportasi kendaraan dan
orang
Sisa-sisa makanan untuk babi
(swill feeding)
16,3%
40,8%
42,9%
Sumber: Dr. Shengqiang Ge, China Animal Health and Epidemiology Center
20. ◦ Definisi sisa-sisa makanan (swill):
– sisa-sisa katering/dapur dalam bentuk sisa-sisa makanan yang dicampur
dengan air untuk diberikan kepada babi
◦ Secara historis, sisa-sisa makanan adalah makanan yang
paling tradisional yang diberikan kepada babi
◦ Kemampuan untuk mengandalkan sisa-sisa makanan
adalah insentif yang paling memungkinkan untuk
domestikasi babi
◦ Jika suatu sumber regular dari sisa-sisa makanan (swill)
tersedia, maka pemeliharaan babi menguntungkan”
SISA-SISA MAKANAN (SWILL)
Sumber: Penrith M.L. (2014). Swill Feeding – Can We Make It Safer?
(Presentation OIE Webinar 1 - ASF for South East Asia – swill treatment)
21. ◦ Pemasakan (cooking)
▪ Virus ASF dalam ‘swill’ dapat diinaktivasi dengan pemanasan
paling tidak pada temperatur 90°C selama paling tidak 60 menit
dengan diaduk (OIE TAHC Chapter 15.1. Artikel 15.1.22(1).
▪ Hal ini memungkinkan bagi peternak untuk terus memberikan
‘swill’ selama berlangsungnya wabah ASF tanpa menjadi
sumber infeksi meskipun ada risiko tinggi dari sirkulasi daging
babi yang terinfeksi.
▪ Praktik ini merupakan bagian rutin di peternakan dan
diimplementasikan meskipun ada wabah ASF atau tidak.
▪ Penerimaan pada tingkat rumah tangga memerlukan advokasi /
penyuluhan yang baik dibantu pengalaman peternak sendiri.
Memastikan sisa-sisa makanan (swill)
aman di tingkat peternak
Sumber: Penrith M.L. (2014). Swill Feeding – Can We Make It Safer?
(Presentation OIE Webinar 1 - ASF for South East Asia – swill treatment)
22. PETA POPULASI BABI DI
Indonesia (2018)
Sumber: Buku Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2018)
1. Nusa Tenggara Timur 5. Kalimantan Barat
2. Sumatera Utara 6. Papua
3. Bali 7. Sulawesi Utara
4. Sulawesi Selatan
23. Jumlah babi yang dipotong di rumah
potong hewan per provinsi (2017)
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
Sumber: Badan Pusat Statistik (2018)
1. DKI Jakarta
2. Bali
3. Sulawesi Utara
4. Sumatera Utara
5. Jawa Timur
25. Tindakan pencegahan dan pengendalian
selama berlangsungnya wabah
◦ Depopulasi (stamping out) diterapkan secara tepat waktu dan
benar di peternakan-peternakan yang tertular;
◦ Pengumpulan dan disposal karkas secara benar;
◦ Pembersihan dan disinfeksi;
◦ Tidak bergerak (stand-still), pembatasan lalu lintas;
◦ Peningkatan peringatan dini (early warning) dan kapasitas
deteksi dini melalui surveilans epidemiologi (seperti terhadap
hewan mati atau sakit)
◦ Pengendalian aktivitas pariwisata;
◦ Pengendalian dan manajemen babi liar dan babi hutan;
◦ Pelatihan dan kampanye peningkatan kesadaran masyarakat
Sumber: OIE 87th General Session, 26-31.05.2019.
26. Tindakan pencegahan dan
pengendalian umum
◦ Kesiapsiagaan (Preparedness)
◦ Rencana kontinjensi
◦ Peningkatan kapasitas, penguatan
kelembagaan kesehatan hewan
◦ Surveilans
◦ Pasif – deteksi dini – uji hewan mati dan
sakit (paling efektif)
◦ Aktif – selama epidemi atau di zona risiko
◦ Semua populasi yang peka (babi domestik
dan babi liar)
◦ Perubahan perilaku
◦ Faktor risiko terkait manusia
◦ Kolaborasi dengan ahli sosiologi
◦ Bergantung kepada pemangku
kepentingan
◦ Aktivitas trans-disiplin
◦ Koordinasi dan kolaborasi lintas sektor
◦ Komunikasi risiko dan
peningkatan kesadaran - penting
untuk:
◦ Peningkatan surveilans penyakit,
deteksi dini dan pelaporan:
◦ peternak, penjaga hutan, pemburu
dan dokter hewan lapangan
◦ kewenangan bea cukai
◦ turis
◦ Promosi biosekuriti
◦ Pengurangan praktik-praktik yang
meningkatkan risiko infeksi:
◦ sisa-sisa (swill feeding)
◦ Penggunaan babi hutan dari
pemilik lain untuk reproduksi
Sumber: OIE 87th General Session, 26-31.05.2019.
27. Zona penyangga
Wilayah bebas
Zona
tertular
Wilayah
kendali (zona
tertular + zona
penyangga)
Zona surveilans
Sumber: EFSA Journal, Volume: 16, Issue: 11, First published: 29
November 2018, DOI: (10.2903/j.efsa.2018.5494)
Penghentian
wabah
◦ Penetapan:
- Zona tertular
- Zona penyangga
- Zona surveilans
- Wilayah kendali
(zona tertular +
zona
penyangga)
- Wilayah bebas