Dokumen tersebut membahas mengenai risiko masuknya virus African Swine Fever ke Indonesia. Virus ini sangat menular dan dapat menyebabkan kematian hampir semua babi yang terinfeksi. Virus ini telah menyebar luas di berbagai negara termasuk China baru-baru ini. Dokumen ini juga menganalisis pola sebaran ternak babi di Indonesia dan potensi media pembawa virus masuk ke negara ini.
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
RISIKO MASUK ASF
1. RISIKO MASUK DAN MENYEBARNYA AFRICAN
SWINE FEVER PADA POPULASI BABI DI INDONESIA
DRH. TRI SATYA PUTRI NAIPOSPOS, MPHIL, PHD
DEWAN PENASEHAT ASOSIASI EPIDEMIOLOGI VETERINER INDONESIA (AEVI)
Disampaikan pada SEMINAR Continung Professional Development
“Situasi Terkini African Swine Fever (ASF) dan Risiko Masuknya virus ASF ke Indonesia”
Bogor, 15 September 2018
2. TOPIK PRESENTASI
1. Faktor Etiologi African Swine Fever
2. Sejarah dan Peta Penyebaran African Swine Fever di
Dunia
3. Epidemiologi African Swine Fever
4. African Swine Fever di China (Agustus 2018)
5. Peta Sebaran Ternak Babi di Indonesia dan Importasi Babi
dan Produknya (2017)
6. Potensi masuknya African Swine Fever Lewat Media
Pembawa
7. Pencegahan masuknya African Swine Fever ke Indonesia
1
2
3
4
5
6
7
3. HAL-HAL PENTING DIKETAHUI MENGENAI:
AFRICAN SWINE FEVER
African swine fever (ASF) adalah penyakit viral pada babi yang
serius dan sangat menular.
Virus ASF dapat menyebar sangat cepat dalam populasi babi
lewat kontak langsung atau tidak langsung.
Virus ASF dapat bertahan dalam jangka waktu lama dalam
produk-produk babi yang tidak dimasak, sehingga dapat
memfasilitasi masuknya ke wilayah-wilayah baru.
Virus ASF dapat menjadi endemik pada babi-babi liar, dan
siklus penularan antara babi liar dengan caplak memperumit
dan bahkan mempersulit eradikasi.
Tidak ada vaksin atau pengobatan yang efektif.
Belum ada bukti virus ASF dapat menginfeksi manusia.
Sumber: http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/african_swine_fever.pdf
5. VIRUS AFRICAN SWINE FEVER
Virus ASF masuk dalam genus Asfivirus, keluarga
Asfarviridae.
Lebih dari 20 genotipe virus ASF telah diidentifikasi,
terbanyak didapatkan dari siklus babi liar di Afrika.
Material genetik: virus ASF – DNA, virus CSF – RNA.
Virus sangat resisten terhadap faktor-faktor lingkungan –
temperatur, kelembaban, perubahan pH.
Virus tidak memproduksi antibodi netralisasi, sehingga
resistensi tubuh babi sangat buruk.
Sumber: http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/african_swine_fever.pdf
6. DIAGNOSA ASF
Isolat virus ASFV bervariasi dari strain yang sangat patogen
yang dapat menyebabkan hampir 100% mortalitas sampai
isolat dengan virulensi rendah (hanya menghasilkan
serokonversi) yang dapat membuat diagnosa menjadi sulit.
Diagnosis PCR direkomendasikan untuk digunakan
sebagai alat konfirmasi adanya wabah.
Positif kasus ASF tidak dapat diidentifikasi secara
serologis.
Diferensial diagnosa: Classical swine fever (CSF)
Sumber: http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/african_swine_fever.pdf
7. FAKTOR-FAKTOR RISIKO PENULARAN
DAN PENYEBARAN ASF
Faktor-faktor risiko untuk menyebarnya virus ASF:
hewan peliharaan,
burung-burung,
karakteristik dan manajemen peternakan, dan
lokasi ternak.
Biosekuriti dan manajemen peternakan babi adalah faktor
utama untuk menghentikan penyebaran virus ASF.
Biosekuriti yang baik dapat melindungi suatu peternakan babi
dari hewan lain atau hewan peliharaan lain, mengingat virus
ASF dapat bertahan hidup lama di lingkungan dan menempel
secara mudah pada setiap permukaan.
Sumber: Tosapol Dejyong 2016. Risk Analysis of the Potential Introduction
of African Swine Fever Virus Into Thailand by Pig Products from Italy,
9. SEJARAH AFRICAN SWINE FEVER
Pertama kali terdeteksi di Kenya pada tahun 1920-an dan
menyebabkan wabah dengan mortalitas 100%.
Wabah terjadi akibat kontak dekat antara babi domestik
dengan spesies satwa liar, terutama warthogs
(Phacochoerus aethiopicus dan Phacochoerus africanus).
Sumber infeksi diiidentifikasi sebagai suatu virus yang
dibawa oleh warthogs yang tidak menunjukkan gejala
klinis (Montgomery 1921).
Di negara-negara di wilayah Afrika Timur dan Selatan,
virus ASF diketahui bersirkulasi di hospes satwa liar untuk
jangka waktu lama (dikaji ulang dalam Penrith et al. 2004).
10. PENYEBARAN ASF DI DUNIA
ASF merupakan masalah serius di banyak negara Afrika.
Wabah sebelumnya terjadi di Eropa, Amerika Selatan dan
Karibia, dengan biaya eradikasi yang signifikan.
Populasi babi di Malta dan Republik Dominika didepopulasi
total selama berlangsungnya wabah di kedua negara tersebut.
ASF menjadi endemik di Spanyol dan Portugal pada 1960-an
dan eradikasi tuntas membutuhkan waktu 30 tahun.
ASF endemik sejak 1978 di Pulai Sardinia, Italia (sebagai
pulau kedua terbesar di laut Mediterrania).
ASF masuk ke wilayah Kaukasus (Armenia, Georgia, Rusia,
Azerbaijan, Cechnya) pada 2007, dimana penyakit telah
menyebar luas di antara babi liar dan babi domestik.
ASF juga terdeteksi pada babi liar di Iran.
11. Peta distribusi ASF
Januari - Juli 2018
Peta distribusi ASF
Juli - Agustus 2018
Sumber: http://www.oie.int/wahis_2/public/wahid.php/Diseaseinformation/
12. Peta wabah ASF
Jan – Des 2017
Peta wabah ASF
Jan - Agst 2018
Sumber: http://www.oie.int/wahis_2/public/wahid.php/Diseaseinformation/
13. Peta wabah ASF di
Eropa dan Rusia
Jan – Agst 2018
Peta wabah ASF di
Afrika
Jan – Agst 2018
Sumber: http://www.oie.int/wahis_2/public/wahid.php/Diseaseinformation/
15. PENULARAN DAN PENYEBARAN ASF
Tiga mekanisme penularan:
➢ Siklus ‘SILVATIK’: warthogs – caplak bercangkang lunak
➢ Siklus ‘DOMESTIK’: babi domestik – babi domestik
➢ Penularan antara siklus ‘SILVATIK’ dan ‘DOMESTIK’: Babi
domestik – caplak – babi domestik.
Spesies babi liar Afrika dan caplak bercangkang lunak
merupakan hospes alamiah dari virus ASF.
16. GEJALA KLINIS ASF
Gejala klinis infeksi per akut – akut
Masa inkubasi 5-15 hari
Demam tinggi
Tidak nafsu makan
Perubahan warna kulit
Kematian tinggi
Gejala klinis infeksi subakut – kronis
Utamanya di daerah endemik
Demam berfluktuasi
Warna kulit kemerahan
Depresi dan kehilangan nafsu makan
Infeksi sekunder
Kematian lebih banyak pada babi muda
17. R0 (BASIC REPRODUCTIVE NUMBER)
AFRICAN SWINE FEVER
“Basic reproductive number” (R0) = rata-rata jumlah infeksi sekunder yang
dihasilkan dari suatu individu terinfeksi dalam suatu populasi yang peka. Contoh:
R0 = 5 artinya 1 babi terinfeksi ASF dapat menyebarkan infeksi ke 5 babi lainnya.
Lokasi R0 95% C.I. Referensi
Malta 18,0 6,90 – 46,90 Ferreira et al. 2013
Gulu, Uganda (peternakan
tertular terdekat)
3,24 3,21 – 3,27 Barongo et al. 2015
Rusia (antar babi) 9,8 3,9 -15,6 Gulenkin et al. 2011
Rusia (babi liar ke babi liar) 1,58 1,1 – 3,8 Iglesias et al. 20
Ukraina (dalam satu peternakan) 7,46 5,68 – 9,21 Korenoy et al. 2016
Ukraina (antar peternakan) 1,65 1,42 – 1,88
Georgia (antar babi) 2,8 1,3 – 4,8 Guinat et al. 2016
Georgia (kontak tidak langsung) 1,4 0,6 – 2,4
Armenia (antar babi Iiar) 6,1 0,6 – 14,5 Pietschmann et al 2015
Armenia (babi liar ke babi) 5,0 1,4 – 10,7
18. BAGAIMANA ASF DITULARKAN DAN
MENYEBAR?
Babi dapat tertular karena kontak dengan caplak lunak atau dengan makan
daging yang berasal dari babi yang terinfeksi.
Begitu babi terjangkit ASF, virus akan ditemukan di seluruh cairan dan dalam
daging.
Orang, pakaian, kendaraan atau peralatan (seperti ember atau sikat) dapat
memindahkan virus dari babi terinfeksi ke babi yang sehat – meskipun tidak
ada kontak langsung antar babi.
Virus ASF tetap bertahan infeksius untuk jangka waktu lama di dalam darah,
jaringan tubuh dan feces dari babi yang terinfeksi, artinya orang, kendaraan
atau peralatan yang kontak dengan material terinfeksi dapat menularkan ASF
ke babi yang sehat.
Daging babi yang tidak dimasak atau kurang dimasak dari babi yang terinfeksi
juga merupakan produk yang berisiko sangat tinggi, meskipun babi tidak
kelihatan sakit pada saat pemotongan.
Virus dapat bertahan dalam daging babi dan lingkungan selama berbulan-
bulan. Kandang dan bangunan peternakan yang terkontaminasi berisiko tinggi.
20. Untuk pertama kalinya terdeteksi
di Asia.
19 kali wabah ASF di 6 provinsi
di China (lihat peta), masing-
masing dengan jarak lokasi
sejauh 1000 km.
Vietnam mungkin punya risiko
terbesar, karena perbatasan
darat dengan China dan
perdagangan yang signifikan
antara ke-2 negara.
Thailand mungkin kurang rentan jika melakukan tindakan-
tindakan biosekuriti yang ketat.
Filipina dengan posisi kepulauannya mungkin dapat terlindungi.
Kambodia dan Laos juga berisiko dan kurang siaga karena
perangkat kesehatan hewannya yang lemah.
Sumber: FAO (2018)
22. JUMLAH WABAH ASF PER PROVINSI (1 AGST
S/D 7 SEP 2018)
Lokasi
Jumlah
wabah
Anhui 8
Heilongjiang 2
Henan 1
Jiangzu 2
Liaoning 5
Zhejiang 1
Total 19
Sumber: http://www.oie.int/wahis_2/public/wahid.php/Countryinformation/Countryreports
8
2
1
2
5
1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Anhui Heilongjiang Henan Jiangzu Liaoning Zhejiang
Jumlahwabah
Tanggal dimulainya wabah
23. JUMLAH KASUS DAN BABI MATI KARENA
WABAH ASF (1 AGST S/D 7 SEP 2018)
Sumber: http://www.oie.int/wahis_2/public/wahid.php/Countryinformation/Countryreports
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Liaoning Henan Jiangzu Zhejiang Anhui Heilongjiang
Jumlah(ekor)
Provinsi
Kasus Mati
Lokasi Kasus Mati
Liaoning 54 47
Henan 30 30
Jiangzu 627 97
Zhejiang 430 340
Anhui 705 380
Heilongjiang 65 22
Total 1911 916
24. JUMLAH BABI YANG PEKA DAN YANG DIMUSNAHKAN
KARENA WABAH ASF (1 AGST S/D 7 SEP 2018)
Sumber: http://www.oie.int/wahis_2/public/wahid.php/Countryinformation/Countryreports
0
5000
10000
15000
20000
25000
Liaoning Henan Jiangzu Zhejiang Anhui Heilongjiang
Jumlah(ekor)
Hewan peka Dimusnahkan
Lokasi
Hewan
peka Dimusnahkan
Liaoning 19991 20304
Henan 1806 1776
Jiangzu 14783 14686
Zhejiang 1864 1524
Anhui 2679 2299
Heilongjiang 290 268
Total 41413 40857
29. JUMLAH PRODUKSI DAGING BABI INDONESIA
(2009-2010)
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 400000
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Jumlah (ton)
Tahun
Sumber: Badan Pusat Statistik (2018)
30. JUMLAH BABI YANG DIPOTONG DI RUMAH
POTONG HEWAN (2000-2017)
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik (2018)
(EKOR)
31. JUMLAH BABI YANG DIPOTONG DI RUMAH
POTONG HEWAN PER PROVINSI (2017)
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
Sumber: Badan Pusat Statistik (2018)
1. DKI Jakarta
2. Bali
3. Sulawesi Utara
4. Sumatera Utara
5. Jawa Timur
33. JUMLAH IMPORTASI DAGING BABI (HS CODE 0203) –
FRESH, CHILLED ATAU FROZEN) KE INDONESIA
Tidak ada impor daging babi dari China ke Indonesia
Sumber: ITC calculations based on BPS-Statistics Indonesia statistics since January, 2017.
(ton)
Eksportir 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Amerika Serikat - 1 - - 11 134 140 163 267 513 1199 273
Denmark - - - - - - - - - - - 24
Australia 170 274 213 163 17 - - - - - - -
China 73 - - - - - - - - - - -
Perancis - 1 - - - - - - - - - -
Jerman - - - - - - - - - - - -
Belanda 2 1 - - - - - - - 50 22 -
Selandia Baru - 20 1 - - - - - - - - -
Singapura 1 - - - - - - - - - - -
Thailand 1 - - - - - - - - - - -
Total 248 298 214 163 28 134 140 163 267 563 1221 297
34. RANKING KEMAMPUAN VIRUS ASF YANG
INFEKSIUS UNTUK ‘SURVIVE’
RANKING MATRIKS
Sangat tinggi Daging babi beku
Tinggi Daging babi chilled; Babi liar; Babi domestik; Lemak kulit babi;
Kendaraan pengangkut hewan terkontaminasi di bagian dalam
Sedang Daging babi asap; Daging babi asin, terfermentasi, kering (+/-
bumbu), contohnya pepperoni, salami dll; Daging babi asin dan
kering; kendaraan pengangkut hewan terkontaminasi di bagian
luar; Orang yang terlibat dalam pemeliharaan babi; Slurry;
Pakan ternak; Litter; Fomites
Rendah Orang yang tidak terlibat dalam pemeliharaan babi; Caplak
Sangat rendah Sayur-sayuran; Tanaman; Pes (rodensia); Hewan peliharaan;
Hay dan straw; Insek penghisap darah
Diabaikan Daging yang dimasak 70°C selama 30 menit
EFSA Journal 2014;12(4):3628. Scientific Opinion on African Swine Fever
35. Sumber: Modifikasi dari Evira Research Reports 5/2011. Possible
routes of entry into the country for African swine fever – Risk profile
RUTE YANG MUNGKIN
UNTUK MASUKNYA
ASF KE INDONESIA
36. Babi
Daging babi
& produk
Semen &
embrio
Obyek dan
peralatan
terkontaminasi
Sisa-sisa katering lewat
transportasi internasional
(kapal, pesawat)
Impor
legal
Babi
terinfeksi
Daging babi
& produk
terinfeksi
Semen &
embrio
terinfeksi
BATAS NEGARA
Sisa-sisa
disposal
Hasil/sisa-sisa
disposal diberikan ke
babi/lewat vektor
Babi
peka
Impor
legal/illegal
atau
tentengan
Impor
legal
Impor
legal/illegal
atau
tentengan
Daging babi
terinfeksi
SKENARIO UMUM: Rute yang
mungkin bagi virus ASV untuk
masuk ke IndonesiaSumber: Modifikasi dari Evira Research Reports 5/2011. Possible
routes of entry into the country for African swine fever – Risk profile
37. Daging babi/produk daging babi
yang diproses dengan
pemanasan yang tidak cukup
Impor
secara
komersial
Impor legal
untuk
penggunaan
pribadi
Impor illegal
BATAS NEGARA
Daging babi &
produk terinfeksi
Instrumen, obyek,
peralatan, dan trofi hasil
berburu yang
terkontaminasi dengan
daging yang terinfeksi
Babi
peka
Sisa-sisa produk
daging terinfeksi yang
terbuang di alam
Vektor
Hasil/sisa-sisa
disposal yang
diberikan ke babi
SKENARIO 1: Rute virus
ASV lewat daging babi/
produk daging babi
Sumber: Modifikasi dari Evira Research Reports 5/2011. Possible
routes of entry into the country for African swine fever – Risk profile
38. Sisa-sisa katering lewat
transportasi internasional (kapal
laut, pesawat udara)
Sisa-sisa
disposal katering
diberikan ke babi
Sisa-sisa
disposal rumah
tangga
Sisa-sisa disposal
katering di
peternakan babi
Sisa-sisa disposal
katering yang terbuang
di alam
Babi
peka
Sisa-sisa disposal
katering di tempat
sampah
Hewan ‘carrier’
(misal: tikus,
burung)
Babi
liar
peka
SKENARIO 2: Rute virus
ASV lewat sisa-sisa
katering transportasi
internasional
Sumber: Modifikasi dari Evira Research Reports 5/2011. Possible routes of entry into the country for African swine fever – Risk profile
BATAS NEGARA
39. Orang di luar negeri yang
terkontaminasi pada saat mengunjungi
suatu peternakan babi tertular
Perjalanan
ke
Indonesia
Pekerja/konsultan
asing bekerja di
peternakan babi
Pemilik/pekerja
Indonesia bekerja
di peternakan babi
Pariwisata ke
desa/pengunjung
lainnya
Babi
peka
Tidak mematuhi
aturan biosekuriti
di peternakan babi
SKENARIO 3: Rute virus
ASV lewat orang dari luar
negeri yang
terkontaminasi pada saat
mengunjungi peternakan
babi tertular
Sumber: Modifikasi dari Evira Research Reports
5/2011. Possible routes of entry into the country for
African swine fever – Risk profile
BATAS NEGARA
41. PERSYARATAN IMPORTASI BABI DAN DAGING
BABI DARI NEGARA BEBAS ASF MENURUT OIE
BABI HIDUP (Artikel 15.1.7.):
Tidak menunjukkan gejala klinis ASF pada saat pengapalan;
Ternak babi dipelihara di negara yang bebas ASF sejak lahir
atau paling tidak dalam 3 bulan terakhir.
DAGING BABI (Artikel 15.1.13.):
Ternak babi dipelihara di negara yang bebas ASF sejak lahir
atau diimpor sesuai ketentuan OIE.
Ternak babi dipotong di suatu RPH yang telah disetujui, dan
dinyatakan telah lulus dari pemeriksaan ante- dan post-
mortem.
42. PERSYARATAN IMPORTASI SEMEN DAN
EMBRIO (IN VIVO) DARI NEGARA BEBAS ASF
SEMEN (Artikel 15.1.9.):
Donor pejantan dipelihara di suatu negara bebas ASF sejak lahir atau paling tidak 3
bulan terakhir sebelum pengumpulan;
Donor pejantan tidak menunjukkan gejala klinis ASF pada hari pengumpulan semen;
Semen dikumpulkan, diproses dan disimpan sesuai dengan ketentuan OIE.
EMBRIO (Artikel 15.1.12.):
Donor betina dipelihara sejak lahir atau paling tidak 3 bulan sebelum pengumpulan
pada suatu unit produksi dimana surveilans menunjukkan tidak ada kasus ASF dalam
3 tahun terakhir. Jangka waktu ini bisa dikurangi ke 12 bulan apabila tidak ada bukti
keterlibatan caplak dalam epidemiologi infeksi.
Tidak menunjukkan gejala klinis ASF pada saat pengumpulan embryo;
Dilakukan uji serologis paling tidak 21 hari sebelum pengumpulan, dengan hasil yang
negatif.
Semen yang digunakan untuk memfertilisasi oocytes memenuhi persyaratan OIE.
Embrio yang dikumpulkan, diproses dam disimpan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan OIE yang relevan.
43. APA YANG PERLU DILAKUKAN UNTUK
MENCEGAH MASUKNYA ASF KE INDONESIA?
1. PEMERINTAH: Kebijakan yang ketat terhadap importasi babi hidup
dan produk-produk daging babi, terutama dari negara-negara yang
tertular ASF.
2. PEMERINTAH: Perlu membuat kebijakan yang didukung oleh
peraturan perundangan untuk memastikan disposal yang tepat dari
sisa-sisa makanan yang berasal dari pesawat udara, kapal laut atau
kendaraan yang datang dari negara-negara yang tertular ASF.
3. PETERNAK/PENGUSAHA BABI:
a. Jangan memberikan sisa-sisa dapur atau sampah (SWILL) yang
mengandung daging babi atau produk daging babi yang kurang
dimasak atau tidak dimasak kepada babi.
b. Jangan membiarkan babi-babi untuk dapat mengakses sisa-sisa
dapur atau sampah,