Penerapan Penilaian Risiko dan Ekonomi Dalam Pengambilan Kebijakan Pengendalian dan Eliminasi Rabies - Dinas Peternakan Provinsi Sumbar, Payakumbuh, 24-25 Februari 2020
Penerapan Penilaian Risiko dan Ekonomi Dalam Pengambilan Kebijakan Pengendalian dan Eliminasi Rabies menganalisis penilaian risiko masuknya rabies melalui lalu lintas anjing dari dua kabupaten di Jawa Barat ke Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Penilaian ini mempertimbangkan kemungkinan anjing terinfeksi, tidak terdeteksi, dan tidak divaksinasi, serta kemungkinan pendedahan di Kota Padang Panjang. Hasil
Penerapan Konsep 'One Health' di Peternakan dan Pasar Unggas dengan Mengoptim...
Ähnlich wie Penerapan Penilaian Risiko dan Ekonomi Dalam Pengambilan Kebijakan Pengendalian dan Eliminasi Rabies - Dinas Peternakan Provinsi Sumbar, Payakumbuh, 24-25 Februari 2020
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Tata Naipospos
Ähnlich wie Penerapan Penilaian Risiko dan Ekonomi Dalam Pengambilan Kebijakan Pengendalian dan Eliminasi Rabies - Dinas Peternakan Provinsi Sumbar, Payakumbuh, 24-25 Februari 2020 (20)
Penerapan Penilaian Risiko dan Ekonomi Dalam Pengambilan Kebijakan Pengendalian dan Eliminasi Rabies - Dinas Peternakan Provinsi Sumbar, Payakumbuh, 24-25 Februari 2020
1. Penerapan Penilaian Risiko dan
Ekonomi Dalam Pengambilan Kebijakan
Pengendalian dan Eliminasi Rabies
Drh Tri Satya Putri Naipospos MPhil PhD
Rapat Koordinasi PHMS se Sumatera Barat
Payakumbuh, 25-26 Februari 2020
2. ZERO BY 30 – Eliminasi Rabies
Global
• Suatu rencana strategis global
untuk mengakhiri kematian
manusia dari rabies yang ditularkan
oleh anjing pada 2030 sebagai suatu
seruan global pada 2015 oleh UNITED
AGAINST RABIES (UAR) yaitu
kolaborasi WHO, FAO, OIE & GARC.
• Selaras dengan United Nations
Sustainable Development Goals (UN
SDG) dan Health for All (HFA), ‘Zero
by 30’ mengadvokasikan investasi di
seluruh negara endemik rabies untuk
memperkuat sistim kesehatan
manusia dan hewan, serta upaya
untuk menyelamatkan jiwa manusia..
Sumber: https://www.who.int/rabies/news/RUA-
Rabies-launch-plan-achieve-zero-rabies-human-
deaths-2030/en/
3. Dokumen Roadmap One Health Rabies
• Untuk memenuhi tujuan rencana
strategis eliminasi rabies global
tersebut, maka Pemerintah Indonesia
di bawah koordinasi Kemenko PMK
menyusun suatu dokumen yaitu “ONE
HEALTH ROADMAP ELIMINASI
RABIES NASIONAL 2030”.
• SASARAN: "mengeliminasi rabies
pada manusia yang ditularkan oleh
anjing di Indonesia pada tahun
2030“ melalui vaksinasi massal
anjing (MDV) yang berkelanjutan
dan pemberian profilaksis pasca
pajanan (PEP).
5. One health – terpadu dan berkelanjutan
• Vaksinasi massal anjing yang reguler dapat menurunkan kasus
rabies pada manusia dan secara bertahap rabies dieliminasi sampai
kematian menjadi 0.
• Vaksin rabies manusia (PEP) dapat mencegah kematian manusia
pada saat kejadian kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR).
Eliminasi rabies
terpadu dan
berkelanjutan
Vaksinasi massal
anjing
Vaksinasi manusia Perilaku anjing dan
kesadaran tentang rabies
TAKGIT
8. Kepemilikan anjing di Sumatera Barat
• Anjing merupakan hewan yang paling dekat dengan manusia,
baik sebagai hewan kesayangan, pemburu maupun penjaga
kebun, bahkan sebagai hewan konsumsi maupun terlibat dalam
acara adat bagi suku tertentu di Indonesia.
• Budaya berburu pada penduduk di Pulau Sumatera khususnya
Sumatera Barat membawa dampak peningkatan kebutuhan
anjing pemburu dari Jawa Barat.
• Kota Padang Panjang merupakan salah satu kota di Provinsi
Sumatera Barat (daerah tertular rabies), dan menjadi pilot proyek
Pemerintah Daerah Sumatera Barat untuk pembebasan rabies.
• Anjing yang dikirim sebagian besar berasal dari Kabupaten
Sumedang (daerah bebas rabies) dan Kabupaten Garut
(daerah endemis rabies).
9. Tujuan penilaian risiko
1) Penilaian pemasukan rabies
melalui lalu lintas anjing
pemburu dari Kabupaten
Garut dan Sumedang ke Kota
Padang Panjang;
2) Penilaian pendedahan di
Kota Padang Panjang;
3) Penilaian dampak di Kota
Padang Panjang;
4) Estimasi risiko di Kota
Padang Panjang.
Penilaian Pemasukan
Penilaian Pendedahan
Penilaian Dampak
Estimasi Risiko
Batas wilayah
10. Faktor-faktor yang dipertimbangkan
dalam penilaian risiko
• Rekomendasi OIE dalam pemasukan
hewan terkait rabies (Chapter 8.14.);
• Persyaratan lalu lintas hewan pembawa
rabies (HPR) dalam Kepmentan No.
1096/Kpts/TN.120/10/1999 tentang
Pemasukan Anjing, Kucing, Kera dan
Hewan Sebangsanya ke Wilayah/Daerah
Bebas Rabies di Indonesia; dan
• Keputusan Kepala Barantan No.
87/Kpts/KR.120/L/1/2016 tentang
Petunjuk Teknis Tindakan Karantina HPR.
11. Kerangka kerja penilaian risiko
• Penilaian risiko pemasukan rabies melalui lalu lintas anjing dari
jalur laut, udara, dan darat.
• Penilaian terbatas hanya pada kemungkinan virus dibawa oleh
anjing hidup, tidak HPR lain maupun karkas anjing dan melalui jalur
resmi (legal), tidak jalur tidak resmi (ilegal).
• Penilaian pemasukan mengevaluasi kemungkinan seekor anjing
terinfeksi rabies dari daerah asal ke daerah tujuan melalui lalu lintas
legal.
• Penilaian pendedahan mengevaluasi kemungkinan seekor anjing
terinfeksi rabies mendedah populasi anjing, HPR lain, dan manusia
di daerah tujuan.
• Penilaian dampak menggambarkan dampak yang diperoleh dari
pendedahan agen penyakit dan kemungkinan dampak yang terjadi.
• Estimasi risiko sebagai hasil dari perkalian penilaian pemasukan x
penilaian pendedahan x penilaian dampak.
12. Kategori kecenderungan dan deskripsinya
serta sebaran peluang secara semikuantitatif)
Kecenderungan Definisi deskripsi Peluang
(P)
Sebaran peluang
(U)
Tinggi Kejadiannya sangat
mungkin terjadi
0,7-1 P ~ U (0,7, 1)
Sedang Kejadiannya dapat terjadi
dalam segala kemungkinan
0,3-0,7 P ~ U (0,3, 0,7)
Rendah Kejadiannya tidak mungkin
terjadi
0,05-0,3 P ~ U (0,05, 0,3)
Sangat rendah Kejadiannya sangat tidak
mungkin terjadi
0,001-0,05 P ~ U (0,001, 0,05)
Amat sangat
rendah
Kejadiannya amat sangat
tidak mungkin terjadi
10-6 -10-3 P ~ U (10-6 , 0,001)
Dapat diabaikan Kejadiannya amat sangat
pasti tidak mungkin terjadi
0-10-6 P ~ U (0, 10-6 )
Sumber: Biosecurity Australia, 2001
13. Alur tapak risiko masuknya rabies melalui lalu lintas
anjing dari Kabupaten Sumedang dan Garut
Node 1: Kemungkinan anjing
terinfeksi rabies di Kabupaten
Sumedang/Garut.
Node 2: Kemungkinan anjing
terinfeksi tidak terdeteksi di
pengepul.
Node 3: Kemungkinan anjing
sebelum dilalulintaskan tidak
divaksinasi.
Node 4: Kemungkinan anjing
terinfeksi rabies tidak
terdeteksi saat pengurusan
Sertifikat Veteriner.
Node 5: Kemungkinan anjing
terinfeksi rabies tidak
terdeteksi di karantina
pengeluaran.
14. Situasi yang mempengaruhi pengendalian
rabies di Kabupaten Sumedang
• Pola pemeliharaan anjing di Kabupaten Sumedang ada
yang ditali di halaman dan di kandang, namun berdasarkan
wawancara secara umum anjing diliarkan.
• Kendala rendahnya cakupan vaksinasi di Kabupaten Sumedang
(23%) disebabkan oleh minimnya anggaran untuk penyediaan
vaksin, terbatasnya sumber daya manusia (SDM), kondisi
geografis daerahnya berupa perbukitan, serta akurasi data
populasi anjing.
• Surveilans titer antibodi dilakukan oleh Dinas Sumedang dengan
BVet Subang setiap tahun (90% dari 180 sampel).
• Pemberian vaksinasi 30 hari sebelum diberangkatkan sulit
diterapkan, karena tingginya permintaan anjing dengan minimnya
fasilitas kandang di pengepul serta tingginya biaya perawatan.
15. Situasi yang mempengaruhi pengendalian
rabies di Kabupaten Garut
• Pola pemeliharaan di Kabupaten Garut merupakan daerah
tertular, dengan jumlah kematian sebanyak 6 orang sepanjang
2005-2016 (Dinkes Jabar 2016).
• Program vaksinasi pada tahun 2017 di Kabupaten Garut
sebanyak 5700 dosis (Disperinakan Garut 2018b), sehingga
cakupan vaksinasi baru mencapai 30%.
• Hasil surveilans pada 2016 menunjukkan titer antibodi seropositif
sebesar 75% dari 220 sampel , sedangkan pada 2017 sebesar
77% dari 220 sampel (BVet Subang 2017 dan 2018).
• Anjing pemburu yang dilalulintaskan ke Pulau Sumatera dari
Kabupaten Sumedang dan Garut dikirim oleh pengepul dengan
menggunakan mobil melalui jalur laut pada pelabuhan Merak
Banten menuju pelabuhan Bakahuni Lampung.
16. Hasil penilaian masuknya rabies melalui
lalu lintas anjing dari Kabupaten Sumedang
Node
Probabilitas
(median, 5%-90%)
Kemungkinan anjing terinfeksi rabies di
daerah asal (Node 1)
0,373 (0,265-0,479)* Sedang
Kemungkinan anjing terinfeksi rabies di
pengepul (Node 2)
0,255 (0,210-0,300)* Sedang
Kemungkinan anjing yang akan dilalu
lintaskan tidak divaksinasi (Node 3)
0,570 (0,385-0,752)* Sedang
Kemungkinan anjing terinfeksi rabies tidak
terdeteksi saat proses penerbitan Sertifikat
Veteriner (Node 4)
0,633 (0,508-0,754)* Sedang
Kemungkinan anjing terinfeksi rabies tidak
terdeteksi di karantina pengeluaran (Node 5)
0,430 (0,334, 0,529)* Sedang
Probabilitas masuknya virus rabies ke Kota
Padang Panjang
0,015 (0,006-0,032)* Sangat
rendah
17. Hasil penilaian pemasukan rabies melalui
lalu lintas anjing dari Kabupaten Garut
Node
Probability
(median, 5%-90%)
Kemungkinan anjing terinfeksi rabies di
daerah asal (Node 1)
0,543 (0,416-0,668)* Sedang
Kemungkinan anjing terinfeksi rabies di
pengepul (Node 2)
0,255 (0,210-0,300)* Sedang
Kemungkinan anjing yang akan dilalu
lintaskan tidak divaksinasi (Node 3)
0,570 (0,385-0,752)* Sedang
Kemungkinan anjing terinfeksi rabies tidak
terdeteksi saat proses penerbitan Sertifikat
Veteriner (Node 4)
0,633 (0,508-0,754)* Sedang
Kemungkinan anjing terinfeksi rabies tidak
terdeteksi di karantina pengeluaran (Node 5)
0,430 (0,334, 0,529)* Sedang
Probabilitas masuknya virus rabies ke Kota
Padang Panjang
0,021 (0,010-0,046)* Sangat
rendah
18. Alur tapak risiko pendedahan rabies
Node 1: Kemungkinan tidak
diterapkan tindakan karantina
di karantina pemasukan.
Node 2: Kemungkinan anjing di
daerah tujuan tidak divaksinasi.
Node 3: Kemungkinan
anjing terinfeksi rabies
kontak dengan anjing
dan HPR lain, atau
manusia di daerah
tujuan.
3
19. Situasi yang mempengaruhi
pengendalian di Kota Padang Panjang
• Pola pemeliharaan anjing secara umum ditali di halaman rumah,
dikandangkan baik secara individu maupun kelompok, serta
dilepasliarkan.
• 92% anjing pemburu dipelihara dengan dikandangkan, sehingga
kecil kemungkinan anjing pemburu terinfeksi rabies kontak
dengan anjing dan HPR lain, atau manusia.
• 53% pemiliknya tidak melakukan vaksinasi, karena alasan
adanya ketakutan anjingnya tidak pintar lagi dalam berburu babi,
sehingga peluang mendedah sedang.
• 100% menyatakan proses berburu dilakukan berkelompok,
sehingga kemungkinan anjing pemburu terinfeksi rabies kontak
dengan anjing dan HPR lain, atau manusia terkait dengan pola
berburu dinilai tinggi.
20. Hasil penilaian pendedahan rabies di
Kota Padang Panjang
No Node
Probabilitas Node
(Rata-rata, 10%-90%)
1 Kemungkinan tidak diterapkan tindakan
karantina di karantina pemasukan
0,350 (0,225-0,480)* Sedang
2 Kemungkinan anjing di daerah tujuan tidak
diberikan vaksinasi
0,435 (0,255-0,619)* Sedang
3 Kemungkinan anjing pemburu terinfeksi
rabies kontak dengan anjing dan HPR lain,
atau manusia di daerah tujuan
0,595 (0,524-0,676)* Sedang
Penilaian pendedahan 0,091 (0,039-0,154)* Rendah
• Probabilitas pendedahan rabies ke Kota Padang Panjang melalui lalu
lintas anjing pemburu dari Kabupaten Sumedang dan Garut adalah
0,091 (SK 90%; 0,039-0,154) dalam kategori rendah.
• Probabilitas anjing terinfeksi rabies mendedah anjing, HPR lain, dan
manusia adalah 0,595 (SK 90%; 0,524-0,676) dalam kategori sedang.
21. Hasil penilaian dampak rabies
Dampak Uraian Kemungkinan dan Sebaran
Dampak
langsung
Dampak
tidak
langsung
Dampak terhadap kesehatan anjing
dan HPR lain serta hewan rentan
lainnya
Dampak terhadap kesehatan
masyarakat
Dampak terhadap perekonomian
Dampak terhadap lingkungan
Dampak terhadap pariwisata
Dampak terhadap kenyamanan
masyarakat
Amat sangat rendah:
P ~ U (1x10-6; 1x10-3)
Tinggi: P ~ U (0,7; 0,1)
Tinggi: P ~ U (0,7; 0,1)
Sedang: P ~ U (0,3; 0,7)
Sangat rendah:
P ~ U (1x10-3; 5x10-2)
Sangat rendah:
P ~ U (1x10-3; 5x10-2)
Total nilai peluang dampak masuknya
virus rabies melalui pemasukan anjing
0,613 (0,498; 0,727)
Probabilitas dampak masuknya virus
rabies melalui pemasukan anjing
Sedang
22. Estimasi risiko masuknya rabies ke
Kota Padang Panjang
Penilaian Anjing dari Sumedang Anjing dari Garut
Penilaian Pemasukan 0,015 (0,006-0,032)
Sangat rendah
0,021 (0,010-0,046)
Sangat rendah
Penilaian pendedahan 0,091 (0,039-0,154)
Rendah
0,091 (0,039-0,154)
Rendah
Penilaian dampak 0,613 (0,498-0,727)
Sedang
0,613 (0,498-0,727)
Sedang
Estimasi risiko 8x10-4(2x10-4-26x10-3)
Amat sangat rendah
12x10-4 (4x10-4-32x10-3)
Amat sangat rendah
• Kabupaten Sumedang: 8 ekor (SK 90%; 2-26 ekor) per 10.000
ekor anjing dari Kabupaten Sumedang terinfeksi rabies masuk,
mendedah dan memberikan dampak ke Kota Padang Panjang.
• Kabupaten Garut: 12 ekor (SK 90%; 4-32 ekor) dari 10.000 ekor
anjing terinfeksi rabies masuk, mendedah, dan memberikan
dampak ke Kota Padang Panjang.
23. Hasil penilaian risiko masuknya
rabies ke Kota Padang Panjang (1)
• Estimasi risiko masuknya rabies dari Kabupaten Sumedang amat
sangat rendah (8 ekor per 10.000), namun tidak bisa diabaikan
apabila dihubungkan dengan volume dan frekuensi lalu lintas anjing
ke Kota Padang Panjang.
• Berdasarkan data di Balai Karantina Pertanian Kelas II CIlegon, anjing
yang dilalulintaskan dengan tujuan Kota Padang Panjang sebanyak
3.010 ekor pada 2016 dan 3.262 ekor pada 2017.
• Anjing yang dilalulintaskan berdasarkan dokumen yang tertera di
Surat Veteriner, sebanyak 95% dari Kabupaten Sumedang dan
sisanya dari Kota Banjar dan Sukabumi pada 2016, sedangkan 100%
berasal dari Kabupaten Sumedang pada 2017.
• Dengan frekuensi anjing dari Kabupaten Sumedang pada jumlah
3.262 ekor pada 2017, maka jumlah yang diestimasi berpeluang untuk
masuknya rabies ke Kota Padang Panjang adalah 0.0008 x 3.262
ekor = 3 ekor.
24. Hasil penilaian risiko masuknya
rabies ke Kota Padang Panjang (2)
• Meski estimasi risiko masuknya rabies dari Kabupaten
Garut amat sangat rendah (12 ekor per 10.000), namun
berdasarkan dokumen daerah asal tidak ada yang berasal dari
Kabupaten Garut, namun tidak ada jaminan bahwa anjing dari
Kabupaten Garut tidak masuk ke Kota Padang Panjang.
25. Hasil analisis sensitivitas estimasi risiko
masuknya rabies ke Kota Padang Panjang
• 5 variabel yang paling sensitif untuk Kabupaten Sumedang
adalah:
– program vaksinasi di daerah tujuan;
– vaksinasi anjing sebelum diberangkatkan;
– vaksinasi di daerah asal;
– adanya anjing di pengepul yang berasal dari luar daerah; dan
– tindakan di karantina pemasukan terkait uji titer antibodi.
• 5 variabel yang paling sensitif untuk Kabupaten Garut adalah:
– program vaksinasi di daerah tujuan,
– vaksinasi anjing sebelum diberangkatkan,
– tindakan di karantina pemasukan terkait riwayat vaksinasi,
– tindakan di karantina pemasukan terkait hasil uji titer antibodi,
dan
– program vaksinasi di daerah asal.
26. Usulan manajemen risiko
• Vaksinasi setiap anjing sebelum diberangkatkan oleh dinas yang
membidangi kesehatan hewan di daerah asal.
• Vaksinasi setiap anjing di karantina pengeluaran apabila tidak
dilampirkan buku vaksinasi atau ada keraguan dengan buku vaksinasi
maupun hasil uji titer antibodi.
• Pembinaan dan pengawasan terhadap pengepul untuk mencegah
masuknya anjing dari luar daerah.
• Sertifikasi pengepul yang telah memenuhi persyaratan baik
administrasi, teknis serta sarana dan prasarana terkait manajemen
anjing, dan hanya pengepul yang bersertifikat yang diijinkan untuk
melakukan pengiriman anjing.
• Penerapan batasan kuota anjing yang dikirim ke luar daerah dan hanya
memberikan sertfikasi pada anjing asli dari daerahnya.
• Pengujian titer antibodi setiap anjing dilakukan di daerah asal sebelum
diberangkatkan atau uji titer dilakukan di karantina pengeluaran apabila
hasil uji titer antibodi tidak dilampirkan.
28. Dinamika penularan dan ekonomi rabies
• Rabies pada manusia di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia, dapat dicegah melalui intervensi
langsung terhadap anjing.
• Untuk itu dibutuhkan penilaian terhadap potensi
penghematan biaya untuk sektor kesehatan masyarakat
dari intervensi yang ditujukan terhadap hospes hewan
sebagai reservoir.
• Dinamika penularan rabies antar anjing diperluas dengan
mencakup juga penularan dari anjing-ke-manusia.
Sumber: Zinsstag J. et al., 2009. Transmission dynamics and economics of rabies control in dogs
and humans in an African city. PNAS, September 1, 2009, Vol. 106, No. 35, 14996–15001.
29. Efektivitas biaya pengendalian rabies
• Suatu studi yang dilaporkan oleh Bogel and Meslin, 1990
menunjukkan bahwa di suatu wilayah dimana virus rabies
bersirkulasi secara terus menerus, selama periode 15
tahun, vaksinasi anjing dikombinasikan dengan Post-
exposure Prophylaxis (PEP) terhadap kasus gigitan
anjing, adalah lebih hemat biaya dari hanya PEP saja.
• Namun demikian di banyak negara, sedikit yang diketahui
mengenai biaya vaksinasi masal anjing sebenarnya
(Kayali et al., 2006), dan data kuantitatif sangat diperlukan
untuk mengevaluasi efektivitas biaya strategi pengendalian.
Sumber: Zinsstag J. et al., 2009. Transmission dynamics and economics of rabies control in dogs
and humans in an African city. PNAS, September 1, 2009, Vol. 106, No. 35, 14996–15001.
30. Evaluasi opsi vaksinasi di Afrika Timur
• Suatu studi yang dilaporkan oleh Borse et al., 2018 mengevaluasi
3 opsi vaksinasi rabies di Afrika Timur yaitu:
– tidak ada vaksinasi, vaksinasi per tahun 50% populasi anjing,
dan vaksinasi dua kali setahun 20% populasi anjing.
• Tidak ada vaksinasi selama 10 tahun menghasilkan sekitar
44.000±65.000 anjing terinfeksi rabies dan 2.000 kematian
manusia.
• Vaksinasi per tahun 50% populasi anjing selama 10 tahun
menghasilkan sekitar 42.000±48.000 anjing terinfeksi rabies dan
sekitar 2.000±1.600 kematian manusia. Ada penurunan biaya
sekitar $450-$385 (Rp 6.198.750-Rp 5.303.375) per jiwa yang
diselamatkan.
Sumber: Zinsstag J. et al., 2009. Transmission dynamics and economics of rabies control in dogs
and humans in an African city. PNAS, September 1, 2009, Vol. 106, No. 35, 14996–15001.
31. Efektivitas biaya vaksinasi rabies anjing
• Vaksinasi dua tahun 20% selama 10 tahun menghasilkan
sekitar 41.000±50.000 anjing terinfeksi dan sekitar
2.000±1.900 kematian manusia. Ini menyebabkan
penurunan biaya sekitar $400±$300 (Rp 5.510.000-Rp
4.132.500) per jiwa yang diselamatkan.
• Dalam skenario tertentu, 70% anjing yang tervaksinasi
dapat mengeliminasi rabies.
• Program vaksinasi anjing dapat mengendalikan, dan
berpotensi mengeliminasi rabies pada anjing.
Sumber: Zinsstag J. et al., 2009. Transmission dynamics and economics of rabies control in dogs
and humans in an African city. PNAS, September 1, 2009, Vol. 106, No. 35, 14996–15001.
32. Tingkat penularan rabies antar anjing
• ‘Basic reproduction number’ dari suatu penyakit = R0,
menerangkan tentang rata-rata jumlah kasus sekunder yang
dihasilkan dari satu individu yang terinfeksi dalam suatu populasi
yang sepenuhnya rentan.
• Untuk rabies, R0 secara konsisten berada di bawah 2, biasanya
sekitar 1,2.
• Tingkat R0 yang rendah berarti cakupan vaksinasi yang perlu
dipertahankan hanya sekitar 20-45% untuk membuat rabies di
bawah kendali, dan akhirnya dieliminasi.
• Untuk menurunkan R0<1, maka jumlah anjing yang
tervaksinasi harus dipertahankan. Semakin rendah tingkat
pergantian populasi, semakin rendah pula penurunan cakupan
vaksinasi seiring waktu.
Sumber: Zinsstag J. et al., 2009. Transmission dynamics and economics of rabies control in dogs
and humans in an African city. PNAS, September 1, 2009, Vol. 106, No. 35, 14996–15001.
33. Tingkat pergantian populasi anjing
• Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, tingkat
pergantian (turnover) populasi anjing yang tinggi
menurunkan secara cepat kekebalan populasi, sehingga
kampanye vaksinasi harus mencapai tingkat cakupan yang lebih
tinggi untuk mempertahankan anjing tervaksinasi yang cukup
antara satu kampanye dengan kampanye berikutnya.
• Baik bukti empiris dan teoretis menyarankan bahwa cakupan
70% harus menjadi target untuk kampanye vaksinasi per tahun,
meskipun mencapai cakupan vaksinasi yang tinggi adalah faktor
kritis untuk sukses, tapi hanya dengan ini tidak dapat memastikan
tercapai eliminasi.
Sumber: Zinsstag J. et al., 2009. Transmission dynamics and economics of rabies control in dogs
and humans in an African city. PNAS, September 1, 2009, Vol. 106, No. 35, 14996–15001.
35. Situasi rabies di Pulau Flores
• Tingkat insidensi rabies pada manusia di Pulau Flores adalah
yang tertinggi di antara pulau-pulau yang tertular di Indonesia,
dengan rata-rata insidensi rabies pada manusia adalah 72 per
100.000 orang dalam populasi (HDENT, 2016).
• Pemerintah menyediakan PEP secara gratis bagi korban gigitan
anjing terduga rabies, dengan biaya keseluruhan sekitar Rp
5,372 miliar per tahun (Wera et al., 2013).
• Pemda Pulau Flores melakukan kampanye vaksinasi masal
anjing sejak 2000.
• Sebagian besar kampanye tersebut menggunakan vaksin short-
acting, dengan durasi kekebalan satu tahun, dan dengan
cakupan kurang dari 50% (Wera et al., 2013; Wera et al., 2015).
36. Biaya pengendalian rabies di
Pulau Flores, NTT
• Biaya yang diaplikasikan untuk pengendalian rabies pada anjing
di Pulau Flores diestimasi Rp 118.189.500.000 (kisaran: Rp
8.265.000.000-Rp 20.249.250.000) per tahun.
• Biaya untuk memusnahkan anjing liar menempati porsi tertinggi
(39%), diikuti dengan biaya PEP (35%) dan vaksinasi masal
anjing (24%).
• Cakupan vaksinasi (jumlah anjing yang divaksinasi dibagi
besaran total populasi anjing) diestimasi sekitar 52%.
• Biaya total pengendalian rabies pada anjing selama periode studi
diestimasi Rp 118.189.500.000, dengan rata-rata Rp
9.918.000.000 (kisaran: Rp 2.617.250-Rp 14.877.000.000) per
tahun.
37. Model simulasi deterministik
• Suatu model simulasi deterministik dikembangkan untuk
menentukan efektivitas biaya dari strategi vaksinasi anjing yang
berbeda di suatu populasi anjing yang merepresentasikan suatu
desa di Pulau Flores (1500 penduduk dengan 400 ekor anjing).
• Efektivitas biaya diukur sebagai biaya per kasus anjing rabies
yang dapat dihindari.
• Simulasi dimulai dengan introduksi satu anjing terinfeksi ke
dalam populasi anjing yang rentan sebanyak 399 ekor dan
selanjutnya diulang untuk periode 10 tahun.
• Skenario dasar (base scenario) mewakili suatu situasi tanpa ada
intervensi pengendalian.
Sumber: Wera et al., 2017. Cost‐Effectiveness of Mass Dog Vaccination Campaigns against
Rabies in Flores Island, Indonesia. Transbound Emerg Dis, Vol. 64, Issue 6.
38. Evaluasi kampanye strategi vaksinasi
• Strategi vaksinasi yang dievaluasi sebagai berikut:
– Kampanye vaksinasi tahunan dengan vaksin short‐acting
(durasi kekebalan 52 minggu) (AV_52);
– Kampanye vaksinasi tahunan dengan vaksin long‐acting
(durasi kekebalan 156 minggu) (AV_156);
– Kampanye vaksinasi 2 tahunan dengan vaksin short‐acting
(BV_52); dan
– Kampanye vaksinasi sekali dalam 2 tahun dengan vaksin
long‐acting (O2V_156).
• Efektivitas strategi vaksinasi disimulasi dengan cakupan 50%
dan 70%.
• Hasil kumulatif dilaporkan untuk periode 10 tahun simulasi.
Sumber: Wera et al., 2017. Cost‐Effectiveness of Mass Dog Vaccination Campaigns against
Rabies in Flores Island, Indonesia. Transbound Emerg Dis, Vol. 64, Issue 6.
39. Hasil simulasi 10 tahun
• Skenario dasar menghasilkan tiga gelombang wabah,
dengan total kasus 1.274 anjing rabies.
• Biaya kumulatif dengan mengaplikasikan AV_52 pada
cakupan 50% adalah Rp 73.586.050 per desa.
• Biaya AV_52 pada cakupan 70% dan biaya AV_156 pada
cakupan 70% berturut-turut, adalah Rp 50.223.650 dan Rp
51.187.900, setara dengan Rp 41.325 dan Rp 43.667 per
kasus anjing rabies yang dapat dihindari.
• Peningkatan cakupan AV_156 dari 50% ke 70%
mengurangi jumlah kasus sebesar 7% dan mengurangi
biaya sebesar Rp 20.001.300, menghasilkan suatu rasio
efektivitas biaya Rp 24.933 per kasus anjing rabies yang
dapat dihindari.
40. Kesimpulan studi ekonomi
• Hasil studi menunjukkan bahwa penggunaan vaksin short
acting dengan cakupan vaksinasi sebesar 52% yang
dilakukan selama ini di Pulau Flores tidak menguntungkan
dibandingkan dengan strategi lainnya, mengingat mahal
dan tidak hemat biaya dalam mengendalikan wabah.
• Hasil studi juga menunjukkan bahwa vaksinasi tahunan
menggunakan vaksin long-acting dengan cakupan 70%
adalah strategi yang paling hemat biaya untuk mengurangi
potensi hilangnya nyawa akibat rabies dalam jangka
panjang (lebih dari periode 10 tahun kampanye).
41. Faktor yang menentukan suksesnya
strategi vaksinasi massal anjing
• Proporsi anjing yang divaksinasi selama kampanye tahunan
harus cukup tinggi untuk mempertahankan kekebalan populasi
antara kampanye di atas ambang batas kekebalan 20%-40%
(Hampson et al., 2007; Conan et al., 2015).
• Kekebalan populasi menurun seiring dengan berjalannya waktu
karena kelahiran, kematian, migrasi, termasuk pemusnahan
anjing secara sukarela untuk dikonsumsi, yang merupakan
praktik umum di Pulau Flores (Wera et al., 2015).
• Kampanye vaksinasi tahunan harus mencakup paling tidak 70%
dari populasi anjing untuk mempertahankan kekebalan populasi
dalam populasi anjing dengan tingkat pergantian yang tinggi
(Hampson et al. 2009) .
42. Strategi vaksinasi massal anjing
>70%
cakupan
vaksinasi
(1) Rencana program
vaksinasi massal
(2) Estimasi populasi
Anjing
(3) Identifikasi dan
registrasi anjing
(4) Vaksinasi anak
anjing < 3 bulan
(5) Survei pasca
vaksinasi
(6) Vaksin rabies
43. PENUTUP (1)
• Penilaian risiko (risk assessment) adalah alat yang berguna
untuk menilai probabilitas risiko masuknya rabies ke suatu
daerah sebagai input untuk kebijakan pengendalian lalu
lintas anjing antar daerah.
• Vaksinasi massal anjing tahunan menggunakan vaksin
long-acting dan dengan cakupan 70% dari total jumlah
anjing adalah strategi yang paling hemat biaya untuk
mengurangi kasus rabies baik pada anjing dan manusia.
• Pencegahan rabies pada manusia dengan penyediaan PEP
adalah mahal bagi pemerintah (71% dari total biaya) dan
tidak menyediakan suatu solusi permanen terhadap
pengendalian dan eliminasi rabies ke masa depan.
44. PENUTUP (2)
• Suatu kombinasi PEP dan kampanye vaksinasi massal
anjing tahunan menggunakan vaksin short-acting pada
cakupan 50% di Pulau Flores tidak mampu membuat wabah
rabies di bawah kendali dan bukanlah suatu investasi hemat
biaya untuk mengurangi untuk mengurangi beban rabies
pada manusia.
45. Ucapan penghargaan & terima kasih
• Dr. drh. Amanatin MSi
– Badan Karantina Pertanian
– Lulus dokter hewan dari UNAIR
– Gelar doktor dari Sekolah Pasa
Sarjana IPB (2019)
• Drh. Ewaldus Wera, MSc, PhD
– Politeknik Pertanian Negeri Kupang
– Lulus dokter hewan dari IPB
– Gelar doktor dari Wageningen
University (2017)