Teks membahas tentang politik dan filantropi di Indonesia. Filantropi sering digunakan untuk kepentingan politik seperti menarik suara pemilih. Aktivis politik juga menggunakan program filantropi untuk menunjukkan kepedulian terhadap masyarakat. Spirit filantropi seharusnya dikembangkan untuk memberdayakan masyarakat, bukan sebagai alat politik. Diperlukan politik filantropi yang sejalan dengan kepentingan zaman.
1. Politik Filantropi atau Filantropi Politik?
Filantropi atau kedermawanan sosial merupakan wacana yang
berkembang pesat di Indonesia. Mulai dari pemanfaatan ibadah agama sebagai
filantropi, juga Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai filantropi
perusahaan hingga menjelang pesta demokrasi pemilu 2009 (dan sangat
mungkin berlanjut) juga memanfaatkan filantropi untuk meraup suara.
Filantropi ramai di bicarakan di Indonesia, karena di negara ini,
kemiskinan merupakan bagian dari keseharian sebagian besar rakyatnya.
Semua pihak kemudian menggunakan istilah kedermawanan untuk
menyembunyikan ‘niatan’ yang sebenarnya. Meskipun saya tetap berkeyakinan
masih banyak yang benar-benar memberikan dengan tangan kanannya tanpa
harus diketahui tangan kirinya. Akan tetapi, selain kaya dengan korupsi,
bangsa kita juga kaya dengan orang-orang yang ‘narsis’. Yang ingin diketahui
amal baiknya oleh orang lain, ingin diketahui bahwa dirinya peduli terhadap
penderitaan orang lain.
Kedermawanan sosial untuk membantu meringankan beban
masyarakat-pun di gelar di mana-mana oleh aktivis politik. Untuk
menunjukkan keseriusan bahwa partai mereka atau calon mereka peduli
terhadap kondisi masyarakat; minimal di daerah pemilihannya sendiri.
Dibungkus dengan pelbagai alasan yang progresif untuk mengubah kondisi ke
depan, menanamkan harapan hingga meluapkan harapan hingga ke langit-
langit untuk kembali dihempaskan ke bumi. ‘Mati’.
Gejala yang sementara ada di masyarakat kita menunjukkan bahwa
filantropi masih diajadikan sebagai alat mobilitas politik, dan belum ada tanda-
tanda keinginan kuat untuk membudayakan filantropi sebagai bagain dari
'amal saleh' yang diminati dan dicintai umat Islam untuk menyantuni dan
memberdayakan umat.
Saatnya spirit al-ma'un kita tumbuhkan kembali, agar filantropi segera
menjadi 'yang dirindukan dan ditumbuhsuburkan' oleh para munfiq,
mutashaddiq dan muzakki'. Sehingga para mustahiq benar-benar bisa
menikmatinya untuk kepentingan pemberdayaan umat.
Dan oleh karenanya, diperlukan: "politik filantropi" yang selaras dengan
kepentingan zaman.
Untuk mengawali pemahaman kita terhadap politik filantropi, saya
anjurkan segera membaca buku terbaru Hilman Latief, M.A. Ph.D: "Politik
Filantropi Islam".
Ngadisuryan - Yogyakarta, Rabu, - 24 Juli 2013