1. Ringkasan teks tersebut membahas tentang kebahagiaan sejati yang dapat diraih manusia, yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat.
2. Ada dua jenis kebahagiaan yang dapat dicapai yaitu bahagia di dunia dan akhirat, atau sengsara di dunia namun bahagia di akhirat.
3. Kebahagiaan sejati hanya akan diraih oleh mereka yang bertakwa dan sel
1. 1
UNIVERSITY RESIDENCE - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
KARASIBAZHU
(Kajian Rabu Siang Ba’da Zhuhur)
Kebahagiaan Mana Yang Ingin Anda Raih?1
Oleh: Muhsin Hariyanto2
SEBAGIAN orang berkata, 'Hidup itu yang penting ‘happy'. Dari situ
kemudian mereka berbuat semaunya. Mereka tidak peduli dengan segala macam
aturan. Mereka ingin hidup bahagia, tettapi melakukan perbuatan maksiat yang
membahayakan dirinya di akhirat. Mereka tertipu dengan kebahagiaan sesaat
yang mereka rasakan di dunia ini, sehingga mereka tetap berani dan tetap ‘nekad’
melakukan perbuatan yang dilarang agama. Memang, hidup bahagia merupakan
dambaan setiap makhluk. Namun banyak orang yang tidak tahu atau tidak mau
tahu bahwa kebahagiaan hakiki adalah kebahagiaan akhirat.
Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman:
ماَوِهِهذياةَح
اْليا
ح
نُاّدل
ّ
الِإو
ح
ه
َ
لَوبِع
َ
لَو
ّ
نِإَارّاّدل
َ
ةَرِخ
ح
اْلَ ِه
َ
لوانَيَح
اْلحو
َ
ل
وااكن
َ
ونم
َ
ل
ح
ع
َ
ي
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main dan
sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka
mengetahui.” [QS al-‘Ankabût/29: 64]
Ketika menjelaskan maksud ayat ini, Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh
mengatakan, bahwa Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (dalam rangka)
memberitakan betapa dunia itu hina, akan hancur dan akan sirna (pada saat yang
telah ditentukan). Dan dunia ini tidak kekal, dan sekedar mendatangkan kelalaian
dan bersifat permainan. Dia berfirman, “dan sesungguhnya akhirat itulah yang
sebenarnya kehidupan”, maksudnya (akhirat itu) adalah kehidupan yang kekal,
yang ‘haq’, yang tidak akan binasa dan tidak sirna. Kehidupan akhirat
berlangsung terus-menerus selama-lamanya. Firman-Nya (yang artinya,) “kalau
mereka mengetahui”, maksudnya, jika manusia tahu, maka sungguh mereka
1
Disampaikan Dalam Acara Kajian Rabu Siang (Karasibazhu) University Residence Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu – 22 Juni 2016, di Mushalla Unires Puteri Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
2
Penasihat University Residence Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Dosen Teap Fakultas
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. 2
akan lebih mengutamakan sesuatu yang bersifat baqâ’ (kekal) daripada yang fanâ’
(akan binasa).” (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm (QS al-‘Ankabût/29: 64),
juz VI, hal. 296)
Oleh karena itu, agar tidak salah langkah, tujuan dan prioritas dalam
mengejar kebahagiaan yang kita inginkan, di sini akan kami sampaikan beberapa
hal terkait kebahagiaan di dunia dan akhirat.
1. Bahagia Di Dunia, Bahagia Di Akhirat
Inilah puncak kebahagiaan. Inilah yang selalu dimohon oleh hamba-
hamba Allâh ‘Azza wa Jalla yang shalih, sebagaimana tertuang dalam firman-Nya:
مه
ح
نِمِون
ّ
مولق
َ
يا
َ
نّّبَرا
َ
نِتآِفاَي
ح
نُاّدلة
َ
ن َسَحِفَوِةَرِاْلخة
َ
ن َسَحا
َ
نِقَو
َاب
َ
ذَعِارّاّنل(١٠٢)
َ
كِ
َ
وَلأه
َ
لحميب ِص
َ
ناّم
ِ
ّم
ح
واب َس
َ
ك
ّ
اّللَويعِ
ََسِاب َسِ
ح
اْل
(١٠١)
“Dan di antara mereka ada orang yang berdo'a, “Ya Rabb kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka”. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari (amal) yang
mereka usahakan; dan Allâh sangat cepat perhitungan-Nya.” [QS al-Baqarah/2:
201-202]
Ini juga merupakan do'a dan permohonan Nabi Musa ‘Alaihis Salam dan
kaumnya yang shalih, sebagaimana yang Allâh ‘Azza wa Jalla beritakan dalam
kitab-Nya:
حبت
ح
اكَواَ َ
ّنلِفِهِذ
َ
هاَي
ح
نُاّدلة
َ
ن َسَحِفَوِةَرِاْلخا
ّ
نِإا
َ
ن
ح
ده
َ
كح َ
َلِإ
َ
ال
َ
قِاب
َ
ذَع
يب ِصأِهِبحنَماء
َ
ش
َ
أِتَ ح
ْحَرَوحتَعِسَو
ّ
ُكء ح َ
َشاَهبت
ح
ك
َ
أ َس
َ
فَينِ
ّ
َّلِل
َ
ونق
ّ
ت
َ
ي
َ
ونت
ح
ؤيَو
َ
ة
َ
اكّالّزيِ
ّ
اَّلَوَنمها
َ
نِتاَآيِب
َ
وننِم
ح
ؤي
“Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya
Kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: “Siksa-Ku akan
Kutimpakan kepada siapa yang aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala
sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa,
3. 3
yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami”.
[QS al-A’râf/7: 156]
Derajat tertinggi ini akan diraih oleh orang-orang yang bertaqwa dan
berbuat ihsan, sebagaimana kita ketahui bahwa ihsân adalah derajat agama yang
tertinggi, berdasarkan kandungan hadits Jibrîl ‘Alaihis Salâm.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
َ
يلِقَوَينِ
ّ
َّلِل
ح
احو
َ
ق
ّ
اّتا
َ
اذَم
َ
لَنّز
َ
أحمكُّبَر
ح
واال
َ
قا حْي
َ
خَينِ
ّ
َّل
ِ
ل
ح
وان َس
ح
ح
َ
أِفِهِذ
َ
ه
اَي
ح
نُاّدلة
َ
ن َسَحارَ َ
ّدلَوِةَرِاْلخحْي
َ
خَم
ح
عِ
َ
ّنلَوار
َ
دَيِق
ّ
تم
ح
ال
“Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: “Apakah yang telah
diturunkan oleh Rabbmu?” Mereka menjawab: “(Allâh telah menurunkan)
kebaikan”. Orang-orang yang berbuat ihsân (sebaik-baiknya) di dunia ini
mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah
lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa.” [QS an-
Nahl/16: 30]
2. Sengsara di Dunia, Bahagia di Akhirat
Ada lagi orang yang meraih kebahagiaan di akhirat, walaupun di dunia
mendapatkan berbagai macam musibah dan ujian, bahkan kesusahan dan
kecelakaan. Jenis manusia ini disabdakan oleh Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi
wa sallam:
َ
ت
ح
ؤيِمَع
ح
ن
َ
أِبِل
ح
ه
َ
أُاّدلاَي
ح
نحنِمِل
ح
ه
َ
أِارّاّنلَمحوَيِةَامَيِق
ح
الغَب
ح
صي
َ
فِفِارّاّنلة
َ
غحب َص
ّمثال
َ
قياَيَنحابَم
َ
آد
ح
ل
َ
هَتحي
َ
أَرا حْي
َ
خُط
َ
ق
ح
ل
َ
هّرَّم
َ
كِبيمِع
َ
نُط
َ
قولقَي
َ
ف
َ
ال
ِ
ّ
اّللَواَي
ِ
بَر
َ
ت
ح
ؤيَو
ِ
د
َ
ش
َ
أِبِاسّاّنلاس
ح
ؤبِفاَي
ح
نُاّدلحنِمِل
ح
ه
َ
أِة
ّ
نَح
اْلغَب
ح
صي
َ
ف
ة
َ
غحب َصِفِة
ّ
نَح
اْلال
َ
قي
َ
ف
َ
لاَيَنحابَم
َ
آد
ح
ل
َ
هَتحي
َ
أَراس
ح
ؤبُط
َ
ق
ح
ل
َ
هّرَّم
َ
كِب
ة
ّ
دِشُط
َ
قولقَي
َ
ف
َ
الِ
ّ
اّللَواَي
ِ
بَراَمّرَّمِبس
ح
ؤبُط
َ
ق
َ
الَوتحي
َ
أَرة
ّ
دِشُط
َ
ق
“Pada hari Kiamat nanti akan didatangkan seorang penduduk dunia yang paling
banyak mendapatkan kenikmatan, namun dia termasuk penduduk neraka. Lalu
4. 4
dia dimasukkan sebentar di dalam api neraka, kemudian dia ditanya, ‘Hai anak
Adam, pernahkah engkau melihat kebaikan? Pernahkah engkau mendapatkan
kenikmatan?’ Maka dia menjawab, ‘Tidak, demi Allâh, wahai Rabbku. Selanjutnya,
akan didatangkan seorang yang paling sengsara di dunia, namun dia termasuk
penduduk surga. Lalu dia dimasukkan sebentar ke dalam surga, kemudian dia
ditanya, ‘Hai anak Adam, pernahkah engkau melihat kesengsaraan? Pernahkah
engkau menderita kesusahan?’ Maka dia menjawab, ‘Tidak, demi Allâh, wahai
Rabbku. Aku tidak pernah mendapatkan kesengsaraan sama sekali, dan aku tidak
pernah melihat kesusahan sama sekali’.” [Hadis Riwayat Muslim dari Anas bin
Malik radhiyâllahu ‘anhu, Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 135, hadits no. 7266]
3. Bahagia di Dunia, Celaka di Akhirat
Hadits shahîh dari Sahabat Anas bin Mâlik radhiyallâhu ‘anhu di atas juga
menjelaskan adanya jenis manusia yang berbahagia –secara lahiriyah- di dunia,
namun di akhirat akan mengalami kesengsaraan yang sangat berat. Kita lihat
bahwa kebanyakan tokoh masyarakat yang berharta dan berpangkat adalah
penentang dakwah para rasul. Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman:
اَمَوا
َ
ن
ح
لَسحر
َ
أِفةَيحر
َ
قن
ِ
ميرِذ
ّ
ن
ّ
الِإ
َ
ال
َ
قفَ ح
ْتما
َ
وها
ّ
نِإاَمِبمت
ح
لِسحرأِهِب
َ
ونرِف
َ
اك
(٤٣)واال
َ
قَون
ح َ
َن
َ
ث
ح
ك
َ
أاالَو
ح
ّم
َ
أاالدحو
َ
أَواَمَون
ح َ
َنَيِب
ّ
ذَعمِب(٤٣)
ح
لق
ّ
نِإ
ِ
ّبَرطس
ح
بَي
َ
قحزِالرنَمِلاء
َ
شَيرِد
ح
قَيَوّنِك
َ
لَوَ َ
ث
ح
ك
َ
أِاسّاّنلال
َ
ونم
َ
ل
ح
ع
َ
ي
(٤٣)
“Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun,
melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, “Sesungguhnya
kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” Dan mereka
berkata, “Harta dan anak- anak kami lebih banyak (daripada kamu) dan kami
sekali-kali tidak akan diazab”.Katakanlah: “Sesungguhnya Rabbku melapangkan
rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang
dikehendaki-Nya). Akan tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui.” [QS
Saba’/34: 34-36]
Cobalah perhatikan, orang kafir di bawah ini, bagaimana dia bergembira
dan berbahagia di dunia, namun di akhirat dia mendapatkan penderitaan yang
tidak akan tertahan. Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman:
5. 5
ا
ّ
م
َ
أَوحنَمَ
ِوتأهَابَتِكاءَرَوِهِر
ح
ه
َ
ظ(٢٠)
َ
فحو َس
َ
فوع
ح
دَياوربث(٢٢)
َ
ل
ح
صَيَو
اْيِعَس(٢١)ه
ّ
نِإ
َ
ن
َ
اكِفِهِل
ح
ه
َ
أاور
ح
ْسَّم(٢٤)ه
ّ
نِإّن
َ
ظن
َ
أن
ّ
لَور
َ
َي(٢٣)
َ
لَب
ّ
نِإهّّبَر
َ
ن
َ
اكِهِباْي ِصَب(٢٣)
“Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan
berteriak: “Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala
(neraka). Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya
(yang sama-sama kafir). Sesungguhnya dia menyangka bahwa dia sekali-kali tidak
akan kembali (kepada Tuhannya). (Bukan demikian), yang benar, sesungguhnya
Rabbnya selalu melihatnya.” [QS al-Insyiqâq/84: 10-15]
Lihatlah tokoh-tokoh kafir zaman dahulu dan sekarang. Lihatlah Fir’aun,
Hâmân, Qârûn, dan lainnya. Janganlah kita tidak silau dengan kebahagiaan
mereka yang bersifat sementara, tidak terperangah dengan limpahan harta yang
mereka miliki, karena tempat kembali orang-orang kafir adalah neraka.
Oleh karena itu, jangan sampai seseorang bercita-cita meraih kebahagiaan
di dunia saja. Karena dunia itu bersifat sementara, akan hancur dan sangat hina di
sisi Allâh ‘Azza wa Jalla. Sesungguhnya Allâh ‘Azza wa Jalla mencela orang-orang
yang berdo'a dan memohon kepada-Nya hanya untuk mendapatkan kebaikan
dunia. Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman:
ا
َ
ذِإ
َ
فمتحي
َ
ض
َ
قحمك
َ
كِاس
َ
ن
ّ
م
ح
وارك
ح
اذ
َ
فَ ّ
اّللحمكِر
ح
كِذ
َ
كحمكَاءَآبحو
َ
أ
ّ
د
َ
ش
َ
أار
ح
كِذ
َنِم
َ
فِاسّاّنلنَمولق
َ
يا
َ
نّّبَرا
َ
نِتآِفاَي
ح
نُاّدلاَمَو
َ
لِفِةَرِاْلخحنِمق
َ
ال
َ
خ
“Maka di antara manusia ada orang yang berdo'a, “Ya Rabb kami, berilah kami
(kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bagian (yang menyenangkan) di
akhirat.” [QS al-Baqarah/2: 200]
4. Celaka di Dunia, Celaka di Akhirat
Jenis manusia terakhir, adalah orang yang celaka di dunia dan akhirat.
Nas`alullâh as-salâmah wal 'âfiyah. Orang yang tidak memahami dan jauh dari
ajaran Islam yang benar dan jauh dari kemudahan rezeki di dunia, hidup
sengsara, namun anehnya ia memiliki cita-cita dan keinginan yang sangat buruk
(seperti berbuat maksiat atau merusak bila memiliki kekayaan).
6. 6
Sesungguhnya keempat jenis manusia ini dijelaskan oleh Nabi Shallallâhu
‘alaihi wa sallam di dalam sabda beliau sebagai berikut:
حمكث
ِ
دَحأَويثِدَحاوهظ
َ
ف
ح
اح
َ
ف:
َ
ال
َ
قاَم
ّ
نِإاَي
ح
نُاّدلِةَعَّبحر
َ
ِِلر
َ
ف
َ
ن:دحب
َ
عه
َ
قَزَر
ّ
اّللاالَمام
ح
لِعَوَوه
َ
فِق
ّ
ت
َ
يِهيِفهّّبَرل ِصَيَوِهيِفهَ ِْحَرم
َ
ل
ح
عَيَوِ
ّ
ِّللِهيِفا
ً
قَح
ا
َ
ذَه
َ
فِل
َ
ض
ح
ف
َ
أِبِلِاز
َ
نَم
ح
الدحب
َ
عَوه
َ
قَزَر
ّ
اّللام
ح
لِعَوحم
َ
له
ح
قزحرَياالَمَوه
َ
فقِدا َص
ِةّيِاّنلولق
َ
يحو
َ
ل
ّ
ن
َ
أِلاالَمت
ح
لِمَع
َ
لِلَمَعِبن
َ
الفَوه
َ
فِهِتّيِنِباَمهر
ح
ج
َ
أ
َ
فاءَوَس
دحب
َ
عَوه
َ
قَزَر
ّ
اّللاالَمحم
َ
لَوه
ح
قزحرَيام
ح
لِعَوه
َ
فطِب
ح َ
َيِفِ ِالَمِ
حْي
َ
غِبم
ح
لِع
َ
ال
ِق
ّ
ت
َ
يِهيِفهّّبَر
َ
الَول ِصَيِهيِفهَ ِْحَر
َ
الَوم
َ
ل
ح
ع
َ
يِ
ّ
ِّللِهيِفا
ً
قَحا
َ
ذَه
َ
فِثَب
ح
خ
َ
أِب
ِلِاز
َ
نَم
ح
الدحب
َ
عَوحم
َ
له
ح
قزحرَي
ّ
اّللاالَم
َ
الَوام
ح
لِعَوه
َ
فولق
َ
يحو
َ
ل
ّ
ن
َ
أِلاالَم
ت
ح
لِمَع
َ
لِهيِفِلَمَعِبن
َ
الفَوه
َ
فّيِنِبِهِتاَمهرحزِو
َ
فاءَوَس
“Dan aku akan menyampaikan satu perkataan kepada kamu, maka hafalkanlah!
Beliau bersabda: Sesungguhnya dunia itu untuk 4 (empat) orang:
Hamba yang Allâh berikan rezeki kepadanya berupa harta (dari jalan yang
halal) dan ilmu (agama Islam), kemudian dia bertakwa kepada Rabbnya
pada rezeki itu (harta dan ilmu), dia berbuat baik kepada kerabatnya
dengan rezekinya, dan dia mengetahui hak bagi Allâh padanya. Hamba ini
berada pada kedudukan yang paling utama (di sisi Allâh).
Hamba yang Allâh berikan rezeki kepadanya berupa ilmu, namun Dia
(Allâh) tidak memberikan rezeki berupa harta. Dia memiliki niat yang baik.
Dia mengatakan, “Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat (baik)
seperti perbuatan si Fulan (orang pertama yang melakukan kebaikan itu)”.
Maka dia (dibalas) dengan niatnya (yang baik), pahala keduanya (orang
pertama dan kedua) sama.
Hamba yang Allâh berikan rezeki kepadanya berupa harta, namun Dia
(Allâh) tidak memberikan rezeki kepadanya berupa ilmu, kemudian dia
berbuat sembarangan dengan hartanya dengan tanpa ilmu. Dia tidak
bertakwa kepada Rabbnya padanya, dia tidak berbuat baik kepada
kerabatnya dengan hartanya, dan dia tidak mengetahui hak bagi Allâh
7. 7
padanya. Jadilah hamba ini berada pada kedudukan yang paling buruk (di
sisi Allâh).
Hamba yang Allâh tidak memberikan rezeki kepadanya berupa harta dan
ilmu, kemudian dia mengatakan: “Seandainya memiliki harta, aku akan
berbuat seperti perbuatan si Fulan (dengan orang ketiga yang melakukan
keburukan itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya, dosa keduanya sama.”
(Hadis Riwayat At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, juz IV, hal. 562, hadits no.
2325; Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz IV, hal. 230-
231, hadits no. 17570; dan Ibnu Majah, Sunan ibn Mâjah, juz V, hal. 306,
hadits no. 4228 dari Sahabat Abu Kabsyah al-Anmari radhiyâllahu ‘anhu.
Dishahîhkan Syaikh al-Albâni rahimahullah dalam Shahîh Sunan ibn
Mâjah, juz II, hal. 413, hadits no. 3406)
Inilah berbagai jenis kebahagiaan yang ada, jangan sampai kita salah
langkah dalam memilih dan menggapai hakikat kebahagiaan. Karena
sesungguhnya orang yang berakal akan lebih mengutamakan akhirat yang kekal
abadi ketimbang kenikmatan duniawi yang fanâ’. Hanya Allâh yang memberikan
taufiq dan hidayah.
Selanjutnya, sejenak kita renungkan kutipan catatan berikut:
Di Manakah Kebahagiaan?
JIKA kekayaan bisa membuat orang bahagia, tentunya Adolt Merckle, orang
terkaya dari Jerman, tidak akan menabrakkan badannya ke kereta api ...
JIKA ketenaran bisa membuat orang bahagia, tentunya Michael Jackson, penyanyi
terkenal di USA, tidak akan meminum obat tidur hingga overdosis ...
JIKA kekuasaan bisa membuat orang bahagia, tentunya G. Vargas, Presiden Brazil,
tidak akan menembak jantungnya ...
JIKA kecantikan bisa membuat orang bahagia, tentunya Marilyn Monroe, artis
cantik dari USA, tidak akan meminum alkohol dan obat depresi hingga overdosis
...
JIKA kesehatan bisa membuat orang bahagia, tentunya Thierry Costa, dokter
terkenal dari Perancis, tidak akan membunuh dirinya akibat acara di televisi …
TERNYATA, bahagia atau tidaknya hidup seseorang itu, bukan ditentukan oleh
seberapa kayanya, tenarnya, cantiknya, kuasanya, sehatnya atau sesukses apa pun
hidupnya.
TETAPI, yang bisa membuat seseorang itu bahagia adalah dirinya sendiri ...
mampukah ia mau mensyukuri semua yang sudah dimilikinya dalam segala hal.
8. 8
“KALAU kebahagiaan bisa dibeli, pasti orang-orang kaya akan membeli
kebahagiaan itu. dan kita akan sulit mendapatkan kebahagiaan karena sudah
diborong oleh mereka.”
“KALAU kebahagiaan itu ada di suatu tempat, pasti belahan lain di bumi ini akan
kosong, karena semua orang akan kesana berkumpul dimana kebahagiaan itu
berada .”
“Untungnya kebahagiaan itu berada di dalam hati setiap manusia.”
JADI, kita tidak perlu membeli atau pergi mencari kebahagiaan itu.
“Yang kita perlukan adalah hati yang bersih dan ikhlas serta pikiran yang jernih,
maka kita bisa menciptakan rasa bahagia itu kapan pun, dimana pun dan dengan
kondisi apa pun.”
KEBAHAGIAAN itu hanya dimiliki oleh “orang-orang yang dapat bersyukur”.
INGATLAH: ¤”jika kamu tidak memiliki apa yang kamu sukai, maka sukailah apa
yang kamu miliki saat ini”¤
BERSYUKUR adalah suatu kemampuan yang bisa dipelajari oleh siapa pun.
BERSYUKUR bukanlah hasil dari suatu keadaan tertentu, melainkan hasil dari
sebuah life style (gaya hidup)
(Sepucuk renungan dari sahabat di daratan Borneo, yang telah diakses oleh
[sahabat saya] Satya Wiragraha)
Wallâhu A'lamu bish-Shawâb.
(Dikutip dan diselaraskan dari tulisan Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari, dalam
http://almanhaj.or.id/content/3593/slash/0/kebahagiaan-mana-yang-ingin-anda-
raih/’ diakses Jumat, 26 April 2013 08:07:44 WIB; Sumber: Majalah As-Sunnah, Edisi
08/Tahun XIV/1431H/2010. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo
– Purwodadi Km. 8, Selokaton Gondangrejo, Solo 57183, Telp. 0271-858197 Fax 0271-
858196])