Ringkasan buku fiqh ikhtilaf (fikih perbedaan pendapat) dr yusuf qardhawi
1. Fikih Ikhtilaf
I. Prolog
Adalah sesuatu yang wajar dan tidak perlu dikhawatirkan jika Islam
menghadapi musuh dari luar atau yang kita sebut sunnatut tadaafu‘(sunnah
pertarungan) antara yang haq dan bathil, karena ini merupakan ketetapan
Allah,
ففف ىَ ى كَ ى وَ ى نوَ ى منيففِني رِني جِْر مُْج لِْر نو اَ ى مِّ واوًّا دُْج عَ ى يوٍّ بِني نَ ى لوِّ كُْج لِني ن اوَ ى لِْر عَ ى جَ ى كوَ ى لِني ذَ ى كَ ى وَ ى و
راًا صنيِني نَ ى وَ ى ي اوًا دِني ه اَ ى كوَ ى بِّ رَ ى بِني
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap Nabi, musuh dari orang-
orang yang berdosa. dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan
penolong.” (QS Al-Furqân, 25: 31)
Yang perlu dikhawatirkan justeru jika musuh itu datang dari dalam
tubuh Islam itu sendiri. Diantara ancaman yang paling berbahaya adalah
perpecahan di tubuh umat.Perbedaan yang terlalu dibesar-besarkan dan
disalahpahami terkadang menjadi pemicu timbulnya perpecahanTidak
sekadar perbedaan pendapat, tetapi mengarah pada kericuhan hati, bahkan
perselisihan yang mengancam kesatuan umat. Oleh sebab itu, kita sangat
memerlukan kesadaran yang utuh dan mendalam mengenai apa yang
disebut Fiqh al-Ikhtilâf.
Sesungguhnya Fikih Ikhtilaf merupakan salah satu dari 5 (lima)
bidang kajian fikih:
1. Fiqh al-Maqâshid (Tujuan Syariat), membahas tentang sasaran atau
tujuan syari’at dalam segal aspek kehidupan
2. Fiqh al-Aulawiyyât, skala prioritas
3. Fiqh as-Sunnah, menyangkut sunnah kauniyyah dan ijtimâ’iyyah.
4. Fiqh al-Muwâzanah Bain al-Mashâlih wa al-Mafâsid, fikih komparasi
antara mashalat dan mudharat
5. Fiqh al-Ikhtilâf, fikih perbedaan pendapat.
II. Pendahuluan
Macam-macam dan sebab ikhtilaf atau perselisihan pendapat:
1
2. A. Faktor Akhlaq
Antara lain disebabkan oleh:
1. gemar membangga-banggakan diri dan kagum terhadap
pendapat sendiri
2. buruk sangka dan mudah menuduh orang tanpa bukti
3. egoisme dan mengikuti hawa nafsu
4. fanatik kepada pendapat orang tertentu, mazhab atau golongan
5. fanatik kepada negeri, daerah, partai, jama’ah atau pemimpin
Kesemuanya ini adalah akhlaq yang tercela dan hal yang
mencelakakan. Kita wajib menghindari sifat-sifat tersebut.
B. Faktor Pemikiran
Timbul karena perbedaan sudut pandang mengenai suatu
masalah:
1. masalah ilmiah, perbedaan menyangkut cabang syari’at dan
beberapa maslah aqidah yang tidak menyentuh hal-hal prinsip
yang sudah pasti
2. masalah alamiah, perbedaan mengenai sikap politik dan
pengabilan keputusan atas berbagai masalah
3. masalah politik, perbedaan yang bersifat politis dan fiqhi
4. ikhtilaf fikriah, perbedaan pandangan mengenai penilaian
terhadap sebagian ilmu pengetahuan atau mengenai penilaian
terhadap sebagian peristiwa sejarah.
Perbedaan yang terbesar umumnya adalah mengenai fiqhi dan
aqidah.
BAGIAN PERTAMA:
Persatuan Adalah Kewajiban, Perpecahan Adalah Dosa
1. Persatuan Adalah Suatu Kewajiban Islam
Sasaran kerja para da’i dan aktivitas Islam adalah persatuan, ta’liful
qulub, kerapihan dan kekokohan barisan. Kita harus menjauhi perselisihan
2
3. dan perpecahan serta menghindari segal hal yang dapat memecahbelah
jama’ah. Perselisihan akan menimbulkan kerusakan pada hubungan baik
sesama saudara dan melemahkan agama, umat dan dunia.
QS Âli ‘Imrân, 3: 100–107 merupakan ajakan serius kepada persatuan
pandangan hidup dan kesatuan barisan Muslim diatas landasan Islam.
Ayat-ayat tersebut mengandung:
a. peringatan agar berhati-hati terhadap intrik-intrik orang-orang di
luar Islam
b. mengungkapkan bahwa perstauan merupakan buah keimanan dan
perpecahan adalah buah kekafiran.
c. berpegang teguh pada tali Allah, dari semua pihak merupakan asas
persatuan dan kesatuan kaum Muslimin. Tali Allah adalah Islam dan
Al Qur’an.
d. mengingatkan bahwa ukhuwah imaniyah, setelah beraneka
permusuhan dan peperangan jahiliyah, merupakan nikmat terbesar
sesuah nikmat iman.
e. tidak ada sesuatu yang dapat mempersatukan umat kecuali jika umat
memiliki sasaran besar dan risalah yang diperjuangkan. Dan tidak
ada sasaran yang lebih besar selain dakwah kepada kebaikan yang
dibawa oleh Islam
f. sejarah telah mencatat bahwa orang-orang sebelum kita telah
berpecah-belah dan berselisih dalam masalah agama, kemudian
mereka binasa, walaupun mereka telah mendapatkan penjelasan dan
pengetahuan dari Allah sebelumnya.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan mengenai ukhuwah (QS Al-Hujurat, 49:
10) dan sejumlah adab dan akhlak utama (QS Al-Hujurat, 49: 11 – 12). Juga
sangat mengecam perpecahan (QS Al-An’am, 6: 65, QS Al-An’am, 6: 159, QS
Asy-Syura, 42: 13)
Dalam As-Sunnah juga banyak sekali menyinggung masalah ini. As-
Sunnah mengajak kepada kehidupan berjamaah, persatuan, mengecam
tindakan nyeleneh dan perpecahaan, mengajak kepada ukhuwah dan
mahabbah. As -Sunnah mencela permusuhan dan perselisihan.
3
4. ، ءُ، ضضضءاَءا غَْض بَءا لَْض ولاَءا ، دُ، سضضَءا حَءا لَْض لا : مَْض ضضكُ، لَءا بَْض قَءا مِ ق ضضمَءا لُ، لا ءُ، دلاَءا مَْض ضضكُ، يَْض لَءا إِ ق بَّ دَءا
قُ، ضضلِ ق حَْض تَءا لُ، ضلوضقُ، أَءا الَءا ضل يضنِّي إِ ق ضءاضمَءا أَءا ، ةُ، ضضقَءا لِ ق حءاَءا لَْض لا ل يَءا ضضهِ ق ءُ، ضءاضضَءا غَْض بَءا لَْض ولاَءا
سُ، فضَْض نَءا ذ يِ ق لضَّ ولاَءا : لَءا قءاَءا مَّ ثُ، ، نَءا َنيدِّي لال قُ، لِ ق حَْض تَءا نَْض كِ ق لَءا وَءا ، رَءا عَْض شَّ لال
نلولاُ، مِ ق ؤَْض تُ، الَءا وَءا ، نلولاُ، مِ ق ؤَْض تُ، تت ىَّ حَءا ةَءا نَّ جَءا لَْض لا نَءا للوُ، خُ، دَْض تَءا الَءا هِ ق دِ ق يَءا بِ ق دٍ ِب مَّ حَءا مُ،
بلولاُّ حءاَءا تَءا تت ىَّ حَءا
"Penyakit umat sebelum kamu telah menjangkit kepada kalian; kedengkian dan
permusuhan. Permusuhan adalah pencukur, Aku tidak mengatakan mencukur
rambut tetapi pencukur agama. Demi Dzat yang diriku berada di Tangan-Nya,
kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman dan kalian tidak beriman
sampai kalian saling mencintai." (HR at-Tirmidzi dari Zubair bin ‘Awwam)
2. Islam Membenci Perpecahan
Islam sangat membenci perpecahan dan perselisihan sampai
Rasulullah s.a.w memerintahkan kepada orang yang sedang membaca Al
Qur’an agar menghentikan bacaannya jika bacaannya itu akan
mengakibatkan perpecahan.
« ذلاَءا إِ ق ضضفَءا مَْض كُ، بُ، ضلوضلُ، قُ، هِ ق ضضيَْض لَءا عَءا تَْض ضضفَءا لَءا تَءا ئَْض لا ضءاضمَءا نَءا رنآَْض ضضقُ، لَْض لا ءولاُ، رَءا ضضقَْض لا
مضضضضضضضضضضضضضلولاُ، قلوُ، فَءا هِ ق فيضضضضضضضضضضضضضِ ق مَْض تضضضضضضضضضضضضضُ، فَْض لَءا تَءا خَْض لا »
"Bacalah al-Qur’an selama bacaan itu dapat menyatukan hati kalian, tetapi jika
kalian berselisih makan hentikanlah bacaan itu." (HR Bukhari dan Muslim dari
Abdullah al-Bajali)
Kendati keutamaan membaca Al-Qur’an sangat besar, namun Nabi
s.a.w tidak mengizinkan membacanya jika bacaan itu membawa kepada
perselisihan dan pertentangan. Jika perselisihan mengangkut pemahaman
makna maka harus dibaca dengan berpegang teguh kepada pemahaman
dan pengertian yang akan menumbuhkan kesatuan.
4
5. Jika terjadi perselisihan atau timbul suatu keraguaan maka hendaklah
bacaan itu ditinggalkan dan berpegang teeguh pada yang Muhkam yang
akan membawa persatuan.
3. Mengapa Harus Menjaga Persatuan Dan Kesatuan?
Manfaat dan pengaruh positifnya sangat banyak, antara lain:
1. memperkuat orang-orang yang lemah dan menambah kekuatan bagi
yang sudah kuat.
2. merupakan benteng pertahanan dari ancaman kehancuran.
4. Perpecahan Umat Bukan Suatu Kelaziman
Ada yang berpendapat bahwa perpecahan adalah lazim (umum,
dianggap biasa dan merupakan ketetapan yang telah ditetapkan Allah,
dengan alasan:
a. Adanya sejumlah hadits yang mengabarkan bahwa Allah
menimpakan keganasan sebagian umat kepada sebagian yang lain
« ضت ىضنِ ق عَءا نَءا مَءا وَءا نِ ق ضضيَْض تَءا نَْض ثِ ق نت ىِ ق ضءاضطَءا عَْض أَءا فَءا ضءاضثًف ا الَءا ثَءا ضت ىضبِّي رَءا تُ، لَْض أَءا سَءا
ةِ ق نَءا ضضسَّ بءالِ ق ضت ىضتِ ق مَّ أُ، كَءا ضضلِ ق هَْض َنيُ، الَءا نَْض أَءا ضت ىضبِّي رَءا تُ، لَْض أَءا ضضسَءا ةًف ا دَءا ضضحِ ق ولاَءا
قِ ق رَءا غَءا لَْض ضءاضبِ ق ضت ىضتِ ق مَّ أُ، كَءا ضضلِ ق هَْض َنيُ، الَءا نَْض أَءا هُ، تُ، لَْض أَءا ضضسَءا وَءا ضءاضهَءا نيِ ق طءاَءا عَْض أَءا فَءا
مَْض ضضهُ، نَءا يَْض بَءا مَْض هُ، ضضسَءا أَْض بَءا لَءا ضضعَءا جَْض َنيَءا الَءا نَْض أَءا هُ، تُ، لَْض أَءا ضضسَءا وَءا ضءاضهَءا نيِ ق طءاَءا عَْض أَءا فَءا
هءاَءا نيِ ق عَءا نَءا مَءا فَءا ».
"Aku meminta kepada Allah tiga hal lalu Dia memberiku dua hal dan
menolak yang satu. Aku meminta kepada Allah agar membinasakan umatku
dengan bencana kelaparan lalu Dia mengabulkannya. Aku meminta-Nya
agar tidak membinasakan Umatku dengan bencana banjir lalu Dia
mengabulkannya. Dan aku meminta-Nya agar tidak menimpakan keganasan
sebagian umatku kepada sebagian yang lain tetapi Dia menolak
5
6. permintaanku ini." (HR Muslim dari Sa’ad bin Abi Waqqash, dan
hadits-hadits lainnya yang serupa)
Hadits itu dan juga hadits lainnya yang semakna menunjukkan
bahwa Allah menjamin 2 hal bagi umat Nabi-Nya, yaitu:
1) Allah tidak akan membinasakan Umat Nabi s.a.w dengan bencana
yang pernah ditimpakan kepada umat-umat terdahulu
2) Allah tidak akan menguasakan musuh atas mereka sampai
kepada batas menindas dan melenyapkan eksistensi mereka sama
sekali.
Permintaan Nabi s.a.w agar Allah tidak menimpakan
perpecahan kepada umat ini ditolak. Artinya persoalan tersebut
diserahkan kepada sunnah kauniyah, sunnah ijtima’iah dan hukum
sebab akibat lainnya. Dalam hal ini umat ini berkuasa penuh atas
dirinya. Allah tidak memaksakan sesuatu kepadanya dan tidak pula
memberi kekhususan.
Semua tergantung dari umat itu sendiri apakah menyambut
perintah Rabbnya, perintah NabiNya, menyatukan kalimat,
merapikan barisan dan berhasil merebut kemenangan atas musuh
Allah. Atau berpecah belah dan dikuasai musuh.
Hadits tersebut tidak mengisyaratkan bahwa perpecahan adalah
lazim, karena justeru banyak ayat Al-Qur’an yang mengecam
perpecahan.
b. Hadits tentang perpecahan umat menjadi 73 golongan
Hadits ini tidak termasuk dalam kitab Bukhari dan Muslim, yang
berarti hadits ini tidak shahih menurut salah satu syarat dari
keduanya.
Sebagian riwayat lain tidak menyebutkan tambahan ,“Semua
golongan akan masuk neraka kecuali satu.“. Hadits tersebut
diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi, Al-Hakim, Ibnu Majah
dan Ibnu Hibban. Akan tetapi perawinya Muhammad bin Amr,
dinilai sebagai orang yang jujur tapi banyak kelemahannya
6
7. Sedang hadits yang dengan tambahan, diriwayatkan oleh Abdullah
bin Amr, Mu’awiyah, Auf bin Malik dan Anas r.a.. Tetapi semuanya
bersanad lemah.
Hadits tersebut dengan tambahannya dapat menimbulkan
perpecahan dan menyesatkan dan saling mengkafirkan kalangan
umat Islam. Oleh karena itu beberapa ulama menolak hadits tersebut
baik dari segi sanad maupun makna.
Abu Muhammad Ibnu Hazm mengatakan bahwa tambahan ini
adalah palsu.
BAGIAN KEDUA:
Landasan Pemikiran Bagi Fiqh al-Ikhtilâf
1. Perbedaan Masalah Furû‘: Kemestian; Rahmat dan Keleluasaan
Upaya penyatuan adalah suatu hal yang tidak mungkin, malah akan
mempeluas perbedaan itu sendiri dan perselisihan. Upaya-upaya seperti itu
hanya menunjukkan kedunguan. Perbedaan merupakan suatu kemestian
dan tidak dapat dihindari.
Antara lain dapat disebabkan karena:
a. tabi’at agama, adanya ayat-ayat mutasyabihat yang memang
menuntut kita untuk berijtihad
b. tabi’at bahasa, adanya pemahaman yang berbeda dari makna yang
terkandung
c. tabi’at manusia, yang diciptakan berbeda-beda dan memiliki
kepribadian, tabi’at, pemikiran sendiri-sendiri. Hal ini merupakan
perbedaan macam atau variasi dan bukan merupakan perbedaan
yang mengarah ke pertentangan
d. tabi’at alam dan kehidupan; alam diciptakan bervariasi dan berbeda-
beda.
Perselisihan yang ditolerir: ketika seseorang melakukan amal
perbuatan yang didasarkan pada hujjah atau pengetahuan orang sebagai
dasar untuk melakukannya tanpa disertai permusuhan dan celaan kepada
orang yang berbeda dengannya.
7
8. Perbedaan yang tercela:
a. yang bermotif pembangkangan, kedengkian, dan mengikuti hawa
nafsu.
b. yang mengakibatkan perpecahan dan permusuhan umat
2. Mengikuti Manhaj Pertengahan dan Meninggalkan Sikap Berlebihan
Dalam Agama
Mengikuti manhaj pertengahan yang mencerminkan tawazun atau
keseimbangan dan keadilan, jauh dari sikap berlebihan atau mengurangi
ajaran.
Hadits Rasulullah s.a.w.:
نِ ِنيدِّال ف يِ وِّ لُّوغُّو لْغبلاِ مْغ كُّو لَُكبْغقَُك نَُك كلاَُك نْغ مَُك كَُك لَُكهَُك ملاَُك نَّمإِفَُك ، وفَّم لُّوغُّو لْغواَُك مْغ كُّو ِنيلاَّمإِ
“Jauhilah sikap berlebihan, karena telah binasalah orang-orang yang bersikap
berlebihan“. (HR Ahmad dari Abdullah bin Abbas)
Orang-orang yang berlebihan ini menurut Imam an-Nawawi adalah
orang yang ucapan dan perbuatan mereka terlalu dalam dan melampaui
batas.
Ciri lainnya adalah selalu memperbanyak pertanyaan yang hanya
akan menghasilkan kesusahan dan kesempitan. Prinsip umum dari
shahabiyah r.a. adalah tashîl/memudahkan dan musâmahah/toleransi.
3. Mengutamakan Muhkamat Bukan Mutasyabihat
Berdasarkan QS Âli ‘Imrân, 3: 7, “apabila ayat-ayat muhkamat
ditinggalkan maka terbukalah pintu perdebatan dan perbantahan”.
Rasulullah s.a.w. mengecam tindakan mempertentangkan satu ayat al
Qur’an dan ayat lainnya dan tidak mengembalikan ayat mutasyabihat
kepada ayat-ayat muhkamat.
Tindakan mempertentangkan satu ayat dengan ayat yang lain
biasanya terjadi karena mengikuti ayat-ayat mutasyabihat yang beragam
penunjukkannya dan nampak secara lahiriah saling bertentangan. Jika
dikembalikan kepada ayat-ayat muhkamat niscaya pertentangan akan sirna.
8
9. 4. Tidak Memastikan dan Menolak Dalam Masalah-masalah Ijtihadiyah
Para ulama kita menegaskan tidak boleh ada penolakan dari
seseorang kepada orang lain dalam masalah ijtihadiyah.
5. Menela’ah Perbedaan Pendapat Para Ulama
Agar kita mengetahui beragamnya mazhab dan bervariasinya sumber
pengambilan, juga sudut pandang dan dalil-dalil yang mendasarinya. Hal
ini membantu lahirnya sikap toleransi dan tenggang rasa.
Yang penting diingat adalah tidak mengagumi pendapat sendiri dan
tidak mencela pendapat orang lain.
6. Membatasi Pengertian dan Istilah
Kita harus membatasi beberapa pemahaman yang menjadi sebab
terjadinya perselisihan itu. Seringkali suatu istilah dipertentangan dengan
sengit.
Harus dibatasi, diluruskan, dijelaskan pemahamannya agar tidak
disalahpahami oleh orang-orang yang dapat mengakibatkan vonis sesat dan
menyesatkan.
7. Menggarap Masalah Besar Yang Dihadapi Umat
Umat memiliki permasalahan yang lebih besar dibandingkan harus
mempermasalahkan perbedaan yang ada. Apabila kita sepaham mengenai
masalah besar yang kita hadapai dan menjadikan cita-cita bersama dan
tujuan kita bersama, niscaya perbedaan yang ada tidak akan diperbesarkan
dan dipersilisihkan.
Sebaiknya energi dan pikiran kita dipusatkan ke situ, antara lain:
a. IPTEK
b. Sosial ekonomi
c. Politik
d. Ghazwul fikri
e. Zionisme
f. Perpecahan dan sengketa di Dunia Arab dan Islam
g. Dekadensi moral
9
10. 8. Bekerjasama Dalam Masalah Yang Disepakati
Masalah khilafiyah hendaknya tidak dibesar-besarkan sehingga
menghabiskan dan menguras waktu dan tenaga. Persoalan kaum muslimin
bukanlah terletak pada perbedaan masalah-masalah khilafiah yang
didasarkan pada ijtihad, akan tetapi terletak pada tidak difungsikannya
akal, pembekuan fikiran, pembisuan kehendak, pemasungan kebebasan,
perampasan hak asasi, pengabaian kewajiban, tersebarnya egoisme,
pengabaian sunnah-sunnah Allah tentang alam dan masyarakat,
kesewenangan atas kebenaran dan sebagainya.
Masalah-masalah umat yang bisa kita sepakati sangat banyak,
sebaiknya kita bekerjasama menyelesaikannya.
9. Saling Toleransi Dalam Masalah Yang Diperselisihkan
Toleransi dalam masalah yang diperselisihkan dapat dilakukan jika
kita tidak fanatik terhadap satu pendapat yang bertentangan dengan
pendapat yang lain.
Prinsipnya:
a. menghormati pendapat orang lain
b. menyadari kemungkinan beragamnya kebenaran
c. kesadaran dan kenyataan bahwa berbagai perselisihan yang kita
saksikan bukan tentang hukum syar’i
10. Menahan Diri Dari Orang Yang Mengucapkan ”Lâ Ilâha Illallâh“
Tindakan yang paling berbahaya yang dapat menghancurkan
persatuan umat ialah takfîr (pengkafiran) sesama muslim.
Rasulullah s.a.w mengecam takfîr (tuduhan kafir) ini dalam berbagai
haditsnya, salah satu yang diriwayatkan Ibnu Umar,
« م اَ ا هَُم دَُم حَ ا أَ ا ه اَ ا بِه ءَ ا ب اَ ا دْ ب قَ ا فَ ا . رَُم فِه ك اَ ا ي اَ ا هِه خهيِه لَ ا لَ ا ق اَ ا ئٍ ق رِه مْ ب ا م اَ ا يُّم أَ ا
هِه هيْ ب لَ ا عَ ا تْ ب عَ ا جَ ا رَ ا لّ إِه وَ ا لَ ا ق اَ ا م اَ ا كَ ا نَ ا ك اَ ا نْ ب إِه ».
10
11. Apabila seseorang berkata kepada saudaranya, 'wahai si kafir', maka panggilan itu
kembali kepada salah satu jika ia seperti apa yang dikatakan. Tetapi jika tidak, maka
panggilan itu akan kembali kepada yang mengucapkan.“ (HR Muslim)
Dalam hadits lain,
هِ لِتِْلقَْتكَْت وكَْت هَُو فَْت ركٍ ف فِْلكَُو بِ ن اكً امِ ؤِْل مَُو م ىكَْت رَْت نكِْل مَْت
“Barangsiapa menuduh kafir seorang mukmin maka ia seperti membunuhnya.“
(HR Ath-Thabrani dari Hisyam bin ‘Amir)
[Sumber: http://catatanhati.blogsome.com/2003/01/20/fiqh-
perbedaan/(dengan sedikit perubahan dan edit) dalam
http://www.ufukislam.com/2011/09/ringkasan-buku-fiqh-ikhtilaf-
fikih.html]
11