SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 3
Al-Hasad:
“Penyakit Hati yang Sangat Merugikan”
Al-Hasad adalah sebuah penyakit yang tumbuh di hati
seseorang apabila ia tidak senang kepada keberhasilan orang lain,
yang oleh beberapa mubaligh dijelaskan dengan sebutan: SMS
(Senang Melihat Orang Lain Susah, dan Susah Melihat Orang Lain
Senang). Sikap ini biasanya didahului oleh sikap yang menganggap
diri paling hebat dan paling berhak mendapatkan segala yang
terbaik, sehingga jika melihat ada orang lain yang ‘kebetulan’ lebih
beruntung, maka ia merasa tersaingi. Jadi, pada dasarnya, al-hasad
ini juga berasal dari sikap membesarkan (kibir) diri atau sombong.
Dan untuk menghindarinya, diperlukan sikap tauhid.
Sikap tauhid diperhitungkan akan membuahkan hal yang
sebaliknya, karena dengan mentauhidkan Allah seseorang
insyaallah akan bisa merasakan, bahwa semua makhluk Allah sama
kedudukan dan haknya (masing-masing) di hadapan Allah SWT.
Hanya Allah sendiri yang pantas dianggap lebih dari semua yang
ada. Adapun manusia punya hak yang sama di sisi-Nya. Jika ada
manusia yang lebih dimuliakan Allah dari yang lainnya, maka
hanya Allah sendiri yang berhak menentukan apa kriterianya, dan
bagaimana cara mengukurnya. Di dalam al-Qur'an dikatakan,
bahwa kelebihan seseorang manusia terhadap yang lain hanyalah
ditentukan oleh ketaqwaan manusia tersebut, sebagaimana firmanNya:

‫و يكاأيهكاو النكاسو إنثثكاو خلقنثثكاكمو م ثنو ذك ثرو وأنثثث ى‬
َ‫ ىَ  ىَهُّ  ىَ اَّ ْنُ نِاَّ  ىَ ىَ َثْ  ىَ ْنُ َثْ نِ َثْ  ىَ  ىَ و ٍ  ىَْنُ َثْ  ى‬
َّ‫ ىَ  ىَع َثْ  ىَ ْنُ َثْ ْنُ ْنُ اً  ىَ  ىَ  ىَ نِ  ىَ نِ  ىَ  ىَ  ىَ ْنُ نِ ا‬
‫و وج  ىَلنثثثكاكمو شثثثعاوبكاو وقبكائثثثلو لتعثثثكارفاواو إن‬
ٌ ِ‫ ىَ  ىَ  ىَك َثْ نِ َثْ  ىَ اَّ  ىَ َثْ  ىَ ْنُ َثْ نِ اَّ اَّ  ىَنِ ٌ  ىَ ن‬
‫أكَثْرم ْنُمو عندو اللو أتقكاكمو إنو اللو علريمو خبرير‬
َ‫ ى‬
ِ‫ن‬
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS. al-Hujurât/49: 13)

1
Namun ‘taqwa’ ini merupakan kualitas hati, yang tidak
mungkin diketahui -- dengan tepat -- ukurannya oleh manusia.
“Taqwa-Meter” (indikator ketaqwaan) tak pernah dan tak mungkin
dibuat oleh manusia. Oleh karena itu hanya Allah SWT-lah yang
mengetahui derajat ketaqwaan seseorang, dan karena hanya Allah
yang Maha Sadar (Khabîr = absolutely well informed) akan nilai setiap
orang, maka hanya Allah-lah yang bisa menilai kelebihan seseorang
terhadap yang lain.
Memang dalam pergaulan sesama manusia sering
diperlukan suatu metoda tertentu untuk menilai mutu seseorang,
misalnya setiap guru atau dosen harus menilai murid atau
mahasiswanya untuk mengetahui apakah ia pantas dinaikkan atau
diluluskan. Di dalam suatu perusahaan, seorang manajer
personalia harus mengadakan penilaian (performance appraisal)
terhadap bawahannya, namun penilaian itu hanyalah bersifat
lahiriah, yaitu - yang dinilai ialah -- hasil prestasi yang terukur
secara lahiriah, sama sekali bukan nilai moral atau motivasi
bawahan tersebut.
Oleh karena itu penilaian prestasi (performance appraisal) yang
dilakukan oleh seorang manajer personalia yang Islami haruslah
berdasarkan persetujuan antara si penilai dan orang yang dinilai,
dan kedua orang ini haruslah menandatangani laporan hasil
penilaian tersebut. Aturan yang sudah biasa dilakukan di kalangan
manajer (yang) modern ini dibuat demi menghasilkan penilaian
yang lebih mendekati keobjektifan, namun semua pakar
manajemen masih mengakui, bahwa penilaian yang objektif seratus
persen tidak akan pernah dicapai manusia, jadi tepat sebagaimana
difirmankan Allah SWT:

ْ ‫ب ُ ه ْ ك  ٌّ ْنَ م ب ُ ْنَْنَ ْنَ كْنَ مِ مِ ْنَ ْنَ كُّ ب ُ ه ْ ْنَ ه ْْنَ ب ُ مِ ْنَ ه‬
‫ب قلب  ب ُلب يعه ْ ْنَلب عل ىب شكا مِلتهب فربكمب أعلمب بمن‬
ً$ ِ‫ب ُ ْنَ ْنَ ه ْ ْنَ ْنَ م‬
‫هوب أهد ىب سبليال‬
“Katakanlah: 'Setiap kamu berkarya menurut bakat masingmasing, hanya Allah, Tuhanmu yang paling mengetahui
siapa yang benar-benar mendapat petunjuk di jalan yang
ditempuhnya.” (QS. al-Isrâ'/17: 84)
Ayat ini -- dengan tegas -- menyatakan, bahwa selain Allah
tidak ada seorang pun yang mampu memberikan penilaian yang

2
benar-benar objektif. Oleh karena itu, sikap dengki yang biasanya
didahului oleh penilaian yang subjektif terhadap diri orang lain
ditengarai akan bisa mendekatkan seseorang kepada ‘syirik’,
karena menilai secara subjektif itu pada hakikatnya sudah berarti
menandingi hak Allah SWT, dengan sikap sombongnya.
Na’ûdzu billâhi min dzâlik.
(Dikutip dan diselaraskan dari Ir. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim M.Sc.,
Kuliah Tauhid, Bandung: Pustaka-Perpustakaan Salman ITB, Cetakan I,
1979 dan Cetakan II, 1980; dan Muhammad 'Imaduddin 'AbdulRahim Ph.D.,
Kuliah Tawhid, Jakarta: Yayasan Pembina Sari Insan [YAASIN], 1993)

3

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

(4)amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4)amanah allah bagi setiap ruh manusia(4)amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4)amanah allah bagi setiap ruh manusia
Dr. Maman SW
 
Beriman kepada qada’ dan qadar
Beriman kepada qada’ dan qadarBeriman kepada qada’ dan qadar
Beriman kepada qada’ dan qadar
Abu eL IQram
 
Bab 8-imam-kepada-qada-dan-qadar
Bab 8-imam-kepada-qada-dan-qadarBab 8-imam-kepada-qada-dan-qadar
Bab 8-imam-kepada-qada-dan-qadar
bandongan
 
(4) amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4) amanah allah bagi setiap ruh manusia(4) amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4) amanah allah bagi setiap ruh manusia
Dr. Maman SW
 
Membumikan energi rahmat allah
Membumikan energi rahmat allahMembumikan energi rahmat allah
Membumikan energi rahmat allah
Wiyanto Suud
 
Bagaimana menyentuh hati (da'wah) abbas as siisi
Bagaimana menyentuh hati (da'wah)  abbas as siisiBagaimana menyentuh hati (da'wah)  abbas as siisi
Bagaimana menyentuh hati (da'wah) abbas as siisi
Amir Dauly
 

Was ist angesagt? (18)

Iman Kepada Qada dan Qadar
Iman Kepada Qada dan QadarIman Kepada Qada dan Qadar
Iman Kepada Qada dan Qadar
 
(4)amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4)amanah allah bagi setiap ruh manusia(4)amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4)amanah allah bagi setiap ruh manusia
 
Qabadh dan basath
Qabadh dan basathQabadh dan basath
Qabadh dan basath
 
TASAWUF PERBANDINGAN (HAIBAH WAL UNS)
TASAWUF PERBANDINGAN (HAIBAH WAL UNS)TASAWUF PERBANDINGAN (HAIBAH WAL UNS)
TASAWUF PERBANDINGAN (HAIBAH WAL UNS)
 
الصحو والسكر
الصحو والسكرالصحو والسكر
الصحو والسكر
 
Presentation tasawuf
Presentation tasawufPresentation tasawuf
Presentation tasawuf
 
Qadha' dan qadar
Qadha' dan qadarQadha' dan qadar
Qadha' dan qadar
 
Iman kepada qadha dan qadar
Iman kepada qadha dan qadarIman kepada qadha dan qadar
Iman kepada qadha dan qadar
 
Beriman kepada qada’ dan qadar
Beriman kepada qada’ dan qadarBeriman kepada qada’ dan qadar
Beriman kepada qada’ dan qadar
 
Penyelesaian melalui taqwa
Penyelesaian melalui taqwaPenyelesaian melalui taqwa
Penyelesaian melalui taqwa
 
Qada dan qadar
Qada dan qadarQada dan qadar
Qada dan qadar
 
Qada dan qadar tauhid tahun 11
Qada dan qadar tauhid tahun 11Qada dan qadar tauhid tahun 11
Qada dan qadar tauhid tahun 11
 
Bab 8-imam-kepada-qada-dan-qadar
Bab 8-imam-kepada-qada-dan-qadarBab 8-imam-kepada-qada-dan-qadar
Bab 8-imam-kepada-qada-dan-qadar
 
(4) amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4) amanah allah bagi setiap ruh manusia(4) amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4) amanah allah bagi setiap ruh manusia
 
Pandangan Ulama tentang Qada dan Qadar
Pandangan Ulama tentang Qada dan QadarPandangan Ulama tentang Qada dan Qadar
Pandangan Ulama tentang Qada dan Qadar
 
Membumikan energi rahmat allah
Membumikan energi rahmat allahMembumikan energi rahmat allah
Membumikan energi rahmat allah
 
Bagaimana menyentuh hati (da'wah) abbas as siisi
Bagaimana menyentuh hati (da'wah)  abbas as siisiBagaimana menyentuh hati (da'wah)  abbas as siisi
Bagaimana menyentuh hati (da'wah) abbas as siisi
 
membiasakan perilaku terpuji
membiasakan perilaku terpujimembiasakan perilaku terpuji
membiasakan perilaku terpuji
 

Ähnlich wie Penyakit hasad atau dengki (20)

Apa ertinya saya menganut islam dfy
Apa ertinya saya menganut islam   dfyApa ertinya saya menganut islam   dfy
Apa ertinya saya menganut islam dfy
 
Iman kepada qada dan qadar
Iman kepada qada dan qadarIman kepada qada dan qadar
Iman kepada qada dan qadar
 
Takdir
TakdirTakdir
Takdir
 
Qadar
QadarQadar
Qadar
 
Asmaul Husna'
Asmaul Husna'Asmaul Husna'
Asmaul Husna'
 
Asmaul Husna'
Asmaul Husna'Asmaul Husna'
Asmaul Husna'
 
Materi
MateriMateri
Materi
 
BAB 4 Iman kepada Qada dan Qadr.pptx
BAB 4 Iman kepada Qada dan Qadr.pptxBAB 4 Iman kepada Qada dan Qadr.pptx
BAB 4 Iman kepada Qada dan Qadr.pptx
 
04. PPT PAI XII.pptx
04. PPT PAI XII.pptx04. PPT PAI XII.pptx
04. PPT PAI XII.pptx
 
Menata Hati Menggapai Ridla Ilahi
Menata Hati Menggapai Ridla IlahiMenata Hati Menggapai Ridla Ilahi
Menata Hati Menggapai Ridla Ilahi
 
Ikhlas
IkhlasIkhlas
Ikhlas
 
Ikhlas
IkhlasIkhlas
Ikhlas
 
Ikhlas
IkhlasIkhlas
Ikhlas
 
Quiz group islamic ii
Quiz group islamic iiQuiz group islamic ii
Quiz group islamic ii
 
Tarbiyah Berbasis Tujuan
Tarbiyah Berbasis TujuanTarbiyah Berbasis Tujuan
Tarbiyah Berbasis Tujuan
 
Empat tanda keimanan
Empat tanda keimananEmpat tanda keimanan
Empat tanda keimanan
 
Khutbah
KhutbahKhutbah
Khutbah
 
Allah s wt
Allah s wtAllah s wt
Allah s wt
 
Bab iii ( asmaul khusna )
Bab iii ( asmaul khusna )Bab iii ( asmaul khusna )
Bab iii ( asmaul khusna )
 
Bab III ( asmaul khusna )
Bab III ( asmaul khusna )Bab III ( asmaul khusna )
Bab III ( asmaul khusna )
 

Mehr von Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Muhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Muhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Muhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
Muhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
Muhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Muhsin Hariyanto
 

Mehr von Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

Penyakit hasad atau dengki

  • 1. Al-Hasad: “Penyakit Hati yang Sangat Merugikan” Al-Hasad adalah sebuah penyakit yang tumbuh di hati seseorang apabila ia tidak senang kepada keberhasilan orang lain, yang oleh beberapa mubaligh dijelaskan dengan sebutan: SMS (Senang Melihat Orang Lain Susah, dan Susah Melihat Orang Lain Senang). Sikap ini biasanya didahului oleh sikap yang menganggap diri paling hebat dan paling berhak mendapatkan segala yang terbaik, sehingga jika melihat ada orang lain yang ‘kebetulan’ lebih beruntung, maka ia merasa tersaingi. Jadi, pada dasarnya, al-hasad ini juga berasal dari sikap membesarkan (kibir) diri atau sombong. Dan untuk menghindarinya, diperlukan sikap tauhid. Sikap tauhid diperhitungkan akan membuahkan hal yang sebaliknya, karena dengan mentauhidkan Allah seseorang insyaallah akan bisa merasakan, bahwa semua makhluk Allah sama kedudukan dan haknya (masing-masing) di hadapan Allah SWT. Hanya Allah sendiri yang pantas dianggap lebih dari semua yang ada. Adapun manusia punya hak yang sama di sisi-Nya. Jika ada manusia yang lebih dimuliakan Allah dari yang lainnya, maka hanya Allah sendiri yang berhak menentukan apa kriterianya, dan bagaimana cara mengukurnya. Di dalam al-Qur'an dikatakan, bahwa kelebihan seseorang manusia terhadap yang lain hanyalah ditentukan oleh ketaqwaan manusia tersebut, sebagaimana firmanNya: ‫و يكاأيهكاو النكاسو إنثثكاو خلقنثثكاكمو م ثنو ذك ثرو وأنثثث ى‬ َ‫ ىَ ىَهُّ ىَ اَّ ْنُ نِاَّ ىَ ىَ َثْ ىَ ْنُ َثْ نِ َثْ ىَ ىَ و ٍ ىَْنُ َثْ ى‬ َّ‫ ىَ ىَع َثْ ىَ ْنُ َثْ ْنُ ْنُ اً ىَ ىَ ىَ نِ ىَ نِ ىَ ىَ ىَ ْنُ نِ ا‬ ‫و وج ىَلنثثثكاكمو شثثثعاوبكاو وقبكائثثثلو لتعثثثكارفاواو إن‬ ٌ ِ‫ ىَ ىَ ىَك َثْ نِ َثْ ىَ اَّ ىَ َثْ ىَ ْنُ َثْ نِ اَّ اَّ ىَنِ ٌ ىَ ن‬ ‫أكَثْرم ْنُمو عندو اللو أتقكاكمو إنو اللو علريمو خبرير‬ َ‫ ى‬ ِ‫ن‬ “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurât/49: 13) 1
  • 2. Namun ‘taqwa’ ini merupakan kualitas hati, yang tidak mungkin diketahui -- dengan tepat -- ukurannya oleh manusia. “Taqwa-Meter” (indikator ketaqwaan) tak pernah dan tak mungkin dibuat oleh manusia. Oleh karena itu hanya Allah SWT-lah yang mengetahui derajat ketaqwaan seseorang, dan karena hanya Allah yang Maha Sadar (Khabîr = absolutely well informed) akan nilai setiap orang, maka hanya Allah-lah yang bisa menilai kelebihan seseorang terhadap yang lain. Memang dalam pergaulan sesama manusia sering diperlukan suatu metoda tertentu untuk menilai mutu seseorang, misalnya setiap guru atau dosen harus menilai murid atau mahasiswanya untuk mengetahui apakah ia pantas dinaikkan atau diluluskan. Di dalam suatu perusahaan, seorang manajer personalia harus mengadakan penilaian (performance appraisal) terhadap bawahannya, namun penilaian itu hanyalah bersifat lahiriah, yaitu - yang dinilai ialah -- hasil prestasi yang terukur secara lahiriah, sama sekali bukan nilai moral atau motivasi bawahan tersebut. Oleh karena itu penilaian prestasi (performance appraisal) yang dilakukan oleh seorang manajer personalia yang Islami haruslah berdasarkan persetujuan antara si penilai dan orang yang dinilai, dan kedua orang ini haruslah menandatangani laporan hasil penilaian tersebut. Aturan yang sudah biasa dilakukan di kalangan manajer (yang) modern ini dibuat demi menghasilkan penilaian yang lebih mendekati keobjektifan, namun semua pakar manajemen masih mengakui, bahwa penilaian yang objektif seratus persen tidak akan pernah dicapai manusia, jadi tepat sebagaimana difirmankan Allah SWT: ْ ‫ب ُ ه ْ ك ٌّ ْنَ م ب ُ ْنَْنَ ْنَ كْنَ مِ مِ ْنَ ْنَ كُّ ب ُ ه ْ ْنَ ه ْْنَ ب ُ مِ ْنَ ه‬ ‫ب قلب ب ُلب يعه ْ ْنَلب عل ىب شكا مِلتهب فربكمب أعلمب بمن‬ ً$ ِ‫ب ُ ْنَ ْنَ ه ْ ْنَ ْنَ م‬ ‫هوب أهد ىب سبليال‬ “Katakanlah: 'Setiap kamu berkarya menurut bakat masingmasing, hanya Allah, Tuhanmu yang paling mengetahui siapa yang benar-benar mendapat petunjuk di jalan yang ditempuhnya.” (QS. al-Isrâ'/17: 84) Ayat ini -- dengan tegas -- menyatakan, bahwa selain Allah tidak ada seorang pun yang mampu memberikan penilaian yang 2
  • 3. benar-benar objektif. Oleh karena itu, sikap dengki yang biasanya didahului oleh penilaian yang subjektif terhadap diri orang lain ditengarai akan bisa mendekatkan seseorang kepada ‘syirik’, karena menilai secara subjektif itu pada hakikatnya sudah berarti menandingi hak Allah SWT, dengan sikap sombongnya. Na’ûdzu billâhi min dzâlik. (Dikutip dan diselaraskan dari Ir. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim M.Sc., Kuliah Tauhid, Bandung: Pustaka-Perpustakaan Salman ITB, Cetakan I, 1979 dan Cetakan II, 1980; dan Muhammad 'Imaduddin 'AbdulRahim Ph.D., Kuliah Tawhid, Jakarta: Yayasan Pembina Sari Insan [YAASIN], 1993) 3