Ayat tersebut mengingatkan bahwa manusia harus mengekang hawa nafsunya dan tidak boleh mengikuti keinginannya karena hawa nafsu dapat menyesatkan dan merugikan manusia di dunia dan akhirat."
1. Tafsir QS Shâd/38: 26
Mengendalikan Hawa Nafsu
Teks Ayat
ِ ْ
يا داوود إِنا جعلناك خليفة في ال َرض
ِ ً َ َِ َ ََْ َ ّ ُ ُ َ َ
ِ َِّ
فاحكم بين الناس بالحق ول تتبع
َ ّ َ ْ ِ ِ ّ
َ َْ
ُ ْ َ
َ ِ ّ ّ ِ
الهوى فيضلك عن سبيل اللّه إ ِن الذين
ِ َِ
َ َ ِّ َُ
َ َ ْ
ٌ ِ َ ٌ َ َ ْ ُ َ ِ ّ ِ َِ
يضلون عن سبيل الله لهم عذاب شديد
َ َ ِّ َ
ِ َ ِ ْ َ ْ َ ُ َ َ ِ
بما نسوا يوم الحساب
"Hai Daud, sesungguhnya Kami jadikan kamu sebagai
khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah
keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil, dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat
azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan." (QS Shâd [38]: 26).
Tafsîr al-Mufradât
خليفة في
ِ ً َ َِ
ِ ْ
ال َرض
:
Kekhalifahan yang dianugerahkan kepada Dawud
a.s. bertalian dengan kekuasaan mengelola wilayah
tertentu. Hal ini diperolehnya berkat anugerah Ilahi
yang mengajarkan kepadanya al-hikmah dan ilmu
pengetahuan.
Makna
"pengelolaan
wilayah
tertentu", atau katakanlah bahwa pengelolaan
tersebut berkaitan dengan kekuasaan politik,
dipahami pula pada ayat-ayat yang menggunakan
bentuk khulafâ’: Ini, berbeda dengan kata khalâ'if,
yang tidak mengesankan adanya kekuasaan
1
2. semacam itu, sehingga pada akhirnya kita dapat
berkata bahwa sejumlah orang yang tidak memiliki
kekuasaan politik dinamai oleh al-Quran khalâ'if;
tanpa menggunakan bentuk mufrad (tunggal). Tidak
digunakannya bentuk mufrad untuk makna tersebut
agaknya mengisyaratkan bahwa kekhalifahan yang
diemban oleh setiap orang tidak dapat terlaksana
tanpa bantuan orang lain, berbeda dengan khalîfah
yang bermakna penguasa dalam bidang politik itu.
Hal ini dapat mewujud dalam diri pribadi seseorang
.
ِ َِّ َ
ول تتبع
الهوى
َ َ ْ
: Larangan untuk mengikuti – tanpa kendali -- segala
bentuk keinginan yang bisa menjerumuskan diri ke
dalam sikap dan perilaku yang menyimpang dari
aturan Allah dan Rasul-Nya.
Penjelasan
Ayat di atas mengandung perintah kepada kita untuk mengekang
hawa nafsu. Allah SWT menyuruh agar kita senantiasa mengikuti perintahNya dan jangan mengikuti perintah hawa nafsu yang akan merugikan dan
menghancurkan kehidupan kita.
Hawa nafsu mengandung pengertian kecenderungan hati kepada
hal-hal yang disukai dan dicintai yang tidak ada kaitannya dengan urusan
akhirat, seperti perkara yang melalaikan, menggiurkan, melenakan, takabur,
riya, sombong, kemaruk pangkat dan kekuasaan, cinta dunia, suka berkata
kasar, makan berlebihan, mengumbar syahwat, dan sifat-sifat tercela
lainnya.
Lawannya, mengekang hawa nafsu, berarti menjauhi perintahnya
yang keji dan jahat. Sebab, secara alamiah nafsu memang memiliki sifat
senantiasa menyuruh manusia untuk melakukan perbuatan keji dan jahat.
Firman Allah,
"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan),
karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
2
3. kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang.'' (QS Yûsuf [12]: 53).
Sebagai seorang beriman janganlah kita menuruti kemauan hawa
nafsu, sebab nafsu senantiasa mencegah kita menikmati rasa ibadah,
menjauhkan kita dari Tuhan, dan menghalangi kita melihat keagungan dan
kebesaran-Nya. Jika hal-hal sedemikian telah terjadi, maka itu tandanya hati
kita sudah mati dan tidak akan dapat menerima wasiat dan nasihat lagi.
Jika seseorang mengikuti hawa nafsunya, maka sungguh dia telah
tertipu dan rugi di dunia dan akhirat. Kerugian di dunia jelas, sebab orang
di sekeliling tentu akan membenci dan memencilkannya dari pergaulan.
Kerugian di akhirat lebih jelas, sebagaimana tertera dalam firman-Nya,
"Adapun orang yang melampaui batas. Dan lebih
mengutamakan kehidupan dunia. Maka Sesungguhnya nerakalah
tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada
kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa
nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).
(QS An-Nâzi'ât [79]: 37-41).
Dalam pertarungan melawan hawa nafsu, manusia dapat dibagi
kepada tiga kategori. Pertama, mereka yang telah dikalahkan oleh hawa
nafsunya sehingga musnahlah kehidupannya. Kedua, mereka yang kadangkadang dikalahkan oleh hawa nafsunya, tetapi sewaktu-waktu mereka juga
berhasil mengalahkannya. Ketiga, mereka yang telah berhasil mengalahkan
hawa nafsunya seperti nabi, rasul, dan sebagian wali Allah. Golongan yang
ketiga ini telah melaksanakan apa yang difirmankan Allah dalam QS anNâzi'ât (79) : 40-41.
Allah juga mengingatkan kita akan kerusakan akibat mengikuti hawa
nafsu. Firman-Nya,
"Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka,
pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada
di dalamnya. sebenarnya Kami telah mendatangkan
kepada mereka kebanggaan (al -Quran) mereka tetapi
3
4. mereka berpaling dari
Mu'minûn [23]: 71).
kebanggaan
itu."
(QS
al-
Artinya, jika semua manusia mengikuti kehendak hawa nafsunya saja
sudah tentu alam semesta ini akan hancur dibuatnya.
Wallâhu a'lam bish shawâb.
4