SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 7
Dzari’ah dan Hiyal Syar’iyyah
Dzari’ah
PENDAHULUAN
Fikih Islam merupakan kumpulan hukum Islam yang berkenaan dengan amal
perbuatan, yang digali dari sumber dalilnya secara terperinci. Dalil pokok yang
merupakan sumber fikih itu adalah wahyu Tuhan. Pengertian wahyu sebagai satu-satunya
sumber hukum ,ialah bahwa dialah yang berhak menetapkan adanya sumber lain yang
dapat dijadikan dasar fikih Islam, seperti Alquran dan Hadis. Adapun metode yang
digunakan untuk ber-ijtihad yang akan dibahas adalah tentang Sadduzzari`ah dan
kaitannya dengan Hilah/Hiyal dalam pembahasan di bab selanjutnya.
PEMBAHASAN
Pengertian Dzari`ah
Menurut bahasa Dzari`ah adalah wasilah/ sarana. Sedangkan menurut istilah
ulama Ushul ialah sesuatu yang menjadi jalan bagi yang diharamkan atau yang dihalalkan
maka ditetapkan hukum sarana itu menurut yang ditujunya. Sarana atau jalan kepada
yang haram adalah haram dan sarana/ jalan kepada yang mubah adalah mubah. Sesuatu
yang tidak bisa dilaksanakan kewajiban kecuali dengan dia, maka wajib pula
mengerjakan sesuatu itu.[i
1]
Saddudz Dzara-i` berasal dari dua kata, “Saddun” yang berarti membendung, dan
kata “Dzara'i” jamak dari “Dzariiah”, yang berarti jalan yang menyampaikan kepada
suatu tempat. Jadi pengertian “Saddudz Dzara-i” menurut bahasa adalah membendung
jalan yang menyampaikan kepada suatu tempat. Menurut istilah Saddudz Dzara-i adalah
menetapkan hukum suatu perkara dengan suatu hukum yang terdapat pada perkara yang
dituju.[ii
2]
Jadi Dzariah artinya washilah (jalan), yang menyampaikan kepada tujuan. Yang
dimaksud dengan Dzari`ah di sini ialah jalan untuk sampai kepada yang haram atau
kepada yang halal. Maka hal atau cara yang menyampaikan kepada
haram hukumnya pun haram, dan cara yang menyampaikan kepada yang halal hukumnya
pun halal pula, dan apa yang menyampaikan kita kepada wajib hukumnya pun adalah
wajib pula.
“Hukumnya wasilah( jalan/ cara yang menuju kepada tujuan) sama dengan
hukumnya tujuan”.[iii
3]
Zina itu adalah haram, maka melihat aurat wanita yang membawa kepada
perzinahan adalah haram juga. Shalat Jumat adalah wajib, maka meninggalkan jual beli
pada waktu shalat jumat demi untuk melaksanakan shalat jumat adalah wajib pula. Haji
adalah wajib, maka usaha-usaha yang menuju kepada terlaksananya ibadah haji adalah
wajib pula.
Atas dasar ini maka hukum dibagi dua yaitu : [iv
4]
1. Tujuan atau maqashid yaitu maqashid al-syariah yang berupa kemaslahatan dan
2. Wasaail atau cara yaitu jalan yang menuju kepada tercapainya tujuan.
Dengan demikian yang dilihat dalam dzari`ah ini adalah perbuatan-perbuatan
yang menyampaikan kita kepada terlaksananya yang wajib atau mengakibatkan kepada
terjadinya yang haram; Allah telah melarang menghina berhala, meskipun berhala adalah
sesuatu yang bathil. Karena menghina berhala mengakibatkan dihinyanya Allah SWT
oleh orang-orang penyembah berhala.
Kehujjahan Dzari`ah
Firman Allah SWT :
Ÿwur (#qŸ7Ý¡n@ ŸúïÏ%©!$# tbqããôŸtŸ `ÏB Èbrߟ «!$# (#qŸ7Ý¡uŸsù ©!$# #JrôŸtã ΟöŸtóÎ/ 5Où=Ïæ 3
y7Ï9ºxŸx. $¨YŸyŸ Èe@ä3Ï9 >p¨Bé& óOßgn=uHxå §NèO 4Ÿn<Î) NÍkÍh5uŸ óOßgãèÅ_óŸ£D
Oßgã¥Îm7t^ãŸsù $yJÎ/ (#qçR%x. tbqè=yJ÷ètŸ ÇÊÉÑÈ
dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah,
karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.
Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian
kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa
yang dahulu mereka kerjakan.
Juga dalam ayat lain :
$ygŸŸr'¯»tŸ ŸúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qä9qà)s? $uZÏãºuŸ (#qä9qè%ur $tRöŸÝàR$#
(#qãèyJóŸ$#ur 3 ŸúïÌŸÏÿ»x6ù=Ï9ur ë>#xŸtã ÒOŸÏ9r& ÇÊÉÍÈ
104. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad):
"Raa'ina", tetapi Katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah". dan bagi orang-orang yang
kafir siksaan yang pedih.
Larangan menyebut Ra`ina, karena orang Yahudi menggunakan kata-kata Ra`ina
untuk mencela atau menghina Nabi Muhammad SAW. Maka Musllim dilarang untuk
berkata dengan Ra`ina sebagai suatu dzariah. Dari ayat-ayat di atas , Dzariah mempunyai
dasar dari Al-quran, sedangkan dasar-dasar dari Sunnah adalah: [v
5]
1. Nabi melarang membunuh orang munafik, karena membunuh orang munafik bisa
menyebabkan Nabi dituduh membunuh sahabat-sahabatnya.
2. Nabi melarang kepada kreditor mengambil/ menerima hadiah dari debitur, karena cara
demikian bisa berakibat jatuh kepada riba.
3. Nabi melarang memotong tangan pencuri pada waktu perang dan ditanguhkan sampai
selesainya perang, karena memotong tangan pencuri pada waktu perang membawa akibat
tentara-tentara lari menggabungkan diri dengan musuh, hadis nabi : “Tidaklah dipotong
tangan pada waktu peperangan”. (H.R Abu Daud)
4. Nabi melarang penimbunan karena penimbunan itu menjadi dzariah kepada kesempitan
atau kesulitan manusia.
5. Nabi melarang fakir miskin dari bani Hasyim meneriman bagian dari zakat, kecuali
apabila dia berfungsi sebagai amil/ karena dzariah, agar jangan timbul fitnah, Nabi
memperkaya diri dan keluarganya dengan zakat.
Ibnu Qayyim berkata : [vi
6]
“Apabila semua tujuan itu tidak dapat sampai kecuali dengan adanya sebab-
sebab dan jalan (sarana) yang membawa kepada tujuan tersebut, maka sebab-sebab dan
jalan (sarana) yang membawa kepada tujuan tersebut, maka sebab-sebab dan jalan
(sarana) tersebut hukumnya mengikuti hukum tujuannnya. Oleh karena itu jalan kepada
hukum menimbulkan kerusakan.
Ulama hukum Islam, ada sebagian yang menggunakan Dzari`ah ini sebagai dasar
hukum, dan ada sebgian yang tidak memakainya. Ulama yang sangat berpegang teguh
kepada Dzari`ah adalah dari golongan Malikiyah dan Hambali. Sedang yang sedikit
sekali memakainya ialah Asy-Syafi`I dan Abu Hanifah. Sedang yang menolak sama
sekali adalah golongan Dhahiriyah.[vii
7]
Untuk menetapkan hukum jalan( sarana, atau wasilah) yang menghantarkan
kepada tujuan tersebut, perlu diperhatikan[viii
8] :
1. Tujuan (maqashid). Jika tujuannya dilarang, maka hukum wasilah (sarana)nya dilarang.
Jika tujuannya diwajibkan, maka hukum wasilahnya diwajibkan.
2. Niat (motif) yang mendorong seseorang berbuat sesuatu. Jika niatnya untuk mencapai
yang halal. Maka hukum sarananya halal. Jika niatnya untuk mencapai yang haram, maka
hukum sarananya haram.
3. Akibat dari sesuatu perbuatan. Dalam hal ini hukum tidak bisa ditetapkan dengan
pertimbangan niat saja, tetapi diperhatikan juga akibat dari perbuatan itu. Jika perbuatan
itu menghasilkan kemaslahatan, dan kemaslahatan itulah yang juga dimaksudkan dalam
muamalah itu, maka wasilah hukumnya boleh dikerjakan. Sebaliknya, jika perbuatan itu
mengakibatkan kerusakan, meskipun tujuannya baik, maka wasilah dihukum tidak boleh
dikerjakan sekedar yang munasabah dengan tujuan mengharamkannya.
Pada intinya, untuk menetapkan sesuatu baik, harus diperhatikan niat dan
akibatnya. Jika keduanya baik, maka wasilah dihukum baik juga. Sebailknya, jika niat
dan akbatnya tidak baik, maka wasilahnya juga dihukum tidak baik.
Sikap Para Ulama Terhadap Dzari`ah
Imam Malik dan Imam Ahmad amat banyak berpegang pada Dzari`ah, sedangkan
Imam Syafi`y dan Abu Hanifah kurang dari mereka walaupun mereka berdua terakhir
tidak menolak Dzari`ah secara keseluruhan dan tidak mengakuinya sebagai dalil yang
berdiri sendiri. Menurut Syafi`y dan Abu Hanifah, Dzari`ah ini masuk ke dalam dasar
yang sudah mereka tetapkan yaitu Qiyas menurut Imam Syafi`y dan istihsan menurut
hanafy.[ix
9]
Berpegang pada Dzari`ah tidak boleh terlalu berlebihan , karena orang yang
tenggelam di dalamnya bisa saja melarang perbuatan yang sebenarnya mubah, mandub
bahkan yang wajib, karena terlalu khawatir terjerumus ke jurang kezaliman. Oleh karena
itu Ibnul Araby di dalam kitabnya Ahkamul Qur`an mengaitkan keharaman karena
Dzari`ah itu apabila yang diharamkan karena sadduzzari`ah itu, tsabit keharamannya
dengan nash, bukan dengan qiyas, dan bukan pula dengan Dzari`ah. Dengan demikian,
maka mukalllaf wajib mengatahui benar di dalam menggunakan Dzari`ah itu akan bahaya
menggunakannya atau bahaya meninggalkannya. Mereka pun harus mentarjihkan di
antara keduanya, kemudian harus mengambil mana yang unggul.[x
10]
HILAH / HIYAL
Pengertian Hilah / Hiyal
Kata al-hiyal adalah bentuk plural dari kata al-hilah yang berarti suatu tipu daya,
kecerdikan, muslihat, atau alasan yang dicari-cari untuk melepaskan diri dari suatu beban
atau tanggung jawab. Dalam ucapan orang Indonesia sehari-hari kata hilah ini kemudian
diucapkan dengan kilah (KBBI, 2005 : 567). Dalam hukum secara teknis kata hilah
dipergunakan sebagai suatu saluran legal atau medium untuk suatu tujuan ekstra legal.
Majid Khadduri yang mengutip Sir Henry S. Maine menyatakan pengertian al-hiyal asy-
syar`iyah hampir berdekatan maknanya dengan kata legal fiction dalam tradisi hukum
Barat. Menurut asy-Syatibi, al-hilah adalah melakukan suatu amalan yang pada lahirnya
diperbolehkan untuk membatalkan hukum syara’ lainnya. Sekalipun pada dasarnya
seseorang itu mengerjakan suatu pekerjaan yang dibolehkan, namun terkandung maksud
pelaku untuk menghindarkan diri dari suatu kewajiban syara’ yang lebih penting daripada
amalan yang dilakukannya tersebut.[xi
11]
Bentuk-bentuk Hiyal Asy-Syar`iyah
Ibnul Qayyim al-Jauziyah membagi hiyal alsyar`iyah menjadi empat bentuk :
Pertama, hilah yang mengandung tujuan yang diharamkan dan cara yang digunakan juga
cara yang haram. Contohnya kasus orang yang meminum khamar sebelum masuk waktu
shalat, sehingga kewajiban shalatnya saat itu hilang. Kedua, hilah yang dilakukan dengan
melaksanaka perbuatan yang dibolehkan, tetapi bertujuan untuk membatalkan hukum
syara’ lainnya. Contohnya orang yang menghibahkan sebagian hartanya saat haul sudah
mendekat, dengan demikian ia terlepas dari kewajiban membayar zakat karena hartanya
sudah berkurang dari nisab. Disebut tipu daya karena jumlah harta yang dihibahkannya
lebih kecil dari zakat yang harus dikeluarkannya. Ketiga, perbuatan yang dilakukan
bukanlah perbuatan yang diharamkan, bahkan dianjurkan tetapi bertujuan untuk sesuatu
yang diharamkan. Contohnya ialah perkawinan rekayasa oleh seorang muhallil terhadap
seorang perempuan yang telah dicerai dengan talak ba’in kubra dengan tujuan agar
perempuan itu dapat dinikahi kembali oleh suaminya. Keempat, hilah yang digunakan itu
bertujuan untuk mendapatkan suatu hak atau untuk menolak kezaliman. Dari keempat
macam hilah di atas, para ulama fikih sepakat untuk tidak membolehkan hilah bentuk
pertama dan kedua. Sebaliknya terhadap hilah bentuk ketiga dan keempat para ulama
berbeda pendapat, ada yang membolehkan dan ada yang melarang.
Asy-Syatibi menyebutkan enam alasan mengapa hiyal asysyar` iyah dilarang :
[xii
12]
1. Tujuan pelaku hilah bertentangan dengan tujuan Syari`(Allah SWT dan Rasulullah
SAW) .
2. Akibat perbuatan hilah membawa kepada kemafsadatan yang dilarang agama. Contohnya
dengan adanya hibah yang direkayasa, kewajibanzakat menjadi hilang.
3. Dalam akad yang melaksanakan suatu perbuatan berdasarkan hilah, kehendak untuk
melakukan akad itu sesungguhnya tidak ada, sehingga unsur kerelaan dalam akad yang
dilakukan sebenarnya tidak ada.
4. Hilah itu batal karena syaratnya bertentangan dengan kehendak akad.
5. Hilah merupakan pembatalan terhadap hukum, sebab hilah dilakukan dengan
meninggalkan atau menambah syarat yang menyalahi ketentuan syariat. Contoh hilah
untuk menghindari zakat, nisab merupakan sebab wajibnya zakat. Dengan hibah sebagai
hilah, syarat wajib itu menjadi hilang.
6. Hilah haram berdasarkan teori istiqra’(induksi dari berbagai dalil). Dalildalil tersebut di
antaranya adalah ayat-ayat al-Quran menceritakan tentang orang munafiq yang tidak
ikhlas beramal. Hilah dilakukan karena menghindari suatu kewajiban, dan ini perilaku
yang tidak ikhlas beramal.
Kesimpulan
Dzariah artinya washilah (jalan), yang menyampaikan kepada tujuan. Yang
dimaksud dengan Dzari`ah di sini ialah jalan untuk sampai kepada yang haram atau
kepada yang halal. Maka halan atau cara yang menyampaikan kepada haram hukumnya
pun haram, dan cara yang menyampaikan kepada halal hukumnya pun halal pula, dan apa
yang menyampaikan kita kepada wajib hukumnya pun adalah wajib pula.
Ulama hukum Islam, ada sebagian yang menggunakan Dzari`ah ini sebagai dasar
hukum, dan ada sebgian yang tidak memakainya. Ulama yang sangat berpegang teguh
kepada Dzari`ah adalah dari golongan Malikiyah dan Hambali. Sedang yang sedikit
sekali memakainya ialah Asy-Syafi`I dan Abu Hanifah. Sedang yang menolak sama
sekali adalah golongan Dhahiriyah.
Imam Malik dan Imam Ahmad amat banyak berpegang pada Dzari`ah, sedangkan
Imam Syafi`y dan Abu Hanifah kurang dari mereka walaupun mereka berdua terakhir
tidak menolak Dzari`ah secara keseluruhan dan tidak mengakuinya sebagai dalil yang
berdiri sendiri. Menurut Syafi`y dan Abu Hanifah, Dzari`ah ini masuk ke dalam dasar
yang sudah mereka tetapkan yaitu Qiyas menurut Imam Syafi`y dan istihsan menurut
hanafy.
Kata al-hiyal adalah bentuk plural dari kata al-hilah yang berarti suatu tipu daya,
kecerdikan, muslihat, atau alasan yang dicari-cari untuk melepaskan diri dari suatu beban
atau tanggung jawab.
Penulis : Muhammad Ibrahim Ismail NIM 1002110348 (Mahasiswa Jurusan
Syari’ah, Prodi Ahwal Asy-Syakhshiyyah, STAIN Palangka Raya, Dipresentasikan dalam
diskusi kelas pada semester ganjil tahun 2011) dan Diedit kembali oleh Abdul Helim
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Sulaiman, Sumber hukum Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 1995.
A.Djazuli, Ilmu Fikih, Jakarta : Kencana, 2006.
Syukur, Syarmin, Sumber Sumber Hukum Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993.
Read more: http://www.abdulhelim.com/2012/04/dzariah-sebagai-salah-satu-
metodologi.html#ixzz2F658LNAb
i[1]Sulaiman Abdullah, Sumber hukum Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 1995, h.164.
ii[2]Syarmin Syukur, Sumber Sumber Hukum Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993, h.245
iii[3]A.Djazuli, Ilmu Fiqih, Jakarta : Kencana, 2006, h.98
iv[4]Ibid., h.99
v[5]Ibid., h.100
vi[6]Syarmin Syukur, Sumber Sumber Hukum Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993, h.246
vii[7]Ibid., h.246
viii[8]Ibid., h.247
ix[9]Sulaiman Abdullah, Sumber hukum Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 1995, h.166
x[10]Ibid., h.167
xi[11].....(not found) (online 11 Desember 2011).
xii[12]Ibid.
i[1]Sulaiman Abdullah, Sumber hukum Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 1995, h.164.
ii[2]Syarmin Syukur, Sumber Sumber Hukum Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993, h.245
iii[3]A.Djazuli, Ilmu Fiqih, Jakarta : Kencana, 2006, h.98
iv[4]Ibid., h.99
v[5]Ibid., h.100
vi[6]Syarmin Syukur, Sumber Sumber Hukum Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993, h.246
vii[7]Ibid., h.246
viii[8]Ibid., h.247
ix[9]Sulaiman Abdullah, Sumber hukum Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 1995, h.166
x[10]Ibid., h.167
xi[11].....(not found) (online 11 Desember 2011).
xii[12]Ibid.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt? (20)

Displaced Commercial Risk
Displaced Commercial RiskDisplaced Commercial Risk
Displaced Commercial Risk
 
PS201-Chapter five
PS201-Chapter fivePS201-Chapter five
PS201-Chapter five
 
Fiqh Muamalah Akad kafalah
Fiqh Muamalah Akad kafalahFiqh Muamalah Akad kafalah
Fiqh Muamalah Akad kafalah
 
takaful
takafultakaful
takaful
 
Chapter 6: Islamic Financial System
Chapter 6: Islamic Financial SystemChapter 6: Islamic Financial System
Chapter 6: Islamic Financial System
 
Lecture 10
Lecture 10Lecture 10
Lecture 10
 
ISB540 - Chapter 6
ISB540 - Chapter 6ISB540 - Chapter 6
ISB540 - Chapter 6
 
Profit Maximization from Islamic Perspective
Profit Maximization from Islamic PerspectiveProfit Maximization from Islamic Perspective
Profit Maximization from Islamic Perspective
 
chapter 6 islamic banking 2
chapter 6  islamic banking 2chapter 6  islamic banking 2
chapter 6 islamic banking 2
 
Takaful islamic insurance
Takaful  islamic insuranceTakaful  islamic insurance
Takaful islamic insurance
 
Maqashid Syariah
Maqashid SyariahMaqashid Syariah
Maqashid Syariah
 
Shariah Non-Compliance Risk
Shariah Non-Compliance RiskShariah Non-Compliance Risk
Shariah Non-Compliance Risk
 
Lecture 08
Lecture 08Lecture 08
Lecture 08
 
Hibah in Takaful Industry
Hibah in Takaful IndustryHibah in Takaful Industry
Hibah in Takaful Industry
 
BAY' AL-SALAM
BAY' AL-SALAMBAY' AL-SALAM
BAY' AL-SALAM
 
Legal Framework of Islamic Capital Market
Legal Framework of Islamic Capital MarketLegal Framework of Islamic Capital Market
Legal Framework of Islamic Capital Market
 
Chapter 1 Investment Market and Transaction
Chapter 1   Investment Market and TransactionChapter 1   Investment Market and Transaction
Chapter 1 Investment Market and Transaction
 
Principle of Yaqeen
Principle of YaqeenPrinciple of Yaqeen
Principle of Yaqeen
 
chapter 4 .AAOIFI-Standards-1.ppt
chapter 4 .AAOIFI-Standards-1.pptchapter 4 .AAOIFI-Standards-1.ppt
chapter 4 .AAOIFI-Standards-1.ppt
 
Introduction to CTU351
Introduction to CTU351Introduction to CTU351
Introduction to CTU351
 

Ähnlich wie Dzari’ah dan hiyal syar’iyyah

Slide sadd al dzar'i
Slide sadd al dzar'iSlide sadd al dzar'i
Slide sadd al dzar'izikra husna
 
PPT ILMU FIKIH KLP 11mm-dikonversi.pdf
PPT ILMU FIKIH KLP 11mm-dikonversi.pdfPPT ILMU FIKIH KLP 11mm-dikonversi.pdf
PPT ILMU FIKIH KLP 11mm-dikonversi.pdfAndiAstri3
 
Sumber hukum syar’iyah dan pembagiannya.pptx
Sumber hukum syar’iyah dan pembagiannya.pptxSumber hukum syar’iyah dan pembagiannya.pptx
Sumber hukum syar’iyah dan pembagiannya.pptxTaeArra
 
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdfRitaYusuf2
 
Pembagian bid-ah-dan-hukum-bid-ah-dalam-agama-islam
Pembagian bid-ah-dan-hukum-bid-ah-dalam-agama-islamPembagian bid-ah-dan-hukum-bid-ah-dalam-agama-islam
Pembagian bid-ah-dan-hukum-bid-ah-dalam-agama-islamRa Hardianto
 
Agama taklifi
Agama taklifiAgama taklifi
Agama taklififarezzz
 
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis IslamSyirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis IslamFkip Sda7
 
bahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islambahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islamTri Agustuti
 
Hukum wadh'i bentuk pdf
Hukum wadh'i bentuk pdfHukum wadh'i bentuk pdf
Hukum wadh'i bentuk pdfMahyul Ikmal
 
Presentasi Ushul Fiqh 4 (Hakim Mahkum)
Presentasi Ushul Fiqh 4 (Hakim Mahkum)Presentasi Ushul Fiqh 4 (Hakim Mahkum)
Presentasi Ushul Fiqh 4 (Hakim Mahkum)Marhamah Saleh
 
Amalan bidaah dalam masyarakat melayu
Amalan bidaah dalam masyarakat melayuAmalan bidaah dalam masyarakat melayu
Amalan bidaah dalam masyarakat melayuKamarudin Jaafar
 
Amalan bidaah dalam masyarakat melayu
Amalan bidaah dalam masyarakat melayuAmalan bidaah dalam masyarakat melayu
Amalan bidaah dalam masyarakat melayuKamarudin Jaafar
 
Makalah Fikih Jinayah tentang Jarimah Hudud, Zina dan Qazaf
Makalah Fikih Jinayah tentang Jarimah Hudud, Zina dan QazafMakalah Fikih Jinayah tentang Jarimah Hudud, Zina dan Qazaf
Makalah Fikih Jinayah tentang Jarimah Hudud, Zina dan QazafAZA Zulfi
 
Tasyri' istilah-istilah fiqh & manhaj 4 imam
Tasyri' istilah-istilah fiqh & manhaj 4 imamTasyri' istilah-istilah fiqh & manhaj 4 imam
Tasyri' istilah-istilah fiqh & manhaj 4 imamMarhamah Saleh
 

Ähnlich wie Dzari’ah dan hiyal syar’iyyah (20)

Slide sadd al dzar'i
Slide sadd al dzar'iSlide sadd al dzar'i
Slide sadd al dzar'i
 
Bid’ah, apakah itu
Bid’ah, apakah ituBid’ah, apakah itu
Bid’ah, apakah itu
 
Makalah huruf arab
Makalah huruf arabMakalah huruf arab
Makalah huruf arab
 
PPT ILMU FIKIH KLP 11mm-dikonversi.pdf
PPT ILMU FIKIH KLP 11mm-dikonversi.pdfPPT ILMU FIKIH KLP 11mm-dikonversi.pdf
PPT ILMU FIKIH KLP 11mm-dikonversi.pdf
 
Hukum Mandub
Hukum MandubHukum Mandub
Hukum Mandub
 
Sumber hukum syar’iyah dan pembagiannya.pptx
Sumber hukum syar’iyah dan pembagiannya.pptxSumber hukum syar’iyah dan pembagiannya.pptx
Sumber hukum syar’iyah dan pembagiannya.pptx
 
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
 
Pembagian bid-ah-dan-hukum-bid-ah-dalam-agama-islam
Pembagian bid-ah-dan-hukum-bid-ah-dalam-agama-islamPembagian bid-ah-dan-hukum-bid-ah-dalam-agama-islam
Pembagian bid-ah-dan-hukum-bid-ah-dalam-agama-islam
 
Agama taklifi
Agama taklifiAgama taklifi
Agama taklifi
 
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis IslamSyirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
 
bahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islambahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islam
 
Hukum wadh'i bentuk pdf
Hukum wadh'i bentuk pdfHukum wadh'i bentuk pdf
Hukum wadh'i bentuk pdf
 
Presentasi Ushul Fiqh 4 (Hakim Mahkum)
Presentasi Ushul Fiqh 4 (Hakim Mahkum)Presentasi Ushul Fiqh 4 (Hakim Mahkum)
Presentasi Ushul Fiqh 4 (Hakim Mahkum)
 
Hukum akad dan jualbeli
Hukum akad dan jualbeliHukum akad dan jualbeli
Hukum akad dan jualbeli
 
Amalan bidaah dalam masyarakat melayu
Amalan bidaah dalam masyarakat melayuAmalan bidaah dalam masyarakat melayu
Amalan bidaah dalam masyarakat melayu
 
Amalan bidaah dalam masyarakat melayu
Amalan bidaah dalam masyarakat melayuAmalan bidaah dalam masyarakat melayu
Amalan bidaah dalam masyarakat melayu
 
Al rf
Al rfAl rf
Al rf
 
Makalah Fikih Jinayah tentang Jarimah Hudud, Zina dan Qazaf
Makalah Fikih Jinayah tentang Jarimah Hudud, Zina dan QazafMakalah Fikih Jinayah tentang Jarimah Hudud, Zina dan Qazaf
Makalah Fikih Jinayah tentang Jarimah Hudud, Zina dan Qazaf
 
Tasyri' istilah-istilah fiqh & manhaj 4 imam
Tasyri' istilah-istilah fiqh & manhaj 4 imamTasyri' istilah-istilah fiqh & manhaj 4 imam
Tasyri' istilah-istilah fiqh & manhaj 4 imam
 
Qawaid fiqh pt 2
Qawaid fiqh  pt 2Qawaid fiqh  pt 2
Qawaid fiqh pt 2
 

Mehr von Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahMuhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanMuhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMuhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabulMuhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamMuhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifMuhsin Hariyanto
 

Mehr von Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

Dzari’ah dan hiyal syar’iyyah

  • 1. Dzari’ah dan Hiyal Syar’iyyah Dzari’ah PENDAHULUAN Fikih Islam merupakan kumpulan hukum Islam yang berkenaan dengan amal perbuatan, yang digali dari sumber dalilnya secara terperinci. Dalil pokok yang merupakan sumber fikih itu adalah wahyu Tuhan. Pengertian wahyu sebagai satu-satunya sumber hukum ,ialah bahwa dialah yang berhak menetapkan adanya sumber lain yang dapat dijadikan dasar fikih Islam, seperti Alquran dan Hadis. Adapun metode yang digunakan untuk ber-ijtihad yang akan dibahas adalah tentang Sadduzzari`ah dan kaitannya dengan Hilah/Hiyal dalam pembahasan di bab selanjutnya. PEMBAHASAN Pengertian Dzari`ah Menurut bahasa Dzari`ah adalah wasilah/ sarana. Sedangkan menurut istilah ulama Ushul ialah sesuatu yang menjadi jalan bagi yang diharamkan atau yang dihalalkan maka ditetapkan hukum sarana itu menurut yang ditujunya. Sarana atau jalan kepada yang haram adalah haram dan sarana/ jalan kepada yang mubah adalah mubah. Sesuatu yang tidak bisa dilaksanakan kewajiban kecuali dengan dia, maka wajib pula mengerjakan sesuatu itu.[i 1] Saddudz Dzara-i` berasal dari dua kata, “Saddun” yang berarti membendung, dan kata “Dzara'i” jamak dari “Dzariiah”, yang berarti jalan yang menyampaikan kepada suatu tempat. Jadi pengertian “Saddudz Dzara-i” menurut bahasa adalah membendung jalan yang menyampaikan kepada suatu tempat. Menurut istilah Saddudz Dzara-i adalah menetapkan hukum suatu perkara dengan suatu hukum yang terdapat pada perkara yang dituju.[ii 2] Jadi Dzariah artinya washilah (jalan), yang menyampaikan kepada tujuan. Yang dimaksud dengan Dzari`ah di sini ialah jalan untuk sampai kepada yang haram atau kepada yang halal. Maka hal atau cara yang menyampaikan kepada haram hukumnya pun haram, dan cara yang menyampaikan kepada yang halal hukumnya pun halal pula, dan apa yang menyampaikan kita kepada wajib hukumnya pun adalah wajib pula. “Hukumnya wasilah( jalan/ cara yang menuju kepada tujuan) sama dengan hukumnya tujuan”.[iii 3] Zina itu adalah haram, maka melihat aurat wanita yang membawa kepada perzinahan adalah haram juga. Shalat Jumat adalah wajib, maka meninggalkan jual beli pada waktu shalat jumat demi untuk melaksanakan shalat jumat adalah wajib pula. Haji adalah wajib, maka usaha-usaha yang menuju kepada terlaksananya ibadah haji adalah wajib pula. Atas dasar ini maka hukum dibagi dua yaitu : [iv 4] 1. Tujuan atau maqashid yaitu maqashid al-syariah yang berupa kemaslahatan dan 2. Wasaail atau cara yaitu jalan yang menuju kepada tercapainya tujuan.
  • 2. Dengan demikian yang dilihat dalam dzari`ah ini adalah perbuatan-perbuatan yang menyampaikan kita kepada terlaksananya yang wajib atau mengakibatkan kepada terjadinya yang haram; Allah telah melarang menghina berhala, meskipun berhala adalah sesuatu yang bathil. Karena menghina berhala mengakibatkan dihinyanya Allah SWT oleh orang-orang penyembah berhala. Kehujjahan Dzari`ah Firman Allah SWT : Ÿwur (#qŸ7Ý¡n@ ŸúïÏ%©!$# tbqããôŸtŸ `ÏB Èbrߟ «!$# (#qŸ7Ý¡uŸsù ©!$# #JrôŸtã ΟöŸtóÎ/ 5Où=Ïæ 3 y7Ï9ºxŸx. $¨YŸyŸ Èe@ä3Ï9 >p¨Bé& óOßgn=uHxå §NèO 4Ÿn<Î) NÍkÍh5uŸ óOßgãèÅ_óŸ£D Oßgã¥Îm7t^ãŸsù $yJÎ/ (#qçR%x. tbqè=yJ÷ètŸ ÇÊÉÑÈ dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan. Juga dalam ayat lain : $ygŸŸr'¯»tŸ ŸúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qä9qà)s? $uZÏãºuŸ (#qä9qè%ur $tRöŸÝàR$# (#qãèyJóŸ$#ur 3 ŸúïÌŸÏÿ»x6ù=Ï9ur ë>#xŸtã ÒOŸÏ9r& ÇÊÉÍÈ 104. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): "Raa'ina", tetapi Katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah". dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih. Larangan menyebut Ra`ina, karena orang Yahudi menggunakan kata-kata Ra`ina untuk mencela atau menghina Nabi Muhammad SAW. Maka Musllim dilarang untuk berkata dengan Ra`ina sebagai suatu dzariah. Dari ayat-ayat di atas , Dzariah mempunyai dasar dari Al-quran, sedangkan dasar-dasar dari Sunnah adalah: [v 5] 1. Nabi melarang membunuh orang munafik, karena membunuh orang munafik bisa menyebabkan Nabi dituduh membunuh sahabat-sahabatnya. 2. Nabi melarang kepada kreditor mengambil/ menerima hadiah dari debitur, karena cara demikian bisa berakibat jatuh kepada riba. 3. Nabi melarang memotong tangan pencuri pada waktu perang dan ditanguhkan sampai selesainya perang, karena memotong tangan pencuri pada waktu perang membawa akibat tentara-tentara lari menggabungkan diri dengan musuh, hadis nabi : “Tidaklah dipotong tangan pada waktu peperangan”. (H.R Abu Daud) 4. Nabi melarang penimbunan karena penimbunan itu menjadi dzariah kepada kesempitan atau kesulitan manusia. 5. Nabi melarang fakir miskin dari bani Hasyim meneriman bagian dari zakat, kecuali apabila dia berfungsi sebagai amil/ karena dzariah, agar jangan timbul fitnah, Nabi memperkaya diri dan keluarganya dengan zakat. Ibnu Qayyim berkata : [vi 6] “Apabila semua tujuan itu tidak dapat sampai kecuali dengan adanya sebab- sebab dan jalan (sarana) yang membawa kepada tujuan tersebut, maka sebab-sebab dan jalan (sarana) yang membawa kepada tujuan tersebut, maka sebab-sebab dan jalan
  • 3. (sarana) tersebut hukumnya mengikuti hukum tujuannnya. Oleh karena itu jalan kepada hukum menimbulkan kerusakan. Ulama hukum Islam, ada sebagian yang menggunakan Dzari`ah ini sebagai dasar hukum, dan ada sebgian yang tidak memakainya. Ulama yang sangat berpegang teguh kepada Dzari`ah adalah dari golongan Malikiyah dan Hambali. Sedang yang sedikit sekali memakainya ialah Asy-Syafi`I dan Abu Hanifah. Sedang yang menolak sama sekali adalah golongan Dhahiriyah.[vii 7] Untuk menetapkan hukum jalan( sarana, atau wasilah) yang menghantarkan kepada tujuan tersebut, perlu diperhatikan[viii 8] : 1. Tujuan (maqashid). Jika tujuannya dilarang, maka hukum wasilah (sarana)nya dilarang. Jika tujuannya diwajibkan, maka hukum wasilahnya diwajibkan. 2. Niat (motif) yang mendorong seseorang berbuat sesuatu. Jika niatnya untuk mencapai yang halal. Maka hukum sarananya halal. Jika niatnya untuk mencapai yang haram, maka hukum sarananya haram. 3. Akibat dari sesuatu perbuatan. Dalam hal ini hukum tidak bisa ditetapkan dengan pertimbangan niat saja, tetapi diperhatikan juga akibat dari perbuatan itu. Jika perbuatan itu menghasilkan kemaslahatan, dan kemaslahatan itulah yang juga dimaksudkan dalam muamalah itu, maka wasilah hukumnya boleh dikerjakan. Sebaliknya, jika perbuatan itu mengakibatkan kerusakan, meskipun tujuannya baik, maka wasilah dihukum tidak boleh dikerjakan sekedar yang munasabah dengan tujuan mengharamkannya. Pada intinya, untuk menetapkan sesuatu baik, harus diperhatikan niat dan akibatnya. Jika keduanya baik, maka wasilah dihukum baik juga. Sebailknya, jika niat dan akbatnya tidak baik, maka wasilahnya juga dihukum tidak baik. Sikap Para Ulama Terhadap Dzari`ah Imam Malik dan Imam Ahmad amat banyak berpegang pada Dzari`ah, sedangkan Imam Syafi`y dan Abu Hanifah kurang dari mereka walaupun mereka berdua terakhir tidak menolak Dzari`ah secara keseluruhan dan tidak mengakuinya sebagai dalil yang berdiri sendiri. Menurut Syafi`y dan Abu Hanifah, Dzari`ah ini masuk ke dalam dasar yang sudah mereka tetapkan yaitu Qiyas menurut Imam Syafi`y dan istihsan menurut hanafy.[ix 9] Berpegang pada Dzari`ah tidak boleh terlalu berlebihan , karena orang yang tenggelam di dalamnya bisa saja melarang perbuatan yang sebenarnya mubah, mandub bahkan yang wajib, karena terlalu khawatir terjerumus ke jurang kezaliman. Oleh karena itu Ibnul Araby di dalam kitabnya Ahkamul Qur`an mengaitkan keharaman karena Dzari`ah itu apabila yang diharamkan karena sadduzzari`ah itu, tsabit keharamannya dengan nash, bukan dengan qiyas, dan bukan pula dengan Dzari`ah. Dengan demikian, maka mukalllaf wajib mengatahui benar di dalam menggunakan Dzari`ah itu akan bahaya menggunakannya atau bahaya meninggalkannya. Mereka pun harus mentarjihkan di antara keduanya, kemudian harus mengambil mana yang unggul.[x 10] HILAH / HIYAL Pengertian Hilah / Hiyal Kata al-hiyal adalah bentuk plural dari kata al-hilah yang berarti suatu tipu daya, kecerdikan, muslihat, atau alasan yang dicari-cari untuk melepaskan diri dari suatu beban
  • 4. atau tanggung jawab. Dalam ucapan orang Indonesia sehari-hari kata hilah ini kemudian diucapkan dengan kilah (KBBI, 2005 : 567). Dalam hukum secara teknis kata hilah dipergunakan sebagai suatu saluran legal atau medium untuk suatu tujuan ekstra legal. Majid Khadduri yang mengutip Sir Henry S. Maine menyatakan pengertian al-hiyal asy- syar`iyah hampir berdekatan maknanya dengan kata legal fiction dalam tradisi hukum Barat. Menurut asy-Syatibi, al-hilah adalah melakukan suatu amalan yang pada lahirnya diperbolehkan untuk membatalkan hukum syara’ lainnya. Sekalipun pada dasarnya seseorang itu mengerjakan suatu pekerjaan yang dibolehkan, namun terkandung maksud pelaku untuk menghindarkan diri dari suatu kewajiban syara’ yang lebih penting daripada amalan yang dilakukannya tersebut.[xi 11] Bentuk-bentuk Hiyal Asy-Syar`iyah Ibnul Qayyim al-Jauziyah membagi hiyal alsyar`iyah menjadi empat bentuk : Pertama, hilah yang mengandung tujuan yang diharamkan dan cara yang digunakan juga cara yang haram. Contohnya kasus orang yang meminum khamar sebelum masuk waktu shalat, sehingga kewajiban shalatnya saat itu hilang. Kedua, hilah yang dilakukan dengan melaksanaka perbuatan yang dibolehkan, tetapi bertujuan untuk membatalkan hukum syara’ lainnya. Contohnya orang yang menghibahkan sebagian hartanya saat haul sudah mendekat, dengan demikian ia terlepas dari kewajiban membayar zakat karena hartanya sudah berkurang dari nisab. Disebut tipu daya karena jumlah harta yang dihibahkannya lebih kecil dari zakat yang harus dikeluarkannya. Ketiga, perbuatan yang dilakukan bukanlah perbuatan yang diharamkan, bahkan dianjurkan tetapi bertujuan untuk sesuatu yang diharamkan. Contohnya ialah perkawinan rekayasa oleh seorang muhallil terhadap seorang perempuan yang telah dicerai dengan talak ba’in kubra dengan tujuan agar perempuan itu dapat dinikahi kembali oleh suaminya. Keempat, hilah yang digunakan itu bertujuan untuk mendapatkan suatu hak atau untuk menolak kezaliman. Dari keempat macam hilah di atas, para ulama fikih sepakat untuk tidak membolehkan hilah bentuk pertama dan kedua. Sebaliknya terhadap hilah bentuk ketiga dan keempat para ulama berbeda pendapat, ada yang membolehkan dan ada yang melarang. Asy-Syatibi menyebutkan enam alasan mengapa hiyal asysyar` iyah dilarang : [xii 12] 1. Tujuan pelaku hilah bertentangan dengan tujuan Syari`(Allah SWT dan Rasulullah SAW) . 2. Akibat perbuatan hilah membawa kepada kemafsadatan yang dilarang agama. Contohnya dengan adanya hibah yang direkayasa, kewajibanzakat menjadi hilang. 3. Dalam akad yang melaksanakan suatu perbuatan berdasarkan hilah, kehendak untuk melakukan akad itu sesungguhnya tidak ada, sehingga unsur kerelaan dalam akad yang dilakukan sebenarnya tidak ada. 4. Hilah itu batal karena syaratnya bertentangan dengan kehendak akad. 5. Hilah merupakan pembatalan terhadap hukum, sebab hilah dilakukan dengan meninggalkan atau menambah syarat yang menyalahi ketentuan syariat. Contoh hilah untuk menghindari zakat, nisab merupakan sebab wajibnya zakat. Dengan hibah sebagai hilah, syarat wajib itu menjadi hilang.
  • 5. 6. Hilah haram berdasarkan teori istiqra’(induksi dari berbagai dalil). Dalildalil tersebut di antaranya adalah ayat-ayat al-Quran menceritakan tentang orang munafiq yang tidak ikhlas beramal. Hilah dilakukan karena menghindari suatu kewajiban, dan ini perilaku yang tidak ikhlas beramal. Kesimpulan Dzariah artinya washilah (jalan), yang menyampaikan kepada tujuan. Yang dimaksud dengan Dzari`ah di sini ialah jalan untuk sampai kepada yang haram atau kepada yang halal. Maka halan atau cara yang menyampaikan kepada haram hukumnya pun haram, dan cara yang menyampaikan kepada halal hukumnya pun halal pula, dan apa yang menyampaikan kita kepada wajib hukumnya pun adalah wajib pula. Ulama hukum Islam, ada sebagian yang menggunakan Dzari`ah ini sebagai dasar hukum, dan ada sebgian yang tidak memakainya. Ulama yang sangat berpegang teguh kepada Dzari`ah adalah dari golongan Malikiyah dan Hambali. Sedang yang sedikit sekali memakainya ialah Asy-Syafi`I dan Abu Hanifah. Sedang yang menolak sama sekali adalah golongan Dhahiriyah. Imam Malik dan Imam Ahmad amat banyak berpegang pada Dzari`ah, sedangkan Imam Syafi`y dan Abu Hanifah kurang dari mereka walaupun mereka berdua terakhir tidak menolak Dzari`ah secara keseluruhan dan tidak mengakuinya sebagai dalil yang berdiri sendiri. Menurut Syafi`y dan Abu Hanifah, Dzari`ah ini masuk ke dalam dasar yang sudah mereka tetapkan yaitu Qiyas menurut Imam Syafi`y dan istihsan menurut hanafy. Kata al-hiyal adalah bentuk plural dari kata al-hilah yang berarti suatu tipu daya, kecerdikan, muslihat, atau alasan yang dicari-cari untuk melepaskan diri dari suatu beban atau tanggung jawab. Penulis : Muhammad Ibrahim Ismail NIM 1002110348 (Mahasiswa Jurusan Syari’ah, Prodi Ahwal Asy-Syakhshiyyah, STAIN Palangka Raya, Dipresentasikan dalam diskusi kelas pada semester ganjil tahun 2011) dan Diedit kembali oleh Abdul Helim DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Sulaiman, Sumber hukum Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 1995. A.Djazuli, Ilmu Fikih, Jakarta : Kencana, 2006. Syukur, Syarmin, Sumber Sumber Hukum Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993. Read more: http://www.abdulhelim.com/2012/04/dzariah-sebagai-salah-satu- metodologi.html#ixzz2F658LNAb
  • 6. i[1]Sulaiman Abdullah, Sumber hukum Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 1995, h.164. ii[2]Syarmin Syukur, Sumber Sumber Hukum Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993, h.245 iii[3]A.Djazuli, Ilmu Fiqih, Jakarta : Kencana, 2006, h.98 iv[4]Ibid., h.99 v[5]Ibid., h.100 vi[6]Syarmin Syukur, Sumber Sumber Hukum Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993, h.246 vii[7]Ibid., h.246 viii[8]Ibid., h.247 ix[9]Sulaiman Abdullah, Sumber hukum Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 1995, h.166 x[10]Ibid., h.167 xi[11].....(not found) (online 11 Desember 2011). xii[12]Ibid.
  • 7. i[1]Sulaiman Abdullah, Sumber hukum Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 1995, h.164. ii[2]Syarmin Syukur, Sumber Sumber Hukum Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993, h.245 iii[3]A.Djazuli, Ilmu Fiqih, Jakarta : Kencana, 2006, h.98 iv[4]Ibid., h.99 v[5]Ibid., h.100 vi[6]Syarmin Syukur, Sumber Sumber Hukum Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993, h.246 vii[7]Ibid., h.246 viii[8]Ibid., h.247 ix[9]Sulaiman Abdullah, Sumber hukum Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 1995, h.166 x[10]Ibid., h.167 xi[11].....(not found) (online 11 Desember 2011). xii[12]Ibid.