Berdasarkan dokumen tersebut, pendapat umum masyarakat mengenai kredibilitas KPK dalam memberantas korupsi mulai berubah setelah dugaan adanya praktik makelar kasus di KPK terungkap melalui investigasi media massa. Isu ini menjadi perdebatan karena melibatkan berbagai kelompok pendapat yang mengemukakan pendapatnya, seperti Amien Rais, ICW, dan Bibit Samad Rianto.
1. Rena Marsista Yandi 2007110022
Yolanda Sendy Trisnawati 2007120031
Wulan Novita Sari 2007130006
Rangga Bayu 2007130021
Agastya Yogaswara 2007130031
Dewi Natalia 2007130050
Aditya Panji Rahmanto 2008111002
Asminarti 2008130011
Karina Agustina 2008130050
Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta
2010
2. Menyikapi konflik Cicak vs Buaya, sebagian besar masyarakat
mendukung sepak terjang KPK, dan menganggap Polri telah
melakukan kriminalisasi terhadap kedua Wakil Ketua KPK, Bibit
Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah.
Pada saat inilah, teori Spiral Kebisuan berlaku. Dimana pendapat
dominan diadopsi oleh masyarakat sehingga terbentuk pendapat
umum.
Hal ini sangat dipengaruhi oleh berita-berita di media massa
yang cenderung berpihak pada KPK.
Di awal tahun 2010, melalui beragam penyidikan yang dilakukan
lembaga-lembaga penegak hukum, keberadaan praktik makelar
kasus di KPK, sedikit-demi sedikit mulai terbongkar.
Dimulai pada 13 Januari 2010. ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahfud MD, menyerahkan data dugaan makelar kasus di tubuh
KPK, kepada Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum.
Media massa pun tak kalah gencar memberitakan dugaan praktik
makelar kasus ini.
3. Menurut Bernard Hennesy, “Opini publik atau Pendapat Umum
adalah kompleks referensi yang dinyatakan sejumlah orang
tertentu mengenai isu yang menyangkut kepentingan umum.”
Menurut Henessy, pendapat umum harus memiliki unsur-unsur
sebagai berikut:
1. Harus ada isu
2. Adanya kelompok individu yang berkepentingan dengan isu
tersebut (publik)
3. Adanya kelompok-kelompok pendapat (complex of
preferencess) yang merujuk pada totalitas pendapat.
4. Adanya pengungkapan pendapat (expression of opinion)
5. Adanya sejumlah orang penting yang terlibat (significant
number of person invloved)
4. 1. Harus ada isu
Belakangan ini, pendapat umum mengenai kredibilitas KPK dalam
memberantas korupsi, telah berubah. Dugaan adanya penerimaan suap
dalam tubuh KPK, sedikit demi sedikit mulai terungkap. Tapi tidak
ditujukan kepada Bibit maupun Chandra. Ada nama lain yang diduga
melakukan praktik makelar kasus dan menerima suap dari para
tersangka KPK.
Media massa mulai memberitakan kasus ini. Majalah Berita Mingguan
Tempo, edisi 8-14 Maret 2010, mengungkap keberadaan makelar kasus
ini melalui laporan investigasi.
2. Adanya kelompok individu yang berkepentingan dengan isu tersebut
Kredibilitas KPK dalam mengungkap kasus korupsi, masih patut
dipertimbangkan dibanding Polri dan Kejaksaan. Lalu, apa jadinya jika
praktik makelar kasus dalam KPK terbukti kebenarannya? Kepada siapa
masyarakat bisa menaruh harapan Indonesia bersih dari korupsi?
Karena itu, isu ini menyangkut kepentingan masyarakat. Sifatnya
yang kontoversial, memaksa masyarakat untuk mengemukakan
pendapat, sehingga patut diperdebatkan.
5. 3. Adanya kelompok-kelompok pendapat yang merujuk pada
totalitas pendapat
Kelompok-kelompok di atas, ikut mengemukakan pendapat,
sehingga menimbulkan kontroversi. Ada pihak yang pro
terhadap KPK, dan adapula yang kontra.
6. 4. Adanya pengungkapan pendapat
Pendapat dari tokoh yang kredibel, bisa dijadikan tolak ukur
subjektif dalam pembentukan opini publik.
Amien Rais, mantan Ketua MPR dan mantan Ketua Umum PAN,
menyatakan pendapat sebagai berikut:
“Saya tidak setuju ada usaha dari manapun asalnya, yang
melakukan defikasi, pendewaan terhadap KPK, seolah KPK dihuni
para malaikat suci yang tidak mampu melakukan skandal dan
kejahatan hukum." (Amien Rais: Makelar Kasus Juga Ada di KPK,
Kompas.com, 6 November 2009).
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Danang
Widoyokonya, juga mengaku tidak kaget dengan dugaan adanya
makelar kasus di sekitar KPK. Alasannya, staf di lembaga antikorupsi
tersebut sebagian besar berasal dari kepolisian dan kejaksaan, dua
lembaga yang selama ini juga sering dikaitkan dengan keberadaan
makelar kasus. (ICW Tidak Kaget Ada Makelar Kasus di KPK,
Tempointeraktif.com, 9 Maret 2010).
7. 4. Adanya pengungkapan pendapat
Denny Indrayana, staf ahli Kepresidenan Bidang Hukum,
sekaligus sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum,
menyatakan: Satgas Pemberantasan Mafia Hukum akan mengusut
dugaan praktik makelar kasus di KPK.
Bibit Samad Rianto juga mengemukakan pendapatnya,
sebagai berikut:
"Masalah itu sudah lama ditangani Pengawasan Internal
KPK, sudah di release oleh Plt (Pelaksana Tugas) Ketua KPK
(Tumpak Hatorangan Panggabean) tidak ada unsur pidana di
dalamnya," tutur Bibit.
Ia menambahkan, dirinya tidak ikut menangani proses
pengusutan dalam masalah tersebut. "Saya tidak ikut menangani
masalahnya, saya serahkan pada hukum," tegasnya. (Usut
Dugaan Anak Pemimpin KPK Jadi Makelar Kasus, Media
Indonesia, 10 Maret 2010).
8. 5. Adanya sejumlah orang penting yang terlibat
Pertama, Yulianto, makelar kasus yang diduga
mempunyai jaringan kuat di KPK. Nama ini seperti angin,
hembusannya kuat, tapi wujudnya tak tampak. Yulianto
kerap diidentikan dengan Yudi Prianto. Yudi adalah putra
sulung Bibit. Yudi juga seorang aktivis Lumbung Informasi
Rakyat (Lira), LSM yang berafiliasi dengan lingkaran istana
negara.
Nama kedua, Ary Muladi, pengusaha asal Surabaya
yang dikenal bisa membantu “menangani” kasus di KPK.
Ary Muladi lah yang memperkenalkan nama rekaan
Yulianto. Ary mengaku menyerahkan uang dari para
tersangka KPK kepada Yulianto, yang kemudian akan
diserahkan ke orang dalam KPK.
Nama terakhir, Ade Raharja, Direktur Penyidikan
KPK. Menurut isu yang berkembang, Ade tergolong
pemain kakap. Ade adalah orang yang menerima suap dari
makelar kasus, lalu membagikannya kepada para pejabat
KPK.
9. Korupsi di Indonesia, bisa dikatakan sudah membudaya. Karena
dilakukan secara massal dan periodik, sehingga cakupan
moralitas korupsi berubah menjadi sesuatu yang dapat
dibenarkan. Aristoteles menyebutnya Mob Rule. Yaitu, apa yang
dilakukan banyak orang, itulah yang menjadi standar sekaligus
aturan.
Sebelumnya, banyak masyarakat simpatik dan mendukung sepak
terjang KPK. Namun kini, simpati itu berubah menjadi keyakinan
apatis. Karena berkembang pendapat umum, KPK bukanlah
lembaga yang bersih dari korupsi dan makelar kasus.
Hal ini dibuktikan melalui analisis unsur-unsur pendapat umum
menurut Bernard Hennesy.