Buku ini membahas strategi pengembangan lembaga keuangan non bank untuk mendukung usaha perempuan, meliputi upaya pemerintah dalam memberikan modal usaha, pengembangan lembaga mikro keuangan, serta program pemberdayaan ekonomi perempuan.
3. iiiPengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
PENGANTAR
P E N U L I S
Dalam mengatasi ketidakberdayaan perempuan
untuk mengatasi kesulitan ekonominya, pada dasarnya
mereka sudah berusaha secara maksimal untuk
menghadapinya dengan merintis usaha pada skala
kecil namun seringkali mengalami kesulitan dalam hal
permodalan untuk memulai usahanya.
Dari sisi individu masyarakat, kesulitan dalam
memperoleh akses keuangan karena pelaku usaha
perempuan pada umumnya kesulitan untuk memenuhi
persyaratan yang diberikan oleh lembaga keuangan
perbankan antara lain belum memiliki usaha yang
berkesinambungan, belum memiliki laporan keuangan
yangstandar,sertatidakmemilikiagunanyangmencukupi.
Sehinggaperluadanyapengembanganlembagakeuangan
non bank yang berperan unuk meningkatkan aksesbilitas
permodalan bagi usaha perempuan.
Buku ini berusaha membahas berbagai persoalan
yang dihadapi perempuan dalam usahanya untuk
meningkatkan kesejahteraan rumah tangganya. Berbagai
program dari pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah yang telah digulirkan untuk peningkatan usaha
maupun kesejahteraan perempuan, namun setelah
program-program tersebut berakhir maka berakhir juga
semua kegiatan yang berkaitan dengan program tersebut.
Oleh karena itu diperlukan suatu pemikiran maupun
4. iv Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
strategi alternatif agar dengan berakhirnya program-
program dimaksud tidak berakhir pula kegiatan-kegiatan
yang dapat menunjang usaha perempuan tersebut.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada
semua pihak yang membantu penerbitan buku ini, mohon
kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak demi
kesempurnaan penulisan buku ini.
Akhirnya semoga buku ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Surabaya, 21 Maret 2017
Penulis,
Irwantoro
5. vPengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
DAFTAR
I S I
KATA PENGANTAR _____________________________iii
DAFTAR ISI ____________________________________v
BAB I PENDAHULUAN__________________________1
Latar Belakang _________________________________1
Peran Pemerintah ______________________________3
Pengertian Lembaga Keuangan Non Bank __________10
Peranan dan Perkembangan Lembaga Keuangan Non
Bank _________________________________________13
Usaha Perempuan dan Kendalahanya ______________16
BAB II KEMISKINAN DAN ALTERNATIF PENINGKATAN
KESEJAHTERAAN PEREMPUAN ____________23
Perempuan dan Kemiskinan ______________________23
Peningkatan Kesejahteraan Perempuan ____________27
BAB III STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA
PEREMPUAN DI JAWA TIMUR _____________33
Pengembangan Usaha Perempuan di Kabupaten
Sampang______________________________________33
Permodalan Usaha Rumah Tangga Miskin melalui
UPK di Kabupaten Sampang______________________33
Pemberdayaan UKM melalui Lembaga Keuangan
Mikro di Kabupaten Sampang_____________________36
6. vi Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
Pengembangan Wira Usaha Baru Perempuan Menjadi
Kopwan di Kabupaten Sampang___________________39
Program Jalin Matra Penanggulangan Feminisasi
Kemiskinan di Kabupaten Sampang________________43
Pengembangan Usaha Perempuan di Kabupaten
Bojonegoro____________________________________44
Permodalan Usaha Rumah Tangga Miskin melalui UPK
di Kabupaten Bojonegoro________________________44
Pengembangan Usaha Perempuan melalui Kopwan
di Kabupaten Bojonegoro________________________48
Program Jalin Matra Penanggulangan Feminisasi
Kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro______________49
BAB IV INVENTARISASI PROBLEMATIKA DAN
LANGKAH STRATEGIS ____________________53
Inventarisasi Problematika Lembaga Keuangan Non
Bank bagi Usaha Perempuan _____________________53
Langkah Strategis Pengembangan Lembaga
Keuangan Non Bank bagi Usaha Perempuan ________54
Daftar Pustaka ________________________________57
Tentang Penulis ________________________________59
7. 1BAB 1 | Pendahuluan
BAB I | PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perempuan dan ketimpangan gender adalah suatu
persoalan yang cukup menarik perhatian masyarakat
baik pada tataran internasional, nasional maupun daerah.
Persoalan perempuan dan ketimpangan gender tersebut
menjadi salah satu dari delapan Tujuan Pembangunan
Milinium (MDGs) yaitu meningkatkan kesejahteraan gender
dan pemberdayaan perempuan.
Pada tataran nasional isu perempuan dan gender
menjadi krusial sehingga pemerintah menuangkan
persoalan tersebut dalam agenda RPJMN 2015-2019
maupundiagendakandalamRencanaStrategisKementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang
memuat tujuan, arah kebijakan, strategi, program dan
target-target kinerja selama kurun waktu lima tahun ke
depan (Tahun 2014-2019).
Sedangkan pada tataran daerah salah satunya pada
Pemerintah Provinsi Jawa Timur, persoalan perempuan
dan gender merupakan salah satu agenda penting dalam
RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019.
Persoalan perempuan dan gender menjadi sangat
krusial ketika dihadapkan pada pemenuhan kebutuhan
rumah tangga, kesehatan dan pendidikan anak, maupun
8. 2 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
kerentanan kemiskinan, dimana tidak dapat dipungkiri
bahwa perempuan mempunyai keterbatasan pada
beberapa bidang karena perempuan dianggap mempunyai
keterbatasan dibanding laki-laki.
Dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki, tidak
sedikit perempuan yang berusaha untuk melepaskan diri
dari berbagai permasalahan yang dihadapinya dengan
menjadi wirausaha untuk menopang kebutuhan keluarga
yang semakin meningkat.
Kenyataannya usaha yang dilakukan oleh kaum
perempuan yang lebih banyak di sektor informal dan
berskala mikro menemui berbagai kendala terutama dalam
aksesibilitas kredit usaha dari lembaga keuangan bank
karena membutuhkan jaminan dan persyaratan yang tidak
dapat dipenuhi oleh usaha perempuan yang notabene
bersifat informal ataupun mikro sehingga dibutuhkan
suatu lembaga keuangan bukan bank yang memungkinkan
mereka dapat memperoleh kredit usaha.
Mengingat terbatasnya aksesibilitas kredit dari
lembaga keuangan bank bagi wirausaha perempuan
yang bergerak di sektor informal maupun usaha mikro
mendorong maka sudah selayaknya diperlukan peran
pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut
diantaranya dengan mengembangkan lembaga keuangan
non bank bagi usaha perempuan.
Sebenarnya berbagai program dari pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah telah digulirkan untuk
meningkatkan kesejahteraan perempuan, namun belum
9. 3BAB 1 | Pendahuluan
sepenuhnya dapat mengatasi permasalahan usaha
perempuan tersebut.
Secara lebih terperinci terdapat beberapa hal yang
perlumenjadifokusperhatianbagistakeholder,diantaranya
mengenai kondisi lembaga keuangan non bank bagi usaha
perempuan, hambatan dalam pengembangan lembaga
keuangan non bank bagi usaha perempuan, dan peran
pemerintah dalam pengembangan lembaga keuangan non
bank bagi usaha perempuan serta strategi alternatif untuk
pengembangan lembaga keuangan non bank bagi usaha
perempuan di Jawa Timur.
B. Peran Pemerintah
Sering kita mendengar tentang kata peran atau
peranan dalam kehidupan sehari-hari, namun belum tentu
semua orang mengerti arti kata tersebut. Berbagai definisi
tentang kata arti peranan telah dikemukakan oleh para
ahli. Poerwadarminta mengemukakan bahwa (1995:751)
“peran merupakan tindakan yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu peristiwa”. Berdasarkan
pendapat Poerwadarminta maksud dari tindakan yang
dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
peristiwa tersebut merupakan perangkat tingkah laku
yang diharapkan, dimiliki oleh orang atau seseorang yang
berkedudukan di masyarakat. Kedudukan dan peranan
tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena jika melihat
dari pengertian tersebut keduanya saling berhubungan.
10. 4 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
Bryant dan White dalam Amira (2012:9) menyatakan
bahwaperandidefinisikansebagaisuatudeskripsi“pekerjaan
untuk seseorang atau individu yang mengandung harapan-
harapan tertentu yang tidak mempedulikan siapa yang
menduduki suatu posisi tersebut”. Definisi tersebut dapat
menjelaskan bahwa peran merupakan suatu deskripsi
pekerjaan atau tugas seseorang yang di dalamnya
mengandung harapan-harapan terhadap orang–orang
yang menduduki posisi tersebut. Pengharapan merupakan
suatu norma yang dapat mengakibatkan terjadinya peran.
Konsep peran selalu berkaitan dengan struktur organisai
(lembaga atau institusi formal) karena dari peran tersebut
dapat diketahui struktur organisasi yang ada di suatu
lembaga atau institusi yang berisi tentang uraian status atau
kedudukan sesorang atas suatu peran yang harus dilakukan
dan bersifat kolektif. Peran diperoleh dari uraian jabatan
atas suatu pekerjaan dan uraian jabatan memberikan
serangkaian pengharapan yang menentukan terjadinya
peran.
Dari beberapa konsep di atas dapat diambil
pengertian bahwa peran merupakan penilaian sejauh
mana fungsi seseorang atau sekelompok orang dalam
suatu kedudukan (status) sebagai bagian dalam menunjang
usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan. Pengertian
tersebut bila dikaitkan dengan fungsi pemerintahan, maka
definisiperanadalahorganisasipemerintah.Perkembangan
pemerintahan ke arah desentralisasi menyebabkan perlu
membuka diri untuk menyampakan informasi. Masyarakat
menuntut pemerintah agar memanfaatkan segala potensi
11. 5BAB 1 | Pendahuluan
yang ada dalam pembangunan. Melalui peran pemerintah
dalam pembangunan, kebutuhan masyarakat diatur dan
dipenuhi. Menurut pendapat Soerjono Soekanto,“peranan”
(role)merupakanaspekdinamiskedudukan(status).Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai
dengan kedudukannya. Maka ia menjalankan sesuatu
peranan, peranan menentukan apa yang diperbuatnya
bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa
yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. (Soekanto,
2004:243).
Sesuaidenganpendapatdiatas,perananmerupakan
aspek dinamis kedudukan atau status seseorang. Seseorang
akandinyatakanmelaksanakanperanansetelahmenjalankan
hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya.
Hak dan kewajiban tersebut juga menentukan tindakan-
tindakan seseorang dalam melaksanakan pembangunan.
Masyarakat akan memberikan kesempatan-kesempatan
atas tindakan-tindakan tersebut. masyarakat akan
memberikan tanggapan-tanggapan atas peranan yang
yang dilakukan oleh seseorang. Menurut pendapat Soejono
Soekanto peranan dapat mencakup 3 (tiga) hal, yaitu :
1. peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan
dengan posisi atau tempat seseorang dalam
masyarakat, peranan dalam arti merupakan
rangkaian-rangkaian peraturan yang membimbing
seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan
2. peranan adalah suatu konsep tentang apa yang
dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai
organisasi
12. 6 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
3. peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku
individuyangpentingbagistruktursosialmasyarakat.
(Soekanto, 2004:244).
Berdasarkan pendapat tersebut, peranan mencakup
tiga aspek. Pertama, peranan merupakan penilaian dari
perilaku seseorang yang berada di masyarakat. Perilaku
seseorangyangberkaitandenganposisidankedudukannya
di masyarakat. Perilaku tersebut diatur dengan peraturan
yang berlaku untuk membimbing seseorang di masyarakat.
Kedua, peranan merupakan konsep-konsep yang
dilakukan oleh seseorang dalam masyarakat sesuai dengan
kedudukannya. Ketiga, peranan merupakan perilaku
seseorang yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin dalam
buku yang berjudul Ensiklopedia Manajemen adalah
sebagai berikut:
1. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh
manajemen.
2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai
suatu status.
3. Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok
atau pranata.
4. Fungsiyangdiharapkandariseseorangataumenjadi
karakteristik yang ada padanya.
5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab
akibat. (Komarudin, 1994:768)
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas peranan
diatur oleh norma-norma yang berlaku. Peranan yang
13. 7BAB 1 | Pendahuluan
melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi
dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam
masyarakat merupakan unsur statis yang menentukan
perilaku seseorang. Pola perilaku yang dilakukan dalam
kelompok merupakan karakteristik dari individu. Perilaku
dari setiap individu merupakan hubungan sebab akibat
dalam pranata sosial. Sadu Wasistiono berpendapat bahwa:
“Perkembangan pemerintahan tak lepas dari
perkembangan sejarah terbentuknya suatu
masyarakat. Pada saat beberapa orang berkelompok
secara permanen untuk kemudian membentuk
masyarakat, pada saat itu pula terbentuk embrio
pemerintahan, yakni suatu kelompok atau institusi
yang berfungsi mengatur dan mengurus kehidupan
masyarakat agar dapat tetap bertahan terhadap
serangan kelompok luar”(Wasistiono, 2002:27).
Pendapat tersebut menandakan, bahwa perkembangan
suatu pemerintahan mengikuti perkembangan masyarakat.
Hubungan antara pemerintah dengan masyarakat
merupakan hubungan yang saling ketergantungan.
Pemerintah dibentuk oleh masyarakat. Pemerintah
berperan dalam mengatur dan memenuhi kebutuhan
masyarakat. Peran pemerintah tersebut akan menciptakan
ketertiban dan ketentraman masyarakat. Peran dan fungsi
pemerintah dihadapkan pada pelaksanaan tugas yang
sangat luas dan kompleks, mulai dari hal yang bersifat
pelayanan operasional sampai pada hal yang bersifat
ideologi dan spiritual, pemerintah memegang peranan
sentral dalam pembangunan yaitu menetapkan kebijakan
14. 8 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
umum dan melaksanakannya.
Pengharapan merupakan suatu norma yang dapat
mengakibatkan terjadinya peran. Konsep peran selalu
berkaitan dengan struktur organisai (lembaga atau institusi
formal) karena dari peran tersebut dapat diketahui struktur
organisasi yang ada di suatu lembaga atau institusi yang
berisi tentang uraian status atau kedudukan sesorang atas
suatu peran yang harus dilakukan dan bersifat kolektif.
Peran diperoleh dari uraian jabatan atas suatu pekerjaan
dan uraian jabatan memberikan serangkaian pengharapan
yang menentukan terjadinya peran. Dari beberapa
konsep di atas dapat diambil pengertian bahwa peran
merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu kedudukan (status) sebagai
bagian dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang
ditetapkan. Dari pengertian tersebut bila dikaitkan dengan
fungi pemerintahan, maka definisi peran adalah organisasi
pemerintah.
Hal lain yang menggambarkan mengenai peranan
sebagaimana pendapat Horoepoetri, Arimbi dan Santosa
(2003), yang mengemukakan beberapa dimensi peran
sebagai berikut :
1. Peran sebagai suatu kebijakan. Penganut paham
ini berpendapat bahwa peran merupakan
suatu kebijkasanaan yang tepat dan baik untuk
dilaksanakan.
2. Peran sebagai strategi. Penganut paham ini
mendalilkan bahwa peran merupakan strategi
15. 9BAB 1 | Pendahuluan
untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat
(public supports). Pendapat ini didasarkan pada
suatu paham bahwa bilamana masyarakat merasa
memiliki akses terhadap pengambilan keputusan
dan kepedulian masyarakat pada tiap tingkatan
keputusan didokumentasikan.
3. Peran sebagai alat komunikasi. Peran didayagunakan
sebagai instrumen atau alat untuk mendapatkan
masukan berupa informasi dalam proses
pengambilam keputusan. Persepsi ini dilandaskan
oleh suatu pemikiran bahwa pemerintahan
dirancang untuk melayani masyarakat, sehingga
pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut
adalah masukan yang bernilai guna mewujudkan
keputusan yang responsif dan responsibel.
4. Peran sebagai alat penyelesaian sengketa, peran
didayagunakansebagaisuatucarauntukmengurangi
atau meredam konflik melalui usaha pencapaian
konsesus dari pendapat-pendapat yang ada. Asumsi
yang melandasi persepsi ini adalah bertukar pikiran
danpandangandapatmeningkatkanpengertiandan
toleransi serta mengurangi rasa ketidakpercayaan
(mistrust) dan kerancuan (biasess)
Peran sebagai terapi. Menurut persepsi ini, peran diakukan
sebagai upaya ”mengobati” masalah-masalah psikologis
masyarakat seperti halnya perasaan ketidakberdayaan
(sense of powerlessness), tidak percaya diri dan perasaan
bahwa diri mereka bukan komponen penting dalam
masyarakat.
16. 10 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
C. Pengertian Lembaga Keuangan Non Bank
Seiring dengan berjalannya waktu dan
perkembangan perekonomian dunia serta kemajuan ilmu
teknologi maka suatu bangsa harus terus bisa bersaing
dengan global, perlu dilakukannya suatu perubahan kearah
yang lebih baik.
Salah satu indikator kemajuan suatu bangsa dapat
kita lihat dari pembangunan di berbagai sektor. Oleh karena
itu keberadaan lembaga keuangan dalam pembiayaan
pembangunan sangat dibutuhkan.
Lembaga keuangan yang terlibat dalam suatu
pembiayaan pembangunan ekonomi dibagi menjadi dua,
yaitulembagakeuanganbankdanlembagakeuanganbukan
bank (LKBB). Keduanya merupakan lembaga intermediasi
keuangan. Nurastuti (2011:53) mengungkapkan: “Lembaga
keuangan non bank adalah badan usaha yang kekayaannya
terutama dalam bentuk asset keuangan atau tagihan
(claims) dibandingkan asset non finansial atau asset riil.”
Pengertian lembaga keuangan bukan bank dapat
dilihat dalam Pasal 1 angka (4) Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga
Pembiayaan, lembaga keuangan bukan bank adalah badan
usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan
yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun
dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan
menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai
investasi perusahaan.
17. 11BAB 1 | Pendahuluan
Adapun bidang usaha yang termasuk dalam
lembaga keuangan bukan bank antara lain adalah asuransi,
pegadaian, dana pensiun, reksa dana, lembaga pembiayaan
dimana lembaga pembiayaan termasuk dalam lembaga
keuanganbukanbank.Sedangkanperusahaanpembiayaan
adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan
Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan
kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga
Pembiayaan.
Kegiatan lembaga pembiayaan meliputi antara lain
bidang usaha:
1. sewa guna usaha;
2. modal ventura;
3. perdagangan surat berharga
4. anjak piutang;
5. usaha kartu kredit;
6. pembiayaan konsumen.
Keenam kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh ketiga
bentuk lembaga pembiyaan di atas.
Lembaga keuangan bukan bank dibagi menjadi
dua, yaitu lembaga keuangan bukan bank yang beroperasi
menggunakan sistem konvensional dan lembaga keuangan
bukan bank yang beroperasi menggunakan sistem syariah.
Lembaga keuangan bukan bank memiliki banyak jenis, dan
salah satunya adalah lembaga pembiayaan. Pada Pasal 1
angka 1 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang
Lembaga Pembiayaan, pengertian lembaga pembiayaan
ialah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan dana dan/atau barang modal.
18. 12 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
Pada Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009
mengenal tiga jenis lembaga pembiayaan yang meliputi :
1. Perusahaan Pembiayaan (PP), yaitu Badan usaha
yang khusus didirikan untuk melakukan pembiayaan
konsumen, dan/atau usaha kartu kredit. Secara
subtansial, pengertian pembiayaan konsumen pada
dasarnya tidak berbeda dengan kredit konsumen.
Kredit konsumen adalah kredit yang diberikan
kepada konsumen guna pembelian barang konsumsi
dan jasa seperti yang dibedakan dari pinjaman yang
digunakan untuk tujuan produktif atau dagang.
2. Perusahaan Modal Ventura, yaitu badan usaha yang
melakukan usaha pembiayaan atau penyertaan
modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima
bantuan pembiayaan untuk jangka waktu tertentu
dalam bentuk penyertaan saham, pentertaan melalui
pembeliian obligasi, konversi dan/atau pembiayaan
berdasarkan pembagian atas hasil usaha.
3. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, yaitu Badan
usaha yang didirikan khusus untuk melakukan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana proyek
infrastruktur.
Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga
keuangan mikro (microfinance) atau bisa disebut juga
lembaga pembiayaan adalah lembaga yang menyediakan
jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran
berbagai transaksi jasa (payment services) serta money
transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan
19. 13BAB 1 | Pendahuluan
pengusaha kecil (insurance to poor and low-income
households and their microenterprises). Sedangkan bentuk
Lembaga pembiayaan UMKM dapat berupa: (1) lembaga
formal misalnya bank desa dan koperasi, (2) lembaga
semiformal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3)
sumber-sumber informal misalnya pelepas uang.
Lembaga pembiayaan menurut Bank Indonesia
dibagi menjadi dua kategori yaitu dibagi menjadi dua
kategori yaitu lembaga keuangan mikro yang berwujud
bank serta non bank. Lembaga keuangan mikro yang
berwujud bank adalah BRI Unit Desa, BPR dan BKD (Badan
Kredit Desa). Sedangkan yang bersifat non bank adalah
koperasi simpan pinjam (KSP), unit simpan pinjam (USP),
lembaga dana kredit pedesaan (LDKP), baitul mal wattanwil
(BMT), lembaga swadaya masyarakat (LSM), arisan, pola
pembiayaan Grameen, pola pembiayaan ASA, kelompok
swadaya masyarakat (KSM), dan credit union. Meskipun
BRI Unit Desa dan BPR dikategorikan sebagai lembaga
keuangan mikro, namun akibat persyaratan peminjaman
menggunakan metode bank konvensional, pengusaha
mikro kebanyakan masih kesulitan mengaksesnya.
D. Peranan dan Perkembangan Lembaga Keuangan
Non Bank
Dalam kegiatan usahanya yang bersifat
kontraktual (contractual institution) yaitu menaikan dana
dari masyarakat dengan menawarkan kontra untuk
memproteksi penabung terhadap risiko ketidakpastian,
dan memobilisasikan sumber keuangan dalam negeri
20. 14 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
untuk membiayai pembangunan,
maka peranan lembaga keuangan non bank bagi
pemerintah menurut Nurastuti (2011:54) adalah sebagai
berikut:
1. Peningkatan akses terhadap jasa keuangan:
a. Perusahaan pembiayaan mempunyai tujuan untuk
meningkatkan alternatif sumber pendanaan bagi
UKM.
b. Perusahaan modal ventura mempunyai tujuan untuk
mendukung bertumbuhnya kewiraswastaan dan
selanjutnya penciptaan lapangan pekerjaan.
c. Dana pensiun dan asuransi mempunyai tujuan
menawarkan produk untuk mengelola risiko bagi
perusahaan dan perorangan.
d. Pengurangan biaya untuk memperoleh jasa
keuangan:
2. Meningkatkan persaingan antar penyedia jasa
keuangan agar produk dan jasa mereka lebih efisien
melalui biaya yang lebih rendah.
3. Meningkatkan stabilitas sistem keuangan untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengurangan
kemiskinan:
a. Lembaga keuangan non bank adalah bagian yang
peting dari pembangunan sektor keuangan yang
lebih beragam.
b. Membantu mengurangi potensi terjadinya krisis
dimasa yang akan datang.
21. 15BAB 1 | Pendahuluan
Mengingat bahwa terdapat keterbatasan akses
terhadap perbankan, modal usaha bisa didapat dari
pemerintahdalambentukpinjamandanabergulir.Dalamhal
ini, dana bergulir adalah termasuk kredit modal kerja yang
merupakan program pemerintah untuk memberdayakan
koperasi dan UMKM. Menurut Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 99/PMK.05/2008 tentang Pedoman Pengelolaan
Dana Bergulir pada Kementerian Negara/Lembaga, dana
bergulir adalah dana yang dialokasikan oleh Kementerian
Negara/Lembaga/Satuan Kerja Badan Layanan Umum
untuk kegiatan perkuatan modal usaha bagi koperasi, usaha
mikro, kecil, menengah, dan usaha lainnya yang berada
di bawah pembinaan Kementerian Negara/Lembaga.
Program ini merupakan salah satu terobosan untuk
membantu UMKM dalam rangka mendorong pertumbuhan
ekonomi masyarakat melalui kebijakan pembinaan dan
pengembangan UMKM (Panggabean, 2005).
Berdasarkan peraturan tersebut, secara umum
program dana bergulir bertujuan untuk membantu
perkuatan modal usaha guna pengembangan koperasi,
usaha mikro, kecil, menengah, dan usaha lainnya dalam
upaya penanggulangan kemiskinan, pengangguran, dan
pengembangan ekonomi nasional. Perkuatan modal
mempunyai pengertian bahwa dana tersebut digunakan
untuk meningkatkan kemampuan operasional/bisnis
penerima dana bergulir. Dampak dana bergulir untuk
bantuanperkuatanUKMdapatdianalisisdariaspek-aspek(1)
Modal usaha dan kenaikan modal usaha, (2) Jumlah tenaga
kerja dan kenaikan tenaga kerja, serta (3) Omset penjualan
22. 16 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
dan kenaikan omset penjualan dan (4) Keuntungan dan
kenaikan keuntungan usaha.
E. Usaha Perempuan dan Kendalanya
Perkembangan kewirausahaan perempuan di
negara berkembang seperti Indonesia sangat berpotensi
sebagai motor utama pendorong proses pemberdayaan
perempuan dan transformasi sosial (Tambunan, 2012).
Sekilas jika dicermati, kiprah perempuan di dunia wirausaha
sangatbaik,beradadiberbagaisektorusahadantidakjarang
pula yang berhasil meraih sukses dan dikenal oleh publik.
Saat ini, perempuan pengusaha banyak berkecimpung
terutama pada usaha mikro dan kecil, namun demikian
jumlahnya di Indonesia baru mencapai 0,1 persen dari
total penduduk (Menkokesra, 2011). Jumlah perempuan
pengusaha tersebut nampaknya memang belum memadai,
padahal jika dibandingkan dengan pengusaha pria,
sebenarnya jumlah perempuan pengusaha cukup besar,
yakni 60 persen dari 49,9 juta pelaku UMKM (Rmol, 2013).
Perempuan pengusaha terdiri dari berbagai tingkatan usia,
pendidikan, suku, sektor usaha dan sebagainya. Umumnya
orangmengenalperempuanpengusahaadalahperempuan
yang memiliki aktivitas ganda, sebagai pengusaha tetapi
juga sekaligus adalah ibu rumah tangga yang mengurus
keluarga. Namun demikian, saat ini banyak perempuan
yang belum menikah, berusia muda sudah mulai menekuni
dunia usaha meskipun dalam taraf awal.
23. 17BAB 1 | Pendahuluan
Kiprah perempuan dalam dunia usaha bukanlah hal
baru, namun studi khusus tentang perempuan pengusaha
ini baru dimulai pada akhir tahun 1970 an ketika sejumlah
besar perempuan memasuki dunia kerja profesional
(Parker, 2010). Penelitian terdahulu tentang perempuan
yang menjadi pengusaha di beberapa negara berkembang
di Asia, menemukan bahwa perempuan memilih menjadi
pengusaha dapat dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan
alasan utamanya. Perempuan memilih menjadi wirausaha
karena ada kesempatan, misalnya meneruskan hobi,
mengikuti pasangan, memanfaatkan waktu. Alasan lainnya
adalah karena dipaksa, misalnya karena perlu uang,
tertantang melakukan sesuatu, menunjukkan pada orang
lain kalau bisa melakukan sesuatu. Alasan terakhir adalah
karena sengaja memilih profesi wirausaha untuk kepuasan
diri, mandiri, sebagai contoh untuk anak-anak (Tambunan,
2009).
Di Indonesia, perempuan pengusaha tidak banyak
berada pada skala besar dan modern, karena skala ini masih
menjadi dominasi pengusaha pria. Perempuan lebih banyak
berada dalam kelompok industri manufaktur makanan dan
minuman, tekstil dan pakaian jadi (Tambunan, 2012), dan
jikadilihatdariskalausahanya,perempuanpengusahalebih
banyak berada pada skala mikro dan kecil. Penyebutan skala
mikro dan kecil ini didasarkan pada Undang Undang nomor
20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Sebuah usaha dikelompokkan menjadi usaha berskala
mikro dengan ketentuan memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), tidak
24. 18 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki
hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah). Usaha skala kecil yang dimaksudkan
dalam undang-undang adalah memiliki kekayaan bersih
lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus
jutarupiah).Berkaitandenganusahamikro,dapatdijelaskan
karakteristik usaha mikro yang dilakukan oleh perempuan
antara lain:
1. awal berdirinya dirintis oleh perempuan
2. pengelolaan usaha dilakukan oleh perempuan
3. kepemilikan usaha atas nama perempuan
4. proses pengambilan keputusan usaha lebih banyak
didominasi oleh perempuan
5. proses produksi biasanya dilakukan di rumah
6. umumnya omset usaha antara 1 juta hingga 2 - juta
7. biasanya bergerak dalam bidang perdagangan,
industri makanan dan minuman . (Smeru, 2003,
h.32).
Perempuan pengusaha memasuki dunia bisnis
dilandasi oleh berbagai alasan, namun demikian ketika
menjalankan usaha mereka juga menginginkan usahanya
berhasil. Penelusuran literatur menunjukkan bahwa
keberhasilan sangat sulit ditemukan definisinya, bahkan
25. 19BAB 1 | Pendahuluan
istilah keberhasilan dapat digunakan bergantian dengan
istilahlainyangdianggapberdekatan,misalnyaperformansi,
sukses, pertumbuhan (Reijonen dan Komppula, 2007).
Beberapa penelitian juga menjelaskan keberhasilan
dengan menyebutkan indikatornya, misalnya indikator
naik turunnya penjualan, keuntungan, investasi, personel
dan pendapatan sejak perusahaan didirikan (Frese, Van
Gelderen & Ombach, 2000); kepuasan pelanggan dan
kepuasan pekerjanya (Panda, 2000); keuntungan dan turn-
over tahunan (Chattopadhyay dan Ghosh, 2002); kebebasan
dan kemandirian, dapat mengontrol masa depannya
sendiri, dan dapat menjadi pimpinan bagi dirinya sendiri,
finansial, pendapatan personal, dan kesejahteraan (Paige
dan Littrell dalam Kader, Mohammed, and Abraham, 2009).
Uraian tersebut menunjukkan bahwa keberhasilan usaha
dapat dimaknai dari berbagai perspektif dan dapat bersifat
subjektif.
Kewirausahaan dinilai sebagai faktor utama dalam
menggerakkan perekonomian dengan memperkenalkan
inovasi, menyediakan pekerjaan, meningkatkan persaingan
dan kesejahteraan yang pada akhirnya mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi (Mazzarol et al. 1999, Wennekers
and Thurik 1999, Vincent 2005, Acs 2006, Acs et al. 2008).
Kewirausahaan diperlukan untuk mengatasi
pengangguran dan kemiskinan dalam rangka menciptakan
pertumbuhan yang berkualitas dan berkelanjutan terutama
di negara berkembang (Pambudy 2010), khususnya dalam
mengenali kesempatan cara pemanfaatan sumber daya
yang memberikan keuntungan lebih tinggi (Acs 2006).
26. 20 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
Salah satu bentuk kewirausahaan yang berkembang luas
di Indonesia adalah Usaha Mikro dan Kecil (UMK). UMK
memiliki peran dalam menciptakan lapangan pekerjaan,
ouput dan nilai tambah, serta sebagai pusat kreativitas,
inovasi dan titik awal pertumbuhan kewirausahaan di
masyarakat (Baig 2007, Musnidar dan Tambunan 2007).
Keberadaan UMK yang sebagian besar berada di
pedesaan memiliki peran penting dalam pengembangan
kewirausahaan, khususnya bagi Perempuan (Tambunan
2008).PerkembanganUMKdalambeberapa tahun
terakhir terus mengalami pertumbuhan dan 60 persennya
merupakan usaha yang dikelola oleh perempuan (Hani et
al. 2012). UMK yang dikelola perempuan biasanya berbasis
rumahan (home-based) sehingga cenderung terlupakan
danmenjadiinvisibleentreprenerus(NdemoandMaina2007).
Keterlibatan perempuan dalam kewirausahaan, khususnya
dalam sektor informal, berdampak pada kesejahteraan
rumah tangga berpendapatan rendah dan pembangunan,
terutamadipedesaan(Omari1988,Musnidarandtambunan
2007, Duflo 2012), sehingga peran perempuan dalam
ekonomi rumah tangga secara keseluruhan relatif setara
dengan laki-laki (Kung and Lee 2010).
Wirausaha perempuan menghadapi banyak
kendala, seperti dukungan pemerintah, stereotype
wirausaha, serta pengakuan legalitas dan formalitas. Hal
ini menyebabkan sebagian besar wirausaha perempuan
bergerak dalam sektor informal dengan teknologi yang
sederhana serta kemampuan sumber daya manusia yang
belum berkembang sehingga berpengaruh terhadap
27. 21BAB 1 | Pendahuluan
sistem manajemen usaha yang lemah dan kapabilitas
kewirausahaan yang masih terbatas (Baig 2007, Jamali
2009). Sedangkan kendala utama yang dihadapi oleh
wirausaha perempuan dalam mengembangkan usahanya
adalah ketersediaan ekuitas keuangan (Gnyawali and
Fogel 1994), terutama modal jangka panjang (Baig 2007),
dan kemampuan atau kapabilitas manajemen (Karnani
2007,Chowdhury 2009). Kemampuan mengakses layanan
keuangan merupakan faktor kunci bagi UMK untuk berhasil
dalam mengembangkan kapasitas produktif dan daya
saing serta menciptakan pekerjaan dan berkontribusi
dalam pengurangan kemiskinan di Negara berkembang
(Christopher 2011).
29. 23BAB 2 | Kemiskinan Dan Alternatif Peningkatan Kesejahteraan Perempuan
BAB II
KEMISKINAN & ALTERNATIF
PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
PEREMPUAN
A. Perempuan dan Kemiskinan
Kaum perempuan sering diidentikan dengan kaum
yang lemah, dimana arti yang sempit tidak mempunyai
kekuatan maupun daya saing jika dibandingkan
dengan kaum pria dalam berbagai bidang kehidupan,
namun sesungguhnya yang terjadi adalah tidak adanya
kesempatan yang diberikan kepada kaum perempuan
untuk meningkatkan sumberdaya yang dimilikinya,
sehingga banyak dijumpai kemiskinan perempuan.
Sudah lazim di masyarakat bahwa isu gender
dan kemiskinan, dalam hal ini rumah tangga merupakan
salah satu sumber diskriminasi dan subordinasi terhadap
perempuan. Ketidaksetaraan di dalam alokasi sumberdaya
dalam rumah tangga memperlihatkan laki-laki dan
perempuan mengalami bentuk kemiskinan yang berbeda.
Kemiskinan perempuan selalu dikaitkan dengan
tertutupnya ruang-ruang partisipasi perempuan dalam
pengambilan keputusan yang sifatnya formal bagi
perempuan. Bagi perempuan seringkali konsep ruang
publik ini diartikan sebagai tempat kerja atau tempat
30. 24 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
berusaha daripada forum-forum di dalam komunitas.
Keterlibatan dalam forum publik di dalam komunitas pun
biasanya terbatas dan masih tidak terlepas dari peran
domestiknya, seperti arisan, pengajian atau perkumpulan
keagamaan, dan PKK.
Persoalan lain yang dihadapi perempuan
adalah pembangunan di segala bidang yang seringkali
belum berpihak kepada perempuan. Program-program
pembangunansecaraformalseringkalidikuasailaki-lakidan
karena sumber daya yang penting dalam kehidupan selalu
dikuasai oleh pihak-pihak yang memiliki kekuatan sosial,
ekonomi dan politik lebih kuat, maka adanya marginalisasi
terhadap peran perempuan dalam pengambilan keputusan
seringkali terabaikan.
Wacana dominan yang menyatakan bahwa
perempuan bukanlah pencari nafkah dalam sebuah
keluarga, atau perempuan tidak perlu mandiri secara
ekonomi, telah menjadi penyebab utama keterkaitan
perempuan dan kemiskinan.
Pola pikir seperti ini begitu kuat mengakar sehingga
hadir dalam banyak sisi kehidupan, menurut hasil survey
BPS bahwa Indeks Pembangunan Gender 2014 dilihat dari
sisi ketenagakerjaan, masih terlihat kesenjangan antara
laki-laki dan perempuan. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) perempuan sekitar 50 persen dan TPAK laki-laki
sekitar 80 persen.
Rendahnya TPAK perempuan disebabkan
perempuan lebih banyak berperan dalam mengurus rumah
31. 25BAB 2 | Kemiskinan Dan Alternatif Peningkatan Kesejahteraan Perempuan
tangga. Dari sisi upah, tenaga kerja perempuan masih di
bawah upah laki-laki, dengan rasionya kurang lebih sekitar
0,80.
Perempuan seringkali dihadirkan dalam wilayah
domestikdanperawatananaksaja,jarangdalamduniakerja
(yang menghasilkan uang), apalagi keduanya. Laki-lakinya
dihadirkan sebagai sosok yang hadir dan berkecimpung
dalam dunia kerja, tidak terlibat dalam urusan domestik
dan pengasuhan anak-anak.
Pada akhirnya pola pembagian tugas sosial yang
seperti itu biasanya berakhir pada wacana laki-laki saja
sebagai pihak yang diharuskan mandiri secara ekonomi.
Akibatnya, perempuan menjadi tergantung secara finansial
pada laki-laki. Menurut Sakernas BPS Tahun 2014 status
pekerjaan sebagai pengusaha (berusaha sendiri dan
berusaha dengan dibantu buruh) dan buruh/karyawan/
pegawai didominasi oleh laki-laki, sedangkan pekerja
bebas/keluarga/tak dibayar didominasi oleh perempuan,
dengan hasil survey sebagai berikut:
1. Dari 100 penduduk berumur 15 tahun ke atas yang
bekerja dengan status berusaha sendiri, 37 orang
adalah perempuan dan 63 orang adalah laki-laki.
2. Dari 100 penduduk berumur 15 tahun ke atas yang
bekerja dengan status berusaha dengan dibantu
buruh, 24 orang adalah perempuan dan 76 orang
adalah laki-laki.
3. Dari 100 penduduk berumur 15 tahun ke atas yang
bekerja sebagai pegawai/buruh/ karyawan, 35 orang
32. 26 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
adalah perempuan dan 65 orang adalah laki-laki.
4. Dari 100 penduduk berumur 15 tahun ke atas
bekerja sebagai pekerja bebas/keluarga/tak dibayar,
54 adalah perempuan dan 46 adalah laki-laki.
Kiprah perempuan dalam bidang ekonomi terutama
yang melakukan peran sebagai pengelola usaha telah
merambah ke pelosok-pelosok wilayah perdesaan dengan
menjalankan usaha di berbagai sektor, seperti antara
lain pertanian, pengolahan makanan, industri kecil dan
perdagangan. Sedangkan di perkotaan usaha perempuan
lebih beragam sampai menjangkau keseluruh sektor-sektor
usaha yang ada.
Sebagian besar usaha perempuan pada
kenyataannya juga banyak bergerak di bidang-bidang yang
berkaitan dengan wilayah “domestik” dan dekat dengan
lingkungan rumah tangganya, seperti pada sektor jasa,
industri kerajinan dan rumah tangga serta sektor informal
lainnya.
Peran ganda perempuan yang semakin berkembang
tidak hanya terkait di sektor domestik tetapi telah meluas
ke sektor kegiatan ekonomi. Peran perempuan turut
menegakkan ekonomi rumah tangga dengan memasuki
berbagai kegiatan ekonomi diakui memberikan dampak
positif bagi kesejahteraan rumah tangga. Karena kuatnya
posisi ekonomi adalah sebagai modal untuk membiayai
seluruh keperluan rumah tangga.
Meningkatnya keterlibatan perempuan dalam
kegiatan ekonomi dilandasi peningkatan dalam jumlah
33. 27BAB 2 | Kemiskinan Dan Alternatif Peningkatan Kesejahteraan Perempuan
perempuan yang terlibat dalam pekerjaan di luar rumah
tangga yang meningkat dari waktu ke waktu. Di samping
itu peningkatan dalam bidang jumlah pekerjaan yang dapat
dimasuki oleh perempuan yang selama ini sebelumnya
masih didominasi oleh laki-laki.
Kaum perempuan saat ini memiliki peranan yang
cukup besar dalam upaya peningkatan kualitas kehidupan.
Peran perempuan di bidang ekonomi sudah menunjukkan
adanya peningkatan, walaupun bila dibandingkan dengan
laki-laki masih lebih rendah, menurut hasil survey BPSTahun
2014 menyatakan bahwa terdapat 3.505.064 pengusaha
IMK yang tersebar di 33 provinsi dimana persentase
perempuan sebagai pengusaha sebesar 43,75 persen dan
laki-laki sebesar 56,25 persen.
B. Peningkatan Kesejahteraan Perempuan
Sebagaimana kita ketahui penanggulangan
kemiskinan perempuan dan anak merupakan masalah
sangatseriusdimanajikamelihatdataProgramPerlindungan
Sosial (PPLS) 2011 menunjukkan, dari sebanyak 1.230.042
rumah tangga berstatus kesejahteraan 10% terendah di
Jawa Timur, 12,4% atau sebanyak 152.343 di antaranya
adalah rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan.
Sebanyak 22.858 orang atau 15% di antaranya hidup
sebatang kara, sedangkansisanyasebanyak129.485kepala
rumah tangga perempuan memikul beban tanggung
jawab atas kehidupan anggota rumah tangga sebanyak
368.919 jiwa. Kecuali itu, dari data yang sama menunjukkan
34. 28 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
terdapat 5.174.675 orang yang tergolong ke dalam status
kesejahteraan 10% terendah di Jawa Timur,di mana hampir
separo di antaranya, 49,7% atau sebanyak 2.575.416 adalah
perempuan.
Dapat dikatakan bahwa kemiskinan yang melanda
kaum perempuan memberi dampak kerusakan serius bagi
perkembangan generasi, antara lain meningkatnyajumlah
penderita gizi buruk di kalangan anak-anak, hilangnya
akses anak-anaknya terhadap pelayanan pendidikan, dan
juga kesehatan, tidak terpenuhinya kebutuhan akan air
bersih dan sanitasi, dan sebagainya, yang pada akhirnya
kemiskinan perempuan akan berimbas pada kemiskinan
anak atau child poverty, dan bukan mustahil akan
terlestarikan dari generasi ke generasi. Dengan kata lain,
feminization of poverty akan berjalan seiring dengan
juvenilisationofpoverty, kemiskinan yang semakin berwajah
muda.
Oleh karena itu pencegahan dan penanggulangan
feminisasi kemiskinan merupakan upaya yang harus
dilakukan, bukan hanya untuk menyelamatkan perempuan
dari kemiskinan, tetapi juga menyelamatkan generasi baru
dari cengkeraman kemiskinan.
Dalam hal ketidakberdayaan perempuan dalam
mengatasi kesulitan ekonominya sebenarnya mereka
sudah berusaha secara maksimal untuk menghadapinya
dengan merintis usaha dalam skala kecil namun seringkali
mengalami kesulitan dalam hal permodalan untuk memulai
usahanya.
35. 29BAB 2 | Kemiskinan Dan Alternatif Peningkatan Kesejahteraan Perempuan
Kemudahan memperoleh akses keuangan
merupakan salah satu persyaratan yang dapat membantu
pelaku usaha perempuan tersebut. Namun, fakta di
lapangan menunjukkan bahwa masih banyak pelaku usaha
perempuan yang kesulitan dalam memperoleh akses
keuangan terutama kepada lembaga keuangan perbankan.
Kesulitan memperoleh akses keuangan disebabkan
oleh dua hal yaitu, pertama dari sisi lembaga keuangan
perbankan dan kedua dari sisi individu masyarakat (pelaku
usaha perempuan) yang akan memanfaatkan jasa lembaga
keuangan terutama dalam bentuk pinjaman usaha.
Dari sisi lembaga keuangan, pelaku usaha
perempuan kesulitan memperoleh akses keuangan karena
lembaga keuangan umumnya menerapkan persyaratan
yang ketat dalam memberikan pinjaman. Persyaratan
tersebut mencakup:
1. Persyaratan kapasitas, ditunjukkan dengan catatan
usaha yang sudah berjalan selama durasi tertentu;
2. Persyaratan jaminan, baik jaminan pokok, dan
khususnya jaminan tambahan;
3. Persyaratan penyertaan modal sendiri.
Lembaga keuangan, khususnya perbankan, menerapkan
persyaratan yang ketat dan berhati-hati mengingat dana
yang disalurkan untuk kredit adalah dana yang berasal dari
pihak ketiga (deposan). Salah satu bentuk kehati-hatian
bank dalam penyaluran kredit adalah penggunaan kriteria
5C yaitu character, capacity, capital, collateral, dan condition
dalam proses pengambilan keputusan pemberian kredit.
36. 30 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
Dari sisi individu masyarakat, kesulitan dalam
memperoleh akses keuangan karena pelaku usaha
perempuan pada umumnya kesulitan untuk memenuhi
persyaratan yang diberikan oleh lembaga keuangan
perbankan antara lain belum memiliki usaha yang
berkesinambungan, belum memiliki laporan keuangan
yang standar, serta tidak memiliki agunan yang mencukupi.
Dalam hal perempuan dan kemiskinan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur terus berupaya mencari solusi agar
dapat menekan angka kemiskinan melalui perberdayaan
perempuan. Seperti diketahui data BPS Jawa Timur per
September 2015 mencatat hingga Triwulan I jumlah
penduduk miskin di Jawa Timur mencapai lebih dari 4,7
juta jiwa atau sekitar 12,3 persen dari total penduduk Jawa
Timur, oleh karena itu menurut Herwanto selaku Kepala
Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
Pemprov Jatim bahwa salah satu upaya untuk menekan
kemiskinan tersebut yakni dengan memberdayakan
perempuan di Jawa Timur.
“Bagaimana upaya pemerintah Jawa Timur untuk
menanggulangi kemiskinan. Kami komitmen
mengajak kaum perempuan agar angka kemiskinan
ini cepat turun. Sebab kita memandang perempuan
ini pemegang atau pelaku ekonomi yang tangguh,”
kata Herwanto kepada Republika.co.id.
Dengan memberdayakan usaha perempuan
yang ditunjang oleh lembaga keuangan non bank
ataupun beberapa program yang digagas Pemprov Jatim
seperti Program Jalur Matra maupun Pemberdayaan
37. 31BAB 2 | Kemiskinan Dan Alternatif Peningkatan Kesejahteraan Perempuan
dan Pengembangan Perempuan Ekonomi Lokal (P3EL),
Feminimisme, serta Koperasi dan UKM diharapkan
perempuan mampu mendongkrak perekonomian di Jawa
Timur lebih baik lagi.
Tak hanya itu, kaum perempuanpun diberikan
pelatihan untuk mengelola bisnis dan usahanya. Sekitar
enam ratus perempuan yang memiliki UKM diberikan
pelatihan manajemen bisnis dan usaha, dengan harapan
adanya pemerataan ekonomi di setiap kabupaten dan kota
di Jawa Timur.
39. 33BAB 3 | Strategi Pengembangan Usaha Perempuan Di JawaTimur
BAB III
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA
PEREMPUAN DI JAWA TIMUR
Pada bagian ini diuraikan mengenai beberapa
program yang dilaksanakan baik oleh pemerintah pusat,
pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten
dalam pengembangan usaha perempuan dengan tujuan
untuk menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan
kesejahteraan perempuan di Kabupaten Sampang dan
Kabupaten Bojonegoro sesuai dengan amanat yang
telah digariskan dalam dokumen kebijakan tentang
pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender dalam
RPJMN maupun RPJMD.
A. Pengembangan Usaha Perempuan di Kabupaten
Sampang
1. Permodalan Usaha Rumah Tangga Miskin melalui
UPK di Kabupaten Sampang
Berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat
maupun rumah tangga miskin terutama di Kabupaten
Sampang ada beberapa program baik yang berasal
dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Timur
maupun Pemerintah Kabupaten Sampang yang bertujuan
untuk penanggulangan kemiskinan diantaranya adalah
40. 34 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
terbentuknya lembaga keuangan yang merupakan produk
dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM),
dimana program ini berakhir pada tahun 2014.
PNPM merupakanprogrambantuandaripemerintah
pusat kepada pemerintah daerah, dimana bantuan ini oleh
pemerintah daerah ditujukan kepada kecamatan yang
wilayahnya memiliki jumlah masyarakat miskin yang cukup
banyak.
Bantuan yang diberikan berupa dana hibah dari
pemerintah untuk kegiatan fisik atau sarana prasarana dan
kegiatan ekonomi yang dananya akan kembali kepada UPK
(Unit Pengelola Kegiatan).
Dana tersebut diperuntukkan untuk kelangsungan
hidup UPK, perputaran kembali pinjaman bagi masyarakat
dan apabila sisa hasil usaha perputaran jasa pinjaman UPK
mencukupi dapat digunakan untuk membiayai kegiatan
sarana prasarana.
Kegiatan ekonomi yang termasuk dalam
kegiatan PNPM diantaranya kegiatan Simpan Pinjam
Khusus Perempuan (SPP) artinya kegiatan ini hanyalah
diperuntukkan kaum perempuan saja.
Dengan memberi kesempatan bagi perempuan
berpartisipasi menerima bantuan dari PNPM, sekaligus
membantu memperkuat kelembagaan kegiatan kaum
perempuan dan mendorong pengurangan rumah tangga
miskin.
Disamping itu ada juga kegiatan Usaha Ekonomi
Produktif yang tujuannya mengembangkan potensi
41. 35BAB 3 | Strategi Pengembangan Usaha Perempuan Di JawaTimur
pelaku kegiatan UEP di pedesaan dengan meningkatkan
kualitas teknologi produksi, meningkatkan kapasitas
dalam penggunaan teknologi tepat guna hingga memberi
kemudahan akses informasi pasar.
UPK sendiri adalah mitra kerja atau yang membantu
mewadahi keinginan masyarakat yang berharap bantuan
dari PNPM, disetiap wilayah kecamatan yang memperoleh
bantuan PNPM umumnya terdapat UPK yang juga
didampingi Fasilitator Kecamatan.
Pada Kabupaten Sampang masih terdapat asset
kurang lebih 12 milyar rupiah yang dimiliki oleh UPK di
Kabupaten Sampang dan dengan berakhirnya PNPM
disamping itu masih belum adanya payung hukum atau
regulasi yang mengatur maka yang dapat dilakukan
oleh Pemerintah Kabupaten Sampang hanya pembinaan
terhadap UPK tersebut.
Saat ini pemberdayaan masyarakat yang dilakukan
oleh Bapemas Kabupaten Sampang untuk menanggulangi
kemiskinan yang ditujukan untuk perempuan diantaranya
adalah diadakannya berbagai pelatihan yang dapat
menunjang usaha perempuan, misalnya pelatihan
membatik maupun menjahit mulai dari proses produksi
sampai pemasarannya, mengingat masih banyaknya
perempuan di Kabupaten Sampang terutama yang berada
di perdesaan mempunyai SDM yang rendah sehingga
membutuhkan peningkatan kapasitas SDM terutama kaum
perempuan maka pembinaan maupun pelatihan masih
sangat dibutuhkan dengan harapan kaum perempuan
di Kabupaten Sampang yang kurang mampu akan lebih
42. 36 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
berdaya.
2. Pemberdayaan UKM melalui Lembaga Keuangan
Mikro di Kabupaten Sampang
Upaya Pemerintah Kabupaten Sampang dalam
meretas problem akses permodalan masyarakat lapisan
bawah, menjadi bukti kesungguhannya.
Kemudahan akses modal antara lain diberikan
kepada pelaku usaha yang baru lulus dari perguruan tinggi
(fresh graduated) dan masih merintis usahanya melalui
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sampang, program
perkuatan kredit dana bergulir dikemas menjadi stimulan
berwirausahabagimasyarakatakanyangtidakdikhususkan
pada usaha perempuan namun dalam kenyataannya
pelaku usaha dimaksud lebih banyak dilakukan oleh para
wirausaha perempuan di bidang makanan, batik maupun
konveksi.
Beragamrintisanusahabarupunmunculbersamaan
dengan dijalankannya program yang bersumber dari
alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)
Kabupaten Sampang.
Salah satu terobosan daerah ini adalah memodifikasi
persyaratan kredit bagi usaha mikro. Semula, kredit yang
disalurkan tanpa agunan justru memicu persepsi keliru di
masyarakat. Dana yang seharusnya bisa digulirkan kepada
pelaku usaha lain, malah dianggap hibah yang tidak perlu
dikembalikan. Akibatnya, dana itu pun macet di tengah
jalan.
43. 37BAB 3 | Strategi Pengembangan Usaha Perempuan Di JawaTimur
Kondisi tersebut memicu ide untuk menjadikan
garansi personal sebagai semacam agunan, dimana pelaku
usaha mikro mendapatkan kemudahan untuk mengakses
bantuan permodalan meski belum memiliki badan hukum
dan kelengkapan administratif lainnya, “garansi personal”
bisa didapatkan dari pegawai negeri sipil atau kepala desa
setempat.
Untuk memastikan validitas pemohon kredit,
pemkab melakukan restrukturisasi tim survei dengan
melibatkan Bagian Perekonomian, Dinas Perindustrian
Perdagangan dan Pertambangan Kabupaten Sampang,
unsurperbankan(BankJatimdanBPRBaktiArthaSejahtera),
dan bidang-bidang di lingkup Dinkop UKM Kabupaten
Sampang dengan maksud agar hasil survei lebih objektif
dan akuntabel. Standar operasional prosedur penyaluran
kredit pun dibuat lebih sederhana dan mudah diakses.
Dalam hal menjembatani UMKM dengan Dinkop
UKM, Pemerintah Kabupaten Sampang menempatkan
tenaga konsultan bisnis (TKB) di setiap kecamatan.
Tugas TKB antara lain mendampingi proses penyusunan
proposal kredit sesuai dengan standar yang ditetapkan
oleh perbankan. Juga memberikan konsultasi terkait aspek
produksi,manajemen,pemasaran,danpermodalan.Sekilas,
program ini tidak jauh beda dengan upaya yang dilakukan
daerah lain.
Cikal bakal keberadaan TKB berawal dari
program Business Development Service (BDS) pada 2001.
Setelah berjalan lima tahun yaitu pada tahun 2006, BDS
mengembangkan pilot project yang pada gilirannya
44. 38 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
berkembang menjadi TKB di enam titik (kecamatan).
Pada tahun 2009 Pemerintah Kabupaten Sampang
memperluas cakupan program sekaligus merekrut
tenaga fresh graduated untuk menjadi TKB, Kompentensi
dasar yang disyaratkan bagi personel TKB adalah lulusan
(minimal) diploma tiga (D-3), memiliki keterampilan dasar
sebagai konsultan, serta memiliki kemauan kuat dalam
melakukan pendampingan. Personel TKB yang terpilih
kemudian mengikuti upgrading untuk pembekalan
sebelum diterjunkan ke lapangan.
Setiap TKB ditugaskan untuk memberikan
pelayanan konsultasi dan pendampingan pada satu wilayah
kecamatan. Untuk memaksimalkan fungsi dan perannya,
setiap TKB diwajibkan mendampingi sedikitnya 10 UMKM.
Pada Kabupaten Sampang rata-rata terdapat 20 UMKM
dan wira usaha baru (WUB) di setiap kecamatan, khusus
untuk WUB, syarat pengajuan kredit bisa dilakukan dengan
menjaminkan ijazah.
Kendati telah melewati tahap upgrading, personel
TKB tetap harus beradaptasi dengan beragam tantangan
di lapangan. Anggapan keliru yang menyamakan dana
bergulir dengan hibah, masih cukup melekat di benak
masyarakat, namun berkat keuletan dan ketekunan
personel TKB, persepsi keliru itu perlahan mulai diluruskan.
Pendampingan yang dilakukan oleh TKB secara berkala
terbukti efektif dalam membentuk kemandirian dan
membangun kesadaran pelaku UMKM.
45. 39BAB 3 | Strategi Pengembangan Usaha Perempuan Di JawaTimur
Menurut data dari Dinas Koperasi dan UMKM
Kabupaten Sampang, hasil progam tersebut antara lain,
dapat dilihat dari statistik jumlah UMKM yang memperoleh
fasilitas akses permodalan pada 2011-2012. Meski
jumlahnyamenurundari186menjadi151UMKM,danayang
tersalurkan justru meningkat dari Rp 2,7 miliar pada tahun
2011 menjadi Rp 3,067 miliar 2012. Persentase tunggakan
juga turun dari 1,7% menjadi 1,1%.
3. Pengembangan Wira Usaha Baru Perempuan
Menjadi Kopwan di Kabupaten Sampang
Program pemberdayaan usaha perempuan yang
telah dilaksanakan di Kabupaten Sampang pada tahun 2015
diantaranya adalah melakukan pembinaan dan pelatihan
manajemen pengelolaan usaha pada sentra makanan
maupun batik sedangkan untuk Koperasi Wanita dilakukan
pembinaan dalam hal pengelolaan administrasi keuangan
terhadap 186 Koperasi Wanita.
Dalam hal dukungan finansial terdapat pinjaman
melalui program koordinasi penggunaan dana pemerintah
yaitu dana bergulir dan untuk mendorong para pelaku
usaha perempuan agar konsisten dalam hal pembayaran
pinjaman dimana sebelum tahun 2016 masih diberlakukan
pinjamantanpajaminanmakamulaitahun2016diharuskan
ada jaminan untuk mendapatkan pinjaman, dalam hal
pembinaan bagi UKM disediakan juga tenaga konsultan
bisnis (TKB) yanga berada di kecamatan yang berjumlah 15
orang.
46. 40 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
Adapun pelaku usaha perempuan yang banyak
mendapat dana bergulir dimaksud diantaranya usaha
perempuandibidangpertokoan,pertaniandanpeternakan.
Sebagai contoh data yang diperoleh dari dokumen
RKPD Dinkop dan UKM Kabupaten Sampang Tahun 2015,
menyatakan bahwa sasaran ketiga yaitu ”Meningkatnya
Jumlah BPR / LKM (BPR/LKM aktif)”.
Capaian sasaran tersebut dilaksanakan dengan
program Program Utama Pemberdayaan Usaha Skala
Mikro, perhitungan capaian dapat digambarkan bahwa
indikator pertama yang diukur adalah jumlah BPR/LKM
(Kelompok) aktif target RPJM 8 LKM terealisasi 10 LKM
melebihi target RPJM atau mencapai (125,00%) sedangkan
Jumlah keseluruhan dari 35 LKM yang aktif ada 10 LKM
atau mencapai (28,57) rata-rata prosentase capaian sasaran
(125,00%) dengan memperoleh predikat sangat baik.
Namun demikian meskipun indikator diatas rata-
rata 90% tapi masih perlu mendapat perhatian yang lebih
untuk upaya penyempurnaan akan menjadi perhatian
guna perencanaan dan perbaikan kinerja di masa
mendatang. Sedangkan sedangkan untuk mencapai tujuan
dan sasaran kebijakan diperlukan penguatan ekonomi
rakyat/masyarakat yang berbasis potensi lokal melalui
pengembangansentraindustrikecil/UMKMdengansasaran
meningkatnya jumlah BPR/LKM aktif.
Strategi Program yang digunakan adalah Program
Utama Pemberdayaan Usaha Skala Mikro dengan tujuan
dan sasaran kebijakan memberdayakan LKM sebagai akses
47. 41BAB 3 | Strategi Pengembangan Usaha Perempuan Di JawaTimur
permodalan masyarakat, sedangkan untuk perhitungan
capaian dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Jumlah Usaha Mikro dan Kecil
Indikator Jumlah Usaha Mikro Kecil dan menengah
Non BPR merupakan parameter untuk mengetahui
peningkatan ekonomi Kabupaten Sampang dari tahun
berjalan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan
survey yang dilakukan oleh Dinas koperasi dan
UKM Kabupaten Sampang pada tahun 2014 jumlah
UMKM sebanyak 27.130, sedangkan pada tahun 2015
bertambah sebesar 280 UMKM dengan jumlah total
27.410UMKMataumencapai(98,98%)didasarkanpada
pemberian pelatihan pada para usaha pemula yang
telah diberikan pemberdayaan bimbingan, pelatihan
juga fasilitasi kemudahan prasarana usaha bagi usaha
mikro kecil menengah. Sehingga memberi tambahan
geliat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sampang
semakinmembaikdantentunyaakanmenyeraptenaga
kerja untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
Kabupaten Sampang. Indikator tersebut memperoleh
katagori baik.
Indikator pertama yang diukur adalah jumlah Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah target 27,335 Usaha
Mikro Kecil (UMK) teralisasi 27.108 Usaha Mikro Kecil
(UMK) atau mencapai (99.17%), sedangkan Jumlah
Keseluruhan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
target RPJM 27.405 UMKM terealisasi 27.410 Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) melebihi target
RPJM atau mencapai (100.02%)
48. 42 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
2. Indikator kedua adalah jumlah pertumbuhan minat
wira usaha baru dengan target 750 WUB terealisasi
970 atau mencapai (129.33%) sedangkan target 2014
jumlahWUBada500terealisasi760WUBataumencapai
(152.00%) jadi ada peningkatan 260 WUB.
Dari 2 (dua) indikator tersebut rata-rata prosentase capaian
sasaran (98,06%) memperoleh katagori baik.
Pada Program Utama Pemberdayaan Usaha Skala
Mikro dengan kegiatan pemberdayaan lembaga keuangan
mikro (LKM) dan sentra. Permasalahannya adalah terjadi
pada belanja perjalanan dinas luar Ke OJK di Provinsi
dalam rangka Sosialisasi dan pengurusan badan hukum
LKM tidak terlaksana karena LKM kurang memenuhi
syarat dan belanja cetak untuk buku organisasi dan usaha
LKM terealisasi 28 buku dari target 36, solusinya adalah
melakukan maping terhadap Pemberdayaan LKM sentra
sebagai embrio terbentuknya koperasi baru dan sebagai
LKM yang berorentasi kepada OJK sesuai dengan UU No 1
tahun 2013 tentang OJK.
Apabila diamati capaian kinerja Dinkop dan UKM
dalam rangka mengembangkan LKM yang ditujukan untuk
menunjang wira usaha baru dapat dikatakan bahwa upaya
yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sampang
sudah cukup baik namun wira usaha baru tersebut masih
belum bersifat khusus yang diperuntukan bagi usaha
perempuan mengingat perempuan mempunyai tingkat
kerentanan yang cukup tinggi untuk masalah kemiskinan.
49. 43BAB 3 | Strategi Pengembangan Usaha Perempuan Di JawaTimur
4. Program Jalin Matra Penanggulangan Feminisasi
Kemiskinan di Kabupaten Sampang
Pemerintah Kabupaten Sampang merupakan
salah satu kabupaten yang menjadi sasaran program Jalin
Matra Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan (PFK) yang
merupakan satu program inovasi pengentasan kemiskinan
yang berasal dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Pelaksanaan program Jalin Matra di Kabupaten
Sampang pada tahun 2015 terdapat 42 desa penermima
bantuan yang tersebar di 8 Kecamatan, antara lain
Sampang,Torjun, Pengarengan, Sreseh, Camplong, Omben,
Sokobanah, dan Kecamatan Banyuates. Bantuan akan
disalurkan ke kelompok yang terdiri dari 10 sampai dengan
20 orang dimana penerimanya diberikan berdasarkan by
name by addres. Sedangkan bantuannya, berupa bantuan
modal usaha seperti bantuan hewan ternak kambing,
bantuan peralatan untuk usaha perdagangan maupun
usaha konveksi. Dari jumlah total 42 desa tersebut, tercatat
ada 1.592 penerima, setiap penerima dianggarkan sebesar
Rp. 2,5 juta, sehingga total dana yang dikucurkan oleh
pemerintah Provinsi Jawa Timur di Kabupaten Sampang
sekitar Rp. 4,9 miliar.
Dalam pelaksanaannya tidak ada sanksi khusus
apabila penerima bantuan penerima bantuan Jalin Matra
tersebut gagal gagal dalam usahanya, namun penerima
yang gagal menjalankan usahanya tidak akan didaftar
kembali sebagai penerima manfaat di tahun berikutnya.
50. 44 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
Program Jalin Matra PFK pada tahun 2016 yang
dilaksanakan di Kabupaten Sampang ditujukan kepada
508 Kepala RumahTangga Perempuan (KRTP) di Kecamatan
Omben, di 10 desa, yakni Desa Kebun Sareh, Karang
Nengger, Gersempal, Meteng, Madulang, Kamondung,
Tambak, Jrangoan, Angsokah, dan Desa Rongdalem.
Sementara kegiatan Bantuan RTSM, dialokasikan kepada
208 RTSM di dua desa, dan di empat desa untuk kegiatan
PK2. Program Jalin Matra PFK dilaksanakan melalui :
1. Fasilitasi pengembangan Usaha Produktif KRTP
2. Fasilitasi penguatan modal sosial KRTP melalui
penguatan kelompok yang ditumbuhkan dari
kesadaran partisipatoris,
3. Pengembangan jejaring usaha, baik disektor hulu, hilir
maupun fasilitasi permodalan dan pengembangan
kapasitas sumber daya manusia KRTP.
B. Pengembangan Usaha Perempuan di Kabupaten
Bojonegoro
1. Permodalan Usaha Rumah Tangga Miskin melalui
UPK di Kabupaten Bojonegoro
Kabupaten Bojonegoro masih terdapat sekitar 136
UPK (Unit Pengelola Kegiatan) yang lahir dari Program
NasionalPemberdayanMasyarakatyaitulembagapengelola
kegiatan ekonomi masyarakat milik desa/kelurahan, dan
dikelola secara otonom oleh masyarakat namun belum
dikhususkan untuk perempuan.
51. 45BAB 3 | Strategi Pengembangan Usaha Perempuan Di JawaTimur
Saat ini aset UPK yang ada di seluruh kecamatan
se-Kabupaten Bojonegoro mencapai Rp 120 miliar, tetapi
belum ada regulasi yang jelas setelah Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) selesai diakhir tahun
2014 dimana UPK tersebut rencana selanjutnya akan
dikembangkan menjadi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
yang bisa saja diprioritaskan untuk usaha perempuan
mengingat banyaknya kendala atau hambatan dalam
pengembangan usaha perempuan diantaranya:
1. Lemahnya akses permodalan untuk pengembangan
usaha.
2. Keterbatasan waktu karena perempuan masih harus
mengurusi pekerjaan rumah tangga.
3. Masih rendahnya SDM perempuan di desa.
UPK dibentuk melalui musyawarah desa/kelurahan,
dan ditetapkan dengan peraturan desa sedangkan untuk
kelurahan, ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati/
Walikota. Apabila di desa/kelurahan sudah terdapat
lembaga ekonomi milik pemerintah desa/kelurahan sejenis
UPK, maka sepanjang lembaga tersebut fungsional, tidak
bermasalah dan disepakati dalam musyawarah, maka
dapat difungsikan sebagai UPK yang mempunyai visi
mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa/kelurahan
melalui pengembangan usaha ekonomi dan pelayanan
sosial.
Sedangkan misinya adalah
1. meningkatkan pendapatan masyarakat dan
mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin
52. 46 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
(RTM) dengan cara menggerakkan perekonomian
perdesaan melalui pemberian pelayanan di bidang
keuangan dan pelayanan sosial.
2. Pengembangan usaha ekonomi melalui usaha simpan
pinjam dan usaha kemitraan.
3. Pengembangan layanan sosial melalui sistem
keterjaminan sosial bagi rumah tangga miskin.
4. Pengembangan infrastruktur dasar perdesaan yang
mendukung perekonomian.
5. Mengembangkan jaringan kerjasama ekonomi dengan
berbagai pihak.
Selama ini Badan Pemberdayaan Masyarakat
dan Pemerintahan Desa Kabupaten Bojonegoro masih
melakukan pembinaan maupun pelatihan kepada pelaku
UPK untuk meningkatkan sumberdaya manusia karena
mereka mempunyai semangat yang tinggi untuk tetap
mengembangkan UPK tersebut dan harapannya UPK
tersebut ada keberlanjutan misalnya dikembangkan
menjadi BUMdes dengan alasan bahwa organisasi ekonomi
perdesaanmenjadibagianpentingsekaligusmasihmenjadi
titik lemah dalam rangka mendukung penguatan ekonomi
perdesaan.
Oleh Karen itu diperlukan upaya sistematis untuk
mendorong organisasi ini agar mampu mengelola aset
ekonomi strategis di desa sekaligus mengembangkan
jaringan ekonomi demi meningkatkan daya saing ekonomi
perdesaan.
53. 47BAB 3 | Strategi Pengembangan Usaha Perempuan Di JawaTimur
BUMDes pada dasarnya merupakan bentuk
konsolidasi atau penguatan terhadap lembaga-lembaga
ekonomi desa. Beberapa agenda yang bisa dilakukan
antara lain: (i) pengembangan kemampuan SDM sehingga
mampu memberikan nilai tambah dalam pengelolaan
aset ekonomi desa, (ii) mengintegrasikan produk-
produk ekonomi perdesaan sehingga memiliki posisi
nilai tawar baik dalam jaringan pasar, (iii) mewujudkan
skala ekonomi kompetitif terhadap usaha ekonomi yang
dikembangkan, (iv) menguatkan kelembagaan ekonomi
desa, (v) mengembangkan unsur pendukung seperti
perkreditan mikro, informasi pasar, dukungan teknologi dan
manajemen, prasarana ekonomi dan jaringan komunikasi
maupun dukungan pembinaan dan regulasi.
BUMDes merupakan instrumen pendayagunaan
ekonomi lokal dengan berbagai ragam jenis potensi.
Pendayagunaan potensi ini terutama bertujuan untuk
peningkatan kesejahteran ekonomi warga desa melalui
pengembangan usaha ekonomi mereka.
Disamping itu, keberadaan BUMDes juga
memberikan sumbangan bagi peningkatan sumber
pendapatan asli desa yang memungkinkan desa
mampu melaksanakan pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan rakyat secara optimal.
Dalam rangka membangkitkan ekonomi perdesaan
danpengentasankemiskinanmelaluiProgramGerdu-Taskin
Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah mengembangkan
UPK yang terbukti secara signifikan sebagai lembaga dana
dankeuanganperdesaan.UPKdipersiapkansebagaiembrio
54. 48 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
BUMDes yang berfungsi sebagai pusat pengembangan
ekonomi perdesaan dimana pembentukan BUMDes
merupakan realisasi tindak lanjut pengembangan UPK.
2. Pengembangan Usaha Perempuan melalui Kopwan
di Kabupaten Bojonegoro
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Bojonegoro
mempunyai peran yang cukup memadai dalam
pengembangan usaha perempuan di Kabupaten
Bojonegoro melalui pengembangan Kopwan.
Pada tahun 2010 sampai 2013 Pemerintah Provinsi
Jawa Timur melaksanakan program bantuan sosial
kepada keluarga perempuan yang dimaksudkan untuk
pertumbuhan ekonomi di perdesaan yang selanjutnya dari
kelompok-kelompok masyarakat tersebut dikembangkan
menjadiKopwandimanaterbentuk430kopwanpadatahun
2009 sampai 2010, masing-masing kopwan mendapatkan
Rp. 25 juta yang kemudian Kopwan yang sudah terbentuk
tersebut dalam perkembangannya ada yang kinerjanya
bagus, kurang bagus maupun stagnan.
Kopwan yang kinerjanya bagus berjumlah sekitar
140 Kopwan dan telah mendapatkan bantuan yang kedua,
adapun penilainnya dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi
adapun laporan hasil penilaiannya diserahkan kepada
Pemerintah Provinsi JawaTimur dari hasil penilaian tersebut
terdapat Kopwan yang mendapatkan bantuan sampai
4 putaran yaitu mendapatkan Rp. 200 juta yang dalam
perkembangannya jenis usaha Kopwan tersebut ada yang
55. 49BAB 3 | Strategi Pengembangan Usaha Perempuan Di JawaTimur
berbentukpertokoaan,usahabutik,salonmaupunkonveksi,
namun ada juga yang khusus usaha simpan pinjam.
Kendala yang dijumpai pada pengembangan
Kopwan terutama yang berada di desa yang jauh dari ibu
kota kabupaten diantaranya adalah masalah sumberdaya
manusia yang rendah. Dalam hal ini Dinas Koperasi dan
UKM Kabupaten Bojonegoro telah melakukan bimtek
maupun pelatihan diantaranya pelatihan penyusunan
administrasi keuangan. Disamping itu masalah sulitnya
akses permodalan bagi Kopwan, adapun strategi yang
digunakan adalah menggali permodalan dari dalam
Kopwan itu sendiri melalui peningkatan simpanan wajib,
simpanan pokok maupun simpanan pokok maupun
dengan peningkatan terhadap pelaksanaan sistem
tanggung renteng. Permasalahan yang sering dijumpai
pada Kopwan diantaranya adalah beberapa anggota
Kopwan yang mengajukan pinjaman digunakan untuk
kebutuhan-kebutuhan yang bersifat konsumtif, dimana hal
ini perlu adanya peningkatan kesadaran kepada anggota
Kopwan agar tidak menggunakan hasil pinjamannya untuk
kebutuhan yang sifatnya konsumtif.
3. Program Jalin Matra Penanggulangan Feminisasi
Kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro
Kabupaten Bojonegoro adalah salah satu daerah
yang mendapatkan program Jalin Matra dari Pemerintah
Provinsi Jawa Timur dengan dukungan pendampingan
dan pengalokasian dana program Jalin Matra Provinsi
56. 50 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
Jawa Timur yang dilaksanakan tahun 2015 sampai 2018
berdasarkan MoU yang dilakukan antara Gubernur Jawa
Timur dan Bupati Bojonegoro. Program Jalin Matra PFK
di Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2014 sebagai pilot
project dilaksanakan pada 6 desa yang terdapat di 3
Kecamatan, pada tahun 2015 dilaksanakan di 8 desa pada 4
kecamatan.
Menurut petunjuk pelaksanaan Program Jalin Matra
PFK Kabupaten Bojonegoro kondisi permasalahan dan
kemiskinan yang dihadapi rumah tangga dengan kepala
rumah tangga perempuan secara umum lebih kronis
dibanding dengan kepala rumah tangga laki-laki. KRPT
tidak hanya mengalami permasalahan di sektor ekonomi,
tetapi juga problematika psikologis, sosial dan budaya.
Kebutuhan untuk mendapatkan jalan keluar dari
perangkap kemiskinan tidak cukup melalui fasilitasi akses
ekonomi, tetapi memerlukan dukungan interaksi secara
intensif dari figur yang secara keseharian sudah dikenal,
dinilai mampu memberikan perlindungan, berkelanjutan,
serta memiliki legitimasi sosial. Figur tersebut yang
selanjutnya menjadi “mother care” atau laiknya sebagai
sosok ibu/orang tua yang memiliki kepedulian yang tinggi,
menjadi simpul interaksi dan berbagi antar KRTP sehingga
akan memupuk harapan serta semangat untuk berjuang
bersama-sama dalam upaya keluar dari kemiskinan sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki.
Berdasarkan kondisi tersebut, Kader dari Tim
Penggerak PKK adalah figur yang tepat untuk berposisi
sebagai “mother care” bagi KRTP. Gerakan PKK merupakan
57. 51BAB 3 | Strategi Pengembangan Usaha Perempuan Di JawaTimur
gerakan nasional dalam pembangunan masyarakat yang
tumbuh dari bawah, yang pengelolaannya dari, oleh dan
untuk masyarakat.
Jejaring PKK dapat menjangkau kepada keluarga-
keluargasecaralangsung,karenatelahterbentukkelompok-
kelompok PKK RW, RT dan kelompok DasaWisma. Sehingga
melalui optimalisasi TP-PKK dalam Program Jalin Matra
Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan (PFK) diharapkan
dapat benar-benar secara riel memecahkan permasalahan
kemiskinan yang berwajah perempuan ditingkat keluarga.
Atas dasar permasalahan tersebut, Pemerintah
Kabupaten Bojonegoro sangat mendukung Program Jalin
Matra Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan (PFK) yang
dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dengan
membiayai program tersebut melalui APBD Kabupaten
Bojonegoro atau yang biasa kita sebut Program Jalin Matra
PFK Pola Mandiri (Matching Grant).
Program Jalin Matra Penanggulangan Feminisasi
Kemiskinan (PFK) ini dirancang untuk menangani
kemiskinan perempuan, terutama bagi rumah tangga yang
Kepala Rumah Tangga Perempuan (KRTP). Program ini tidak
hanya sebagai upaya jangka pendek untuk memberikan
bantuan kepada KRTP, tetapi terlebih daripada itu adalah
sebagai program yang berkelanjutan dalam rangka untuk
mengantisipasi adanya perangkap kemiskinan pada
KRTP. Sehingga cita-cita untuk mewujudkan masyarakat
Bojonegoro yang sehat, cerdas dan produktif secara
bertahap dapat terwujud.
59. 53BAB 4 | Inventarisasi Problematika Dan Langkah Strategis
BAB IV
INVENTARISASI PROLEMATIKA &
LANGKAH STRATEGIS
A. Inventarisasi Problematika Lembaga Keuangan
Non Bank bagi Usaha Perempuan
Pada dasarnya kondisi lembaga keuangan non bank
bagi usaha perempuan pada dua kabupaten di Jawa Timur
tersebut didominasi oleh koperasi wanita yang diinisiasi
oleh pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten
yang dalam kenyataannya masih terdapat beberapa
koperasi wanita yang tidak aktif maupun stagnan yang
disebabkan karena permasalahan SDM pelaku koperasi
wanita yang relatif masih rendah terutama terjadi pada
koperasi wanita yang terdapat di perdesaan yang jauh dari
pusat kota disamping itu masalah permodalan dan masih
ketergantungannya pada pemerintah.
Dalam hal kuantitas Kabupaten Sampang
mempunyai 186 koperasi wanita sedangkan Kabupaten
Bojonegoro mempunyai 400 koperasi wanita, sedangkan
jika dilihat dari segi kualitas kondisi koperasi wanita pada
kedua kabupaten tersebut kurang dari 50% dalam keadaan
sehat atau baik dari sisi manajemen dan keuangannya.
Terdapat lembaga keuangan non bank bagi usaha
perempuan yang merupakan ex program PNPM yaitu
60. 54 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
Simpan Pinjam Perempuan yang melekat pada Unit
PelaksanaKegiatan(UPK),dimanadalamperkembangannya
setelah program PNPM berakhir maka berhentilah semua
kegiatan simpan pinjam perempuan tersebut padahal
sebenarnya asset yang dimiliki baik berupa gedung dan
modal masih cukup besar.
Disamping lembaga keuangan non bank tersebut
sebenarnya terdapat juga program pemberdayaan
masyarakat dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur yaitu
ProgramJalinMatraPenanggulanganFeminisasiKemiskinan
(PFK) yang memang ditujukan bagi usaha perempuan.
Salahsatuhambatandalamyangdijumpaidalamhal
pengembangan lembaga keuangan non bank bagi usaha
perempuan adalah belum adanya regulasi maupun payung
hukum terutama untuk lembaga yang lahir dari program
pengentasan kemiskinan yang telah berakhir, sehingga
walaupun mempunyai asset yang cukup besar namun tidak
bisa melakukan kegiatan yang konkrit bagi pengembangan
usaha perempuan.
B. Langkah Strategis Pengembangan Lembaga
Keuangan Non Bank bagi Usaha Perempuan
Dari berbagai permasalahan maupun kondisi
lembaga keuangan non bank bagi usaha perempuan di
Jawa Timur diharapkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur
maupun Pemerintah Kabupaten meningkatkan anggaran
bagi permodalan tidak hanya kepada koperasi wanita
yang dinilai sehat namun juga untuk koperasi wanita yang
61. 55BAB 4 | Inventarisasi Problematika Dan Langkah Strategis
tidak sehat dengan diberikan pendampingan maupun
pengawasan yang lebih intensif, disamping itu juga
perlu lebih mengintensifkan pelatihan, pembinaan dan
pengawasan maupun pendampingan agar koperasi yang
telah ada dapat terus berkembang dan lebih banyak banyak
menjangkau layanannya bagi usaha perempuan.
Dalam hal pemanfaatan maupun pengembangan
Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) eks-program PNPM maupun
Gerdutaskin yang mempunyai unit usaha Simpan Pinjam
Perempuan, Pemerintah Kabupaten dengan fasilitasi
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam hal ini Badan
Pemberdayaan Perempuan menindaklanjuti permasalahan
terhentinya kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP)
yang melekat pada Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) yang
masih mempunyai asset cukup besar tersebut dengan
menginformasikan maupun memberikan masukan kepada
Pemerintah Pusat agar segera membuat payung hukum
maupun regulasi untuk menentukan langkah berikutnya
berkaitan dengan pengembangan usaha perempuan.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur maupun
Pemerintah Kabupaten/Kota harus bersinergi mendorong
dan memfasilitasi serta melakukan maping terhadap
Pemberdayaan LKM sentra sebagai embrio terbentuknya
BUMDes maupun koperasi baru dan sebagai LKM agar
berorentasi kepada OJK sesuai dengan UU No 1 tahun 2013
tentang OJK.
BerkaitandengankeberlanjutanprogramJalinMatra
PFK cukup dirasakan manfaatnya bagi pengembangan
usahaperempuanmiskinsehingga PemerintahKabupaten/
62. 56 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
Kota benar-benar mendukung program tersebut sampai
berakhirnya program dan mulai saat ini baik Pemerintah
Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten diharapkan
memfasilitasi kegiatan pasca program dimaksud agar
terdapat keberlanjutan setelah berakhirnya Program Jalin
Matra dengan memfasilitasi maupun mengarahkan agar
terbentuknya koperasi wanita ataupun Badan Usaha Milik
Desa yang khusus ditujukan untuk pengembangan usaha
perempuan.
63. 57Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
DAFTAR
PUSTAKA
Amira, 2012. Membangun E-Learning dengan Learning
Management System Moodle. Jakarta: PT Berkah
Mandiri Globalindo.
Horoepoetri, Arimbi dan Santosa, 2003. Peran Serta
Masyarakat Dalam. Pengelolaan Lingkungan,
Jakarta: Walhi.
Journal of Research on Women and Gender. March. 1. 169
-190.
Kader,R.A.,Mohamad,R.M.,andIbrahim,C.A.2009.Success
Factos for Small Rural Entrepreneurs under the One-
District-One –Industry Programme in Malaysia.
Contemporary Management Research.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun
1988.
Komarudin, 1994. Ensiklopedia Manajemen. Jakarta: Bumi
Aksara
Nurastuti, Wiji, 2011. Teknologi Perbankan, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2011.
Panda.N.M, 2000. What brings entrepreneurial success in a
developing region?. Journal of Entrepreneurship.
Panggabean, Riana. 2005. Efektivitas Program Dana Bergulir
Bagi Koperasi dan UKM. Infokop No. 26.
Parker, B.J. 2010. A Conceptual Framework for Developing
the Female Entrepreneurship Literature.
Poerwadarminta, 1995, Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
64. 58 Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
Reijonen,H., & Kompulla,R. 2007. Perception of Success and
Its Effect on Small Firm Performance. Journal of Small
Business and Enterprise Development.
Smeru, Kementrian Pemberdayaan Perempuan RI, 2003,
Upaya Penguatan Usaha Mikro Dalam Rangka
Peningkatan Ekonomi Perempuan
Tambunan, T, 2009. Women Entrepreneurship in Asian
Developing Countries: Their Development and
Main Constraints. Journal of Development and
Agricultural Economics.
Tambunan,T. 2012. Usaha Mikro Kecil dan Menengah di
Indonesia. Isu-isu Penting. Jakarta : Penerbit LP3ES.
Wasistiono, Sadu, 2002. Kapita Selekta Manajemen
Pemerintahan Daerah. Jakarta L: Fokus Media.
http://www.rmol.co/read/2013/10/22/130347/DPP-Iwapi-
Motivasi-
http://wartaekonomi.co.id/berita9636/hipmi-berharap-
porsi-jumlah-wanita-pengusaha-meningkat.html.
65. 59Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi Usaha Perempuan
TENTANG
PENULIS
Irwantoro, S.Sos., MSi lahir di
Surabaya, tanggal 20 Mei 1969, lulus
S1 Fakultas Ilmu Adminitrasi Negara
Universitas Brawijaya Malang Tahun
1994 dan lulus S2 Ilmu Administrasi
Publik Universitas WR. Supratman Surabaya Tahun 2011.
Pekerjaan: (1) Peneliti Muda Bidang Kebijakan dan Administrasi
pada Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Timur
(2) Dosen Luar Biasa FISIP Universitas Pembangunan Nasional
JawaTimur.Diklatyangpernahdiikuti:(1)PelatihanPenelitiandan
Statistik,BadanLitbangProvJatim–LPPMUNAIR,SurabayaTahun
2004 (2) Diklat Jabatan Fungsional Peneliti Pertama Pusbindiklat
Peneliti LIPI, Bogor Tahun 2009 (3) Bintek Metodologi Penelitian
Mix Methods Badan Litbang Kemendagri, Jakarta Tahun 2010 (4)
Diklat Local Economic Resources Development, BAPPENAS –
RCCP FIA Unibraw, Malang Tahun 2011.