Dokumen ini membahas rencana induk pelabuhan nasional Indonesia untuk jangka waktu 20 tahun ke depan, mencakup kebijakan pelabuhan nasional, perkiraan lalu lintas barang, lokasi dan pengembangan pelabuhan, serta rencana aksi di bidang pengaturan dan kebijakan. Dokumen ini ditujukan sebagai pedoman dalam pengembangan pelabuhan di Indonesia.
1. RANCANGAN
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN
TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL
Januari 2012
2.
3. RANCANGAN
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN
TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL
12 JANUARI, 2012
Prakarsa Infrastruktur Indonesia (Indonesia Infrastructure Initiative)
Dokumen ini telah dipublikasikan oleh Prakarsa Infrastruktur Indonesia/Indonesia Infrastructure
Initiative (IndII), suatu program yang didanai Pemerintah Australia yang dirancang untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan meningkatkan relevansi, kualitas dan kuantitas investasi
infrastruktur.
Pendapat para penulis yang dikemukakan dalam laporan ini tidak selalu mencerminkan pendapat
Kemitraan Australia Indonesia atau Pemerintah Australia. Namun demikian, IndII sangat menghargai
setiap tanggapan atau pertanyaan atas laporan ini, yang dapat disampaikan kepada Direktur IndII, tel.
+62 (21) 7278-0538, fax +62 (21) 7278-0539. Website: www.indii.co.id.
Ucapan Terima Kasih
Laporan ini telah disiapkan oleh Nathan Associates Inc. (Dr. Paul Kent, Mr Richard Blankfeld), dibantu
oleh tim konsultan nasional (Prof Sudjanadi, Hidayat Mao, SH, DR. Russ Frazila Bona, dan Ir. Budiyono
Doel Rachman MSc.) dan Office Manager, IndII (Desi Rahmawati, SE), yang terlibat dalam Prakarsa
Infrastruktur Indonesia (IndII) yang didanai oleh AusAID sebagai bagian dari Kegiatan No. 244:
Finalisasi Peraturan Menteri Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN), Review Pengembangan
Kebijakan & Manajemen Kepelabuhanan, dan Presentasi Akhir RIPN.
Kami menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Kementerian Perhubungan, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Pelindo
1-4, Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak, INSA, KPPU dan Tim Pelaksana
RIPN atas dukungan dan informasinya.
Terima kasih juga kepada David Ray (Direktur Fasilitas, IndII) dan David Shelley (Direktur Teknik
Transportasi, IndII) atas dukungan dan masukannya.
Dukungan yang diberikan oleh Efi Novara Nefiadi, Sr Transport Program Officer, IndII sangat kami
hargai. Setiap kesalahan faktual atau interpretasi sepenuhnya merupakan karya para penulis.
Dr. Paul Kent
Nathan Associates Inc.
Jakarta, 12 Januari 2012
4.
5. RANCANGAN
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL
Menimbang:
a. bahwa dalam pasal 67,71,72 dan 73 Undang-undang No 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran dan Pasal 7, 8, 9 dan 10 Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan diatur mengenai Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
b. bahwa berdasarkan Pasal 71 ayat (4) Undang-undang No 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran, Menteri menetapkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional untuk jangka
waktu 20 (dua puluh) tahun;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) dan (b),
perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Rencana Induk
Pelabuhan Nasional.
Mengingat:
1. Undang-undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
2. Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
3. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka
Panjang 2005 – 2005;
4. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang;
5. Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara;
6. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan;
7. Peraturan Menteri Perhubungan No. Km 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata
kerja Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Menteri Perhubungan No. KM 20 Tahun 2008;
8. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi
Nasional;
9. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 31 Tahun 2006 tentang Proses Perencanaan
di Lingkungan Departemen Perhubungan;
10. Peraturan Menteri Perhubungan No KM 49 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Departemen Perhubungan 2005 – 2025;
11. Peraturan Menteri Perhubungan No KM 62 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan;
12. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 63 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan;
13. Peraturan Menteri Perhubungan No KM 64 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Syahbandar;
14. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 65 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Pelabuhan Batam;
15. Peraturan Menteri Perhubungan No KM 44 Tahun 2011 tentang Perubahan Peraturan
Menteri Perhubungan No. KM 62 Tahun tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Kantor Penyelenggara Pelabuhan;
16. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 45 Tahun 2011 tentang Perubahan
Peraturan Menteri Perhubungan No KM 63 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan;
6. 17. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 46 Tahun 2011 tentang Perubahan
Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 64 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Syahbandar;
18. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 47 Tahun 2011 tentang Perubahan
Peraturan Menteri Perhubungan No KM 65 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Pelabuhan Batam.
Menetapkan: PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN
NASIONAL
Pasal 1
Rencana Induk Pelabuhan Nasional memuat Kebijakan Pelabuhan Nasional dan Rencana Lokasi serta
Hierarki Pelabuhan.
Pasal 2
Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 di atas, merupakan pedoman
dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian, pengembangan pelabuhan, dan penyusunan
Rencana Induk Pelabuhan.
Pasal 3
Lokasi Pelabuhan
(1) Lokasi pelabuhan merupakan wilayah daratan dan perairan tertentu yang meliputi Daerah
Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp).
(2) Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan terdiri atas:
a. Wilayah daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang;
dan;
b. Wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran, tempat labuh, tempat
alih muatan antar kapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal,
kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan
kebutuhan.
(3) Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan merupakan perairan pelabuhan diluar Daerah
Lingkungan Keja Pelabuhan yang digunakan untuk alur pelayaran dari dan ke pelabuhan,
keperluan keadaan darurat, pengembangan pelabuhan jangka panjang, penempatan kapal
mati, percobaan berlayar, kegiatan pemanduan, fasilitas pembangunan dan pemeliharaan
kapal.
(4) Rencana lokasi pelabuhan yang akan dibangun harus sesuai dengan:
a. Rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang propinsi dan tata ruang wilayah
kabupaten/kota;
b. Potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
c. Potensi sumber daya alam dan;
d. Perkembangan lingkunganstrategis, baik nasional maupun internasional.
(5) Penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai lokasi pelabuhan ditetapkan oleh
Menteri atas dasar pengajuan permohonan dari Pemerintah atau pemerintah daerah.
7. Pasal 4
Pembangunan, Pengoperasian dan Pengembangan Pelabuhan
Pembangunan, Pengoperasian dan Pengembangan Pelabuhan hanya dapat dilakukan
berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan.
Pasal 5
Rencana Induk Pelabuhan
(1) Setiap pelabuhan wajib mempunyai rencana induk pelabuhan yang didalamnya termasuk
rencana penggunaan wilayah daratan dan perairan.
(2) Rencana Induk Pelabuhan harus disiapkan untuk jangka waktu:
a. 15 tahun sampai 20 tqhun (Jangka panjang);
b. 10 tahun sampai 15 tahun (jangka menengah);
c. 5 tahun sampai 10 tahun (jangka pendek).
(3) Rencana Induk Pelabuhan dipersiapkan oleh penyelenggara pelabuhan berdasarkan:
a. Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
b. Rencana tata ruang propinsi;
c. Rencana tata ruang kabupaten/kota madya;
d. Keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan yang terkait di pelabuhan;
e. Kelaikan tehnis ekonomis dan lingkungan hidup;
f. Keamanan dan keselamatan lalu lintas kapal dari dan ke pelabuhan.
Pasal 6
Hierarki Pelabuhan Laut
Pelabuhan Laut terdiri dari 3 (tiga) hierarki yaitu:
1. Pelabuhan Utama yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri
dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah
besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/ atau barang;
2. Pelabuhan Pengumpul yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam
negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai
tempat asal tujuan penumpang dan/ atau barang;
3. Pelabuhan Pengumpan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam
negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan
pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal
tujuan penumpang dan atau/ barang.
Pasal 7
Rencana pembangunan pelabuhan secara nasional menggunakan pendekatan klaster, yaitu
berdasarkan pengelompokan pelabuhan yang secara geografis berdekatan dan secara operasional
saling terkait.
Pasal 8
(1) Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 berlaku untuk jangka
waktu 20 (dua puluh) tahun dan dilakukan evaluasi setiap 5 (lima) tahun.
8. (2) Dalam hal terjadi perubahan lingkungan strategis tertentu, Rencana Induk Pelabuhan
Nasional dapat dievaluasi sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun.
(3) Rencana Induk Pelabuhan Nasional termuat secara lengkap dalam lampiran peraturan ini.
(4) Uraian dalam Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) teridiri 5 (lima) Bab yaitu:
a. Bab 1 Pendahuluan;
b. Bab 2 Kebijakan Pelabuhan Nasional;
c. Bab 3 Perkiraan Lalu Lintas Barang di Pelabuhan dan Implikasinya terhadap
Pengembangan Sektor Pelabuhan;
d. Bab 4 Lokasi Pelabuhan dan Pengembangan Pelabuhan;
e. Bab 5 Rencana Aksi di bidang Pengaturan dan Kebijakan.
Pasal 9
Direktur Jenderal Perhubungan Laut mengawasi dan mengambil langkah lebih lanjut yang
diperlukan dalam rangka pelaksanaan Rencana Induk Pelabuhan Nasional.
Pasal 10
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal:
Menteri Perhubungan
9. LAMPIRAN:
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL
Bab 1. PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
Bab 2. KEBIJAKAN PELABUHAN NASIONAL ..................................................................................... 4
2.1 Kebijakan Pelabuhan Nasional ....................................................................................................... 4
2.2 Strategi Implementasi ................................................................................................................... 6
2.2.1 Pedoman Kebijakan Pelabuhan Nasional dan Strategi Bisnis yang Komprehensif ................. 6
2.2.2 Perencanaan Terpadu, Hierarki Pelabuhan dan Pemantauan Kinerja .................................... 6
2.2.3 Pengaturan Tarif................................................................................................................... 6
2.2.4 Mendorong Persaingan di Sektor Pelabuhan ........................................................................ 7
2.2.5 Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia di Pelabuhan .......................................... 7
2.2.6 Meningkatkan Keselamatan Kapal dan Keamanan Fasilitas Pelabuhan secara Efektif ............ 7
2.2.7 Meningkatkan Perlindungan Lingkungan Maritim secara Efektif ........................................... 7
Bab 3. PROYEKSI LALU LINTAS MUATAN MELALUI PELABUHAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBANGUNAN KEPELABUHANAN DI INDONESIA .............................................................................. 9
3.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 9
3.2 Proyeksi Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Berdasarkan Skenario Dasar (Base Case) ........... 10
3.3 Proyeksi Lalu Lintas Berbasis Skenario Alternatif......................................................................... 13
3.4 Implikasi terhadap Pembangunan Sektor Pelabuhan................................................................... 15
Bab 4. LOKASI DAN RENCANA PEMBANGUNAN PELABUHAN ........................................................ 16
4.1 Kebutuhan Investasi Pelabuhan .................................................................................................. 16
4.2 Pembiayaan Pelabuhan dan Kerangka Bantuan dan Penjaminan Pemerintah.............................. 19
4.2.1 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan ....................................................................................... 19
4.2.2 Potensi Sumber Pembiayaan Investasi Sektor Pemerintah ................................................ 19
4.2.3 Kerangka Dukungan dan Penjaminan Pemerintah ............................................................. 20
4.2.4 Strategi Pelaksanaan untuk Partisipasi Swasta dalam Investasi di Pelabuhan .................... 22
Bab 5. RENCANA AKSI DI BIDANG PENGATURAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN ......................... 24
5.1 Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Undang-undang Pelayaran ........................................ 24
5.2 Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Peraturan Pemerintah tentang Kepelabuhanan (PP No.
61/2009) ........................................................................................................................................... 24
5.3 Rencana Aksi Pelaksanaan Kebijakan ........................................................................................... 24
5.4 Inisiatif Jangka Pendek untuk Mengimplementasikan Kebijakan .................................................. 24
DAFTAR TABEL
Tabel 3-1 Lalu Lintas Barang Melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan dan Jenis
Muatan, pada Tahun 1999 dan 2009 ................................................................................................ 10
Tabel 3-2 Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan dan Jenis
Muatan dan Komoditas Utama, pada Tahun 2009 ............................................................................ 11
Tabel 3-3 Proyeksi Total Lalu Lintas Muatan Melalui Pelabuhan Indonesia Skenario Pertumbuhan
Dasar (Base Case) Periode Tahun 2009-2030 .................................................................................... 13
Tabel 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Jenis Terminal/Fasilitas
Pelabuhan untuk Tahapan Tahun 2011-2030 and Total Tahun 2011-2030 (dalam juta US$, tahun 2011)
......................................................................................................................................................... 17
Tabel 4-2 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan oleh Pemerintah dan Pihak Swasta untuk Pengembangan
Fasilitas Pelabuhan, 2011-2030 ......................................................................................................... 19
10. Tabel 4-3 Kerangka Hukum Investasi Sektor Swasta........................................................................... 21
Tabel 5-1 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Undang-Undang No. 17/2008
tentang Pelayaran ............................................................................................................................. 25
Tabel 5-2 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Tercakup dalam PP No. 61/2009…………………….25
Tabel 5-3 Rencana Aksi Implementasi Kebijakan................................................................................ 26
Tabel 5-4 Inisiatif untuk Pelaksanaan Kebijakan................................................................................. 29
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1-1 Kedudukan RIPN dalam Kerangka Kerja MP3EI ................................................................. 2
Gambar 1-2 Kerangka Kerja RIPN ........................................................................................................ 3
Gambar 3-1 Bongkar Muat Barang Melalui Pelabuhan Utama di Indonesia berdasarkan Arus
Perdagangan Tahun 2009 .................................................................................................................. 11
Gambar 3-2 Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Indonesia berdasarkan Jenis Muatan pada Tahun
2009 menurut Klaster Pelabuhan ..................................................................................................... 12
Gambar 3-3 Bongkar Muat Peti Kemas di Pelabuhan Utama Indonesia, Periode Tahun 1990-2009 .... 12
Gambar 3-4 Koridor Ekonomi dalam MP3EI ....................................................................................... 13
Gambar 3-5 Proyeksi Total Lalu Lintas Peti Kemas di Pelabuhan Indonesia menurut Skenario
Pertumbuhan , Periode Tahun 2015-2030 ....................................................................................... 14
Gambar 3-6 Proyeksi Total Lalu Lintas Muatan di Pelabuhan Indonesia berdasarkan Jenis Muatan
Menurut Skenario Pertumbuhan , Periode Tahun 2015-2030 ............................................................ 14
Gambar 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Tahapan Pengembangan
......................................................................................................................................................... 18
Gambar 4-2 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Jenis Fasilitas Pelabuhan..
......................................................................................................................................................... 18
DAFTAR SUPLEMEN
Suplemen A-1 Hierarki Pelabuhan ..................................................................................................... 32
Suplemen B-1 Arus Perdagangan Internasional Utama untuk Lalu-Lintas Peti Kemas Indonesia Tahun
2009.................................................................................................................................................. 69
Suplemen B-2 Arus Perdagangan Domestik Utama untuk Lalu-Lintas Peti Kemas Indonesia Tahun 2009
......................................................................................................................................................... 69
Suplemen B-3 Arus Perdagangan Internasional Utama untuk Lalu-Lintas Kargo Umum (General Cargo)
Indonesia Tahun 2009 ....................................................................................................................... 70
Suplemen B-4 Arus Perdagangan Domestik Utama untuk Lalu-Lintas Kargo Umum (General Cargo)
Indonesia Tahun 2009 ....................................................................................................................... 70
Suplemen B-5 Arus Perdagangan Internasional Utama untuk Curah Kering Indonesia Tahun 2009 .... 71
Suplemen B-6 Arus Perdagangan Domestik Utama untuk Curah Kering Indonesia Tahun 2009 .......... 71
Suplemen B-7 Arus Perdagangan Internasional Utama untuk Curah Cair Indonesia Tahun 2009 ........ 72
Suplemen B-8 Arus Perdagangan Domestik Utama untuk Curah Cair Indonesia Tahun 2009 .............. 72
Suplemen C-1 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Sumatera ............................................... 73
Suplemen C-2 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Jawa ...................................................... 73
Suplemen C-3 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Kalimantan ............................................ 74
Suplemen C-4 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Sulawesi ................................................ 74
Suplemen C-5 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara ................................ 75
Suplemen C-6 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku.................... 75
Suplemen D-1 Koridor Ekonomi Sumatera ......................................................................................... 76
Suplemen D-2 Koridor Ekonomi Jawa ................................................................................................ 76
Suplemen D-3 Koridor Ekonomi Kalimantan ...................................................................................... 76
11. Suplemen D-4 Koridor Ekonomi Bali dan Nusa Tenggara.................................................................... 76
Suplemen D-5 Koridor Ekonomi Sulawesi .......................................................................................... 76
Suplemen D-6 Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku ............................................................. 76
Suplemen E-1 Rencana Pengembangan Fisik Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Fasilitas
Pelabuhan, Tahun 2011-2030 ............................................................................................................ 83
Suplemen E-2 Rencana Investasi Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Fasilitas Pelabuhan,
Tahun 2011-2030 ............................................................................................................................. 92
12.
13. Bab 1. PENDAHULUAN
Sebagai negara kepulauan yang pertumbuhan ekonominya sangat tergantung kepada transportasi
laut, beroperasinya pelabuhan secara efisien di Indonesia menjadi prioritas utama. Selain dalam
rangka pemberdayaan industri angkutan laut nasional, Undang-undang Pelayaran No. 17 tahun 2008
lebih lanjut menjabarkan prioritas yang berkaitan dengan peningkatan efisiensi dan kesinambungan
pembangunan pelabuhan, keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan
maritim. Arah kebijaksanaan untuk bidang kepelabuhanan menekankan kepada penataan
penyelenggaraan kepelabuhanan, reformasi kelembagaan, peningkatan persaingan, penghapusan
monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta
memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proporsional dalam penyelenggaraan
dan perencanaan pengembangan pelabuhan, serta penyiapan sumber daya manusia yang profesional
untuk memenuhi kebutuhan sektor pemerintah dan swasta.
Pendekatan multi-dimensi yang diamanatkan oleh Undang-undang diharapkan dapat mendukung
dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia , barang dan
jasa, membantu terciptanya konektivitas dan pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis serta
meningkatkan kesejahterasan rakyat Indonesia.
Visi kepelabuhanan Indonesia yang dapat merefleksikan perannya secara multi-dimensi adalah:
“Sistem kepelabuhanan yang efisien, kompetitif dan responsif yang
mendukung perdagangan internasional dan domestik serta mendorong
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah”.
UU Pelayaran No. 17 tahun 2008 menetapkan bahwa Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN)
disusun sebagai kerangka kebijakan untuk memfasilitasi tercapainya visi tersebut. RIPN akan menjadi
acuan bagi pembangunan kepelabuhanan di Indonesia. Di dalam RIPN juga terdapat prediksi lalu-
lintas pelabuhan, kebutuhan pengembangan fisik pelabuhan, kebutuhan investasi dan strategi
pendanaan, program modernisasi pelabuhan dan integrasinya dengan pembangunan ekonomi dalam
kerangka sistem transportasi nasional.
RIPN disusun dengan mengintegrasikan rencana lintas sektor, meliputi keterkaitan antara sistem
transportasi nasional dan rencana pengembangan koridor ekonomi serta sistem logistik nasional,
rencana investasi dan implementasi kebijakan, peran serta sektor pemerintah dan swasta,
pemerintah pusat dan daerah. Integrasi tersebut menjadi landasan utama untuk perencanaan dan
investasi jangka panjang dimana bentuknya tidak hanya berupa pembangunan fisik namun juga
menyangkut peningkatan efisiensi dan upaya memaksimalkan pemanfaatan kapasitas pelabuhan yang
ada serta berbagai langkah terkait dengan aspek pengaturan, kelembagaan, dan operasional
pelabuhan.
1
15. Gambar 1-2 Kerangka Kerja RIPN
VISI
Terwujudnya sistem kepelabuhanan yang efisien, kompetitif dan responsif, yang
mendukung perdagangan internasional dan domestik serta mendorong pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan wilayah.
TUJUAN
- Meningkatkan daya saing dalam perdagangan global dan pelayanan jasa transportasi
- Meningkatkan daya saing jasa kepelabuhanan, mengurangi biaya pelabuhan dan
meningkatkan pelayanan jasa pelabuhan
- Mensinergikan pelabuhan dengan pembangunan sistem transportasi nasional, sistem logistik
nasional dan pembangunan ekonomi
- Mengembangkan kapasitas pelabuhan untuk memenuhi permintaan kebutuhan jasa
transportasi
- Mengembangkan kapasitas sumber daya manusia dalam sektor kepelabuhanan.
RENCANA AKSI
Kelembagaan Perencanaan Peraturan Pengembangan SDM
- Transisi implementasi - Integrasi dengan - Penyusunan peraturan - Mendorong peningkatan
kelembagaan Otoritas
Kelembagaan perencanaan sistem pelaksanaan dari UU produktivitas pelabuhan
Pelabuhan transportasi nasional dan Pelayaran No. 17/2008 - Transisi penerapan
- Kejelasan fungsi Otoritas wilayah - Penyusunan peraturan praktek internasional
Pelabuhan dan Pelindo - Integrasi dengan rencana pelaksanaan untuk dalam pengembangan
- Penyerahan pelabuhan pembangunan ekonomi efektivitas perencanaan, SDM dan tenaga kerja
pengumpan kepada nasional pembangunan dan pelabuhan
pemerintah daerah - Pengembangan kapasitas manajemen pelabuhan - Melakukan dialog
untuk memenuhi - Mendorong persaingan dengan pemangku
kebutuhan jasa dan pengurangan kepentingan dalam
kepelabuhanan hambatan akses pasar reformasi buruh
- Penyiapan pedoman - Implementasi Kebijakan pelabuhan
untuk pengembangan Kepelabuhanan Nasional - Mengembangkan
rencana induk masing- program pelatihan SDM
masing pelabuhan dan buruh pelabuhan
Teknologi Pembiayaan & Investasi
- Mempercepat - Menerapkan skema
pembangunan sistem Partisipasi Sektor Swasta
informasi terintegrasi (KPS)
kepelabuhanan - Pemanfaatan sumber
pendanaan domestik
- Mendorong aplikasi - Pengaturan arus
teknologi yang sesuai pendapatan dari
dengan kebutuhan pasar konsesi/sewa dan
sumber lainnya kepada
Otoritas Pelabuhan
3
16. Bab 2. KEBIJAKAN PELABUHAN NASIONAL
Kebijakan pelabuhan nasional merupakan bagian dalam proses integrasi multimoda dan
lintas sektoral. Peran pelabuhan tidak dapat dipisahkan dari sistem transportasi nasional dan
strategi pembangunan ekonomi oleh karena itu kebijakan tersebut lebih menekankan pada
perencanaan jangka panjang dalam kemitraan antar lembaga pemerintah dan antar sektor
publik dan swasta. Munculnya rantai pasok global (supply chain management) sebagai
model bisnis yang diunggulkan, merupakan faktor kunci dalam perubahan ekonomi global.
Perkembangan teknologi informasi komunikasi dan transportasi mempengaruhi strategi
bisnis yang terintegrasi antara produksi, pemasaran, transportasi, distribusi dan klaster
industri dalam koridor ekonomi.
Kelancaran, keamanan dan ketepatan waktu, dalam sistem multi moda transportasi yang
efisien merupakan kunci keberhasilan bisnis yang dapat meningkatkan daya saing Indonesia.
Karena itu diperlukan keterpaduan multimoda transportasi dan sistem logistik nasional
dalam penetapan kebijakan dan pembangunan infrastruktur fisik. Infrastruktur transportasi
merupakan faktor dominan yang berkaitan dengan kebijakan publik, peraturan, dan sistem
operasi. Peran investasi swasta sangat penting, dimana komitmen kebijakan pemerintah
perlu menciptakan iklim yang kondusif sekaligus melindungi kepentingan publik.
Dalam sistem transportasi nasional yang efesien dan efektif, kebijakan maritim masa depan
di Indonesia mempunyai potensi dan peluang yang besar. Berbagai kebijakan akan diadakan
perubahan secara berkesinambungan sesuai dengan prioritas dan perkembangan
lingkungan strategis dan internasional (continuous improvement process). Untuk itu
masukan dari para pemangku kepentingan sangat diperlukan.
Kebijakan pelabuhan nasional akan merefleksikan perkembangan sektor pelabuhan menjadi
industri jasa kepelabuhanan kelas dunia yang kompetitif dan sistem operasi pelabuhan
sesuai dengan standar internasional baik dalam bidang keselamatan pelayaran maupun
perlindungan lingkungan maritim. Tujuannya adalah untuk memastikan sektor pelabuhan
dapat meningkatkan daya saing, mendukung perdagangan, terintegrasi dengan sistem multi-
moda transportasi dan sistem logistik nasional. Kerangka hukum dan peraturan akan
diarahkan dalam upaya menjamin kepastian usaha, mutu pelayanan yang lancar dan cepat,
kapasitas mencukupi, tertib, selamat, aman, tepat waktu, tarif terjangkau, kompetitif,
aksesibilitas tinggi dan tata kelola yang baik. Kebijakan tersebut akan terus dibangun dan
dikembangkan berdasarkan konsensus dan komitmen dari para pemangku kepentingan.
2.1. Kebijakan Pelabuhan Nasional
Kebijakan Pelabuhan nasional diarahkan dalam upaya:
• Mendorong Investasi Swasta
Untuk mendukung rencana MP3I, partisipasi sektor swasta merupakan kunci
keberhasilan dalam percepatan pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan
Indonesia, karena kemampuan finansial sektor publik terbatas.
• Mendorong Persaingan
Mewujudkan iklim persaingan yang sehat dalam kegiatan usaha kepelabuhanan
yang diharapkan dapat menghasilkan jasa kepelabuhanan yang efektif dan efisien.
4
17. • Pemberdayaan Peran Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan
Upaya perwujudan peran Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan
sebagai pemegang hak pengelolaan lahan daratan dan perairan (landlord port
authority) dapat dilaksanakan secara bertahap. Upaya tersebut termasuk rencana
transformasi Otoritas Pelabuhan/Unit Penyelenggara Pelabuhan menjadi Badan
Layanan Umum (BLU), sehingga akan mencerminkan penyelenggara pelabuhan yang
lebih fleksibel dan otonom.
• Terwujudnya Integrasi Perencanaan
Perencanaan pelabuhan harus mampu mengantisipasi dinamika pertumbuhan
kegiatan ekonomi dan terintegrasi kedalam penyusunan rencana induk pelabuhan
khususnya dikaitkan dengan MP3EI/koridor ekonomi, sistem transportasi nasional,
sistem logistik nasional, rencana tata ruang wilayah serta melibatkan masyarakat
setempat.
• Menciptakan kerangka kerja hukum dan peraturan yang tepat dan fleksibel
Peraturan pelaksanaan yang menunjang implementasi yang lebih operasional akan
dikeluarkan untuk meningkatkan keterpaduan perencanaan, mengatur prosedur
penetapan tarif jasa kepelabuhanan yang lebih efisien, dan mengatasi kemungkinan
kegagalan pasar.
• Mewujudkan sistem operasi pelabuhan yang aman dan terjamin
Sektor pelabuhan harus memiliki tingkat keselamatan kapal dan keamanan fasilitas
pelabuhan yang baik serta mempunyai aset dan sumber daya manusia yang andal.
Keandalan teknis minimal diperlukan untuk memenuhi standar keselamatan kapal
dan keamanan fasilitas pelabuhan yang berlaku di pelabuhan Indonesia. Secara
bertahap diperlukan penambahan kapasitas untuk memenuhi standar yang sesuai
dengan protokol internasional.
Meningkatkan perlindungan lingkungan maritim
Pengembangan pelabuhan akan memperluas penggunaan wilayah perairan yang
akan meningkatkan dampak terhadap lingkungan maritim. Otoritas Pelabuhan dan
Unit Penyelenggara Pelabuhan harus lebih cermat dalam mitigasi lingkungan, guna
memperkecil kemungkinan dampak pencemaran lingkungan maritim. Mekanisme
pengawasan yang efektif akan diterapkan melalui kerja sama dengan instansi terkait
termasuk program tanggap darurat.
• Mengembangkan sumber daya manusia
Pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan
profesionalisme dan kompetensi dalam upaya meningkatkan produktivitas dan
tingkat efisiensi, termasuk memperhatikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan
kerja tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan. Lembaga pelatihan, kejuruan dan
perguruan tinggi akan dilibatkan dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja
sektor pelabuhan, termasuk perempuan untuk memenuhi standar internasional.
5
18. 2.2 Strategi Implementasi
2.2.1 Pedoman Kebijakan Pelabuhan Nasional dan Strategi Bisnis yang Komprehensif
Pelaksanaan Kebijakan Pelabuhan Nasional akan diawasi secara efektif dan
dipublikasikan secara berkala kepada para pemangku kepentingan. Pedoman
pelaksanaan Kebijakan Pelabuhan Nasional akan dikeluarkan setelah dilakukan
konsultasi dengan para pemangku kepentingan.
2.2.2. Perencanaan Terpadu, Hierarki Pelabuhan dan Pemantauan Kinerja
Perencanaan pengembangan pelabuhan dalam kerangka sistem transportasi
nasional akan dikoordinasikan dengan perencanaan sektoral masing-masing moda
transportasi, instansi terkait lainnya dan Otoritas Pelabuhan. Pedoman tentang
perencanaan pembangunan dan pengembangan pelabuhan akan dikeluarkan yang
meliputi pedoman proses perencanaan pembangunan dan pengembangan
pelabuhan . Pelindo dan badan usaha pelabuhan lainnya diminta untuk memberikan
informasi yang relevan kepada Otoritas Pelabuhan untuk disinkronisasikan dengan
rencana induk masing-masing pelabuhan.
Status pelabuhan akan direview secara berkala untuk menentukan kemungkinan
terjadinya perubahan hierarki pelabuhan dan implikasinya terhadap revisi Rencana
Induk Pelabuhan Nasional dan rencana induk masing-masing pelabuhan.
Sistem indikator kinerja akan diterapkan untuk tujuan perencanaan dan
pemantauan serta hasil pencapaian kinerja pelabuhan akan dipublikasikan secara
berkala.
2.2.3 Pengaturan Tarif
Pengaturan penetapan tarif harus mudah diterapkan dalam arti setiap jasa
kepelabuhanan dikenakan tarif sesuai dengan jasa yang disediakan. Tarif yang
diusulkan Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggata Pelabuhan dapat ditolak
apabila tidak wajar dibandingkan dengan biaya penyediaan jasa atau infrastruktur.
Tarif yang diusulkan badan usaha pelabuhan akan diajukan kepada Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) apabila dinilai anti-kompetitif atau diskriminatif.
Review tarif dilakukan tanpa mengurangi kebebasan badan usaha pelabuhan untuk
menegosiasikan perjanjian kerja sama usaha dengan mitra bisnisnya.
Pedoman tentang prosedur pemantauan dan review tarif akan dikeluarkan untuk
mempermudah penerapan tarif agar tidak menimbulkan beban yang tidak wajar
kepada Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, atau badan usaha
pelabuhan. Pedoman tersebut juga akan memberikan penjelasan tentang penerapan
tarif atau perjanjian jasa pelayanan pelabuhan yang anti-kompetitif.
6
19. 2.2.4 Mendorong Persaingan di Sektor Pelabuhan
Persaingan di sektor pelabuhan akan didorong, khususnya pengembangan
pelabuhan baru atau perluasan pelabuhan yang sudah ada.
Pedoman tentang prosedur penyampaian keberatan dan penyelesaian sengketa
akan dikeluarkan untuk mengatasi perilaku anti-kompetitif.
2.2.5 Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia di Pelabuhan
Dalam upaya meningkatkan keterampilan tenaga kerja bongkar muat (TKBM),
identifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan pendidikan di sektor pelabuhan
akan dilakukan melalui konsultasi dengan badan usaha pelabuhan, Otoritas
Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, koperasi tenaga kerja dan pusat
pelatihan yang ada. Kebutuhan dan strategi pengembangan pendidikan dan
pelatihan akan direvisi secara berkala untuk disesuaikan dengan tuntutan
permintaan.
Nota kesepahaman akan dibuat dengan pusat pelatihan, lembaga kejuruan, dan
perguruan tinggi untuk pengembangan sumber daya manusia di sektor pelabuhan
dan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja serta memastikan kurikulum
pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan para pemangku kepentingan.
Konsultasi akan dilakukan dengan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat dan
pemangku kepentingan lainya merumuskan peningkatan kesejahteraan dan insentif
yang dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja, memperbaiki praktek jam
kerja efektif, jumlah tenaga kerja riil, memperluas program pelatihan dan
mengidentifikasi strategi untuk meningkatkan persaingan diantara koperasi
penyedia tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di pelabuhan.
Keikutsertaan tenaga kerja perempuan di sektor pelabuhan akan didorong dan
dilibatkan dalam program pendidikan dan pelatihan yang diadakan lembaga
pelatihan, kejuruan dan perguruan tinggi.
2.2.6 Meningkatkan Keselamatan Kapal dan Keamanan Fasilitas Pelabuhan secara Efektif
Penerapan peraturan tentang keselamatan kapal dan keamanan fasilitas pelabuhan akan
dilaksanakan secara konsekuen dalam rangka memberikan kewenangan yang lebih efektif
kepada Otoritas Pelabuhan dan Syahbandar berdasarkan pedoman dan standar
internasional.
2.2.7 Meningkatkan Perlindungan Lingkungan Maritim secara Efektif
Dalam rangka menjamin perlidungan lingkungan maritim yang efektif di pelabuhan,
pedoman tentang mitigasi lingkungan maritim di pelabuhan akan lebih
dikembangkan oleh Kementerian Perhubungan dan dilaksanakan oleh Otoritas
Pelabuhan yang mengatur:
7
20. Mitigasi lingkungan maritim di pelabuhan sesuai standar Indonesia dan
pedoman internasional;
Kerangka kerja sistem manajemen lingkungan maritim; dan
Pengawasan internal dan audit independen yang dilakukan secara berkala.
Peran Syahbandar untuk mengelola dan mengendalikan pencemaran di pelabuhan
akan lebih ditingkatkan.
Sistem manajemen lingkungan maritim akan diterapkan melalui kemitraan dengan
pemangku kepentingan di bidang pelayaran untuk memastikan sistem tanggap
darurat berfungsi di sektor pelabuhan.
8
21. Bab 3. Proyeksi Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan dan
Implikasinya terhadap Pembangunan Kepelabuhanan di
Indonesia
3.1 Latar Belakang
Peran pelabuhan di Indonesia sebagai negara maritim sangat dominan dalam pembangunan
nasional. Hal tersebut tercermin kegiatan pelabuhan untuk menunjang perdagangan
internasional dan domestik secara nasional skalanya sangat besar. Pada tahun 2009,
pelabuhan Indonesia menangani 968,4 juta ton muatan yang terdiri atas 560,4 juta ton
muatan curah kering (hampir tiga perempatnya adalah batubara), 176,1 juta ton muatan
curah cair (86 persennya adalah minyak bumi atau produk minyak bumi dan minyak kelapa
sawit), 143,7 juta ton general cargo dan 88,2 muatan peti kemas (terlihat pada Tabel 3-1,
dan Gambar 3-1 dan 3-2).
Perdagangan luar negeri tercatat sebesar 543,4 juta ton atau 56 % dari total volume muatan
yang ditangani melalui pelabuhan Indonesia pada tahun 2009. Muatan ekspor sebesar 442,5
juta ton atau lebih dari 80 % perdagangan luar negeri, sementara impor sebanyak 101,0 juta
ton atau 20 % perdagangan luar negeri. Muatan ekspor lebih tinggi karena angkutan
batubara jumlahnya sangat besar yaitu 278,6 juta ton pada tahun yang 2009.
Tabel 3-1 juga menunjukkan pertumbuhan lalu lintas barang melalui pelabuhan Indonesia
dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 1999 sampai dengan 2009 yang meningkat rata-rata
11,0 %. Namun demikian, penyebaran pertumbuhannya sangatlah beragam, sebagai contoh,
lalu lintas curah kering meningkat lebih dari lima kali lipat dari 95,2 juta ton pada tahun 1999
menjadi 560,4 juta ton pada tahun 2009. Muatan peti kemas juga meningkat rata-rata 12,3
%, yaitu dari 27,7 juta ton pada tahun 1999 menjadi 88,2 juta ton pada tahun 2009 (lihat
juga Gambar 3-3). General cargo meningkat rata-rata 7,3 %, sementara muatan curah cair
meningkat lebih rendah yaitu 1,7 %, sementara komoditas curah cair memiliki pertumbuhan
yang lebih rendah, yaitu 1,7% selama perioda ini. Lalu lintas pelabuhan total Indonesia
menurut kelompok jenis muatan utama diperlihatkan pada Tabel 3-2 serta secara grafis
pada Gambar 3-1 sampai 3-3. Sedangkan lalu lintas antar pelabuhan (arus perdagangan)
menurut jenis komoditas ditunjukkan pada Suplemen A.
Pertumbuhan perdagangan masa depan di Indonesia akan banyak dipengaruhi oleh tingkat
implementasi kebijakan pemerintah untuk melakukan percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi, yang tertuang dalam Master Plan for Acceleration and Expansion of
Indonesia Economic Development 2011-2025 (MP3EI). Dengan pusat pertumbuhan dan
koridor ekonomi yang telah ditetapkan (Gambar 3-4) beserta sistem transportasi nasional
yang akan menjamin konektivitas, MP3EI mengarahkan untuk terwujudnya Indonesia yang
mandiri, maju, adil, dan makmur. Melalui implementasi MP3EI, Indonesia diharapkan dapat
menjadi negara maju pada tahun 2025, yang berarti pertumbuhan ekonomi riil antara 6,4 –
7,5% diharapkan bisa tercapai pada periode 2011 – 2014. Selain itu, tingkat inflasi juga
diperkirakan turun dari 6,5% pada 2011 – 2014 menjadi 3,0% pada 2025.
9
22. Peranan Pelabuhan menjadi sangat penting bagi terwujudnya tujuan MP3EI. Disisi lain, bila
MP3EI dapat diimplementasikan dengan baik, maka implikasinya adalah pertumbuhan lalu
lintas barang melalui pelabuhan menjadi lebih tinggi. Pelabuhan strategis di masing-masing
koridor ekonomi disajikan dalam Suplemen C.
3.2. Proyeksi Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Berdasarkan Skenario Dasar (Base
Case)
Tabel 3-3 menyajikan proyeksi total muatan yang akan ditangani pelabuhan di Indonesia
berdasarkan jenis muatan dan komoditas dari tahun 2009 sampai dengan 2030. Total lalu
lintas muatan melalui pelabuhan diperkirakan meningkat dari 1,0 milyar ton pada tahun
2009 menjadi 1,3 milyar ton pada tahun 2015 dan menjadi 1,5 milyar ton pada tahun 2020.
Angka pertumbuhan rata-rata tahunan mencapai 4,5 % dari tahun 2009 sampai dengan 2015
dan 3,7 % dari tahun 2015 sampai dengan 2020.
Tabel 3-1 Lalu Lintas Barang Melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan
dan Jenis Muatan, pada Tahun 1999 dan 2009 (dalam ribu ton)
10
23. Tabel 3-2 Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan
dan Jenis Muatan dan Komoditas Utama, pada Tahun 2009 (dalam ribu ton)
Gambar 3-1 Bongkar Muat Barang melalui Pelabuhan di Indonesia berdasarkan Arus
Perdagangan Tahun 2009 (dalam ribu ton)
Keterangan:
Ekspor
Impor
Bongkar (Domestik)
Muat (Domestik)
11
24. Gambar 3-2 Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Indonesia berdasarkan Jenis Muatan pada
Tahun 2009 menurut Klaster Pelabuhan (dalam ribu ton)
Keterangan:
General Cargo
Peti Kemas
Curah Kering
Curah Cair
Gambar 3-3 Bongkar Muat Peti Kemas di Pelabuhan Indonesia, Periode Tahun 1990-2009
Keterangan:
Tahun 1990
Tahun 2000
Tahun 2009
12
25. Gambar 3-4 Koridor Ekonomi dalam MP3EI
Tabel 3-3 Proyeksi Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Indonesia Skenario Pertumbuhan
Dasar (Base Case) Periode Tahun 2009-2030 (dalam ribu ton)
2009 2015 2020 2030
Jenis Muatan Jenis Perdagangan Jenis Perdagangan Jenis Perdagangan Jenis Perdagangan
Total Total Total Total
Internasional Domestik Internasional Domestik Internasional Domestik Internasional Domestik
General Cargo 32,840 110,859 143,699 39,213 148,562 187,775 43,294 180,748 224,043 50,245 242,911 293,155
Peti Kemas 61,000 27,223 88,222 106,894 65,626 172,519 157,271 100,020 257,291 294,234 183,446 477,680
Curah Kering 312,852 255,914 568,766 328,918 342,135 671,053 310,318 438,906 749,224 284,436 675,731 960,167
Semen 144 14,941 15,085 6,700 21,925 28,625 8,757 28,655 37,411 14,264 48,947 63,210
Batubara 279,303 139,349 418,652 279,303 203,330 482,633 250,000 272,101 522,101 200,000 443,224 643,224
Biji Besi 10,531 91 10,623 13,714 400 14,114 16,686 1,000 17,686 23,537 2,000 25,537
Pupuk 5,162 30,665 35,828 7,323 39,934 47,257 9,346 48,586 57,932 14,514 68,536 83,050
Biji-bijian 3,832 2,343 6,175 4,316 2,639 6,954 4,672 2,885 7,557 5,422 3,348 8,770
Curah Kering Lain 13,879 60,124 74,003 17,562 73,907 91,469 20,858 85,679 106,537 26,700 109,676 136,376
Curah Cair 136,723 39,349 176,072 178,042 52,718 230,759 216,653 65,700 282,353 315,952 97,252 413,204
Minyak Bumi & Produk 91,110 385 91,495 118,649 501 119,151 144,355 610 144,965 213,681 903 214,584
CPO 22,438 38,485 60,923 30,069 51,574 81,643 37,471 64,271 101,742 55,467 95,136 150,603
Curah Cair Lain 23,175 479 23,654 29,323 642 29,965 34,827 819 35,646 46,805 1,213 48,017
Total 543,415 433,346 976,761 653,066 609,040 1,262,106 727,537 785,374 1,512,911 944,867 1,199,340 2,144,207
Rata-rata Pertumbuhan Tahunan (%)
General Cargo - - - 3.0 5.0 4.6 2.0 4.0 3.6 1.5 3.0 2.7
Container - - - 9.8 15.8 11.8 8.0 8.8 8.3 6.5 6.3 6.4
Dry Bulk - - - 0.8 5.0 2.8 (1.2) 5.1 2.2 (0.9) 4.4 2.5
Cement - - - 89.7 6.6 11.3 5.5 5.5 5.5 5.0 5.5 5.4
Coal - - - - 6.5 2.4 (2.2) 6.0 1.6 (2.2) 5.0 2.1
Iron Ore - - - 4.5 27.9 4.9 4.0 20.1 4.6 3.5 7.2 3.7
Fertilizer - - - 6.0 4.5 4.7 5.0 4.0 4.2 4.5 3.5 3.7
Grain - - - 2.0 2.0 2.0 1.6 1.8 1.7 1.5 1.5 1.5
Other Dry Bulk - - - 4.0 3.5 3.6 3.5 3.0 3.1 2.5 2.5 2.5
Liquid Bulk - - -
Petroleum & Products - - - 4.5 4.5 4.5 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
CPO - - - 5.0 5.0 5.0 4.5 4.5 4.5 4.0 4.0 4.0
Other Liquid Bulk - - - 4.0 5.0 4.0 3.5 5.0 3.5 3.0 4.0 3.0
Total - - - 3.1 5.8 4.4 2.2 5.2 3.7 2.6 4.3 3.5
3.3. Proyeksi Lalu Lintas Berbasis Skenario Alternatif
Sebagaimana terlihat pada Gambar 3-5, pada Skenario Pertumbuhan Tinggi, total lalu lintas
peti kemas Indonesia pada tahun 2030 akan mencapai 57 juta TEU, sementara pada
Skenario Pertumbuhan Dasar akan mencapai 48 juta TEU, sedangkan pada Skenario
13
26. Pertumbuhan Rendah 42 juta TEU. Gambar 3-6 menyajikan secara jelas proyeksi untuk total
perdagangan peti kemas untuk ketiga skenario.
Gambar 3-5 Proyeksi Total Lalu Lintas Peti Kemas di Pelabuhan Indonesia menurut
Skenario Pertumbuhan, Periode Tahun 2015-2030 (dalam ribu TEU)
Skenario Proyeksi
60,000 Tinggi
Low Growth
000's TEUs
DasarCase
Base
50,000
Rendah
High Growth
40,000
30,000
20,000
10,000
-
2015 2020 2025 2030
Tahun
Year
Gambar 3-6 Proyeksi Total Lalu Lintas Muatan di Pelabuhan Indonesia berdasarkan Jenis
Muatan Menurut Skenario Pertumbuhan, Periode Tahun 2015-2030 (dalam ribu ton)
Curah Kering
Curah Cair
Peti Kemas
General Cargo
Rendah
Rendah
Rendah
Skenario
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Dasar
Dasar
Dasar
Proyeksi
Tahun
Gambar 3-6 menyajikan proyeksi total lalu lintas muatan di Indonesia berdasarkan jenis
muatan untuk ketiga skenario tersebut. Total lalu lintas muatan diprakirakan mencapai 2,7
milyar ton pada tahun 2030, mencapai 2,1 milyar ton pada Skenario Pertumbuhan Dasar dan
1,8 milyar ton pada Skenario Pertumbuhan Rendah.
14
27. 3.4. Implikasi terhadap Pembangunan Sektor Pelabuhan
Hasil proyeksi lalu lintas muatan melalui pelabuhan di Indonesia mempunyai implikasi yang
perlu dipertimbangkan dalam pengembangan sistem pelabuhan nasional, yaitu diantaranya:
• Pada tahun 2020 lalu lintas peti kemas Indonesia akan meningkat lebih dari dua kali lipat
volume tahun 2009 dan akan kembali meningkat dua kali lipat pada tahun 2030;
Pengembangan terminal peti kemas sangat diperlukan di berbagai lokasi pelabuhan;
Peningkatan volume peti kemas juga akan menimbulkan kebutuhan pengembangan
pelabuhan peti kemas sebagai pelabuhan hub baru, baik di bagian barat maupun di timur
Indonesia, seperti Kuala Tanjung dan Bitung. Namun kajian yang lebih spesifik diperlukan
untuk pengembangan pelabuhan hub tersebut.
Pertumbuhan lalu lintas curah kering dan cair yang lebih rendah menunjukkan bahwa
total tonase muatan hanya akan meningkat sampai dengan 50% pada tahun 2020 dan
50% lagi pada tahun 2030.
15
28. Bab 4. LOKASI DAN RENCANA PEMBANGUNAN PELABUHAN
Penyusunan rencana kebutuhan pengembangan pelabuhan didasarkan pada pendekatan
penilaian kapasitas pelabuhan dan memperhatikan skema pembangunan untuk masing-
masing pelabuhan. Selain kebijakan pemerintah, juga telah memperhatikan program
pembangunan pelabuhan yang diusulkan Pelindo sebagai pengelola pelabuhan strategis di
Indonesia.
Kebijakan pemerintah yang menjadi dasar utama bagi pengembangan pelabuhan meliputi
(a) prioritas pengembangan konektivitas dan prasarana pelabuhan untuk mendukung
program koridor perekonomian Indonesia tahun 2025, (b) Cetak Biru Transportasi
Multimoda/Antarmoda untuk mendukung Sistem Logistik Nasional, dan (c) Rencana
Strategis Sektor Perhubungan.
Suplemen D memberikan rangkuman parameter perencanaan dan strategi pengembangan
pelabuhan pada enam koridor pembangunan ekonomi sampai dengan 2030. Rangkuman
tersebut memuat proyeksi lalu lintas muatan melalui pelabuhan berdasarkan jenis kargo,
disain kapal dan target produktivitas, strategi investasi, dan kegiatan bisnis utama
pelabuhan.
Suplemen E memuat daftar rencana pengembangan pelabuhan (termasuk pengembangan
kapasitas dan kebutuhan investasi) sampai dengan 2030 berdasarkan wilayah, lokasi, dan
fasilitas pelabuhan.
4.1. Kebutuhan Investasi Pelabuhan
Table 4-1 menunjukkan rincian dari total kebutuhan investasi pelabuhan di Indonesia sampai
dengan 2030 berdasarkan koridor pembangunan ekonomi dan jenis fasilitas pelabuhan.
Total investasi sebesar 46,1 milyar US$ terdiri dari 12,1 milyar US$ (tahun 2011-2015), 12,0
milyar US$ (tahun 2016-2020) dan 22,0 milyar US$ (tahun 2021-2030). Gambar 4-1
menunjukkan distribusi kebutuhan investasi sektor pelabuhan berdasarkan koridor ekonomi
dan tahapan pengembangan; sedangkan Gambar 4-2 memperlihatkan distribusi kebutuhan
investasi pelabuhan menurut koridor ekonomi dan jenis terminal/fasilitas pelabuhan.
Suplemen E memberikan rincian kebutuhan investasi pelabuhan sampai dengan 2030
berdasarkan koridor ekonomi dan jenis terminal/fasilitas pelabuhan.
Secara ringkas, Tabel 4-2 menunjukkan indikasi kebutuhan jumlah pendanaan dari sektor
pemerintah dan swasta selama periode tahun 2011-2030.
16
29. Tabel 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Jenis
Terminal/Fasilitas Pelabuhan untuk Tahapan Tahun 2011-2030 and Total Tahun 2011-2030
(dalam juta US$, tahun 2011)
Terminal CDC/ Pesiar/ Lahan/
Periode dan Koridor
Peti Minyak Batu- Curah Terminal Multi Pari- Infra. Total
Ekonomi CPO
Kemas Bumi Bara Lainnya Lainnya*) moda wisata Dasar
2011-2015
Sumatra 455 388 289 387 63 31 25 - 613 2.250
Java 2.095 - 339 60 86 354 130 200 2.342 5.606
Bali-Nusa Tenggara 7 - 20 - 41 121 - 5 190 384
Kalimantan 186 138 89 366 430 195 - - 30 1.434
Sulawesi 121 9 50 - 122 335 75 - 61 773
Papua- Kepulauan Maluku 183 - 34 - 122 1.070 - - 258 1.667
Total 3.046 535 821 813 862 2.107 230 205 3.494 12.114
2016-2020
Sumatra 2.192 467 344 299 167 44 - - 222 3.735
Java 2.297 - 508 60 35 120 250 150 - 3.420
Bali-Nusa Tenggara 30 - 20 - 35 243 - 369 61 757
Kalimantan 120 138 89 346 35 243 - - 61 1.031
Sulawesi 141 9 50 - 106 486 - - 121 912
Papua- Kepulauan Maluku 123 - 48 - 106 1.458 - - 364 2.098
Total 4.901 614 1.058 705 484 2.594 250 519 830 11.954
2021-2030
Sumatra 4.329 903 762 597 202 88 - - - 6.881
Java 4.164 8 827 120 115 150 340 150 - 5.875
Bali-Nusa Tenggara 60 - 40 - 70 486 - 369 121 1.146
Kalimantan 338 275 178 693 70 486 - - 121 2.161
Sulawesi 216 25 107 - 211 972 - - 243 1.773
Papua- Kepulauan Maluku 245 10 97 - 211 2.915 - - 729 4.207
Total 9.352 1.221 2.011 1.410 882 5.097 340 519 1.215 22.044
2011-2030
Sumatra 6.975 1.758 1.395 1.283 432 163 25 - 835 12.866
Java 8.556 8 1.674 240 236 624 720 500 2.342 14.901
Bali-Nusa Tenggara 97 - 80 - 146 850 - 742 373 2.288
Kalimantan 644 550 356 1.405 535 924 - - 213 4.626
Sulawesi 477 43 207 - 439 1.793 75 - 425 3.459
Papua- Kepulauan Maluku 550 10 179 - 439 5.443 - - 1.351 7.972
Total 17.299 2.369 3.890 2.927 2.229 9.798 820 1.242 5.539 46.112
Catatan: *) Terminal lainnya: terminal konvensional (kargo umum), terminal mobil, terminal multi-
tujuan dan terminal penumpang
17
30. Gambar 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Tahapan
Pengembangan (dalam juta US$)
Gambar 4-2 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Jenis
Terminal/Fasilitas Pelabuhan (dalam juta US$)
18
31. Tabel 4-2 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan oleh Pemerintah dan Pihak Swasta untuk
Pengembangan Fasilitas Pelabuhan, 2011-2030
Total Pemerintah Sektor Swasta
No Tahapan
Juta US$ % Juta US$ % Juta US$ %
1 2011-2015 12.114 100 5.148 42,5 6.966 57,5
2 2016-2020 11.954 100 3.303 27,6 8.650 72,4
3 2021-2030 22.044 100 6.161 27,9 15.883 72,1
Total 46.112 100 14.613 31,7 31.499 68,3
Catatan: Diperkirakan bahwa untuk periode 2011-2015 dari total kebutuhan pembiayaan
sebesar 12.114 juta US$, porsi BUMN (Pelindo) mencapai 3.521 juta US$.
4.2. Pembiayaan Pelabuhan dan Kerangka Bantuan dan Penjaminan Pemerintah
4.2.1 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan
Sampai dengan tahun 2030 Indonesia harus menyediakan anggaran sebesar 45-50 milyar
US$ untuk pembiayaan pembangunan dan pengembangan kapasitas pelabuhan.
Diperkirakan sekitar 68% dari seluruh total investasi pengembangan pelabuhan baru di
Indonesia memerlukan pendanaan dari pihak swasta, terutama berdasarkan skema
kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) melalui pemberian konsesi untuk jangka panjang,
terutama untuk pelabuhan komersial seperti terminal peti kemas, terminal curah, dan
fasilitas pelabuhan komersial lainnya.
Sisanya sekitar 32% diperlukan untuk penyediaan lahan, prasarana umum pelabuhan seperti
pendalaman alur pelayaran dan penahan gelombang (breakwater), penyediaan terminal
pelabuhan non-komersial, rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan kecil baru (feeder)
yang harus disediakan oleh pemerintah.
4.2.2 Potensi Sumber Pembiayaan Investasi Sektor Pemerintah
UU Pelayaran No. 17 tahun 2008 mengamanatkan bahwa investasi infrastruktur dasar
pelabuhan menjadi tanggung jawab Otoritas Pelabuhan. Otoritas Pelabuhan merupakan
lembaga baru yang memiliki aset finansial dan pengalaman yang terbatas dalam
penyelenggaraan pelabuhan. Dalam transisi lembaga tersebut hanya dapat menghasilkan
arus kas yang rendah dan pada dasarnya belum memiliki kapasitas untuk melakukan
pinjaman di awal tahun operasionalnya. Satu-satunya sumber utama pendanaan
infrastruktur dalam jangka pendek adalah dari anggaran pemerintah.
Apabila Otoritas Pelabuhan telah memiliki arus kas dan neraca keuangan yang signifikan,
maka potensi sumber pendanaan untuk investasi infrastruktur pelabuhan dapat berasal dari:
Penerimaan pajak pemerintah;
19
32. Pinjaman pemerintah;
Pinjaman dari lembaga keuangan internasional;
Pinjaman dari lembaga keuangan bilateral.
Di masa mendatang, sumber pembiayaan infrastruktur dasar untuk Otoritas Pelabuhan akan
berkembang sejalan dengan peningkatan kinerja keuangan Otoritas Pelabuhan. Hal ini akan
terjadi apabila Otoritas Pelabuhan dimungkinkan untuk mengelola pendapatannya,
termasuk pendapatan dari otoritas kepelabuhanan (misalnya jasa labuh, sewa lahan,
konsesi). Dengan demikian Otoritas Pelabuhan dapat meningkatkan pendapatannya dan
mengelola arus kas untuk digunakan sebagai modal pinjaman.
4.2.3 Kerangka Dukungan dan Penjaminan Pemerintah
Karena keterbatasan anggaran, interaksi antara pihak pemerintah dan swasta diatur dalam
tiga jenis peraturan, yaitu peraturan mengenai Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS),
peraturan spesifik sektor, dan peraturan umum lainnya yang mengatur kegiatan usaha di
Indonesia.
Terdapat empat prinsip dasar kebijakan investasi dalam kategori KPS, yaitu:
a. Kebijakan Pemerintah dalam Penyediaan Infrastruktur
Pemerintah bermaksud untuk memusatkan kebijakannya dalam (i) pemeliharaan dan
peningkatan infrastruktur yang ada, (ii) fokus pada pengembangan infrastruktur yang
secara ekonomi layak, namun secara finansial tidak layak, (iii) pemberian subsidi dan
kompensasi pada PSO (Kewajiban Layanan Umum) dalam pelayanan infrastruktur, dan
(iv) mengisi celah kebutuhan pembiayaan infrastruktur dengan cara menawarkan proyek
KPS kepada pasar.
b. Peraturan dalam Percepatan Pembangunan Infrastruktur
Peraturan mengenai percepatan pembangunan infrastruktur ditunjukkan dalam Tabel
4.3 Peraturan KPS terutama mengacu pada Peraturan Presiden No. 67/2005 mengenai
Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur, yang telah dirubah
dalam Peraturan Presiden No. 56/2011 dan No. 13/2010 yang memungkinkan
pemberian dukungan dan penjaminan pemerintah.
Sebagai tambahan, dua peraturan lainnya mengenai penjaminan pemerintah mengacu
pada Peraturan Presiden No. 78/2010 tentang Dana Penjaminan Infrastruktur melalui
Pemberian Dana Penjaminan dan Peraturan Menteri Keuangan No. 260/2010 tentang
implementasi dari Penjaminan Infrastruktur melalui Pemberian Dana Penjaminan
Infrastruktur.
Berdasarkan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kementerian Keuangan, Bappenas, dan
Badan Kerjasama Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Keuangan dapat
menyediakan fasilitas (i) kebijakan dana talangan melalui Pusat Investasi Pemerintah
(PIP), (ii) penjaminan untuk resiko infrastruktur melalui PT. Penjaminan Infrastruktur
Indonesia (PII), dan (iii) layanan proyek pengembangan melalui PT. Sarana Multi
Infrastruktur (PT. SMI).
20
33. Tabel 4-3 Kerangka Hukum Investasi Sektor Swasta
Regulasi Kerjasama
No. Penjelasan
Pemerintah dan Swasta (KPS)
Skema dan Pedoman KPS
1 Peraturan Presiden No. 67 Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Tahun 2005 Penyediaan Infrastruktur
2 Peraturan Presiden No. 13 Tahun Perubahan atas Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005
2010 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur
3 Peraturan Presiden No. 56 Tahun Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 67 Tahun
2011 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur
4 Peraturan Menteri Perencanaan
Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah
Pembangunan Nasional / Kepala
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
Bappenas No. 4 Tahun 2010
5 Peraturan Menteri Perhubungan Panduan Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan
No. PM 83 Tahun 2010 Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Transportasi
Manajemen Resiko , Dukungan Pemerintah dan Penjaminan Infrastruktur
6 Peraturan Menteri Keuangan No. Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan Pengelolaan
38/PMK.01/2006 Risiko atas Penyediaan Infrastruktur
7 Peraturan Presiden No. 78 Tahun Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama
2010 Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan melalui
Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur
8 Peraturan Menteri Keuangan No. Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam
260/PMK.011/2010 Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha
Pedoman, Organisasi, dan Prosedur KPS
9 Peraturan Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional / Kepala Daftar Rencana Proyek Kerjasama
Bappenas No. 3 Tahun 2009
10 Peraturan Presiden No. 42 Tahun Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur
2005 (KKPPI)
11 Public Private Partnership Book, Sector of Transportation, 2010-2014, Ministry of
Transportation (2010)
12 Peraturan Presiden No. 12 Tahun Perubahan atas Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2005
2011 tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan
Infrastruktur (KKPPI)
13 Peraturan Menteri Koordinasi
Bidang Perekonomian Selaku
Ketua Komite Kebijakan Organisasi dan Tata Kerja Komite Kebijakan Percepatan
Percepatan Penyediaan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI)
Infrastruktur No. PER-
01/M.EKON/05/2006
14 Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Selaku
Ketua Komite Kebijakan Tata Cara dan Kriteria Penyusunan Daftar Prioritas Proyek
Percepatan Penyediaan Infrastruktur Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
Infrastruktur No. PER-
3/M.EKON/06/2006
15 Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Selaku
Tata Cara Evaluasi Proyek Kerjasama Pemerintah dengan
Ketua Komite Kebijakan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang
Percepatan Penyediaan
Membutuhkan Dukungan Pemerintah
Infrastruktur No. PER-
4/M.EKON/06/2006
21
34. Kerjasama Daerah
15 Peraturan PemerintahNo. 50
Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah
Tahun 2007
Pengadaan Tanah
16 Peraturan Presiden No. 36 Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Tahun 2005 Kepentingan Umum
17 Peraturan Presiden No. 65 Perubahan atas Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005
Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum
18 Peraturan Kepala Badan Ketentuan Pelaksanaan Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang
Pertanahan Nasional No. 3 Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Tahun 2007 Kepentingan Umum (sebagaimana telah diubah dengan
Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Perpres
No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum)
c. Peran Indonesia Infrastructure Fund (IIF) dalam Pembiayaan Infrastruktur
Indonesia Infrastructure Fund (IIF) dibentuk untuk (i) memenuhi pembiayaan jangka
panjang, terutama dalam mata uang lokal dan untuk pembiayaan infrastruktur serta
(ii) menyediakan pembiayaan mata uang lokal dengan jangka waktu (tenor),
persyaratan, dan ketentuan pinjaman yang sesuai untuk kredit proyek infrastruktur
melalui:
Penggunaan peringkat kredit pinjaman dari bank dan lembaga investasi
domestik untuk tenor jangka panjang dengan resiko marjin yang lebih tinggi
dari penawaran pemerintah dan perusahaan skala besar;
Penyediaan produk keuangan yang memenuhi kriteria KPS infrastruktur dan
proyek yang dibiayai sepenuhnya oleh swasta.
d. Peran PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dalam Penyediaan Penjaminan
untuk Pengembangan Infrastruktur Indonesia
PT PII dibentuk untuk memenuhi tujuan berikut:
Menyediakan penjaminan resiko politik untuk proyek KPS infrastruktur;
Meningkatkan kelayakan kredit dan kualitas proyek KPS infrastruktur
dengan memberikan penjaminan resiko politik yang kredibel;
Meningkatkan tata kelola dan transparansi pemberian penjaminan;
Melindungi pemerintah dari kewajiban contingent (termasuk proteksi
terhadap tekanan APBN).
4.2.4 Strategi Pelaksanaan untuk Partisipasi Swasta dalam Investasi di Pelabuhan
Hambatan yang terjadi dalam pengembangan pasar untuk mengikutsertakan pihak swasta
adalah persepsi terhadap resiko proyek, resiko investasi dan keterbatasan akses untuk pasar
modal serta pembiayaan proyek.
Strategi utama (key success factor) untuk mengikutsertakan pihak swasta berinvestasi di
pelabuhan adalah:
Kebijakan investasi sektor swasta yang kondusif
Kebijakan investasi yang kondusif akan meningkatkan minat investor yang potensial
dan juga mempengaruhi persepsi investor terhadap resiko secara positif.
22
35. Implementasi regulasi secara komprehensif
Regulasi merupakan wadah yang penting untuk mewujudkan komitmen pelaksanaan
kebijakan pemerintah.
Persiapan proyek yang matang
Persiapan proyek yang matang merupakan daya tarik pihak swasta untuk
berinvestasi. Apabila dilelang, proyek tersebut akan menarik minat investor dengan
kualitas teknik dan keuangan yang memadai.
Prosedur pelelangan yang kompetitif
Pelelangan pelabuhan/terminal umum harus dilaksanakan secara kompetitif agar
pemerintah memperoleh manfaat maksimal dari persaingan harga, tingkat
pelayanan jasa kepelabuhanan dan kualitas investor.
Penanggung jawab proyek yang jelas dan tidak ada intervensi kontrak
Hal ini penting untuk memastikan efisiensi biaya (value for money) bagi pemerintah.
Kerangka pemantauan kinerja
Kerangka pemantauan kinerja diperlukan untuk pemantauan kepatuhan
pelaksanaan kontrak.
Kepastian bagi swasta untuk memperoleh pendapatan sesuai tarif yang berlaku
Hal ini penting untuk memberikan kepastian bagi investor dalam memperoleh
pendapatan dari pengoperasian proyek.
Kepastian bagi swasta untuk dapat menyesuaikan tarif
Selama periode pengoperasian proyek, pihak swasta dapat melakukan penyesuaian
tarif secara berkala.
Kerangka pengaturan keamanan dan keselamatan pelayaran serta perlindungan
lingkungan maritim yang komprehensif
Pihak swasta harus menerapkan standar keamanan dan keselamatan pelayaran
serta perlindungan lingkungan maritim secara komprehensif.
Kepastian bagi swasta untuk memperoleh hak perlindungan secara efektif
Pihak swasta akan memperoleh perlindungan terhadap intervensi pemerintah yang
dapat mempengaruhi pendapatan, membatasi akses pembiayaan atau merugikan
investasinya dan kebebasan untuk menyelesaikan sengketa.
Kapasitas kelembagaan
Proyek akan dikelola oleh tenaga profesional dari pemerintah agar memberikan
kepastian bagi investor.
Pengaturan yang independen
Pihak swasta akan diberikan kepastian bahwa keputusan regulator tidak dipengaruhi
oleh intervensi politik atau tekanan pihak tertentu.
23
36. Bab 5. Rencana Aksi di Bidang Pengaturan dan Pelaksanaan
Kebijakan
Dalam rangka proses perumusan Rencana Induk Pelabuhan Nasional telah digambarkan
perlunya penjabaran lebih lanjut di bidang pengaturan dan kebijakan untuk mendorong
Indonesia kearah yang lebih maju dengan terwujudnya sisim kepelabuhanan yang lebih
berdaya saing. Dalam hubungan ini diperlukan rencana aksi yang meliputi:
• Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh Undang-undang No. 17/2008 tentang
Pelayaran;
• Peraturan Pelaksanaan yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah No. 61/2009
tentang Kepelabuhanan;
• Rencana aksi lebih lanjut untuk menunjang pelaksanaan kebijakan.
5.1 Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Undang-undang Pelayaran
Undang-undang Pelayaran telah mengamanatkan perlunya perumusan peraturan
pelaksanaan kebijakan, program dan tindakan administratif. Beberapa hal telah tertuang
dalam Peraturan Pemerintah No. 61/2009 tentang Kepelabuhanan, namun masih diperlukan
peraturan lebih lanjut sebagaimana terlihat pada Tabel 5.1.
5.2 Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Peraturan Pemerintah tentang
Kepelabuhanan (PP No. 61/2009)
PP No. 61/2009 mencakup secara luas ketentuan pelaksanaan dari Undang-undang
Pelayaran dan telah mengamanatkan perlunya perumusan ketentuan lebih lanjut dalam
bentuk peraturan Menteri Perhubungan (Tabel 5.2.)
5.3 Rencana Aksi Pelaksanaan Kebijakan
Untuk melaksanakan kebijakan pelabuhan nasional secara efektif, diperlukan beberapa
rencana aksi lebih lanjut (Tabel 5.3) secara terintegrasi. Dialog terbuka dengan para
pemangku kepentingan akan dilakukan untuk membahas isu kebijakan, perencanaan dan
regulasi di bidang kepelabuhanan. Peraturan Menteri Perhubungan akan dikeluarkan agar
Otoritas Pelabuhan memiliki manajemen yang otonom melalui pembentukan organisasi
pelabuhan yang modern, termasuk transisi opsi perubahan status organisasi Otoritas
Pelabuhan menjadi Badan Layanan Umum (BLU).
5.4 Inisiatif Jangka Pendek untuk Mengimplementasikan Kebijakan
Selain rencana aksi kebijakan tersebut, terdapat beberapa inisiatif jangka pendek untuk
mengimplementasikan kebijakan yang fokus pada kinerja pelabuhan, termasuk manajemen
pelabuhan, tenaga kerja bongkar muat dan pembangunan fasilitas pelabuhan (Tabel 5.4).
24
37. Tabel 5-1 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Undang-Undang No.
17/2008 tentang Pelayaran
No. Materi Peraturan Menteri Perhubungan Target Waktu Keterangan
1. Tarif pelabuhan di pelabuhan komersial, Kwartal 4 2012 Pasal 110
Pelabuhan Propinsi dan Pelabuhan local UU Pelayaran
2. Rancangan dan pelaksanaan pengerukan dan Kwartal 4 2012 Pasal 197
reklamasi, Sertifikat Pemberi jasa pengerukan UU Pelayaran
3. Penetapan Daerah Wajib Pandu, Pelatihan dan Kwartal 4 2012 Pasal 198
ujian Pandu dan Penyelenggaraan Pemanduan UU Pelayaran
Pasal 212
4. Keamanan Pelabuhan Kwartal 4 2012
UU Pelayaran
5. Pengoperasian Pelabuhan (Perbaikan kapal, Kwartal 4 2012
Pasal 216
Perpindahan muatan, gandeng kapal,
UU Pelayaran
Penanganan barang-barang berbahaya)
Pasal 238
6. Polusi di Pelabuhan Kwartal 4 2012
UU Pelayaran
Pasal 272
7. Sistem Informasi Pelayaran dan Pelabuhan Kwartal 4 2012
UU Pelayaran
Tabel 5-2 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Tercakup dalam PP No. 61/2009
No. Materi Peraturan Menteri Perhubungan Target Waktu Keterangan
Pasal 19
1. Prosedur Penetapan Lokasi Pelabuhan Kwartal 4 2012
PP 61/2009
2. Prosedur Formulasi dan Evaluasi Rencana Induk Kwartal 4 2012 Pasal 29
Pelabuhan (masing-masing Pelabuhan) PP 61/2009
3. Prosedur Formulasi dan Evaluasi Penetapan Kwartal 4 2012 Pasal 36
Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah
PP 61/2009
Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan
4. Prosedur Penyediaan, Pemeliharaan, Standar, Kwartal 2 2013 Pasal 67
Spesifikasi untuk Penahan Gelombang, Kolam
PP 61/2009
Pelabuhan, Alur Pelayaran ke/dari Pelabuhan,
Jaringan Jalan dan Keamanan dan Ketertiban di
Pelabuhan
5. Persyaratan dan Prosedur Pemberian dan Kwartal 2 2012 Pasal 78
Pencabutan Konsesi PP 61/2009
Pasal 86
6. Pemberian ijin Pembangunan Pelabuhan Kwartal 2 2012
PP 61/2009
7. Pemberian Ijin Pengembangan Pelabuhan Kwartal 2 2012 Pasal 93
25
38. PP 61/2009
8. Persyaratan dan Prosedur Pemberian Ijin Kwartal 2 2012 Pasal 104
Pengoperasian Pelabuhan, Perbaikan dan
PP 61/2009
Peningkatan Kapasitas Pelabuhan
9. Prosedur Pemberian Ijin Lokasi Pelabuhan, Kwartal 4 2012 Pasal 109
Konstruksi dan pengoperasian Pelabuhan untuk
PP 61/2009
pelabuhan Daratan (Dry Port)
10 Persyaratan dan Prosedur Penetapan Terminal Kwartal 4 2012 Pasal 134
Khusus (Persetujuan Lokasi, Konstruksi dan
PP 61/2009
Operasi, Penggunaan oleh Pihak Ketiga,
Peningkatan Operasi, Perubahan Status
Pelabuhan, Pencabutan Ijin, Pengalihan
Wewenang kepada Pemerintah)
11 Pasal 144
Prosedur untuk persetujuan memiliki terminal Kwartal 4 2012
PP 61/2009
12 Pasal 148
Jenis, struktur dan klasifikasi tarif badan usaha Kwartal 4 2012
PP 61/2009
pelabuhan untuk jasa pelabuhan , mekanisme
untuk menentukan tarif untuk menggunakan
lahan pelabuhan dan air
13 Pasal 153
Prosedur untuk menentukan status dari Kwartal 4 2012
PP 61/2009
pelabuhan perdagangan luar negeri dan
terminal khusus
14 Pasal 161
Prosedur untuk pengolahan data dan pelaporan Kwartal 4 2012
PP 61/2009
dan persiapan sistem informasi pelabuhan
Tabel 5-3 Rencana Aksi Implementasi Kebijakan
No. Materi yang Perlu Diatur Lebih Lanjut Target Waktu Keterangan
1 Membentuk kelompok unit pelayanan Kwartal 4 2012 Penting untuk
(customer focus group) di pelabuhan strategis formulasi,
sebagai forum konsultasi dengan para implementasi
pemangku kepentingan dalam formulasi, review dan review
dan implementasi kebijakan kebijakan
2 Pedoman rencana induk masing-masing Kwartal 4 2012 Penting untuk
pelabuhan memperhatikan perencanaan yang integrasi
terintegrasi perencanaan
dan
pemantauan
kinerja
3 Kementerian Perhubungan bersama Instansi Kwartal 1 2012 Penting untuk
pemerintahan terkait serta pengguna jasa integrasi
pelabuhan secara periodik melakukan review perencanaan
atas kinerja pelabuhan dalam rangka dan
meningkatkan kinerja pelabuhan yang lebih pemantauan
26
39. No. Materi yang Perlu Diatur Lebih Lanjut Target Waktu Keterangan
baik. kinerja
4 Merumuskan indikator kinerja pelabuhan untuk Kwartal 4 2012 Penting untuk
keperluan perencanaan dan monitoring serta integrasi
dipublikasikan. perencanaan
dan monitoring
5 Merumuskan kebijakan Tarif yang wajar Kwartal 4 2012 Penting untuk
mendorong
persaingan
usaha yang
sehat
6 Menyusun prosedur penyampaian usulan/ Kwartal 4 2012 Penting untuk
permohonan penetapan tariff oleh otoritas mendorong
pelabuhan persaingan
usaha yang
sehat
7 Mengembangkan proses peninjauan tarif dan Kwartal 4 2012 Penting untuk
persetujuan pelayanan jasa pelabuhan dalam mendorong
rangka untuk mengevaluasi adanya dampak persaingan
monopoli usaha yang
sehat
8 Mempertimbangkan kemungkinan adanya MoU Kwartal 4 2012 Penting untuk
dalam rangka untuk memonitor dan mendorong mendorong
persaingan usaha dibidang kepelabuhanan. persaingan
usaha yang
sehat
9 Memasukkan dampak persaingan usaha dalam Kwartal 4 2012 Penting untuk
rumusan rencana induk pelabuhan nasional mendorong
maupun local. persaingan
usaha yang
sehat
10 Menyusun prosedur tuntutan dan penyelesaian Kwartal 2 2013 Penting untuk
perselisihan mengenai masalah tarif dan mendorong
perilaku monopolistis. persaingan
usaha yang
sehat
11 Menilai kebutuhan pelatihan untuk DGST, Kwartal 4 2012 Penting untuk
Otoritas Pelabuhan dan BUP dan meningkatkan
mengembangkan cara-cara untuk memenuhi kompetensi
kebutuhan pelatihan. sumber daya
manusia di
sektor
pelabuhan
12 Mengadakan MoU dengan pusat pelatihan dan Kwartal 4 2012 Penting untuk
pendidikan dan Lembaga Perguruan tinggi meningkatkan
untuk meningkatkan kompetensi dan kompetensi
pengembangan kurikulum sumber daya
27
40. No. Materi yang Perlu Diatur Lebih Lanjut Target Waktu Keterangan
manusia di
sektor
pelabuhan
13 Mengadakan konsultasi dengan koperasi TKBM Kwartal 2 2012 Penting untuk
untuk merumuskan pemberian insentif dan meningkatkan
peningkatan produktivitas kerja kompetensi
sumber daya
manusia di
sektor
pelabuhan
14 Mengembangkan dan mengimplementasikan Kwartal 4 2012 Penting untuk
strategi untuk rekruitmen tenaga kerja meningkatkan
perempuan dibidang kepelabuhanan kompetensi
tenaga kerja
perempuan di
sektor
pelabuhan
15 Mengeluarkan peraturan yang memberikan Kwartal 4 2012 Penting untuk
kewenangan yang penuh kepada Otoritas memelihara
Pelabuhan dalam hal memelihara keselamatan kepatuhan
dan keamanan di pelabuhan peraturan
keselamatan
pelayaran
16 Mengeluarkan peraturan tugas dan Kwartal 2 2012 Penting untuk
kewenangan Otoritas Pelabuhan sesuai dengan memelihara
peraturan keselamatan pelayaran yang ada kepatuhan
peraturan
keselamatan
pelayaran
17 Mengeluarkan peraturan tugas dan Kwartal 4 2012 Penting untuk
kewenangan Otoritas Pelabuhan sesuai dengan memelihara
peraturan perlindungan lingkungan maritim kepatuhan
peraturan
perlindungan
lingkungan
maritim
18 Membuat peraturan yang memberikan Kwartal 4 2012 Penting untuk
wewenang kepada Syahbandar untuk memelihara
mengelola dan mengawasi terjadinya polusi di kebersihan
pelabuhan perairan
pelabuhan
19 Melakukan kerjasama dengan lembaga terkait Kwartal 2 2012 Penting untuk
untuk menjamin penanganan tanggap darurat mengatasi
di pelabuhan. terjadinya
keadaan
darurat dengan
28