SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 111
Downloaden Sie, um offline zu lesen
RANCANGAN
          PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN
TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL

                              Januari 2012
RANCANGAN
                                PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN
                           TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL

                                         12 JANUARI, 2012




Prakarsa Infrastruktur Indonesia (Indonesia Infrastructure Initiative)
Dokumen ini telah dipublikasikan oleh Prakarsa Infrastruktur Indonesia/Indonesia Infrastructure
Initiative (IndII), suatu program yang didanai Pemerintah Australia yang dirancang untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan meningkatkan relevansi, kualitas dan kuantitas investasi
infrastruktur.

Pendapat para penulis yang dikemukakan dalam laporan ini tidak selalu mencerminkan pendapat
Kemitraan Australia Indonesia atau Pemerintah Australia. Namun demikian, IndII sangat menghargai
setiap tanggapan atau pertanyaan atas laporan ini, yang dapat disampaikan kepada Direktur IndII, tel.
+62 (21) 7278-0538, fax +62 (21) 7278-0539. Website: www.indii.co.id.

Ucapan Terima Kasih
Laporan ini telah disiapkan oleh Nathan Associates Inc. (Dr. Paul Kent, Mr Richard Blankfeld), dibantu
oleh tim konsultan nasional (Prof Sudjanadi, Hidayat Mao, SH, DR. Russ Frazila Bona, dan Ir. Budiyono
Doel Rachman MSc.) dan Office Manager, IndII (Desi Rahmawati, SE), yang terlibat dalam Prakarsa
Infrastruktur Indonesia (IndII) yang didanai oleh AusAID sebagai bagian dari Kegiatan No. 244:
Finalisasi Peraturan Menteri Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN), Review Pengembangan
Kebijakan & Manajemen Kepelabuhanan, dan Presentasi Akhir RIPN.

Kami menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Kementerian Perhubungan, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Pelindo
1-4, Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak, INSA, KPPU dan Tim Pelaksana
RIPN atas dukungan dan informasinya.

Terima kasih juga kepada David Ray (Direktur Fasilitas, IndII) dan David Shelley (Direktur Teknik
Transportasi, IndII) atas dukungan dan masukannya.

Dukungan yang diberikan oleh Efi Novara Nefiadi, Sr Transport Program Officer, IndII sangat kami
hargai. Setiap kesalahan faktual atau interpretasi sepenuhnya merupakan karya para penulis.


Dr. Paul Kent
Nathan Associates Inc.
Jakarta, 12 Januari 2012
RANCANGAN
    PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL

Menimbang:
         a. bahwa dalam pasal 67,71,72 dan 73 Undang-undang No 17 Tahun 2008 tentang
            Pelayaran dan Pasal 7, 8, 9 dan 10 Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang
            Kepelabuhanan diatur mengenai Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
         b. bahwa berdasarkan Pasal 71 ayat (4) Undang-undang No 17 Tahun 2008 tentang
            Pelayaran, Menteri menetapkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional untuk jangka
            waktu 20 (dua puluh) tahun;
         c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) dan (b),
            perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Rencana Induk
            Pelabuhan Nasional.

Mengingat:
             1. Undang-undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
             2. Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
                 Nasional;
             3. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka
                 Panjang 2005 – 2005;
             4. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang;
             5. Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
                 Kementerian Negara;
             6. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan;
             7. Peraturan Menteri Perhubungan No. Km 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata
                 kerja Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
                 Menteri Perhubungan No. KM 20 Tahun 2008;
             8. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi
                 Nasional;
             9. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 31 Tahun 2006 tentang Proses Perencanaan
                 di Lingkungan Departemen Perhubungan;
             10. Peraturan Menteri Perhubungan No KM 49 Tahun 2007 tentang Rencana
                 Pembangunan Jangka Panjang Departemen Perhubungan 2005 – 2025;
             11. Peraturan Menteri Perhubungan No KM 62 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
                 Kerja Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan;
             12. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 63 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
                 Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan;
             13. Peraturan Menteri Perhubungan No KM 64 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
                 Kerja Kantor Syahbandar;
             14. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 65 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
                 Kerja Kantor Pelabuhan Batam;
             15. Peraturan Menteri Perhubungan No KM 44 Tahun 2011 tentang Perubahan Peraturan
                 Menteri Perhubungan No. KM 62 Tahun tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
                 Kantor Penyelenggara Pelabuhan;
             16. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 45 Tahun 2011 tentang Perubahan
                 Peraturan Menteri Perhubungan No KM 63 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
                 Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan;
17. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 46 Tahun 2011 tentang Perubahan
               Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 64 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
               Kerja Kantor Syahbandar;
           18. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 47 Tahun 2011 tentang Perubahan
               Peraturan Menteri Perhubungan No KM 65 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
               Kerja Kantor Pelabuhan Batam.


Menetapkan: PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN
NASIONAL

                                          Pasal 1
Rencana Induk Pelabuhan Nasional memuat Kebijakan Pelabuhan Nasional dan Rencana Lokasi serta
Hierarki Pelabuhan.

                                           Pasal 2
Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 di atas, merupakan pedoman
dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian, pengembangan pelabuhan, dan penyusunan
Rencana Induk Pelabuhan.

                                           Pasal 3
                                       Lokasi Pelabuhan

   (1) Lokasi pelabuhan merupakan wilayah daratan dan perairan tertentu yang meliputi Daerah
       Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp).

   (2) Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan terdiri atas:
       a. Wilayah daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang;
          dan;
       b. Wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran, tempat labuh, tempat
          alih muatan antar kapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal,
          kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan
          kebutuhan.
   (3) Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan merupakan perairan pelabuhan diluar Daerah
       Lingkungan Keja Pelabuhan yang digunakan untuk alur pelayaran dari dan ke pelabuhan,
       keperluan keadaan darurat, pengembangan pelabuhan jangka panjang, penempatan kapal
       mati, percobaan berlayar, kegiatan pemanduan, fasilitas pembangunan dan pemeliharaan
       kapal.
   (4) Rencana lokasi pelabuhan yang akan dibangun harus sesuai dengan:
       a. Rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang propinsi dan tata ruang wilayah
          kabupaten/kota;
       b. Potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
       c. Potensi sumber daya alam dan;
       d. Perkembangan lingkunganstrategis, baik nasional maupun internasional.
   (5) Penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai lokasi pelabuhan ditetapkan oleh
       Menteri atas dasar pengajuan permohonan dari Pemerintah atau pemerintah daerah.
Pasal 4
              Pembangunan, Pengoperasian dan Pengembangan Pelabuhan

   Pembangunan, Pengoperasian dan Pengembangan Pelabuhan hanya dapat dilakukan
   berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan.


                                           Pasal 5
                                  Rencana Induk Pelabuhan

(1) Setiap pelabuhan wajib mempunyai rencana induk pelabuhan yang didalamnya termasuk
    rencana penggunaan wilayah daratan dan perairan.
(2) Rencana Induk Pelabuhan harus disiapkan untuk jangka waktu:
    a. 15 tahun sampai 20 tqhun (Jangka panjang);
    b. 10 tahun sampai 15 tahun (jangka menengah);
    c. 5 tahun sampai 10 tahun (jangka pendek).
(3) Rencana Induk Pelabuhan dipersiapkan oleh penyelenggara pelabuhan berdasarkan:
    a. Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
    b. Rencana tata ruang propinsi;
    c. Rencana tata ruang kabupaten/kota madya;
    d. Keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan yang terkait di pelabuhan;
    e. Kelaikan tehnis ekonomis dan lingkungan hidup;
    f. Keamanan dan keselamatan lalu lintas kapal dari dan ke pelabuhan.


                                          Pasal 6
                                Hierarki Pelabuhan Laut

Pelabuhan Laut terdiri dari 3 (tiga) hierarki yaitu:
    1. Pelabuhan Utama yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri
       dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah
       besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/ atau barang;
    2. Pelabuhan Pengumpul yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam
       negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai
       tempat asal tujuan penumpang dan/ atau barang;
    3. Pelabuhan Pengumpan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam
       negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan
       pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal
       tujuan penumpang dan atau/ barang.

                                        Pasal 7
Rencana pembangunan pelabuhan secara nasional menggunakan pendekatan klaster, yaitu
berdasarkan pengelompokan pelabuhan yang secara geografis berdekatan dan secara operasional
saling terkait.


                                           Pasal 8
(1) Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 berlaku untuk jangka
    waktu 20 (dua puluh) tahun dan dilakukan evaluasi setiap 5 (lima) tahun.
(2) Dalam hal terjadi perubahan lingkungan strategis tertentu, Rencana Induk Pelabuhan
    Nasional dapat dievaluasi sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun.
(3) Rencana Induk Pelabuhan Nasional termuat secara lengkap dalam lampiran peraturan ini.
(4) Uraian dalam Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) teridiri 5 (lima) Bab yaitu:
    a. Bab 1 Pendahuluan;
    b. Bab 2 Kebijakan Pelabuhan Nasional;
    c. Bab 3 Perkiraan Lalu Lintas Barang di Pelabuhan dan Implikasinya terhadap
        Pengembangan Sektor Pelabuhan;
    d. Bab 4 Lokasi Pelabuhan dan Pengembangan Pelabuhan;
    e. Bab 5 Rencana Aksi di bidang Pengaturan dan Kebijakan.


                                          Pasal 9
Direktur Jenderal Perhubungan Laut mengawasi dan mengambil langkah lebih lanjut yang
diperlukan dalam rangka pelaksanaan Rencana Induk Pelabuhan Nasional.


                                             Pasal 10
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta pada tanggal:

Menteri Perhubungan
LAMPIRAN:
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL



Bab 1.         PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
Bab 2.         KEBIJAKAN PELABUHAN NASIONAL ..................................................................................... 4
2.1 Kebijakan Pelabuhan Nasional ....................................................................................................... 4
2.2 Strategi Implementasi ................................................................................................................... 6
    2.2.1 Pedoman Kebijakan Pelabuhan Nasional dan Strategi Bisnis yang Komprehensif ................. 6
    2.2.2 Perencanaan Terpadu, Hierarki Pelabuhan dan Pemantauan Kinerja .................................... 6
    2.2.3 Pengaturan Tarif................................................................................................................... 6
    2.2.4 Mendorong Persaingan di Sektor Pelabuhan ........................................................................ 7
    2.2.5 Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia di Pelabuhan .......................................... 7
    2.2.6 Meningkatkan Keselamatan Kapal dan Keamanan Fasilitas Pelabuhan secara Efektif ............ 7
    2.2.7 Meningkatkan Perlindungan Lingkungan Maritim secara Efektif ........................................... 7
Bab 3. PROYEKSI LALU LINTAS MUATAN MELALUI PELABUHAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBANGUNAN KEPELABUHANAN DI INDONESIA .............................................................................. 9
3.1   Latar Belakang .............................................................................................................................. 9
3.2   Proyeksi Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Berdasarkan Skenario Dasar (Base Case) ........... 10
3.3   Proyeksi Lalu Lintas Berbasis Skenario Alternatif......................................................................... 13
3.4   Implikasi terhadap Pembangunan Sektor Pelabuhan................................................................... 15
Bab 4.         LOKASI DAN RENCANA PEMBANGUNAN PELABUHAN ........................................................ 16
4.1 Kebutuhan Investasi Pelabuhan .................................................................................................. 16
4.2 Pembiayaan Pelabuhan dan Kerangka Bantuan dan Penjaminan Pemerintah.............................. 19
     4.2.1 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan ....................................................................................... 19
     4.2.2 Potensi Sumber Pembiayaan Investasi Sektor Pemerintah ................................................ 19
     4.2.3 Kerangka Dukungan dan Penjaminan Pemerintah ............................................................. 20
     4.2.4 Strategi Pelaksanaan untuk Partisipasi Swasta dalam Investasi di Pelabuhan .................... 22
Bab 5.         RENCANA AKSI DI BIDANG PENGATURAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN ......................... 24
5.1 Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Undang-undang Pelayaran ........................................ 24
5.2 Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Peraturan Pemerintah tentang Kepelabuhanan (PP No.
61/2009) ........................................................................................................................................... 24
5.3 Rencana Aksi Pelaksanaan Kebijakan ........................................................................................... 24
5.4 Inisiatif Jangka Pendek untuk Mengimplementasikan Kebijakan .................................................. 24

DAFTAR TABEL

Tabel 3-1 Lalu Lintas Barang Melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan dan Jenis
Muatan, pada Tahun 1999 dan 2009 ................................................................................................ 10
Tabel 3-2 Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan dan Jenis
Muatan dan Komoditas Utama, pada Tahun 2009 ............................................................................ 11
Tabel 3-3 Proyeksi Total Lalu Lintas Muatan Melalui Pelabuhan Indonesia Skenario Pertumbuhan
Dasar (Base Case) Periode Tahun 2009-2030 .................................................................................... 13
Tabel 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Jenis Terminal/Fasilitas
Pelabuhan untuk Tahapan Tahun 2011-2030 and Total Tahun 2011-2030 (dalam juta US$, tahun 2011)
......................................................................................................................................................... 17
Tabel 4-2 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan oleh Pemerintah dan Pihak Swasta untuk Pengembangan
Fasilitas Pelabuhan, 2011-2030 ......................................................................................................... 19
Tabel 4-3 Kerangka Hukum Investasi Sektor Swasta........................................................................... 21

Tabel 5-1 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Undang-Undang No. 17/2008
tentang Pelayaran ............................................................................................................................. 25
Tabel 5-2 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Tercakup dalam PP No. 61/2009…………………….25
Tabel 5-3 Rencana Aksi Implementasi Kebijakan................................................................................ 26
Tabel 5-4 Inisiatif untuk Pelaksanaan Kebijakan................................................................................. 29


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1 Kedudukan RIPN dalam Kerangka Kerja MP3EI ................................................................. 2
Gambar 1-2 Kerangka Kerja RIPN ........................................................................................................ 3
Gambar 3-1 Bongkar Muat Barang Melalui Pelabuhan Utama di Indonesia berdasarkan Arus
Perdagangan Tahun 2009 .................................................................................................................. 11
Gambar 3-2 Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Indonesia berdasarkan Jenis Muatan pada Tahun
2009 menurut Klaster Pelabuhan ..................................................................................................... 12
Gambar 3-3 Bongkar Muat Peti Kemas di Pelabuhan Utama Indonesia, Periode Tahun 1990-2009 .... 12
Gambar 3-4 Koridor Ekonomi dalam MP3EI ....................................................................................... 13
Gambar 3-5 Proyeksi Total Lalu Lintas Peti Kemas di Pelabuhan Indonesia menurut Skenario
Pertumbuhan , Periode Tahun 2015-2030 ....................................................................................... 14
Gambar 3-6 Proyeksi Total Lalu Lintas Muatan di Pelabuhan Indonesia berdasarkan Jenis Muatan
Menurut Skenario Pertumbuhan , Periode Tahun 2015-2030 ............................................................ 14
Gambar 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Tahapan Pengembangan
......................................................................................................................................................... 18
Gambar 4-2 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Jenis Fasilitas Pelabuhan..
......................................................................................................................................................... 18


DAFTAR SUPLEMEN

Suplemen A-1 Hierarki Pelabuhan ..................................................................................................... 32
Suplemen B-1 Arus Perdagangan Internasional Utama untuk Lalu-Lintas Peti Kemas Indonesia Tahun
2009.................................................................................................................................................. 69
Suplemen B-2 Arus Perdagangan Domestik Utama untuk Lalu-Lintas Peti Kemas Indonesia Tahun 2009
 ......................................................................................................................................................... 69
Suplemen B-3 Arus Perdagangan Internasional Utama untuk Lalu-Lintas Kargo Umum (General Cargo)
Indonesia Tahun 2009 ....................................................................................................................... 70
Suplemen B-4 Arus Perdagangan Domestik Utama untuk Lalu-Lintas Kargo Umum (General Cargo)
Indonesia Tahun 2009 ....................................................................................................................... 70
Suplemen B-5 Arus Perdagangan Internasional Utama untuk Curah Kering Indonesia Tahun 2009 .... 71
Suplemen B-6 Arus Perdagangan Domestik Utama untuk Curah Kering Indonesia Tahun 2009 .......... 71
Suplemen B-7 Arus Perdagangan Internasional Utama untuk Curah Cair Indonesia Tahun 2009 ........ 72
Suplemen B-8 Arus Perdagangan Domestik Utama untuk Curah Cair Indonesia Tahun 2009 .............. 72
Suplemen C-1 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Sumatera ............................................... 73
Suplemen C-2 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Jawa ...................................................... 73
Suplemen C-3 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Kalimantan ............................................ 74
Suplemen C-4 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Sulawesi ................................................ 74
Suplemen C-5 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara ................................ 75
Suplemen C-6 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku.................... 75
Suplemen D-1 Koridor Ekonomi Sumatera ......................................................................................... 76
Suplemen D-2 Koridor Ekonomi Jawa ................................................................................................ 76
Suplemen D-3 Koridor Ekonomi Kalimantan ...................................................................................... 76
Suplemen D-4 Koridor Ekonomi Bali dan Nusa Tenggara.................................................................... 76
Suplemen D-5 Koridor Ekonomi Sulawesi .......................................................................................... 76
Suplemen D-6 Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku ............................................................. 76
Suplemen E-1 Rencana Pengembangan Fisik Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Fasilitas
Pelabuhan, Tahun 2011-2030 ............................................................................................................ 83
Suplemen E-2 Rencana Investasi Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Fasilitas Pelabuhan,
Tahun 2011-2030 ............................................................................................................................. 92
Bab 1. PENDAHULUAN

Sebagai negara kepulauan yang pertumbuhan ekonominya sangat tergantung kepada transportasi
laut, beroperasinya pelabuhan secara efisien di Indonesia menjadi prioritas utama. Selain dalam
rangka pemberdayaan industri angkutan laut nasional, Undang-undang Pelayaran No. 17 tahun 2008
lebih lanjut menjabarkan prioritas yang berkaitan dengan peningkatan efisiensi dan kesinambungan
pembangunan pelabuhan, keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan
maritim. Arah kebijaksanaan untuk bidang kepelabuhanan menekankan kepada penataan
penyelenggaraan kepelabuhanan, reformasi kelembagaan, peningkatan persaingan, penghapusan
monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta
memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proporsional dalam penyelenggaraan
dan perencanaan pengembangan pelabuhan, serta penyiapan sumber daya manusia yang profesional
untuk memenuhi kebutuhan sektor pemerintah dan swasta.

Pendekatan multi-dimensi yang diamanatkan oleh Undang-undang diharapkan dapat mendukung
dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia , barang dan
jasa, membantu terciptanya konektivitas dan pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis serta
meningkatkan kesejahterasan rakyat Indonesia.

Visi kepelabuhanan Indonesia yang dapat merefleksikan perannya secara multi-dimensi adalah:

             “Sistem kepelabuhanan yang efisien, kompetitif dan responsif yang
             mendukung perdagangan internasional dan domestik serta mendorong
             pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah”.


UU Pelayaran No. 17 tahun 2008 menetapkan bahwa Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN)
disusun sebagai kerangka kebijakan untuk memfasilitasi tercapainya visi tersebut. RIPN akan menjadi
acuan bagi pembangunan kepelabuhanan di Indonesia. Di dalam RIPN juga terdapat prediksi lalu-
lintas pelabuhan, kebutuhan pengembangan fisik pelabuhan, kebutuhan investasi dan strategi
pendanaan, program modernisasi pelabuhan dan integrasinya dengan pembangunan ekonomi dalam
kerangka sistem transportasi nasional.

RIPN disusun dengan mengintegrasikan rencana lintas sektor, meliputi keterkaitan antara sistem
transportasi nasional dan rencana pengembangan koridor ekonomi serta sistem logistik nasional,
rencana investasi dan implementasi kebijakan, peran serta sektor pemerintah dan swasta,
pemerintah pusat dan daerah. Integrasi tersebut menjadi landasan utama untuk perencanaan dan
investasi jangka panjang dimana bentuknya tidak hanya berupa pembangunan fisik namun juga
menyangkut peningkatan efisiensi dan upaya memaksimalkan pemanfaatan kapasitas pelabuhan yang
ada serta berbagai langkah terkait dengan aspek pengaturan, kelembagaan, dan operasional
pelabuhan.
                                                                                                 1
Gambar 1-1 Kedudukan   RIPN dalam Kerangka Kerja MP3EI




                                                         2
Gambar 1-2 Kerangka Kerja RIPN


                                                                          VISI

                               Terwujudnya sistem kepelabuhanan yang efisien, kompetitif dan responsif, yang
                             mendukung perdagangan internasional dan domestik serta mendorong pertumbuhan
                                                   ekonomi dan pembangunan wilayah.



                                                                         TUJUAN

                         -      Meningkatkan daya saing dalam perdagangan global dan pelayanan jasa transportasi
                         -      Meningkatkan daya saing jasa kepelabuhanan, mengurangi biaya pelabuhan dan
                                meningkatkan pelayanan jasa pelabuhan
                         -      Mensinergikan pelabuhan dengan pembangunan sistem transportasi nasional, sistem logistik
                                nasional dan pembangunan ekonomi
                         -      Mengembangkan kapasitas pelabuhan untuk memenuhi permintaan kebutuhan jasa
                                transportasi
                         -      Mengembangkan kapasitas sumber daya manusia dalam sektor kepelabuhanan.




                                                                      RENCANA AKSI




      Kelembagaan                               Perencanaan                                 Peraturan                   Pengembangan SDM

-   Transisi implementasi                -   Integrasi dengan                     -    Penyusunan peraturan         -      Mendorong peningkatan
    kelembagaan Otoritas
       Kelembagaan                           perencanaan sistem                        pelaksanaan dari UU                 produktivitas pelabuhan
    Pelabuhan                                transportasi nasional dan                 Pelayaran No. 17/2008        -      Transisi penerapan
-   Kejelasan fungsi Otoritas                wilayah                              -    Penyusunan peraturan                praktek internasional
    Pelabuhan dan Pelindo                -   Integrasi dengan rencana                  pelaksanaan untuk                   dalam pengembangan
-   Penyerahan pelabuhan                     pembangunan ekonomi                       efektivitas perencanaan,            SDM dan tenaga kerja
    pengumpan kepada                         nasional                                  pembangunan dan                     pelabuhan
    pemerintah daerah                    -   Pengembangan kapasitas                    manajemen pelabuhan          -      Melakukan dialog
                                             untuk memenuhi                       -    Mendorong persaingan                dengan pemangku
                                             kebutuhan jasa                            dan pengurangan                     kepentingan dalam
                                             kepelabuhanan                             hambatan akses pasar                reformasi buruh
                                         -   Penyiapan pedoman                    -    Implementasi Kebijakan              pelabuhan
                                             untuk pengembangan                        Kepelabuhanan Nasional       -      Mengembangkan
                                             rencana induk masing-                                                         program pelatihan SDM
                                             masing pelabuhan                                                              dan buruh pelabuhan




                                                  Teknologi                          Pembiayaan & Investasi

                                         -   Mempercepat                         -     Menerapkan skema
                                             pembangunan sistem                        Partisipasi Sektor Swasta
                                             informasi terintegrasi                    (KPS)
                                             kepelabuhanan                       -     Pemanfaatan sumber
                                                                                       pendanaan domestik
                                         -   Mendorong aplikasi                  -     Pengaturan arus
                                             teknologi yang sesuai                     pendapatan dari
                                             dengan kebutuhan pasar                    konsesi/sewa dan
                                                                                       sumber lainnya kepada
                                                                                       Otoritas Pelabuhan




                                                                                                                                                     3
Bab 2. KEBIJAKAN PELABUHAN NASIONAL

Kebijakan pelabuhan nasional merupakan bagian dalam proses integrasi multimoda dan
lintas sektoral. Peran pelabuhan tidak dapat dipisahkan dari sistem transportasi nasional dan
strategi pembangunan ekonomi oleh karena itu kebijakan tersebut lebih menekankan pada
perencanaan jangka panjang dalam kemitraan antar lembaga pemerintah dan antar sektor
publik dan swasta. Munculnya rantai pasok global (supply chain management) sebagai
model bisnis yang diunggulkan, merupakan faktor kunci dalam perubahan ekonomi global.
Perkembangan teknologi informasi komunikasi dan transportasi mempengaruhi strategi
bisnis yang terintegrasi antara produksi, pemasaran, transportasi, distribusi dan klaster
industri dalam koridor ekonomi.

Kelancaran, keamanan dan ketepatan waktu, dalam sistem multi moda transportasi yang
efisien merupakan kunci keberhasilan bisnis yang dapat meningkatkan daya saing Indonesia.
Karena itu diperlukan keterpaduan multimoda transportasi dan sistem logistik nasional
dalam penetapan kebijakan dan pembangunan infrastruktur fisik. Infrastruktur transportasi
merupakan faktor dominan yang berkaitan dengan kebijakan publik, peraturan, dan sistem
operasi. Peran investasi swasta sangat penting, dimana komitmen kebijakan pemerintah
perlu menciptakan iklim yang kondusif sekaligus melindungi kepentingan publik.

Dalam sistem transportasi nasional yang efesien dan efektif, kebijakan maritim masa depan
di Indonesia mempunyai potensi dan peluang yang besar. Berbagai kebijakan akan diadakan
perubahan     secara berkesinambungan sesuai dengan prioritas dan perkembangan
lingkungan strategis dan internasional (continuous improvement process). Untuk itu
masukan dari para pemangku kepentingan sangat diperlukan.

Kebijakan pelabuhan nasional akan merefleksikan perkembangan sektor pelabuhan menjadi
industri jasa kepelabuhanan kelas dunia yang kompetitif dan sistem operasi pelabuhan
sesuai dengan standar internasional baik dalam bidang keselamatan pelayaran maupun
perlindungan lingkungan maritim. Tujuannya adalah untuk memastikan sektor pelabuhan
dapat meningkatkan daya saing, mendukung perdagangan, terintegrasi dengan sistem multi-
moda transportasi dan sistem logistik nasional. Kerangka hukum dan peraturan akan
diarahkan dalam upaya menjamin kepastian usaha, mutu pelayanan yang lancar dan cepat,
kapasitas mencukupi, tertib, selamat, aman, tepat waktu, tarif terjangkau, kompetitif,
aksesibilitas tinggi dan tata kelola yang baik. Kebijakan tersebut akan terus dibangun dan
dikembangkan berdasarkan konsensus dan komitmen dari para pemangku kepentingan.

2.1. Kebijakan Pelabuhan Nasional

Kebijakan Pelabuhan nasional diarahkan dalam upaya:

    •   Mendorong Investasi Swasta
        Untuk mendukung rencana MP3I, partisipasi sektor swasta merupakan kunci
        keberhasilan dalam percepatan pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan
        Indonesia, karena kemampuan finansial sektor publik terbatas.

    •   Mendorong Persaingan
        Mewujudkan iklim persaingan yang sehat dalam kegiatan usaha kepelabuhanan
        yang diharapkan dapat menghasilkan jasa kepelabuhanan yang efektif dan efisien.



                                                                                           4
•   Pemberdayaan Peran Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan
    Upaya perwujudan peran Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan
    sebagai pemegang hak pengelolaan lahan daratan dan perairan (landlord port
    authority) dapat dilaksanakan secara bertahap. Upaya tersebut termasuk rencana
    transformasi Otoritas Pelabuhan/Unit Penyelenggara Pelabuhan menjadi Badan
    Layanan Umum (BLU), sehingga akan mencerminkan penyelenggara pelabuhan yang
    lebih fleksibel dan otonom.

•   Terwujudnya Integrasi Perencanaan
    Perencanaan pelabuhan harus mampu mengantisipasi dinamika pertumbuhan
    kegiatan ekonomi dan terintegrasi kedalam penyusunan rencana induk pelabuhan
    khususnya dikaitkan dengan MP3EI/koridor ekonomi, sistem transportasi nasional,
    sistem logistik nasional, rencana tata ruang wilayah serta melibatkan masyarakat
    setempat.

•   Menciptakan kerangka kerja hukum dan peraturan yang tepat dan fleksibel
    Peraturan pelaksanaan yang menunjang implementasi yang lebih operasional akan
    dikeluarkan untuk meningkatkan keterpaduan perencanaan, mengatur prosedur
    penetapan tarif jasa kepelabuhanan yang lebih efisien, dan mengatasi kemungkinan
    kegagalan pasar.

•   Mewujudkan sistem operasi pelabuhan yang aman dan terjamin
    Sektor pelabuhan harus memiliki tingkat keselamatan kapal dan keamanan fasilitas
    pelabuhan yang baik serta mempunyai aset dan sumber daya manusia yang andal.
    Keandalan teknis minimal diperlukan untuk memenuhi standar keselamatan kapal
    dan keamanan fasilitas pelabuhan yang berlaku di pelabuhan Indonesia. Secara
    bertahap diperlukan penambahan kapasitas untuk memenuhi standar yang sesuai
    dengan protokol internasional.

   Meningkatkan perlindungan lingkungan maritim
    Pengembangan pelabuhan akan memperluas penggunaan wilayah perairan yang
    akan meningkatkan dampak terhadap lingkungan maritim. Otoritas Pelabuhan dan
    Unit Penyelenggara Pelabuhan harus lebih cermat dalam mitigasi lingkungan, guna
    memperkecil kemungkinan dampak pencemaran lingkungan maritim. Mekanisme
    pengawasan yang efektif akan diterapkan melalui kerja sama dengan instansi terkait
    termasuk program tanggap darurat.

•   Mengembangkan sumber daya manusia
    Pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan
    profesionalisme dan kompetensi dalam upaya meningkatkan produktivitas dan
    tingkat efisiensi, termasuk memperhatikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan
    kerja tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan. Lembaga pelatihan, kejuruan dan
    perguruan tinggi akan dilibatkan dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja
    sektor pelabuhan, termasuk perempuan untuk memenuhi standar internasional.




                                                                                    5
2.2       Strategi Implementasi

2.2.1     Pedoman Kebijakan Pelabuhan Nasional dan Strategi Bisnis yang Komprehensif
          Pelaksanaan Kebijakan Pelabuhan Nasional akan diawasi secara efektif dan
          dipublikasikan secara berkala kepada para pemangku kepentingan. Pedoman
          pelaksanaan Kebijakan Pelabuhan Nasional        akan dikeluarkan setelah dilakukan
          konsultasi dengan para pemangku kepentingan.

2.2.2. Perencanaan Terpadu, Hierarki Pelabuhan dan Pemantauan Kinerja
         Perencanaan pengembangan pelabuhan dalam kerangka sistem transportasi
          nasional akan dikoordinasikan dengan perencanaan sektoral masing-masing moda
          transportasi, instansi terkait lainnya dan Otoritas Pelabuhan. Pedoman tentang
          perencanaan pembangunan dan pengembangan pelabuhan akan dikeluarkan yang
          meliputi pedoman proses perencanaan pembangunan dan pengembangan
          pelabuhan . Pelindo dan badan usaha pelabuhan lainnya diminta untuk memberikan
          informasi yang relevan kepada Otoritas Pelabuhan untuk disinkronisasikan dengan
          rencana induk masing-masing pelabuhan.

         Status pelabuhan akan direview secara berkala untuk menentukan kemungkinan
          terjadinya perubahan hierarki pelabuhan dan implikasinya terhadap revisi Rencana
          Induk Pelabuhan Nasional dan rencana induk masing-masing pelabuhan.

         Sistem indikator kinerja akan diterapkan untuk tujuan perencanaan dan
          pemantauan serta hasil pencapaian kinerja pelabuhan akan dipublikasikan secara
          berkala.

2.2.3 Pengaturan Tarif
         Pengaturan penetapan tarif harus mudah diterapkan dalam arti setiap jasa
          kepelabuhanan dikenakan tarif sesuai dengan jasa yang disediakan. Tarif yang
          diusulkan Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggata Pelabuhan dapat ditolak
          apabila tidak wajar dibandingkan dengan biaya penyediaan jasa atau infrastruktur.
          Tarif yang diusulkan badan usaha pelabuhan akan diajukan kepada Komisi Pengawas
          Persaingan Usaha (KPPU) apabila dinilai anti-kompetitif atau diskriminatif.

         Review tarif dilakukan tanpa mengurangi kebebasan badan usaha pelabuhan untuk
          menegosiasikan perjanjian kerja sama usaha dengan mitra bisnisnya.

         Pedoman tentang prosedur pemantauan dan review tarif akan dikeluarkan untuk
          mempermudah penerapan tarif agar tidak menimbulkan beban yang tidak wajar
          kepada Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, atau badan usaha
          pelabuhan. Pedoman tersebut juga akan memberikan penjelasan tentang penerapan
          tarif atau perjanjian jasa pelayanan pelabuhan yang anti-kompetitif.




                                                                                          6
2.2.4 Mendorong Persaingan di Sektor Pelabuhan
       Persaingan di sektor pelabuhan akan didorong, khususnya pengembangan
        pelabuhan baru atau perluasan pelabuhan yang sudah ada.

       Pedoman tentang prosedur penyampaian keberatan dan penyelesaian sengketa
        akan dikeluarkan untuk mengatasi perilaku anti-kompetitif.

2.2.5 Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia di Pelabuhan
       Dalam upaya meningkatkan keterampilan tenaga kerja bongkar muat (TKBM),
        identifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan pendidikan di sektor pelabuhan
        akan dilakukan melalui konsultasi dengan badan usaha pelabuhan, Otoritas
        Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, koperasi tenaga kerja dan pusat
        pelatihan yang ada. Kebutuhan dan strategi pengembangan pendidikan dan
        pelatihan akan direvisi secara berkala untuk disesuaikan dengan tuntutan
        permintaan.

       Nota kesepahaman akan dibuat dengan pusat pelatihan, lembaga kejuruan, dan
        perguruan tinggi untuk pengembangan sumber daya manusia di sektor pelabuhan
        dan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja serta memastikan kurikulum
        pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan para pemangku kepentingan.

       Konsultasi akan dilakukan dengan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat dan
        pemangku kepentingan lainya merumuskan peningkatan kesejahteraan dan insentif
        yang dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja, memperbaiki praktek jam
        kerja efektif, jumlah tenaga kerja riil, memperluas program pelatihan dan
        mengidentifikasi strategi untuk meningkatkan persaingan diantara koperasi
        penyedia tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di pelabuhan.

       Keikutsertaan tenaga kerja perempuan di sektor pelabuhan akan didorong dan
        dilibatkan dalam program pendidikan dan pelatihan yang diadakan lembaga
        pelatihan, kejuruan dan perguruan tinggi.

2.2.6   Meningkatkan Keselamatan Kapal dan Keamanan Fasilitas Pelabuhan secara Efektif

Penerapan peraturan tentang keselamatan kapal dan keamanan fasilitas pelabuhan akan
dilaksanakan secara konsekuen dalam rangka memberikan kewenangan yang lebih efektif
kepada Otoritas Pelabuhan dan Syahbandar berdasarkan pedoman dan standar
internasional.

2.2.7   Meningkatkan Perlindungan Lingkungan Maritim secara Efektif
       Dalam rangka menjamin perlidungan lingkungan maritim yang efektif di pelabuhan,
        pedoman tentang mitigasi lingkungan maritim di pelabuhan akan lebih
        dikembangkan oleh Kementerian Perhubungan dan dilaksanakan oleh Otoritas
        Pelabuhan yang mengatur:


                                                                                         7
   Mitigasi lingkungan maritim di pelabuhan sesuai standar Indonesia dan
            pedoman internasional;
           Kerangka kerja sistem manajemen lingkungan maritim; dan
           Pengawasan internal dan audit independen yang dilakukan secara berkala.

   Peran Syahbandar untuk mengelola dan mengendalikan pencemaran di pelabuhan
    akan lebih ditingkatkan.

   Sistem manajemen lingkungan maritim akan diterapkan melalui kemitraan dengan
    pemangku kepentingan di bidang pelayaran untuk memastikan sistem tanggap
    darurat berfungsi di sektor pelabuhan.




                                                                                 8
Bab 3. Proyeksi Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan dan
Implikasinya terhadap Pembangunan Kepelabuhanan di
Indonesia
3.1     Latar Belakang
Peran pelabuhan di Indonesia sebagai negara maritim sangat dominan dalam pembangunan
nasional. Hal tersebut tercermin kegiatan pelabuhan untuk menunjang perdagangan
internasional dan domestik secara nasional skalanya sangat besar. Pada tahun 2009,
pelabuhan Indonesia menangani 968,4 juta ton muatan yang terdiri atas 560,4 juta ton
muatan curah kering (hampir tiga perempatnya adalah batubara), 176,1 juta ton muatan
curah cair (86 persennya adalah minyak bumi atau produk minyak bumi dan minyak kelapa
sawit), 143,7 juta ton general cargo dan 88,2 muatan peti kemas (terlihat pada Tabel 3-1,
dan Gambar 3-1 dan 3-2).

Perdagangan luar negeri tercatat sebesar 543,4 juta ton atau 56 % dari total volume muatan
yang ditangani melalui pelabuhan Indonesia pada tahun 2009. Muatan ekspor sebesar 442,5
juta ton atau lebih dari 80 % perdagangan luar negeri, sementara impor sebanyak 101,0 juta
ton atau 20 % perdagangan luar negeri. Muatan ekspor lebih tinggi karena angkutan
batubara jumlahnya sangat besar yaitu 278,6 juta ton pada tahun yang 2009.

Tabel 3-1 juga menunjukkan pertumbuhan lalu lintas barang melalui pelabuhan Indonesia
dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 1999 sampai dengan 2009 yang meningkat rata-rata
11,0 %. Namun demikian, penyebaran pertumbuhannya sangatlah beragam, sebagai contoh,
lalu lintas curah kering meningkat lebih dari lima kali lipat dari 95,2 juta ton pada tahun 1999
menjadi 560,4 juta ton pada tahun 2009. Muatan peti kemas juga meningkat rata-rata 12,3
%, yaitu dari 27,7 juta ton pada tahun 1999 menjadi 88,2 juta ton pada tahun 2009 (lihat
juga Gambar 3-3). General cargo meningkat rata-rata 7,3 %, sementara muatan curah cair
meningkat lebih rendah yaitu 1,7 %, sementara komoditas curah cair memiliki pertumbuhan
yang lebih rendah, yaitu 1,7% selama perioda ini. Lalu lintas pelabuhan total Indonesia
menurut kelompok jenis muatan utama diperlihatkan pada Tabel 3-2 serta secara grafis
pada Gambar 3-1 sampai 3-3. Sedangkan lalu lintas antar pelabuhan (arus perdagangan)
menurut jenis komoditas ditunjukkan pada Suplemen A.

Pertumbuhan perdagangan masa depan di Indonesia akan banyak dipengaruhi oleh tingkat
implementasi kebijakan pemerintah untuk melakukan percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi, yang tertuang dalam Master Plan for Acceleration and Expansion of
Indonesia Economic Development 2011-2025 (MP3EI). Dengan pusat pertumbuhan dan
koridor ekonomi yang telah ditetapkan (Gambar 3-4) beserta sistem transportasi nasional
yang akan menjamin konektivitas, MP3EI mengarahkan untuk terwujudnya Indonesia yang
mandiri, maju, adil, dan makmur. Melalui implementasi MP3EI, Indonesia diharapkan dapat
menjadi negara maju pada tahun 2025, yang berarti pertumbuhan ekonomi riil antara 6,4 –
7,5% diharapkan bisa tercapai pada periode 2011 – 2014. Selain itu, tingkat inflasi juga
diperkirakan turun dari 6,5% pada 2011 – 2014 menjadi 3,0% pada 2025.




                                                                                              9
Peranan Pelabuhan menjadi sangat penting bagi terwujudnya tujuan MP3EI. Disisi lain, bila
MP3EI dapat diimplementasikan dengan baik, maka implikasinya adalah pertumbuhan lalu
lintas barang melalui pelabuhan menjadi lebih tinggi. Pelabuhan strategis di masing-masing
koridor ekonomi disajikan dalam Suplemen C.



3.2. Proyeksi Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Berdasarkan Skenario Dasar (Base
Case)

Tabel 3-3 menyajikan proyeksi total muatan yang akan ditangani pelabuhan di Indonesia
berdasarkan jenis muatan dan komoditas dari tahun 2009 sampai dengan 2030. Total lalu
lintas muatan melalui pelabuhan diperkirakan meningkat dari 1,0 milyar ton pada tahun
2009 menjadi 1,3 milyar ton pada tahun 2015 dan menjadi 1,5 milyar ton pada tahun 2020.
Angka pertumbuhan rata-rata tahunan mencapai 4,5 % dari tahun 2009 sampai dengan 2015
dan 3,7 % dari tahun 2015 sampai dengan 2020.

Tabel 3-1 Lalu Lintas Barang Melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan
dan Jenis Muatan, pada Tahun 1999 dan 2009 (dalam ribu ton)




                                                                                       10
Tabel 3-2 Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan
dan Jenis Muatan dan Komoditas Utama, pada Tahun 2009 (dalam ribu ton)




Gambar 3-1 Bongkar Muat Barang melalui Pelabuhan di Indonesia berdasarkan Arus
Perdagangan Tahun 2009 (dalam ribu ton)




                                                                       Keterangan:




                                                                              Ekspor
                                                                              Impor
                                                                              Bongkar (Domestik)
                                                                              Muat (Domestik)




                                                                                           11
Gambar 3-2 Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Indonesia berdasarkan Jenis Muatan pada
Tahun 2009 menurut Klaster Pelabuhan (dalam ribu ton)
                                                                           Keterangan:




                                                                                General Cargo
                                                                                Peti Kemas
                                                                                Curah Kering
                                                                                Curah Cair




Gambar 3-3 Bongkar Muat Peti Kemas di Pelabuhan Indonesia, Periode Tahun 1990-2009
                                                                           Keterangan:




                                                                                 Tahun 1990
                                                                                 Tahun 2000
                                                                                 Tahun 2009




                                                                                     12
Gambar 3-4 Koridor Ekonomi dalam MP3EI




Tabel 3-3 Proyeksi Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Indonesia Skenario Pertumbuhan
Dasar (Base Case) Periode Tahun 2009-2030 (dalam ribu ton)

                                          2009                                   2015                                      2020                                      2030
     Jenis Muatan            Jenis Perdagangan                      Jenis Perdagangan                         Jenis Perdagangan                         Jenis Perdagangan
                                                    Total                                   Total                                     Total                                      Total
                         Internasional Domestik                 Internasional Domestik                    Internasional Domestik                    Internasional Domestik
General Cargo                  32,840     110,859   143,699           39,213     148,562     187,775            43,294     180,748     224,043            50,245      242,911     293,155
Peti Kemas                     61,000      27,223    88,222          106,894      65,626     172,519           157,271     100,020     257,291           294,234      183,446     477,680
Curah Kering                  312,852     255,914   568,766          328,918     342,135     671,053           310,318     438,906     749,224           284,436      675,731     960,167
  Semen                           144      14,941    15,085            6,700      21,925      28,625             8,757      28,655      37,411            14,264       48,947      63,210
  Batubara                    279,303     139,349   418,652          279,303     203,330     482,633           250,000     272,101     522,101           200,000      443,224     643,224
  Biji Besi                    10,531          91    10,623           13,714         400      14,114            16,686       1,000      17,686            23,537        2,000      25,537
  Pupuk                         5,162      30,665    35,828            7,323      39,934      47,257             9,346      48,586      57,932            14,514       68,536      83,050
  Biji-bijian                   3,832       2,343     6,175            4,316       2,639       6,954             4,672       2,885       7,557             5,422        3,348       8,770
  Curah Kering Lain            13,879      60,124    74,003           17,562      73,907      91,469            20,858      85,679     106,537            26,700      109,676     136,376
Curah Cair                    136,723      39,349   176,072          178,042      52,718     230,759           216,653      65,700     282,353           315,952       97,252     413,204
  Minyak Bumi & Produk         91,110         385    91,495          118,649         501     119,151           144,355         610     144,965           213,681          903     214,584
  CPO                          22,438      38,485    60,923           30,069      51,574      81,643            37,471      64,271     101,742            55,467       95,136     150,603
  Curah Cair Lain              23,175         479    23,654           29,323         642      29,965            34,827         819      35,646            46,805        1,213      48,017
Total                         543,415     433,346   976,761          653,066     609,040   1,262,106           727,537     785,374   1,512,911           944,867    1,199,340   2,144,207

Rata-rata Pertumbuhan Tahunan (%)
General Cargo                   -             -             -           3.0          5.0         4.6              2.0          4.0            3.6           1.5           3.0            2.7
Container                       -             -             -           9.8         15.8        11.8              8.0          8.8            8.3           6.5           6.3            6.4
Dry Bulk                        -             -             -           0.8          5.0         2.8             (1.2)         5.1            2.2          (0.9)          4.4            2.5
  Cement                        -             -             -          89.7          6.6        11.3              5.5          5.5            5.5           5.0           5.5            5.4
  Coal                          -             -             -           -            6.5         2.4             (2.2)         6.0            1.6          (2.2)          5.0            2.1
  Iron Ore                      -             -             -           4.5         27.9         4.9              4.0         20.1            4.6           3.5           7.2            3.7
  Fertilizer                    -             -             -           6.0          4.5         4.7              5.0          4.0            4.2           4.5           3.5            3.7
  Grain                         -             -             -           2.0          2.0         2.0              1.6          1.8            1.7           1.5           1.5            1.5
  Other Dry Bulk                -             -             -           4.0          3.5         3.6              3.5          3.0            3.1           2.5           2.5            2.5
Liquid Bulk                     -             -             -
  Petroleum & Products          -             -             -           4.5          4.5            4.5           4.0          4.0            4.0           4.0           4.0            4.0
  CPO                           -             -             -           5.0          5.0            5.0           4.5          4.5            4.5           4.0           4.0            4.0
  Other Liquid Bulk             -             -             -           4.0          5.0            4.0           3.5          5.0            3.5           3.0           4.0            3.0
Total                           -             -             -           3.1          5.8            4.4           2.2          5.2            3.7           2.6           4.3            3.5




3.3. Proyeksi Lalu Lintas Berbasis Skenario Alternatif

Sebagaimana terlihat pada Gambar 3-5, pada Skenario Pertumbuhan Tinggi, total lalu lintas
peti kemas Indonesia pada tahun 2030 akan mencapai 57 juta TEU, sementara pada
Skenario Pertumbuhan Dasar akan mencapai 48 juta TEU, sedangkan pada Skenario

                                                                                                                                                                   13
Pertumbuhan Rendah 42 juta TEU. Gambar 3-6 menyajikan secara jelas proyeksi untuk total
perdagangan peti kemas untuk ketiga skenario.

Gambar 3-5 Proyeksi Total Lalu Lintas Peti Kemas di Pelabuhan Indonesia menurut
Skenario Pertumbuhan, Periode Tahun 2015-2030 (dalam ribu TEU)
                                                                                                                Skenario Proyeksi
                60,000                                                                                            Tinggi
                                                                                                                  Low Growth
   000's TEUs




                                                                                                                  DasarCase
                                                                                                                  Base
                50,000
                                                                                                                  Rendah
                                                                                                                  High Growth

                40,000


                30,000


                20,000


                10,000


                    -
                           2015                    2020                    2025               2030
                                                                                               Tahun
                                                                                                Year




Gambar 3-6 Proyeksi Total Lalu Lintas Muatan di Pelabuhan Indonesia berdasarkan Jenis
Muatan Menurut Skenario Pertumbuhan, Periode Tahun 2015-2030 (dalam ribu ton)


                                                                                                                 Curah Kering

                                                                                                                 Curah Cair

                                                                                                                 Peti Kemas

                                                                                                                 General Cargo
                         Rendah




                                                          Rendah




                                                                                     Rendah




Skenario
                                          Tinggi




                                                                            Tinggi




                                                                                                       Tinggi
                                  Dasar




                                                                   Dasar




                                                                                               Dasar




Proyeksi



                                                                                               Tahun



Gambar 3-6 menyajikan proyeksi total lalu lintas muatan di Indonesia berdasarkan jenis
muatan untuk ketiga skenario tersebut. Total lalu lintas muatan diprakirakan mencapai 2,7
milyar ton pada tahun 2030, mencapai 2,1 milyar ton pada Skenario Pertumbuhan Dasar dan
1,8 milyar ton pada Skenario Pertumbuhan Rendah.




                                                                                                                                    14
3.4. Implikasi terhadap Pembangunan Sektor Pelabuhan

Hasil proyeksi lalu lintas muatan melalui pelabuhan di Indonesia mempunyai implikasi yang
perlu dipertimbangkan dalam pengembangan sistem pelabuhan nasional, yaitu diantaranya:

• Pada tahun 2020 lalu lintas peti kemas Indonesia akan meningkat lebih dari dua kali lipat
  volume tahun 2009 dan akan kembali meningkat dua kali lipat pada tahun 2030;
 Pengembangan terminal peti kemas sangat diperlukan di berbagai lokasi pelabuhan;
 Peningkatan volume peti kemas juga akan menimbulkan kebutuhan pengembangan
  pelabuhan peti kemas sebagai pelabuhan hub baru, baik di bagian barat maupun di timur
  Indonesia, seperti Kuala Tanjung dan Bitung. Namun kajian yang lebih spesifik diperlukan
  untuk pengembangan pelabuhan hub tersebut.
 Pertumbuhan lalu lintas curah kering dan cair yang lebih rendah menunjukkan bahwa
  total tonase muatan hanya akan meningkat sampai dengan 50% pada tahun 2020 dan
  50% lagi pada tahun 2030.




                                                                                        15
Bab 4. LOKASI DAN RENCANA PEMBANGUNAN PELABUHAN

Penyusunan rencana kebutuhan pengembangan pelabuhan didasarkan pada pendekatan
penilaian kapasitas pelabuhan dan memperhatikan skema pembangunan untuk masing-
masing pelabuhan. Selain kebijakan pemerintah, juga telah memperhatikan program
pembangunan pelabuhan yang diusulkan Pelindo sebagai pengelola pelabuhan strategis di
Indonesia.

Kebijakan pemerintah yang menjadi dasar utama bagi pengembangan pelabuhan meliputi
(a) prioritas pengembangan konektivitas dan prasarana pelabuhan untuk mendukung
program koridor perekonomian Indonesia tahun 2025, (b) Cetak Biru Transportasi
Multimoda/Antarmoda untuk mendukung Sistem Logistik Nasional, dan (c) Rencana
Strategis Sektor Perhubungan.

Suplemen D memberikan rangkuman parameter perencanaan dan strategi pengembangan
pelabuhan pada enam koridor pembangunan ekonomi sampai dengan 2030. Rangkuman
tersebut memuat proyeksi lalu lintas muatan melalui pelabuhan berdasarkan jenis kargo,
disain kapal dan target produktivitas, strategi investasi, dan kegiatan bisnis utama
pelabuhan.

Suplemen E memuat daftar rencana pengembangan pelabuhan (termasuk pengembangan
kapasitas dan kebutuhan investasi) sampai dengan 2030 berdasarkan wilayah, lokasi, dan
fasilitas pelabuhan.

4.1. Kebutuhan Investasi Pelabuhan

Table 4-1 menunjukkan rincian dari total kebutuhan investasi pelabuhan di Indonesia sampai
dengan 2030 berdasarkan koridor pembangunan ekonomi dan jenis fasilitas pelabuhan.
Total investasi sebesar 46,1 milyar US$ terdiri dari 12,1 milyar US$ (tahun 2011-2015), 12,0
milyar US$ (tahun 2016-2020) dan 22,0 milyar US$ (tahun 2021-2030). Gambar 4-1
menunjukkan distribusi kebutuhan investasi sektor pelabuhan berdasarkan koridor ekonomi
dan tahapan pengembangan; sedangkan Gambar 4-2 memperlihatkan distribusi kebutuhan
investasi pelabuhan menurut koridor ekonomi dan jenis terminal/fasilitas pelabuhan.
Suplemen E memberikan rincian kebutuhan investasi pelabuhan sampai dengan 2030
berdasarkan koridor ekonomi dan jenis terminal/fasilitas pelabuhan.

Secara ringkas, Tabel 4-2 menunjukkan indikasi kebutuhan jumlah pendanaan dari sektor
pemerintah dan swasta selama periode tahun 2011-2030.




                                                                                         16
Tabel 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Jenis
Terminal/Fasilitas Pelabuhan untuk Tahapan Tahun 2011-2030 and Total Tahun 2011-2030
(dalam juta US$, tahun 2011)
                                                 Terminal                        CDC/    Pesiar/ Lahan/
Periode dan Koridor
                            Peti             Minyak Batu-      Curah Terminal Multi Pari-   Infra.        Total
Ekonomi                             CPO
                           Kemas             Bumi     Bara    Lainnya Lainnya*) moda wisata Dasar
 2011-2015
 Sumatra                      455     388      289     387        63        31      25     -        613    2.250
 Java                       2.095     -        339       60       86       354    130      200    2.342    5.606
 Bali-Nusa Tenggara             7     -         20     -          41       121    -          5      190      384
 Kalimantan                   186     138       89     366       430       195    -        -         30    1.434
 Sulawesi                     121       9       50     -         122       335      75     -         61      773
 Papua- Kepulauan Maluku      183     -         34     -         122     1.070    -        -        258    1.667
  Total                     3.046     535      821     813       862     2.107    230      205    3.494   12.114
 2016-2020
 Sumatra                    2.192     467       344    299       167        44    -        -       222     3.735
 Java                       2.297     -         508      60       35       120    250      150     -       3.420
 Bali-Nusa Tenggara            30     -          20    -          35       243    -        369       61      757
 Kalimantan                   120     138        89    346        35       243    -        -         61    1.031
 Sulawesi                     141       9        50    -         106       486    -        -       121       912
 Papua- Kepulauan Maluku      123     -          48    -         106     1.458    -        -       364     2.098
  Total                     4.901     614     1.058    705       484     2.594    250      519     830    11.954
 2021-2030
 Sumatra                    4.329     903       762     597      202        88    -        -        -      6.881
 Java                       4.164        8      827     120      115       150    340      150      -      5.875
 Bali-Nusa Tenggara            60     -          40     -         70       486    -        369      121    1.146
 Kalimantan                   338     275       178     693       70       486    -        -        121    2.161
 Sulawesi                     216       25      107     -        211       972    -        -        243    1.773
 Papua- Kepulauan Maluku      245       10       97     -        211     2.915    -        -        729    4.207
  Total                     9.352   1.221     2.011   1.410      882     5.097    340      519    1.215   22.044
 2011-2030
 Sumatra                    6.975   1.758     1.395   1.283      432       163      25      -       835   12.866
 Java                       8.556        8    1.674     240      236       624    720       500   2.342   14.901
 Bali-Nusa Tenggara            97     -          80     -        146       850    -         742     373    2.288
 Kalimantan                   644     550       356   1.405      535       924    -         -       213    4.626
 Sulawesi                     477       43      207     -        439     1.793      75      -       425    3.459
 Papua- Kepulauan Maluku      550       10      179     -        439     5.443    -         -     1.351    7.972
  Total                    17.299   2.369     3.890   2.927    2.229     9.798    820     1.242   5.539   46.112
Catatan: *) Terminal lainnya: terminal konvensional (kargo umum), terminal mobil, terminal multi-
tujuan dan terminal penumpang




                                                                                                     17
Gambar 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Tahapan
Pengembangan (dalam juta US$)




Gambar 4-2 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Jenis
Terminal/Fasilitas Pelabuhan (dalam juta US$)




                                                                                18
Tabel 4-2 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan oleh Pemerintah dan Pihak Swasta untuk
Pengembangan Fasilitas Pelabuhan, 2011-2030
                                 Total             Pemerintah          Sektor Swasta
  No       Tahapan
                           Juta US$      %      Juta US$        %     Juta US$     %



  1        2011-2015           12.114    100         5.148 42,5           6.966 57,5

  2        2016-2020           11.954    100         3.303 27,6           8.650 72,4

  3        2021-2030           22.044    100         6.161 27,9          15.883 72,1




       Total                   46.112    100        14.613 31,7          31.499 68,3

Catatan: Diperkirakan bahwa untuk periode 2011-2015 dari total kebutuhan pembiayaan
sebesar 12.114 juta US$, porsi BUMN (Pelindo) mencapai 3.521 juta US$.


4.2. Pembiayaan Pelabuhan dan Kerangka Bantuan dan Penjaminan Pemerintah

4.2.1 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan
Sampai dengan tahun 2030 Indonesia harus menyediakan anggaran sebesar 45-50 milyar
US$ untuk pembiayaan pembangunan dan pengembangan kapasitas pelabuhan.
Diperkirakan sekitar 68% dari seluruh total investasi pengembangan pelabuhan baru di
Indonesia memerlukan pendanaan dari pihak swasta, terutama berdasarkan skema
kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) melalui pemberian konsesi untuk jangka panjang,
terutama untuk pelabuhan komersial seperti terminal peti kemas, terminal curah, dan
fasilitas pelabuhan komersial lainnya.

Sisanya sekitar 32% diperlukan untuk penyediaan lahan, prasarana umum pelabuhan seperti
pendalaman alur pelayaran dan penahan gelombang (breakwater), penyediaan terminal
pelabuhan non-komersial, rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan kecil baru (feeder)
yang harus disediakan oleh pemerintah.

4.2.2 Potensi Sumber Pembiayaan Investasi Sektor Pemerintah
UU Pelayaran No. 17 tahun 2008 mengamanatkan bahwa investasi infrastruktur dasar
pelabuhan menjadi tanggung jawab Otoritas Pelabuhan. Otoritas Pelabuhan merupakan
lembaga baru yang memiliki aset finansial dan pengalaman yang terbatas dalam
penyelenggaraan pelabuhan. Dalam transisi lembaga tersebut hanya dapat menghasilkan
arus kas yang rendah dan pada dasarnya belum memiliki kapasitas untuk melakukan
pinjaman di awal tahun operasionalnya. Satu-satunya sumber utama pendanaan
infrastruktur dalam jangka pendek adalah dari anggaran pemerintah.

Apabila Otoritas Pelabuhan telah memiliki arus kas dan neraca keuangan yang signifikan,
maka potensi sumber pendanaan untuk investasi infrastruktur pelabuhan dapat berasal dari:
      Penerimaan pajak pemerintah;


                                                                                       19
   Pinjaman pemerintah;
     Pinjaman dari lembaga keuangan internasional;
     Pinjaman dari lembaga keuangan bilateral.
Di masa mendatang, sumber pembiayaan infrastruktur dasar untuk Otoritas Pelabuhan akan
berkembang sejalan dengan peningkatan kinerja keuangan Otoritas Pelabuhan. Hal ini akan
terjadi apabila Otoritas Pelabuhan dimungkinkan untuk mengelola pendapatannya,
termasuk pendapatan dari otoritas kepelabuhanan (misalnya jasa labuh, sewa lahan,
konsesi). Dengan demikian Otoritas Pelabuhan dapat meningkatkan pendapatannya dan
mengelola arus kas untuk digunakan sebagai modal pinjaman.


4.2.3 Kerangka Dukungan dan Penjaminan Pemerintah
Karena keterbatasan anggaran, interaksi antara pihak pemerintah dan swasta diatur dalam
tiga jenis peraturan, yaitu peraturan mengenai Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS),
peraturan spesifik sektor, dan peraturan umum lainnya yang mengatur kegiatan usaha di
Indonesia.
Terdapat empat prinsip dasar kebijakan investasi dalam kategori KPS, yaitu:
a. Kebijakan Pemerintah dalam Penyediaan Infrastruktur
    Pemerintah bermaksud untuk memusatkan kebijakannya dalam (i) pemeliharaan dan
    peningkatan infrastruktur yang ada, (ii) fokus pada pengembangan infrastruktur yang
    secara ekonomi layak, namun secara finansial tidak layak, (iii) pemberian subsidi dan
    kompensasi pada PSO (Kewajiban Layanan Umum) dalam pelayanan infrastruktur, dan
    (iv) mengisi celah kebutuhan pembiayaan infrastruktur dengan cara menawarkan proyek
    KPS kepada pasar.
b. Peraturan dalam Percepatan Pembangunan Infrastruktur
   Peraturan mengenai percepatan pembangunan infrastruktur ditunjukkan dalam Tabel
   4.3 Peraturan KPS terutama mengacu pada Peraturan Presiden No. 67/2005 mengenai
   Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur, yang telah dirubah
   dalam Peraturan Presiden No. 56/2011 dan No. 13/2010 yang memungkinkan
   pemberian dukungan dan penjaminan pemerintah.

   Sebagai tambahan, dua peraturan lainnya mengenai penjaminan pemerintah mengacu
   pada Peraturan Presiden No. 78/2010 tentang Dana Penjaminan Infrastruktur melalui
   Pemberian Dana Penjaminan dan Peraturan Menteri Keuangan No. 260/2010 tentang
   implementasi dari Penjaminan Infrastruktur melalui Pemberian Dana Penjaminan
   Infrastruktur.

   Berdasarkan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kementerian Keuangan, Bappenas, dan
   Badan Kerjasama Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Keuangan dapat
   menyediakan fasilitas (i) kebijakan dana talangan melalui Pusat Investasi Pemerintah
   (PIP), (ii) penjaminan untuk resiko infrastruktur melalui PT. Penjaminan Infrastruktur
   Indonesia (PII), dan (iii) layanan proyek pengembangan melalui PT. Sarana Multi
   Infrastruktur (PT. SMI).




                                                                                      20
Tabel 4-3 Kerangka Hukum Investasi Sektor Swasta

      Regulasi Kerjasama
No.                                                              Penjelasan
      Pemerintah dan Swasta (KPS)
Skema dan Pedoman KPS
 1    Peraturan Presiden No. 67           Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
      Tahun 2005                          Penyediaan Infrastruktur
 2    Peraturan Presiden No. 13 Tahun     Perubahan atas Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005
      2010                                tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
                                          dalam Penyediaan Infrastruktur
 3    Peraturan Presiden No. 56 Tahun     Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 67 Tahun
      2011                                2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
                                          dalam Penyediaan Infrastruktur
 4    Peraturan Menteri Perencanaan
                                          Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah
      Pembangunan Nasional / Kepala
                                          dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
      Bappenas No. 4 Tahun 2010
 5    Peraturan Menteri Perhubungan       Panduan Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan
      No. PM 83 Tahun 2010                Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Transportasi
Manajemen Resiko , Dukungan Pemerintah dan Penjaminan Infrastruktur
 6    Peraturan Menteri Keuangan No.      Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan Pengelolaan
      38/PMK.01/2006                      Risiko atas Penyediaan Infrastruktur
 7    Peraturan Presiden No. 78 Tahun     Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama
      2010                                Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan melalui
                                          Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur
 8    Peraturan Menteri Keuangan No.      Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam
      260/PMK.011/2010                    Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha
Pedoman, Organisasi, dan Prosedur KPS
 9    Peraturan Menteri Perencanaan
      Pembangunan Nasional / Kepala        Daftar Rencana Proyek Kerjasama
      Bappenas No. 3 Tahun 2009
10    Peraturan Presiden No. 42 Tahun Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur
      2005                                 (KKPPI)
11    Public Private Partnership Book, Sector of Transportation, 2010-2014, Ministry of
      Transportation (2010)
12    Peraturan Presiden No. 12 Tahun Perubahan atas Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2005
      2011                                 tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan
                                           Infrastruktur (KKPPI)
13    Peraturan Menteri Koordinasi
      Bidang Perekonomian Selaku
      Ketua Komite Kebijakan               Organisasi dan Tata Kerja Komite Kebijakan Percepatan
      Percepatan Penyediaan                Penyediaan Infrastruktur (KKPPI)
      Infrastruktur No. PER-
      01/M.EKON/05/2006
14    Peraturan Menteri Koordinator
      Bidang Perekonomian Selaku
      Ketua Komite Kebijakan               Tata Cara dan Kriteria Penyusunan Daftar Prioritas Proyek
      Percepatan Penyediaan                Infrastruktur Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
      Infrastruktur No. PER-
      3/M.EKON/06/2006
15    Peraturan Menteri Koordinator
      Bidang Perekonomian Selaku
                                           Tata Cara Evaluasi Proyek Kerjasama Pemerintah dengan
      Ketua Komite Kebijakan
                                           Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang
      Percepatan Penyediaan
                                           Membutuhkan Dukungan Pemerintah
      Infrastruktur No. PER-
      4/M.EKON/06/2006

                                                                                                  21
Kerjasama Daerah
15       Peraturan PemerintahNo. 50
                                       Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah
         Tahun 2007
Pengadaan Tanah
16       Peraturan Presiden No. 36     Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
         Tahun 2005                    Kepentingan Umum
17       Peraturan Presiden No. 65     Perubahan atas Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005
         Tahun 2006                    tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
                                       untuk Kepentingan Umum
18       Peraturan Kepala Badan        Ketentuan Pelaksanaan Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang
         Pertanahan Nasional No. 3     Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
         Tahun 2007                    Kepentingan Umum (sebagaimana telah diubah dengan
                                       Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Perpres
                                       No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaaan Tanah bagi
                                       Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum)

     c. Peran Indonesia Infrastructure Fund (IIF) dalam Pembiayaan Infrastruktur
        Indonesia Infrastructure Fund (IIF) dibentuk untuk (i) memenuhi pembiayaan jangka
        panjang, terutama dalam mata uang lokal dan untuk pembiayaan infrastruktur serta
        (ii) menyediakan pembiayaan mata uang lokal dengan jangka waktu (tenor),
        persyaratan, dan ketentuan pinjaman yang sesuai untuk kredit proyek infrastruktur
        melalui:
              Penggunaan peringkat kredit pinjaman dari bank dan lembaga investasi
                domestik untuk tenor jangka panjang dengan resiko marjin yang lebih tinggi
                dari penawaran pemerintah dan perusahaan skala besar;
              Penyediaan produk keuangan yang memenuhi kriteria KPS infrastruktur dan
                proyek yang dibiayai sepenuhnya oleh swasta.

     d. Peran PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dalam Penyediaan Penjaminan
        untuk Pengembangan Infrastruktur Indonesia
           PT PII dibentuk untuk memenuhi tujuan berikut:
                Menyediakan penjaminan resiko politik untuk proyek KPS infrastruktur;
                Meningkatkan kelayakan kredit dan kualitas proyek KPS infrastruktur
                    dengan memberikan penjaminan resiko politik yang kredibel;
                Meningkatkan tata kelola dan transparansi pemberian penjaminan;
                Melindungi pemerintah dari kewajiban contingent (termasuk proteksi
                    terhadap tekanan APBN).

4.2.4      Strategi Pelaksanaan untuk Partisipasi Swasta dalam Investasi di Pelabuhan

Hambatan yang terjadi dalam pengembangan pasar untuk mengikutsertakan pihak swasta
adalah persepsi terhadap resiko proyek, resiko investasi dan keterbatasan akses untuk pasar
modal serta pembiayaan proyek.

Strategi utama (key success factor) untuk mengikutsertakan pihak swasta berinvestasi di
pelabuhan adalah:

          Kebijakan investasi sektor swasta yang kondusif
           Kebijakan investasi yang kondusif akan meningkatkan minat investor yang potensial
           dan juga mempengaruhi persepsi investor terhadap resiko secara positif.



                                                                                             22
   Implementasi regulasi secara komprehensif
    Regulasi merupakan wadah yang penting untuk mewujudkan komitmen pelaksanaan
    kebijakan pemerintah.

   Persiapan proyek yang matang
    Persiapan proyek yang matang merupakan daya tarik pihak swasta untuk
    berinvestasi. Apabila dilelang, proyek tersebut akan menarik minat investor dengan
    kualitas teknik dan keuangan yang memadai.

   Prosedur pelelangan yang kompetitif
    Pelelangan pelabuhan/terminal umum harus dilaksanakan secara kompetitif agar
    pemerintah memperoleh manfaat maksimal dari persaingan harga, tingkat
    pelayanan jasa kepelabuhanan dan kualitas investor.

   Penanggung jawab proyek yang jelas dan tidak ada intervensi kontrak
    Hal ini penting untuk memastikan efisiensi biaya (value for money) bagi pemerintah.

   Kerangka pemantauan kinerja
    Kerangka pemantauan kinerja         diperlukan   untuk    pemantauan     kepatuhan
    pelaksanaan kontrak.

   Kepastian bagi swasta untuk memperoleh pendapatan sesuai tarif yang berlaku
    Hal ini penting untuk memberikan kepastian bagi investor dalam memperoleh
    pendapatan dari pengoperasian proyek.

   Kepastian bagi swasta untuk dapat menyesuaikan tarif
    Selama periode pengoperasian proyek, pihak swasta dapat melakukan penyesuaian
    tarif secara berkala.

   Kerangka pengaturan keamanan dan keselamatan pelayaran serta perlindungan
    lingkungan maritim yang komprehensif
    Pihak swasta harus menerapkan standar keamanan dan keselamatan pelayaran
    serta perlindungan lingkungan maritim secara komprehensif.

   Kepastian bagi swasta untuk memperoleh hak perlindungan secara efektif
    Pihak swasta akan memperoleh perlindungan terhadap intervensi pemerintah yang
    dapat mempengaruhi pendapatan, membatasi akses pembiayaan atau merugikan
    investasinya dan kebebasan untuk menyelesaikan sengketa.

   Kapasitas kelembagaan
    Proyek akan dikelola oleh tenaga profesional dari pemerintah agar memberikan
    kepastian bagi investor.

   Pengaturan yang independen
    Pihak swasta akan diberikan kepastian bahwa keputusan regulator tidak dipengaruhi
    oleh intervensi politik atau tekanan pihak tertentu.




                                                                                     23
Bab 5. Rencana Aksi di Bidang Pengaturan dan Pelaksanaan
Kebijakan

Dalam rangka proses perumusan Rencana Induk Pelabuhan Nasional telah digambarkan
perlunya penjabaran lebih lanjut di bidang pengaturan dan kebijakan untuk mendorong
Indonesia kearah yang lebih maju dengan terwujudnya sisim kepelabuhanan yang lebih
berdaya saing. Dalam hubungan ini diperlukan rencana aksi yang meliputi:

   •   Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh Undang-undang No. 17/2008 tentang
       Pelayaran;
   •   Peraturan Pelaksanaan yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah No. 61/2009
       tentang Kepelabuhanan;
   •   Rencana aksi lebih lanjut untuk menunjang pelaksanaan kebijakan.

5.1 Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Undang-undang Pelayaran
Undang-undang Pelayaran telah mengamanatkan perlunya perumusan peraturan
pelaksanaan kebijakan, program dan tindakan administratif. Beberapa hal telah tertuang
dalam Peraturan Pemerintah No. 61/2009 tentang Kepelabuhanan, namun masih diperlukan
peraturan lebih lanjut sebagaimana terlihat pada Tabel 5.1.

5.2 Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Peraturan Pemerintah tentang
Kepelabuhanan (PP No. 61/2009)
PP No. 61/2009 mencakup secara luas ketentuan pelaksanaan dari Undang-undang
Pelayaran dan telah mengamanatkan perlunya perumusan ketentuan lebih lanjut dalam
bentuk peraturan Menteri Perhubungan (Tabel 5.2.)

5.3 Rencana Aksi Pelaksanaan Kebijakan
Untuk melaksanakan kebijakan pelabuhan nasional secara efektif, diperlukan beberapa
rencana aksi lebih lanjut (Tabel 5.3) secara terintegrasi. Dialog terbuka dengan para
pemangku kepentingan akan dilakukan untuk membahas isu kebijakan, perencanaan dan
regulasi di bidang kepelabuhanan. Peraturan Menteri Perhubungan akan dikeluarkan agar
Otoritas Pelabuhan memiliki manajemen yang otonom melalui pembentukan organisasi
pelabuhan yang modern, termasuk transisi opsi perubahan status organisasi Otoritas
Pelabuhan menjadi Badan Layanan Umum (BLU).

5.4 Inisiatif Jangka Pendek untuk Mengimplementasikan Kebijakan
Selain rencana aksi kebijakan tersebut, terdapat beberapa inisiatif jangka pendek untuk
mengimplementasikan kebijakan yang fokus pada kinerja pelabuhan, termasuk manajemen
pelabuhan, tenaga kerja bongkar muat dan pembangunan fasilitas pelabuhan (Tabel 5.4).




                                                                                    24
Tabel 5-1 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Undang-Undang No.
17/2008 tentang Pelayaran

 No.       Materi Peraturan Menteri Perhubungan      Target Waktu      Keterangan

  1.   Tarif pelabuhan di pelabuhan komersial, Kwartal 4 2012          Pasal 110
       Pelabuhan Propinsi dan Pelabuhan local                          UU Pelayaran

  2.   Rancangan dan pelaksanaan pengerukan dan Kwartal 4 2012         Pasal 197
       reklamasi, Sertifikat Pemberi jasa pengerukan                   UU Pelayaran

  3.   Penetapan Daerah Wajib Pandu, Pelatihan dan Kwartal 4 2012      Pasal 198
       ujian Pandu dan Penyelenggaraan Pemanduan                       UU Pelayaran
                                                                       Pasal 212
  4.   Keamanan Pelabuhan                            Kwartal 4 2012
                                                                       UU Pelayaran
  5.   Pengoperasian Pelabuhan (Perbaikan kapal, Kwartal 4 2012
                                                                       Pasal 216
       Perpindahan    muatan,    gandeng   kapal,
                                                                       UU Pelayaran
       Penanganan barang-barang berbahaya)
                                                                       Pasal 238
  6.   Polusi di Pelabuhan                           Kwartal 4 2012
                                                                       UU Pelayaran
                                                                       Pasal 272
  7.   Sistem Informasi Pelayaran dan Pelabuhan      Kwartal 4 2012
                                                                       UU Pelayaran


Tabel 5-2 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Tercakup dalam PP No. 61/2009

 No.      Materi Peraturan Menteri Perhubungan        Target Waktu      Keterangan
                                                                       Pasal 19
  1.   Prosedur Penetapan Lokasi Pelabuhan           Kwartal 4 2012
                                                                       PP 61/2009
  2.   Prosedur Formulasi dan Evaluasi Rencana Induk Kwartal 4 2012    Pasal 29
       Pelabuhan (masing-masing Pelabuhan)                             PP 61/2009

  3.   Prosedur Formulasi dan Evaluasi Penetapan Kwartal 4 2012        Pasal 36
       Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah
                                                                       PP 61/2009
       Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan

  4.   Prosedur Penyediaan, Pemeliharaan, Standar, Kwartal 2 2013      Pasal 67
       Spesifikasi untuk Penahan Gelombang, Kolam
                                                                       PP 61/2009
       Pelabuhan, Alur Pelayaran ke/dari Pelabuhan,
       Jaringan Jalan dan Keamanan dan Ketertiban di
       Pelabuhan

  5.   Persyaratan dan Prosedur Pemberian dan Kwartal 2 2012           Pasal 78
       Pencabutan Konsesi                                              PP 61/2009
                                                                       Pasal 86
  6.   Pemberian ijin Pembangunan Pelabuhan          Kwartal 2 2012
                                                                       PP 61/2009
  7.   Pemberian Ijin Pengembangan Pelabuhan         Kwartal 2 2012    Pasal 93

                                                                                    25
PP 61/2009
 8.   Persyaratan dan Prosedur Pemberian Ijin Kwartal 2 2012             Pasal 104
      Pengoperasian Pelabuhan, Perbaikan dan
                                                                         PP 61/2009
      Peningkatan Kapasitas Pelabuhan

 9.   Prosedur Pemberian Ijin Lokasi Pelabuhan, Kwartal 4 2012           Pasal 109
      Konstruksi dan pengoperasian Pelabuhan untuk
                                                                         PP 61/2009
      pelabuhan Daratan (Dry Port)

 10   Persyaratan dan Prosedur Penetapan Terminal Kwartal 4 2012         Pasal 134
      Khusus (Persetujuan Lokasi, Konstruksi dan
                                                                         PP 61/2009
      Operasi, Penggunaan oleh Pihak Ketiga,
      Peningkatan Operasi, Perubahan Status
      Pelabuhan, Pencabutan Ijin, Pengalihan
      Wewenang kepada Pemerintah)

 11                                                                      Pasal 144
      Prosedur untuk persetujuan memiliki terminal      Kwartal 4 2012
                                                                         PP 61/2009
 12                                                                      Pasal 148
      Jenis, struktur dan klasifikasi tarif badan usaha Kwartal 4 2012
                                                                         PP 61/2009
      pelabuhan untuk jasa pelabuhan , mekanisme
      untuk menentukan tarif untuk menggunakan
      lahan pelabuhan dan air

 13                                                                      Pasal 153
      Prosedur untuk menentukan         status     dari Kwartal 4 2012
                                                                         PP 61/2009
      pelabuhan perdagangan luar        negeri     dan
      terminal khusus

 14                                                                      Pasal 161
      Prosedur untuk pengolahan data dan pelaporan      Kwartal 4 2012
                                                                         PP 61/2009
      dan persiapan sistem informasi pelabuhan


Tabel 5-3 Rencana Aksi Implementasi Kebijakan

No.        Materi yang Perlu Diatur Lebih Lanjut         Target Waktu     Keterangan
 1     Membentuk      kelompok     unit  pelayanan Kwartal 4 2012        Penting untuk
       (customer focus group) di pelabuhan strategis                     formulasi,
       sebagai forum konsultasi dengan para                              implementasi
       pemangku kepentingan dalam formulasi, review                      dan review
       dan implementasi kebijakan                                        kebijakan
 2     Pedoman rencana induk masing-masing Kwartal 4 2012                Penting untuk
       pelabuhan memperhatikan perencanaan yang                          integrasi
       terintegrasi                                                      perencanaan
                                                                         dan
                                                                         pemantauan
                                                                         kinerja
 3     Kementerian Perhubungan bersama Instansi Kwartal 1 2012           Penting untuk
       pemerintahan terkait serta pengguna jasa                          integrasi
       pelabuhan secara periodik melakukan review                        perencanaan
       atas kinerja pelabuhan dalam rangka                               dan
       meningkatkan kinerja pelabuhan yang lebih                         pemantauan

                                                                                      26
No.             Materi yang Perlu Diatur Lebih Lanjut    Target Waktu      Keterangan
        baik.                                                            kinerja
    4   Merumuskan indikator kinerja pelabuhan untuk Kwartal 4 2012      Penting untuk
        keperluan perencanaan dan monitoring serta                       integrasi
        dipublikasikan.                                                  perencanaan
                                                                         dan monitoring
    5   Merumuskan kebijakan Tarif yang wajar           Kwartal 4 2012   Penting untuk
                                                                         mendorong
                                                                         persaingan
                                                                         usaha yang
                                                                         sehat
6       Menyusun prosedur penyampaian usulan/ Kwartal 4 2012             Penting untuk
        permohonan penetapan tariff oleh otoritas                        mendorong
        pelabuhan                                                        persaingan
                                                                         usaha yang
                                                                         sehat
7       Mengembangkan proses peninjauan tarif dan Kwartal 4 2012         Penting untuk
        persetujuan pelayanan jasa pelabuhan dalam                       mendorong
        rangka untuk mengevaluasi adanya dampak                          persaingan
        monopoli                                                         usaha yang
                                                                         sehat
8       Mempertimbangkan kemungkinan adanya MoU Kwartal 4 2012           Penting untuk
        dalam rangka untuk memonitor dan mendorong                       mendorong
        persaingan usaha dibidang kepelabuhanan.                         persaingan
                                                                         usaha yang
                                                                         sehat
9       Memasukkan dampak persaingan usaha dalam Kwartal 4 2012          Penting untuk
        rumusan rencana induk pelabuhan nasional                         mendorong
        maupun local.                                                    persaingan
                                                                         usaha yang
                                                                         sehat
10      Menyusun prosedur tuntutan dan penyelesaian Kwartal 2 2013       Penting untuk
        perselisihan mengenai masalah tarif dan                          mendorong
        perilaku monopolistis.                                           persaingan
                                                                         usaha yang
                                                                         sehat
11      Menilai kebutuhan pelatihan untuk DGST, Kwartal 4 2012           Penting untuk
        Otoritas   Pelabuhan   dan   BUP   dan                           meningkatkan
        mengembangkan cara-cara untuk memenuhi                           kompetensi
        kebutuhan pelatihan.                                             sumber daya
                                                                         manusia di
                                                                         sektor
                                                                         pelabuhan
12      Mengadakan MoU dengan pusat pelatihan dan Kwartal 4 2012         Penting untuk
        pendidikan dan Lembaga Perguruan tinggi                          meningkatkan
        untuk    meningkatkan  kompetensi     dan                        kompetensi
        pengembangan kurikulum                                           sumber daya

                                                                                     27
No.       Materi yang Perlu Diatur Lebih Lanjut      Target Waktu      Keterangan
                                                                     manusia di
                                                                     sektor
                                                                     pelabuhan
13    Mengadakan konsultasi dengan koperasi TKBM Kwartal 2 2012      Penting untuk
      untuk merumuskan pemberian insentif dan                        meningkatkan
      peningkatan produktivitas kerja                                kompetensi
                                                                     sumber daya
                                                                     manusia di
                                                                     sektor
                                                                     pelabuhan
14    Mengembangkan dan mengimplementasikan Kwartal 4 2012           Penting untuk
      strategi untuk rekruitmen tenaga kerja                         meningkatkan
      perempuan dibidang kepelabuhanan                               kompetensi
                                                                     tenaga kerja
                                                                     perempuan di
                                                                     sektor
                                                                     pelabuhan
15    Mengeluarkan peraturan yang memberikan Kwartal 4 2012          Penting untuk
      kewenangan yang penuh kepada Otoritas                          memelihara
      Pelabuhan dalam hal memelihara keselamatan                     kepatuhan
      dan keamanan di pelabuhan                                      peraturan
                                                                     keselamatan
                                                                     pelayaran
16    Mengeluarkan     peraturan      tugas    dan Kwartal 2 2012    Penting untuk
      kewenangan Otoritas Pelabuhan sesuai dengan                    memelihara
      peraturan keselamatan pelayaran yang ada                       kepatuhan
                                                                     peraturan
                                                                     keselamatan
                                                                     pelayaran
17    Mengeluarkan      peraturan     tugas     dan Kwartal 4 2012   Penting untuk
      kewenangan Otoritas Pelabuhan sesuai dengan                    memelihara
      peraturan perlindungan lingkungan maritim                      kepatuhan
                                                                     peraturan
                                                                     perlindungan
                                                                     lingkungan
                                                                     maritim
18    Membuat peraturan yang memberikan Kwartal 4 2012               Penting untuk
      wewenang     kepada   Syahbandar      untuk                    memelihara
      mengelola dan mengawasi terjadinya polusi di                   kebersihan
      pelabuhan                                                      perairan
                                                                     pelabuhan

19    Melakukan kerjasama dengan lembaga terkait Kwartal 2 2012      Penting untuk
      untuk menjamin penanganan tanggap darurat                      mengatasi
      di pelabuhan.                                                  terjadinya
                                                                     keadaan
                                                                     darurat dengan

                                                                                 28
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40
RIPN-40

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Sistem Navigasi dan Peta Nautical Chart (3)
Sistem Navigasi dan Peta Nautical Chart (3)Sistem Navigasi dan Peta Nautical Chart (3)
Sistem Navigasi dan Peta Nautical Chart (3)Luhur Moekti Prayogo
 
Sistem transportasi angkutan laut
Sistem transportasi angkutan lautSistem transportasi angkutan laut
Sistem transportasi angkutan lautIB Ilham Malik
 
Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)
Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)
Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)Yogga Haw
 
PERBEDAAN PETA LAUT DAN PETA TOPOGRAFI
PERBEDAAN PETA LAUT DAN PETA TOPOGRAFIPERBEDAAN PETA LAUT DAN PETA TOPOGRAFI
PERBEDAAN PETA LAUT DAN PETA TOPOGRAFIarsa faiz
 
Rencana Induk Pelabuhan Perikanan.pptx
Rencana Induk Pelabuhan Perikanan.pptxRencana Induk Pelabuhan Perikanan.pptx
Rencana Induk Pelabuhan Perikanan.pptxzulfaalya1
 
SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (1)
 SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (1) SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (1)
SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (1)Luhur Moekti Prayogo
 
Ppt rekayasa pantai 1 aswar
Ppt rekayasa pantai 1 aswarPpt rekayasa pantai 1 aswar
Ppt rekayasa pantai 1 aswarAswar Amiruddin
 
SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (5)
SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (5)SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (5)
SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (5)Luhur Moekti Prayogo
 
Perhitungan Kapasitas Tampungan Waduk
Perhitungan Kapasitas Tampungan WadukPerhitungan Kapasitas Tampungan Waduk
Perhitungan Kapasitas Tampungan Waduk21010115410004
 
Kp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasional
Kp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasionalKp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasional
Kp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasionalYanggi Herdiana
 
PERENCANAAN PELABUHAN PETI KEMAS - BAB II
PERENCANAAN PELABUHAN PETI KEMAS - BAB IIPERENCANAAN PELABUHAN PETI KEMAS - BAB II
PERENCANAAN PELABUHAN PETI KEMAS - BAB IIYogga Haw
 
Alinemen vertikal-teks1
Alinemen vertikal-teks1Alinemen vertikal-teks1
Alinemen vertikal-teks1WSKT
 
4. bagian bagian struktur konstruksi jembatan
4. bagian bagian struktur konstruksi jembatan4. bagian bagian struktur konstruksi jembatan
4. bagian bagian struktur konstruksi jembatanAgus Tri
 

Was ist angesagt? (20)

Sistem Navigasi dan Peta Nautical Chart (3)
Sistem Navigasi dan Peta Nautical Chart (3)Sistem Navigasi dan Peta Nautical Chart (3)
Sistem Navigasi dan Peta Nautical Chart (3)
 
Sistem transportasi angkutan laut
Sistem transportasi angkutan lautSistem transportasi angkutan laut
Sistem transportasi angkutan laut
 
Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)
Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)
Tugas Merancang Kapal I (Container 7000 DWT)
 
PERBEDAAN PETA LAUT DAN PETA TOPOGRAFI
PERBEDAAN PETA LAUT DAN PETA TOPOGRAFIPERBEDAAN PETA LAUT DAN PETA TOPOGRAFI
PERBEDAAN PETA LAUT DAN PETA TOPOGRAFI
 
Rencana Induk Pelabuhan Perikanan.pptx
Rencana Induk Pelabuhan Perikanan.pptxRencana Induk Pelabuhan Perikanan.pptx
Rencana Induk Pelabuhan Perikanan.pptx
 
Kepelautan1
Kepelautan1Kepelautan1
Kepelautan1
 
4alur pelayaran
4alur pelayaran4alur pelayaran
4alur pelayaran
 
Kriteria pelabuhan pp 61 & km 53
Kriteria pelabuhan pp 61 & km 53Kriteria pelabuhan pp 61 & km 53
Kriteria pelabuhan pp 61 & km 53
 
SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (1)
 SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (1) SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (1)
SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (1)
 
Ppt rekayasa pantai 1 aswar
Ppt rekayasa pantai 1 aswarPpt rekayasa pantai 1 aswar
Ppt rekayasa pantai 1 aswar
 
SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (5)
SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (5)SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (5)
SISTEM NAVIGASI DAN PETA NAUTICAL CHART (5)
 
Bab 8: Pemetaan dengan Alat GPS
Bab 8:   Pemetaan dengan Alat GPSBab 8:   Pemetaan dengan Alat GPS
Bab 8: Pemetaan dengan Alat GPS
 
Tugas Perencanaan Pelabuhan Kelompok 2
Tugas Perencanaan Pelabuhan Kelompok 2Tugas Perencanaan Pelabuhan Kelompok 2
Tugas Perencanaan Pelabuhan Kelompok 2
 
Pengembangan pelabuhan
Pengembangan pelabuhanPengembangan pelabuhan
Pengembangan pelabuhan
 
Perhitungan Kapasitas Tampungan Waduk
Perhitungan Kapasitas Tampungan WadukPerhitungan Kapasitas Tampungan Waduk
Perhitungan Kapasitas Tampungan Waduk
 
Kp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasional
Kp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasionalKp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasional
Kp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasional
 
PERENCANAAN PELABUHAN PETI KEMAS - BAB II
PERENCANAAN PELABUHAN PETI KEMAS - BAB IIPERENCANAAN PELABUHAN PETI KEMAS - BAB II
PERENCANAAN PELABUHAN PETI KEMAS - BAB II
 
Alinemen vertikal-teks1
Alinemen vertikal-teks1Alinemen vertikal-teks1
Alinemen vertikal-teks1
 
Metadata Dalam GIS
Metadata Dalam GISMetadata Dalam GIS
Metadata Dalam GIS
 
4. bagian bagian struktur konstruksi jembatan
4. bagian bagian struktur konstruksi jembatan4. bagian bagian struktur konstruksi jembatan
4. bagian bagian struktur konstruksi jembatan
 

Andere mochten auch

RANCANGAN Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan ...
RANCANGAN Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan ...RANCANGAN Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan ...
RANCANGAN Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan ...Oswar Mungkasa
 
Manajemen Transportasi Materi 12
Manajemen Transportasi Materi 12Manajemen Transportasi Materi 12
Manajemen Transportasi Materi 12Arjuna Ahmadi
 
Air and Space Law: Hukum Udara Perdata Internasional (2)
Air and Space Law: Hukum Udara Perdata Internasional (2)Air and Space Law: Hukum Udara Perdata Internasional (2)
Air and Space Law: Hukum Udara Perdata Internasional (2)Mariske Myeke Tampi
 
Air & Space Law - Hukum Udara Nasional - UU No. 1 Tahun 2009
Air & Space Law - Hukum Udara Nasional - UU No. 1 Tahun 2009Air & Space Law - Hukum Udara Nasional - UU No. 1 Tahun 2009
Air & Space Law - Hukum Udara Nasional - UU No. 1 Tahun 2009Mariske Myeke Tampi
 
Air & Space Law - Pengertian, Istilah dan Sumber Hukum Udara dan Angkasa
Air & Space Law - Pengertian, Istilah dan Sumber Hukum Udara dan AngkasaAir & Space Law - Pengertian, Istilah dan Sumber Hukum Udara dan Angkasa
Air & Space Law - Pengertian, Istilah dan Sumber Hukum Udara dan AngkasaMariske Myeke Tampi
 
Air & Space Law - Hukum Udara Perdata Nasional
Air & Space Law - Hukum Udara Perdata NasionalAir & Space Law - Hukum Udara Perdata Nasional
Air & Space Law - Hukum Udara Perdata NasionalMariske Myeke Tampi
 
Industri pembekuan ikan
Industri pembekuan ikanIndustri pembekuan ikan
Industri pembekuan ikanpantek69
 
Bulk material handling equipment
Bulk material handling equipmentBulk material handling equipment
Bulk material handling equipmentSuhardiyoto Haryadi
 
Strategi pelindo dalam pembangunan pelabuhan di Indonesia
Strategi pelindo dalam pembangunan pelabuhan di IndonesiaStrategi pelindo dalam pembangunan pelabuhan di Indonesia
Strategi pelindo dalam pembangunan pelabuhan di IndonesiaLarasati Sunarto
 
Selayang Pandang Alat Berat
Selayang Pandang Alat BeratSelayang Pandang Alat Berat
Selayang Pandang Alat BeratInstansi
 
Presentasi dan studi kasus perhitungan tower crane
Presentasi dan studi kasus perhitungan tower cranePresentasi dan studi kasus perhitungan tower crane
Presentasi dan studi kasus perhitungan tower craneBung HaFied
 
Hukum perdata internasional asas perkawinan dan kebendaan
Hukum perdata internasional asas perkawinan dan kebendaanHukum perdata internasional asas perkawinan dan kebendaan
Hukum perdata internasional asas perkawinan dan kebendaanAdhy Djr
 
Material handling leturer
Material handling leturerMaterial handling leturer
Material handling leturerrkjain90
 

Andere mochten auch (15)

Bar screening
Bar screeningBar screening
Bar screening
 
RANCANGAN Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan ...
RANCANGAN Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan ...RANCANGAN Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan ...
RANCANGAN Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan ...
 
Manajemen Transportasi Materi 12
Manajemen Transportasi Materi 12Manajemen Transportasi Materi 12
Manajemen Transportasi Materi 12
 
174136923 scraper
174136923 scraper174136923 scraper
174136923 scraper
 
Air and Space Law: Hukum Udara Perdata Internasional (2)
Air and Space Law: Hukum Udara Perdata Internasional (2)Air and Space Law: Hukum Udara Perdata Internasional (2)
Air and Space Law: Hukum Udara Perdata Internasional (2)
 
Air & Space Law - Hukum Udara Nasional - UU No. 1 Tahun 2009
Air & Space Law - Hukum Udara Nasional - UU No. 1 Tahun 2009Air & Space Law - Hukum Udara Nasional - UU No. 1 Tahun 2009
Air & Space Law - Hukum Udara Nasional - UU No. 1 Tahun 2009
 
Air & Space Law - Pengertian, Istilah dan Sumber Hukum Udara dan Angkasa
Air & Space Law - Pengertian, Istilah dan Sumber Hukum Udara dan AngkasaAir & Space Law - Pengertian, Istilah dan Sumber Hukum Udara dan Angkasa
Air & Space Law - Pengertian, Istilah dan Sumber Hukum Udara dan Angkasa
 
Air & Space Law - Hukum Udara Perdata Nasional
Air & Space Law - Hukum Udara Perdata NasionalAir & Space Law - Hukum Udara Perdata Nasional
Air & Space Law - Hukum Udara Perdata Nasional
 
Industri pembekuan ikan
Industri pembekuan ikanIndustri pembekuan ikan
Industri pembekuan ikan
 
Bulk material handling equipment
Bulk material handling equipmentBulk material handling equipment
Bulk material handling equipment
 
Strategi pelindo dalam pembangunan pelabuhan di Indonesia
Strategi pelindo dalam pembangunan pelabuhan di IndonesiaStrategi pelindo dalam pembangunan pelabuhan di Indonesia
Strategi pelindo dalam pembangunan pelabuhan di Indonesia
 
Selayang Pandang Alat Berat
Selayang Pandang Alat BeratSelayang Pandang Alat Berat
Selayang Pandang Alat Berat
 
Presentasi dan studi kasus perhitungan tower crane
Presentasi dan studi kasus perhitungan tower cranePresentasi dan studi kasus perhitungan tower crane
Presentasi dan studi kasus perhitungan tower crane
 
Hukum perdata internasional asas perkawinan dan kebendaan
Hukum perdata internasional asas perkawinan dan kebendaanHukum perdata internasional asas perkawinan dan kebendaan
Hukum perdata internasional asas perkawinan dan kebendaan
 
Material handling leturer
Material handling leturerMaterial handling leturer
Material handling leturer
 

Ähnlich wie RIPN-40

246413231 juknis-penyusunan-rip
246413231 juknis-penyusunan-rip246413231 juknis-penyusunan-rip
246413231 juknis-penyusunan-ripBerry Adriano
 
Peraturan gubernur-no-146-tahun2014
Peraturan gubernur-no-146-tahun2014Peraturan gubernur-no-146-tahun2014
Peraturan gubernur-no-146-tahun2014merdekacom
 
Peraturan Gubernul soal Reklamasi
Peraturan Gubernul soal ReklamasiPeraturan Gubernul soal Reklamasi
Peraturan Gubernul soal ReklamasiSari Kusuma Dewi
 
6-PPT LA TRANSLA IKN-KAJIAN STRATEGIS 09012024.pptx
6-PPT LA TRANSLA IKN-KAJIAN STRATEGIS 09012024.pptx6-PPT LA TRANSLA IKN-KAJIAN STRATEGIS 09012024.pptx
6-PPT LA TRANSLA IKN-KAJIAN STRATEGIS 09012024.pptxGurusu
 
Pp. no 61_thn_09 kepelabuhanan
Pp. no 61_thn_09 kepelabuhananPp. no 61_thn_09 kepelabuhanan
Pp. no 61_thn_09 kepelabuhananSuardi Cuanca
 
Indonesian railways revitalisation bambang susantono, vice minister for tra...
Indonesian railways revitalisation   bambang susantono, vice minister for tra...Indonesian railways revitalisation   bambang susantono, vice minister for tra...
Indonesian railways revitalisation bambang susantono, vice minister for tra...Indonesia Infrastructure Initiative
 
Permen pu02 2012
Permen pu02 2012Permen pu02 2012
Permen pu02 2012galanathan
 
Salinan Perpres Nomor 71 Tahun 2019
Salinan Perpres Nomor 71 Tahun 2019Salinan Perpres Nomor 71 Tahun 2019
Salinan Perpres Nomor 71 Tahun 2019shirizkiku
 
154680320 amdal-pelabuhan
154680320 amdal-pelabuhan154680320 amdal-pelabuhan
154680320 amdal-pelabuhanAry Ajo
 
Pengembangan Super Koridor Ekonomi Provinsi Sumatera Utara
Pengembangan Super Koridor Ekonomi Provinsi Sumatera UtaraPengembangan Super Koridor Ekonomi Provinsi Sumatera Utara
Pengembangan Super Koridor Ekonomi Provinsi Sumatera UtaraTogar Simatupang
 
Susunan dan tata kebelabuhan
Susunan dan tata kebelabuhanSusunan dan tata kebelabuhan
Susunan dan tata kebelabuhanobey12
 
Draft permen andal lalin 02 04 2013
Draft permen andal lalin 02 04 2013Draft permen andal lalin 02 04 2013
Draft permen andal lalin 02 04 2013yunus1992
 
Peraturan Kementerian Perhubungan PK 07 BPSDM 2016
Peraturan Kementerian Perhubungan PK 07 BPSDM 2016Peraturan Kementerian Perhubungan PK 07 BPSDM 2016
Peraturan Kementerian Perhubungan PK 07 BPSDM 2016Chairil Anam
 
BNPP - ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN NEGARA BERBASIS TATA RUA...
BNPP - ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN NEGARA BERBASIS TATA RUA...BNPP - ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN NEGARA BERBASIS TATA RUA...
BNPP - ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN NEGARA BERBASIS TATA RUA...sekolahbatasnegeri
 
Lampiran 04 sk menteri pupr 1792-2020 - pengurus lpjk pupr periode 2021-2024
Lampiran 04   sk menteri pupr 1792-2020 - pengurus lpjk pupr periode 2021-2024Lampiran 04   sk menteri pupr 1792-2020 - pengurus lpjk pupr periode 2021-2024
Lampiran 04 sk menteri pupr 1792-2020 - pengurus lpjk pupr periode 2021-2024yendrams
 
Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018
Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018 Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018
Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018 Muhammad Sirajuddin
 
Perpres27 tahun 2020-2020
Perpres27 tahun 2020-2020Perpres27 tahun 2020-2020
Perpres27 tahun 2020-2020nathanabigail
 

Ähnlich wie RIPN-40 (20)

246413231 juknis-penyusunan-rip
246413231 juknis-penyusunan-rip246413231 juknis-penyusunan-rip
246413231 juknis-penyusunan-rip
 
juknis-penyusunan-rip
juknis-penyusunan-ripjuknis-penyusunan-rip
juknis-penyusunan-rip
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Peraturan gubernur-no-146-tahun2014
Peraturan gubernur-no-146-tahun2014Peraturan gubernur-no-146-tahun2014
Peraturan gubernur-no-146-tahun2014
 
Peraturan Gubernul soal Reklamasi
Peraturan Gubernul soal ReklamasiPeraturan Gubernul soal Reklamasi
Peraturan Gubernul soal Reklamasi
 
6-PPT LA TRANSLA IKN-KAJIAN STRATEGIS 09012024.pptx
6-PPT LA TRANSLA IKN-KAJIAN STRATEGIS 09012024.pptx6-PPT LA TRANSLA IKN-KAJIAN STRATEGIS 09012024.pptx
6-PPT LA TRANSLA IKN-KAJIAN STRATEGIS 09012024.pptx
 
Pp. no 61_thn_09 kepelabuhanan
Pp. no 61_thn_09 kepelabuhananPp. no 61_thn_09 kepelabuhanan
Pp. no 61_thn_09 kepelabuhanan
 
Indonesian railways revitalisation bambang susantono, vice minister for tra...
Indonesian railways revitalisation   bambang susantono, vice minister for tra...Indonesian railways revitalisation   bambang susantono, vice minister for tra...
Indonesian railways revitalisation bambang susantono, vice minister for tra...
 
Permen pu02 2012
Permen pu02 2012Permen pu02 2012
Permen pu02 2012
 
70 123-1-sm
70 123-1-sm70 123-1-sm
70 123-1-sm
 
Salinan Perpres Nomor 71 Tahun 2019
Salinan Perpres Nomor 71 Tahun 2019Salinan Perpres Nomor 71 Tahun 2019
Salinan Perpres Nomor 71 Tahun 2019
 
154680320 amdal-pelabuhan
154680320 amdal-pelabuhan154680320 amdal-pelabuhan
154680320 amdal-pelabuhan
 
Pengembangan Super Koridor Ekonomi Provinsi Sumatera Utara
Pengembangan Super Koridor Ekonomi Provinsi Sumatera UtaraPengembangan Super Koridor Ekonomi Provinsi Sumatera Utara
Pengembangan Super Koridor Ekonomi Provinsi Sumatera Utara
 
Susunan dan tata kebelabuhan
Susunan dan tata kebelabuhanSusunan dan tata kebelabuhan
Susunan dan tata kebelabuhan
 
Draft permen andal lalin 02 04 2013
Draft permen andal lalin 02 04 2013Draft permen andal lalin 02 04 2013
Draft permen andal lalin 02 04 2013
 
Peraturan Kementerian Perhubungan PK 07 BPSDM 2016
Peraturan Kementerian Perhubungan PK 07 BPSDM 2016Peraturan Kementerian Perhubungan PK 07 BPSDM 2016
Peraturan Kementerian Perhubungan PK 07 BPSDM 2016
 
BNPP - ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN NEGARA BERBASIS TATA RUA...
BNPP - ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN NEGARA BERBASIS TATA RUA...BNPP - ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN NEGARA BERBASIS TATA RUA...
BNPP - ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN NEGARA BERBASIS TATA RUA...
 
Lampiran 04 sk menteri pupr 1792-2020 - pengurus lpjk pupr periode 2021-2024
Lampiran 04   sk menteri pupr 1792-2020 - pengurus lpjk pupr periode 2021-2024Lampiran 04   sk menteri pupr 1792-2020 - pengurus lpjk pupr periode 2021-2024
Lampiran 04 sk menteri pupr 1792-2020 - pengurus lpjk pupr periode 2021-2024
 
Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018
Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018 Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018
Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2018
 
Perpres27 tahun 2020-2020
Perpres27 tahun 2020-2020Perpres27 tahun 2020-2020
Perpres27 tahun 2020-2020
 

Mehr von Indonesia Infrastructure Initiative

Railway function in developing multimodal transportation in java
Railway function in developing multimodal transportation in javaRailway function in developing multimodal transportation in java
Railway function in developing multimodal transportation in javaIndonesia Infrastructure Initiative
 
Development of multimodal transportation and inter regional connectivitiy
Development of multimodal transportation and inter regional connectivitiyDevelopment of multimodal transportation and inter regional connectivitiy
Development of multimodal transportation and inter regional connectivitiyIndonesia Infrastructure Initiative
 

Mehr von Indonesia Infrastructure Initiative (20)

Presentasi Sanitasi INDII
Presentasi Sanitasi INDIIPresentasi Sanitasi INDII
Presentasi Sanitasi INDII
 
Balikpapan Public Diplomacy 25 May 2015
Balikpapan  Public Diplomacy 25 May 2015Balikpapan  Public Diplomacy 25 May 2015
Balikpapan Public Diplomacy 25 May 2015
 
World experience-in-railway-restructuring
World experience-in-railway-restructuringWorld experience-in-railway-restructuring
World experience-in-railway-restructuring
 
WS2 Infrastructure Issues
WS2 Infrastructure IssuesWS2 Infrastructure Issues
WS2 Infrastructure Issues
 
Development of multimodal transport in north java corridor
Development of multimodal transport in north java corridorDevelopment of multimodal transport in north java corridor
Development of multimodal transport in north java corridor
 
Railway function in developing multimodal transportation in java
Railway function in developing multimodal transportation in javaRailway function in developing multimodal transportation in java
Railway function in developing multimodal transportation in java
 
The role of ipc in developing multimodal transportation in java
The role of ipc in developing multimodal transportation in javaThe role of ipc in developing multimodal transportation in java
The role of ipc in developing multimodal transportation in java
 
Government strategy in developing multimodal transportation
Government strategy in developing multimodal transportationGovernment strategy in developing multimodal transportation
Government strategy in developing multimodal transportation
 
The role of ferry in developing multimodal transportation
The role of ferry in developing multimodal transportationThe role of ferry in developing multimodal transportation
The role of ferry in developing multimodal transportation
 
Development of multimodal transportation and inter regional connectivitiy
Development of multimodal transportation and inter regional connectivitiyDevelopment of multimodal transportation and inter regional connectivitiy
Development of multimodal transportation and inter regional connectivitiy
 
Ws3 safe system approach (bahasa version)
Ws3 safe system approach (bahasa version)Ws3 safe system approach (bahasa version)
Ws3 safe system approach (bahasa version)
 
Ws3 safe system supporting vru (english version)
Ws3 safe system supporting vru (english version)Ws3 safe system supporting vru (english version)
Ws3 safe system supporting vru (english version)
 
Ws3 safe system supporting vru (bahasa version)
Ws3 safe system supporting vru (bahasa version)Ws3 safe system supporting vru (bahasa version)
Ws3 safe system supporting vru (bahasa version)
 
Ws3 presentation
Ws3 presentationWs3 presentation
Ws3 presentation
 
Ws3 me
Ws3 meWs3 me
Ws3 me
 
Ws3 infrastructure related to pedestrian safety
Ws3 infrastructure related to pedestrian safetyWs3 infrastructure related to pedestrian safety
Ws3 infrastructure related to pedestrian safety
 
Ws3 gender and disability presentation
Ws3 gender and disability presentationWs3 gender and disability presentation
Ws3 gender and disability presentation
 
Ws2 introduction
Ws2 introductionWs2 introduction
Ws2 introduction
 
Workshop #2 safe system approach
Workshop #2 safe system approachWorkshop #2 safe system approach
Workshop #2 safe system approach
 
Workshop #2 safe system approach english
Workshop #2 safe system approach englishWorkshop #2 safe system approach english
Workshop #2 safe system approach english
 

RIPN-40

  • 1. RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL Januari 2012
  • 2.
  • 3. RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL 12 JANUARI, 2012 Prakarsa Infrastruktur Indonesia (Indonesia Infrastructure Initiative) Dokumen ini telah dipublikasikan oleh Prakarsa Infrastruktur Indonesia/Indonesia Infrastructure Initiative (IndII), suatu program yang didanai Pemerintah Australia yang dirancang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan meningkatkan relevansi, kualitas dan kuantitas investasi infrastruktur. Pendapat para penulis yang dikemukakan dalam laporan ini tidak selalu mencerminkan pendapat Kemitraan Australia Indonesia atau Pemerintah Australia. Namun demikian, IndII sangat menghargai setiap tanggapan atau pertanyaan atas laporan ini, yang dapat disampaikan kepada Direktur IndII, tel. +62 (21) 7278-0538, fax +62 (21) 7278-0539. Website: www.indii.co.id. Ucapan Terima Kasih Laporan ini telah disiapkan oleh Nathan Associates Inc. (Dr. Paul Kent, Mr Richard Blankfeld), dibantu oleh tim konsultan nasional (Prof Sudjanadi, Hidayat Mao, SH, DR. Russ Frazila Bona, dan Ir. Budiyono Doel Rachman MSc.) dan Office Manager, IndII (Desi Rahmawati, SE), yang terlibat dalam Prakarsa Infrastruktur Indonesia (IndII) yang didanai oleh AusAID sebagai bagian dari Kegiatan No. 244: Finalisasi Peraturan Menteri Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN), Review Pengembangan Kebijakan & Manajemen Kepelabuhanan, dan Presentasi Akhir RIPN. Kami menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Kementerian Perhubungan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Pelindo 1-4, Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak, INSA, KPPU dan Tim Pelaksana RIPN atas dukungan dan informasinya. Terima kasih juga kepada David Ray (Direktur Fasilitas, IndII) dan David Shelley (Direktur Teknik Transportasi, IndII) atas dukungan dan masukannya. Dukungan yang diberikan oleh Efi Novara Nefiadi, Sr Transport Program Officer, IndII sangat kami hargai. Setiap kesalahan faktual atau interpretasi sepenuhnya merupakan karya para penulis. Dr. Paul Kent Nathan Associates Inc. Jakarta, 12 Januari 2012
  • 4.
  • 5. RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL Menimbang: a. bahwa dalam pasal 67,71,72 dan 73 Undang-undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Pasal 7, 8, 9 dan 10 Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan diatur mengenai Rencana Induk Pelabuhan Nasional; b. bahwa berdasarkan Pasal 71 ayat (4) Undang-undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Menteri menetapkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) dan (b), perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional. Mengingat: 1. Undang-undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; 2. Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 3. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang 2005 – 2005; 4. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang; 5. Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 6. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan; 7. Peraturan Menteri Perhubungan No. Km 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata kerja Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 20 Tahun 2008; 8. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional; 9. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 31 Tahun 2006 tentang Proses Perencanaan di Lingkungan Departemen Perhubungan; 10. Peraturan Menteri Perhubungan No KM 49 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Departemen Perhubungan 2005 – 2025; 11. Peraturan Menteri Perhubungan No KM 62 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan; 12. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 63 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan; 13. Peraturan Menteri Perhubungan No KM 64 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Syahbandar; 14. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 65 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam; 15. Peraturan Menteri Perhubungan No KM 44 Tahun 2011 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 62 Tahun tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Kantor Penyelenggara Pelabuhan; 16. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 45 Tahun 2011 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perhubungan No KM 63 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan;
  • 6. 17. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 46 Tahun 2011 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 64 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Syahbandar; 18. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 47 Tahun 2011 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perhubungan No KM 65 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam. Menetapkan: PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL Pasal 1 Rencana Induk Pelabuhan Nasional memuat Kebijakan Pelabuhan Nasional dan Rencana Lokasi serta Hierarki Pelabuhan. Pasal 2 Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 di atas, merupakan pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian, pengembangan pelabuhan, dan penyusunan Rencana Induk Pelabuhan. Pasal 3 Lokasi Pelabuhan (1) Lokasi pelabuhan merupakan wilayah daratan dan perairan tertentu yang meliputi Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp). (2) Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan terdiri atas: a. Wilayah daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang; dan; b. Wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran, tempat labuh, tempat alih muatan antar kapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan. (3) Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan merupakan perairan pelabuhan diluar Daerah Lingkungan Keja Pelabuhan yang digunakan untuk alur pelayaran dari dan ke pelabuhan, keperluan keadaan darurat, pengembangan pelabuhan jangka panjang, penempatan kapal mati, percobaan berlayar, kegiatan pemanduan, fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal. (4) Rencana lokasi pelabuhan yang akan dibangun harus sesuai dengan: a. Rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang propinsi dan tata ruang wilayah kabupaten/kota; b. Potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah; c. Potensi sumber daya alam dan; d. Perkembangan lingkunganstrategis, baik nasional maupun internasional. (5) Penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai lokasi pelabuhan ditetapkan oleh Menteri atas dasar pengajuan permohonan dari Pemerintah atau pemerintah daerah.
  • 7. Pasal 4 Pembangunan, Pengoperasian dan Pengembangan Pelabuhan Pembangunan, Pengoperasian dan Pengembangan Pelabuhan hanya dapat dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan. Pasal 5 Rencana Induk Pelabuhan (1) Setiap pelabuhan wajib mempunyai rencana induk pelabuhan yang didalamnya termasuk rencana penggunaan wilayah daratan dan perairan. (2) Rencana Induk Pelabuhan harus disiapkan untuk jangka waktu: a. 15 tahun sampai 20 tqhun (Jangka panjang); b. 10 tahun sampai 15 tahun (jangka menengah); c. 5 tahun sampai 10 tahun (jangka pendek). (3) Rencana Induk Pelabuhan dipersiapkan oleh penyelenggara pelabuhan berdasarkan: a. Rencana Induk Pelabuhan Nasional; b. Rencana tata ruang propinsi; c. Rencana tata ruang kabupaten/kota madya; d. Keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan yang terkait di pelabuhan; e. Kelaikan tehnis ekonomis dan lingkungan hidup; f. Keamanan dan keselamatan lalu lintas kapal dari dan ke pelabuhan. Pasal 6 Hierarki Pelabuhan Laut Pelabuhan Laut terdiri dari 3 (tiga) hierarki yaitu: 1. Pelabuhan Utama yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/ atau barang; 2. Pelabuhan Pengumpul yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/ atau barang; 3. Pelabuhan Pengumpan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan atau/ barang. Pasal 7 Rencana pembangunan pelabuhan secara nasional menggunakan pendekatan klaster, yaitu berdasarkan pengelompokan pelabuhan yang secara geografis berdekatan dan secara operasional saling terkait. Pasal 8 (1) Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan dilakukan evaluasi setiap 5 (lima) tahun.
  • 8. (2) Dalam hal terjadi perubahan lingkungan strategis tertentu, Rencana Induk Pelabuhan Nasional dapat dievaluasi sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun. (3) Rencana Induk Pelabuhan Nasional termuat secara lengkap dalam lampiran peraturan ini. (4) Uraian dalam Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) teridiri 5 (lima) Bab yaitu: a. Bab 1 Pendahuluan; b. Bab 2 Kebijakan Pelabuhan Nasional; c. Bab 3 Perkiraan Lalu Lintas Barang di Pelabuhan dan Implikasinya terhadap Pengembangan Sektor Pelabuhan; d. Bab 4 Lokasi Pelabuhan dan Pengembangan Pelabuhan; e. Bab 5 Rencana Aksi di bidang Pengaturan dan Kebijakan. Pasal 9 Direktur Jenderal Perhubungan Laut mengawasi dan mengambil langkah lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Rencana Induk Pelabuhan Nasional. Pasal 10 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal: Menteri Perhubungan
  • 9. LAMPIRAN: PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL Bab 1. PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1 Bab 2. KEBIJAKAN PELABUHAN NASIONAL ..................................................................................... 4 2.1 Kebijakan Pelabuhan Nasional ....................................................................................................... 4 2.2 Strategi Implementasi ................................................................................................................... 6 2.2.1 Pedoman Kebijakan Pelabuhan Nasional dan Strategi Bisnis yang Komprehensif ................. 6 2.2.2 Perencanaan Terpadu, Hierarki Pelabuhan dan Pemantauan Kinerja .................................... 6 2.2.3 Pengaturan Tarif................................................................................................................... 6 2.2.4 Mendorong Persaingan di Sektor Pelabuhan ........................................................................ 7 2.2.5 Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia di Pelabuhan .......................................... 7 2.2.6 Meningkatkan Keselamatan Kapal dan Keamanan Fasilitas Pelabuhan secara Efektif ............ 7 2.2.7 Meningkatkan Perlindungan Lingkungan Maritim secara Efektif ........................................... 7 Bab 3. PROYEKSI LALU LINTAS MUATAN MELALUI PELABUHAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBANGUNAN KEPELABUHANAN DI INDONESIA .............................................................................. 9 3.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 9 3.2 Proyeksi Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Berdasarkan Skenario Dasar (Base Case) ........... 10 3.3 Proyeksi Lalu Lintas Berbasis Skenario Alternatif......................................................................... 13 3.4 Implikasi terhadap Pembangunan Sektor Pelabuhan................................................................... 15 Bab 4. LOKASI DAN RENCANA PEMBANGUNAN PELABUHAN ........................................................ 16 4.1 Kebutuhan Investasi Pelabuhan .................................................................................................. 16 4.2 Pembiayaan Pelabuhan dan Kerangka Bantuan dan Penjaminan Pemerintah.............................. 19 4.2.1 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan ....................................................................................... 19 4.2.2 Potensi Sumber Pembiayaan Investasi Sektor Pemerintah ................................................ 19 4.2.3 Kerangka Dukungan dan Penjaminan Pemerintah ............................................................. 20 4.2.4 Strategi Pelaksanaan untuk Partisipasi Swasta dalam Investasi di Pelabuhan .................... 22 Bab 5. RENCANA AKSI DI BIDANG PENGATURAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN ......................... 24 5.1 Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Undang-undang Pelayaran ........................................ 24 5.2 Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Peraturan Pemerintah tentang Kepelabuhanan (PP No. 61/2009) ........................................................................................................................................... 24 5.3 Rencana Aksi Pelaksanaan Kebijakan ........................................................................................... 24 5.4 Inisiatif Jangka Pendek untuk Mengimplementasikan Kebijakan .................................................. 24 DAFTAR TABEL Tabel 3-1 Lalu Lintas Barang Melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan dan Jenis Muatan, pada Tahun 1999 dan 2009 ................................................................................................ 10 Tabel 3-2 Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan dan Jenis Muatan dan Komoditas Utama, pada Tahun 2009 ............................................................................ 11 Tabel 3-3 Proyeksi Total Lalu Lintas Muatan Melalui Pelabuhan Indonesia Skenario Pertumbuhan Dasar (Base Case) Periode Tahun 2009-2030 .................................................................................... 13 Tabel 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Jenis Terminal/Fasilitas Pelabuhan untuk Tahapan Tahun 2011-2030 and Total Tahun 2011-2030 (dalam juta US$, tahun 2011) ......................................................................................................................................................... 17 Tabel 4-2 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan oleh Pemerintah dan Pihak Swasta untuk Pengembangan Fasilitas Pelabuhan, 2011-2030 ......................................................................................................... 19
  • 10. Tabel 4-3 Kerangka Hukum Investasi Sektor Swasta........................................................................... 21 Tabel 5-1 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Undang-Undang No. 17/2008 tentang Pelayaran ............................................................................................................................. 25 Tabel 5-2 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Tercakup dalam PP No. 61/2009…………………….25 Tabel 5-3 Rencana Aksi Implementasi Kebijakan................................................................................ 26 Tabel 5-4 Inisiatif untuk Pelaksanaan Kebijakan................................................................................. 29 DAFTAR GAMBAR Gambar 1-1 Kedudukan RIPN dalam Kerangka Kerja MP3EI ................................................................. 2 Gambar 1-2 Kerangka Kerja RIPN ........................................................................................................ 3 Gambar 3-1 Bongkar Muat Barang Melalui Pelabuhan Utama di Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan Tahun 2009 .................................................................................................................. 11 Gambar 3-2 Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Indonesia berdasarkan Jenis Muatan pada Tahun 2009 menurut Klaster Pelabuhan ..................................................................................................... 12 Gambar 3-3 Bongkar Muat Peti Kemas di Pelabuhan Utama Indonesia, Periode Tahun 1990-2009 .... 12 Gambar 3-4 Koridor Ekonomi dalam MP3EI ....................................................................................... 13 Gambar 3-5 Proyeksi Total Lalu Lintas Peti Kemas di Pelabuhan Indonesia menurut Skenario Pertumbuhan , Periode Tahun 2015-2030 ....................................................................................... 14 Gambar 3-6 Proyeksi Total Lalu Lintas Muatan di Pelabuhan Indonesia berdasarkan Jenis Muatan Menurut Skenario Pertumbuhan , Periode Tahun 2015-2030 ............................................................ 14 Gambar 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Tahapan Pengembangan ......................................................................................................................................................... 18 Gambar 4-2 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Jenis Fasilitas Pelabuhan.. ......................................................................................................................................................... 18 DAFTAR SUPLEMEN Suplemen A-1 Hierarki Pelabuhan ..................................................................................................... 32 Suplemen B-1 Arus Perdagangan Internasional Utama untuk Lalu-Lintas Peti Kemas Indonesia Tahun 2009.................................................................................................................................................. 69 Suplemen B-2 Arus Perdagangan Domestik Utama untuk Lalu-Lintas Peti Kemas Indonesia Tahun 2009 ......................................................................................................................................................... 69 Suplemen B-3 Arus Perdagangan Internasional Utama untuk Lalu-Lintas Kargo Umum (General Cargo) Indonesia Tahun 2009 ....................................................................................................................... 70 Suplemen B-4 Arus Perdagangan Domestik Utama untuk Lalu-Lintas Kargo Umum (General Cargo) Indonesia Tahun 2009 ....................................................................................................................... 70 Suplemen B-5 Arus Perdagangan Internasional Utama untuk Curah Kering Indonesia Tahun 2009 .... 71 Suplemen B-6 Arus Perdagangan Domestik Utama untuk Curah Kering Indonesia Tahun 2009 .......... 71 Suplemen B-7 Arus Perdagangan Internasional Utama untuk Curah Cair Indonesia Tahun 2009 ........ 72 Suplemen B-8 Arus Perdagangan Domestik Utama untuk Curah Cair Indonesia Tahun 2009 .............. 72 Suplemen C-1 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Sumatera ............................................... 73 Suplemen C-2 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Jawa ...................................................... 73 Suplemen C-3 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Kalimantan ............................................ 74 Suplemen C-4 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Sulawesi ................................................ 74 Suplemen C-5 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara ................................ 75 Suplemen C-6 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku.................... 75 Suplemen D-1 Koridor Ekonomi Sumatera ......................................................................................... 76 Suplemen D-2 Koridor Ekonomi Jawa ................................................................................................ 76 Suplemen D-3 Koridor Ekonomi Kalimantan ...................................................................................... 76
  • 11. Suplemen D-4 Koridor Ekonomi Bali dan Nusa Tenggara.................................................................... 76 Suplemen D-5 Koridor Ekonomi Sulawesi .......................................................................................... 76 Suplemen D-6 Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku ............................................................. 76 Suplemen E-1 Rencana Pengembangan Fisik Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Fasilitas Pelabuhan, Tahun 2011-2030 ............................................................................................................ 83 Suplemen E-2 Rencana Investasi Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Fasilitas Pelabuhan, Tahun 2011-2030 ............................................................................................................................. 92
  • 12.
  • 13. Bab 1. PENDAHULUAN Sebagai negara kepulauan yang pertumbuhan ekonominya sangat tergantung kepada transportasi laut, beroperasinya pelabuhan secara efisien di Indonesia menjadi prioritas utama. Selain dalam rangka pemberdayaan industri angkutan laut nasional, Undang-undang Pelayaran No. 17 tahun 2008 lebih lanjut menjabarkan prioritas yang berkaitan dengan peningkatan efisiensi dan kesinambungan pembangunan pelabuhan, keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim. Arah kebijaksanaan untuk bidang kepelabuhanan menekankan kepada penataan penyelenggaraan kepelabuhanan, reformasi kelembagaan, peningkatan persaingan, penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proporsional dalam penyelenggaraan dan perencanaan pengembangan pelabuhan, serta penyiapan sumber daya manusia yang profesional untuk memenuhi kebutuhan sektor pemerintah dan swasta. Pendekatan multi-dimensi yang diamanatkan oleh Undang-undang diharapkan dapat mendukung dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia , barang dan jasa, membantu terciptanya konektivitas dan pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis serta meningkatkan kesejahterasan rakyat Indonesia. Visi kepelabuhanan Indonesia yang dapat merefleksikan perannya secara multi-dimensi adalah: “Sistem kepelabuhanan yang efisien, kompetitif dan responsif yang mendukung perdagangan internasional dan domestik serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah”. UU Pelayaran No. 17 tahun 2008 menetapkan bahwa Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) disusun sebagai kerangka kebijakan untuk memfasilitasi tercapainya visi tersebut. RIPN akan menjadi acuan bagi pembangunan kepelabuhanan di Indonesia. Di dalam RIPN juga terdapat prediksi lalu- lintas pelabuhan, kebutuhan pengembangan fisik pelabuhan, kebutuhan investasi dan strategi pendanaan, program modernisasi pelabuhan dan integrasinya dengan pembangunan ekonomi dalam kerangka sistem transportasi nasional. RIPN disusun dengan mengintegrasikan rencana lintas sektor, meliputi keterkaitan antara sistem transportasi nasional dan rencana pengembangan koridor ekonomi serta sistem logistik nasional, rencana investasi dan implementasi kebijakan, peran serta sektor pemerintah dan swasta, pemerintah pusat dan daerah. Integrasi tersebut menjadi landasan utama untuk perencanaan dan investasi jangka panjang dimana bentuknya tidak hanya berupa pembangunan fisik namun juga menyangkut peningkatan efisiensi dan upaya memaksimalkan pemanfaatan kapasitas pelabuhan yang ada serta berbagai langkah terkait dengan aspek pengaturan, kelembagaan, dan operasional pelabuhan. 1
  • 14. Gambar 1-1 Kedudukan RIPN dalam Kerangka Kerja MP3EI 2
  • 15. Gambar 1-2 Kerangka Kerja RIPN VISI Terwujudnya sistem kepelabuhanan yang efisien, kompetitif dan responsif, yang mendukung perdagangan internasional dan domestik serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah. TUJUAN - Meningkatkan daya saing dalam perdagangan global dan pelayanan jasa transportasi - Meningkatkan daya saing jasa kepelabuhanan, mengurangi biaya pelabuhan dan meningkatkan pelayanan jasa pelabuhan - Mensinergikan pelabuhan dengan pembangunan sistem transportasi nasional, sistem logistik nasional dan pembangunan ekonomi - Mengembangkan kapasitas pelabuhan untuk memenuhi permintaan kebutuhan jasa transportasi - Mengembangkan kapasitas sumber daya manusia dalam sektor kepelabuhanan. RENCANA AKSI Kelembagaan Perencanaan Peraturan Pengembangan SDM - Transisi implementasi - Integrasi dengan - Penyusunan peraturan - Mendorong peningkatan kelembagaan Otoritas Kelembagaan perencanaan sistem pelaksanaan dari UU produktivitas pelabuhan Pelabuhan transportasi nasional dan Pelayaran No. 17/2008 - Transisi penerapan - Kejelasan fungsi Otoritas wilayah - Penyusunan peraturan praktek internasional Pelabuhan dan Pelindo - Integrasi dengan rencana pelaksanaan untuk dalam pengembangan - Penyerahan pelabuhan pembangunan ekonomi efektivitas perencanaan, SDM dan tenaga kerja pengumpan kepada nasional pembangunan dan pelabuhan pemerintah daerah - Pengembangan kapasitas manajemen pelabuhan - Melakukan dialog untuk memenuhi - Mendorong persaingan dengan pemangku kebutuhan jasa dan pengurangan kepentingan dalam kepelabuhanan hambatan akses pasar reformasi buruh - Penyiapan pedoman - Implementasi Kebijakan pelabuhan untuk pengembangan Kepelabuhanan Nasional - Mengembangkan rencana induk masing- program pelatihan SDM masing pelabuhan dan buruh pelabuhan Teknologi Pembiayaan & Investasi - Mempercepat - Menerapkan skema pembangunan sistem Partisipasi Sektor Swasta informasi terintegrasi (KPS) kepelabuhanan - Pemanfaatan sumber pendanaan domestik - Mendorong aplikasi - Pengaturan arus teknologi yang sesuai pendapatan dari dengan kebutuhan pasar konsesi/sewa dan sumber lainnya kepada Otoritas Pelabuhan 3
  • 16. Bab 2. KEBIJAKAN PELABUHAN NASIONAL Kebijakan pelabuhan nasional merupakan bagian dalam proses integrasi multimoda dan lintas sektoral. Peran pelabuhan tidak dapat dipisahkan dari sistem transportasi nasional dan strategi pembangunan ekonomi oleh karena itu kebijakan tersebut lebih menekankan pada perencanaan jangka panjang dalam kemitraan antar lembaga pemerintah dan antar sektor publik dan swasta. Munculnya rantai pasok global (supply chain management) sebagai model bisnis yang diunggulkan, merupakan faktor kunci dalam perubahan ekonomi global. Perkembangan teknologi informasi komunikasi dan transportasi mempengaruhi strategi bisnis yang terintegrasi antara produksi, pemasaran, transportasi, distribusi dan klaster industri dalam koridor ekonomi. Kelancaran, keamanan dan ketepatan waktu, dalam sistem multi moda transportasi yang efisien merupakan kunci keberhasilan bisnis yang dapat meningkatkan daya saing Indonesia. Karena itu diperlukan keterpaduan multimoda transportasi dan sistem logistik nasional dalam penetapan kebijakan dan pembangunan infrastruktur fisik. Infrastruktur transportasi merupakan faktor dominan yang berkaitan dengan kebijakan publik, peraturan, dan sistem operasi. Peran investasi swasta sangat penting, dimana komitmen kebijakan pemerintah perlu menciptakan iklim yang kondusif sekaligus melindungi kepentingan publik. Dalam sistem transportasi nasional yang efesien dan efektif, kebijakan maritim masa depan di Indonesia mempunyai potensi dan peluang yang besar. Berbagai kebijakan akan diadakan perubahan secara berkesinambungan sesuai dengan prioritas dan perkembangan lingkungan strategis dan internasional (continuous improvement process). Untuk itu masukan dari para pemangku kepentingan sangat diperlukan. Kebijakan pelabuhan nasional akan merefleksikan perkembangan sektor pelabuhan menjadi industri jasa kepelabuhanan kelas dunia yang kompetitif dan sistem operasi pelabuhan sesuai dengan standar internasional baik dalam bidang keselamatan pelayaran maupun perlindungan lingkungan maritim. Tujuannya adalah untuk memastikan sektor pelabuhan dapat meningkatkan daya saing, mendukung perdagangan, terintegrasi dengan sistem multi- moda transportasi dan sistem logistik nasional. Kerangka hukum dan peraturan akan diarahkan dalam upaya menjamin kepastian usaha, mutu pelayanan yang lancar dan cepat, kapasitas mencukupi, tertib, selamat, aman, tepat waktu, tarif terjangkau, kompetitif, aksesibilitas tinggi dan tata kelola yang baik. Kebijakan tersebut akan terus dibangun dan dikembangkan berdasarkan konsensus dan komitmen dari para pemangku kepentingan. 2.1. Kebijakan Pelabuhan Nasional Kebijakan Pelabuhan nasional diarahkan dalam upaya: • Mendorong Investasi Swasta Untuk mendukung rencana MP3I, partisipasi sektor swasta merupakan kunci keberhasilan dalam percepatan pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan Indonesia, karena kemampuan finansial sektor publik terbatas. • Mendorong Persaingan Mewujudkan iklim persaingan yang sehat dalam kegiatan usaha kepelabuhanan yang diharapkan dapat menghasilkan jasa kepelabuhanan yang efektif dan efisien. 4
  • 17. Pemberdayaan Peran Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan Upaya perwujudan peran Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagai pemegang hak pengelolaan lahan daratan dan perairan (landlord port authority) dapat dilaksanakan secara bertahap. Upaya tersebut termasuk rencana transformasi Otoritas Pelabuhan/Unit Penyelenggara Pelabuhan menjadi Badan Layanan Umum (BLU), sehingga akan mencerminkan penyelenggara pelabuhan yang lebih fleksibel dan otonom. • Terwujudnya Integrasi Perencanaan Perencanaan pelabuhan harus mampu mengantisipasi dinamika pertumbuhan kegiatan ekonomi dan terintegrasi kedalam penyusunan rencana induk pelabuhan khususnya dikaitkan dengan MP3EI/koridor ekonomi, sistem transportasi nasional, sistem logistik nasional, rencana tata ruang wilayah serta melibatkan masyarakat setempat. • Menciptakan kerangka kerja hukum dan peraturan yang tepat dan fleksibel Peraturan pelaksanaan yang menunjang implementasi yang lebih operasional akan dikeluarkan untuk meningkatkan keterpaduan perencanaan, mengatur prosedur penetapan tarif jasa kepelabuhanan yang lebih efisien, dan mengatasi kemungkinan kegagalan pasar. • Mewujudkan sistem operasi pelabuhan yang aman dan terjamin Sektor pelabuhan harus memiliki tingkat keselamatan kapal dan keamanan fasilitas pelabuhan yang baik serta mempunyai aset dan sumber daya manusia yang andal. Keandalan teknis minimal diperlukan untuk memenuhi standar keselamatan kapal dan keamanan fasilitas pelabuhan yang berlaku di pelabuhan Indonesia. Secara bertahap diperlukan penambahan kapasitas untuk memenuhi standar yang sesuai dengan protokol internasional.  Meningkatkan perlindungan lingkungan maritim Pengembangan pelabuhan akan memperluas penggunaan wilayah perairan yang akan meningkatkan dampak terhadap lingkungan maritim. Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan harus lebih cermat dalam mitigasi lingkungan, guna memperkecil kemungkinan dampak pencemaran lingkungan maritim. Mekanisme pengawasan yang efektif akan diterapkan melalui kerja sama dengan instansi terkait termasuk program tanggap darurat. • Mengembangkan sumber daya manusia Pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi dalam upaya meningkatkan produktivitas dan tingkat efisiensi, termasuk memperhatikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan kerja tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan. Lembaga pelatihan, kejuruan dan perguruan tinggi akan dilibatkan dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja sektor pelabuhan, termasuk perempuan untuk memenuhi standar internasional. 5
  • 18. 2.2 Strategi Implementasi 2.2.1 Pedoman Kebijakan Pelabuhan Nasional dan Strategi Bisnis yang Komprehensif Pelaksanaan Kebijakan Pelabuhan Nasional akan diawasi secara efektif dan dipublikasikan secara berkala kepada para pemangku kepentingan. Pedoman pelaksanaan Kebijakan Pelabuhan Nasional akan dikeluarkan setelah dilakukan konsultasi dengan para pemangku kepentingan. 2.2.2. Perencanaan Terpadu, Hierarki Pelabuhan dan Pemantauan Kinerja  Perencanaan pengembangan pelabuhan dalam kerangka sistem transportasi nasional akan dikoordinasikan dengan perencanaan sektoral masing-masing moda transportasi, instansi terkait lainnya dan Otoritas Pelabuhan. Pedoman tentang perencanaan pembangunan dan pengembangan pelabuhan akan dikeluarkan yang meliputi pedoman proses perencanaan pembangunan dan pengembangan pelabuhan . Pelindo dan badan usaha pelabuhan lainnya diminta untuk memberikan informasi yang relevan kepada Otoritas Pelabuhan untuk disinkronisasikan dengan rencana induk masing-masing pelabuhan.  Status pelabuhan akan direview secara berkala untuk menentukan kemungkinan terjadinya perubahan hierarki pelabuhan dan implikasinya terhadap revisi Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan rencana induk masing-masing pelabuhan.  Sistem indikator kinerja akan diterapkan untuk tujuan perencanaan dan pemantauan serta hasil pencapaian kinerja pelabuhan akan dipublikasikan secara berkala. 2.2.3 Pengaturan Tarif  Pengaturan penetapan tarif harus mudah diterapkan dalam arti setiap jasa kepelabuhanan dikenakan tarif sesuai dengan jasa yang disediakan. Tarif yang diusulkan Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggata Pelabuhan dapat ditolak apabila tidak wajar dibandingkan dengan biaya penyediaan jasa atau infrastruktur. Tarif yang diusulkan badan usaha pelabuhan akan diajukan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) apabila dinilai anti-kompetitif atau diskriminatif.  Review tarif dilakukan tanpa mengurangi kebebasan badan usaha pelabuhan untuk menegosiasikan perjanjian kerja sama usaha dengan mitra bisnisnya.  Pedoman tentang prosedur pemantauan dan review tarif akan dikeluarkan untuk mempermudah penerapan tarif agar tidak menimbulkan beban yang tidak wajar kepada Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, atau badan usaha pelabuhan. Pedoman tersebut juga akan memberikan penjelasan tentang penerapan tarif atau perjanjian jasa pelayanan pelabuhan yang anti-kompetitif. 6
  • 19. 2.2.4 Mendorong Persaingan di Sektor Pelabuhan  Persaingan di sektor pelabuhan akan didorong, khususnya pengembangan pelabuhan baru atau perluasan pelabuhan yang sudah ada.  Pedoman tentang prosedur penyampaian keberatan dan penyelesaian sengketa akan dikeluarkan untuk mengatasi perilaku anti-kompetitif. 2.2.5 Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia di Pelabuhan  Dalam upaya meningkatkan keterampilan tenaga kerja bongkar muat (TKBM), identifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan pendidikan di sektor pelabuhan akan dilakukan melalui konsultasi dengan badan usaha pelabuhan, Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, koperasi tenaga kerja dan pusat pelatihan yang ada. Kebutuhan dan strategi pengembangan pendidikan dan pelatihan akan direvisi secara berkala untuk disesuaikan dengan tuntutan permintaan.  Nota kesepahaman akan dibuat dengan pusat pelatihan, lembaga kejuruan, dan perguruan tinggi untuk pengembangan sumber daya manusia di sektor pelabuhan dan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja serta memastikan kurikulum pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan para pemangku kepentingan.  Konsultasi akan dilakukan dengan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat dan pemangku kepentingan lainya merumuskan peningkatan kesejahteraan dan insentif yang dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja, memperbaiki praktek jam kerja efektif, jumlah tenaga kerja riil, memperluas program pelatihan dan mengidentifikasi strategi untuk meningkatkan persaingan diantara koperasi penyedia tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di pelabuhan.  Keikutsertaan tenaga kerja perempuan di sektor pelabuhan akan didorong dan dilibatkan dalam program pendidikan dan pelatihan yang diadakan lembaga pelatihan, kejuruan dan perguruan tinggi. 2.2.6 Meningkatkan Keselamatan Kapal dan Keamanan Fasilitas Pelabuhan secara Efektif Penerapan peraturan tentang keselamatan kapal dan keamanan fasilitas pelabuhan akan dilaksanakan secara konsekuen dalam rangka memberikan kewenangan yang lebih efektif kepada Otoritas Pelabuhan dan Syahbandar berdasarkan pedoman dan standar internasional. 2.2.7 Meningkatkan Perlindungan Lingkungan Maritim secara Efektif  Dalam rangka menjamin perlidungan lingkungan maritim yang efektif di pelabuhan, pedoman tentang mitigasi lingkungan maritim di pelabuhan akan lebih dikembangkan oleh Kementerian Perhubungan dan dilaksanakan oleh Otoritas Pelabuhan yang mengatur: 7
  • 20. Mitigasi lingkungan maritim di pelabuhan sesuai standar Indonesia dan pedoman internasional;  Kerangka kerja sistem manajemen lingkungan maritim; dan  Pengawasan internal dan audit independen yang dilakukan secara berkala.  Peran Syahbandar untuk mengelola dan mengendalikan pencemaran di pelabuhan akan lebih ditingkatkan.  Sistem manajemen lingkungan maritim akan diterapkan melalui kemitraan dengan pemangku kepentingan di bidang pelayaran untuk memastikan sistem tanggap darurat berfungsi di sektor pelabuhan. 8
  • 21. Bab 3. Proyeksi Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan dan Implikasinya terhadap Pembangunan Kepelabuhanan di Indonesia 3.1 Latar Belakang Peran pelabuhan di Indonesia sebagai negara maritim sangat dominan dalam pembangunan nasional. Hal tersebut tercermin kegiatan pelabuhan untuk menunjang perdagangan internasional dan domestik secara nasional skalanya sangat besar. Pada tahun 2009, pelabuhan Indonesia menangani 968,4 juta ton muatan yang terdiri atas 560,4 juta ton muatan curah kering (hampir tiga perempatnya adalah batubara), 176,1 juta ton muatan curah cair (86 persennya adalah minyak bumi atau produk minyak bumi dan minyak kelapa sawit), 143,7 juta ton general cargo dan 88,2 muatan peti kemas (terlihat pada Tabel 3-1, dan Gambar 3-1 dan 3-2). Perdagangan luar negeri tercatat sebesar 543,4 juta ton atau 56 % dari total volume muatan yang ditangani melalui pelabuhan Indonesia pada tahun 2009. Muatan ekspor sebesar 442,5 juta ton atau lebih dari 80 % perdagangan luar negeri, sementara impor sebanyak 101,0 juta ton atau 20 % perdagangan luar negeri. Muatan ekspor lebih tinggi karena angkutan batubara jumlahnya sangat besar yaitu 278,6 juta ton pada tahun yang 2009. Tabel 3-1 juga menunjukkan pertumbuhan lalu lintas barang melalui pelabuhan Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 1999 sampai dengan 2009 yang meningkat rata-rata 11,0 %. Namun demikian, penyebaran pertumbuhannya sangatlah beragam, sebagai contoh, lalu lintas curah kering meningkat lebih dari lima kali lipat dari 95,2 juta ton pada tahun 1999 menjadi 560,4 juta ton pada tahun 2009. Muatan peti kemas juga meningkat rata-rata 12,3 %, yaitu dari 27,7 juta ton pada tahun 1999 menjadi 88,2 juta ton pada tahun 2009 (lihat juga Gambar 3-3). General cargo meningkat rata-rata 7,3 %, sementara muatan curah cair meningkat lebih rendah yaitu 1,7 %, sementara komoditas curah cair memiliki pertumbuhan yang lebih rendah, yaitu 1,7% selama perioda ini. Lalu lintas pelabuhan total Indonesia menurut kelompok jenis muatan utama diperlihatkan pada Tabel 3-2 serta secara grafis pada Gambar 3-1 sampai 3-3. Sedangkan lalu lintas antar pelabuhan (arus perdagangan) menurut jenis komoditas ditunjukkan pada Suplemen A. Pertumbuhan perdagangan masa depan di Indonesia akan banyak dipengaruhi oleh tingkat implementasi kebijakan pemerintah untuk melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi, yang tertuang dalam Master Plan for Acceleration and Expansion of Indonesia Economic Development 2011-2025 (MP3EI). Dengan pusat pertumbuhan dan koridor ekonomi yang telah ditetapkan (Gambar 3-4) beserta sistem transportasi nasional yang akan menjamin konektivitas, MP3EI mengarahkan untuk terwujudnya Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Melalui implementasi MP3EI, Indonesia diharapkan dapat menjadi negara maju pada tahun 2025, yang berarti pertumbuhan ekonomi riil antara 6,4 – 7,5% diharapkan bisa tercapai pada periode 2011 – 2014. Selain itu, tingkat inflasi juga diperkirakan turun dari 6,5% pada 2011 – 2014 menjadi 3,0% pada 2025. 9
  • 22. Peranan Pelabuhan menjadi sangat penting bagi terwujudnya tujuan MP3EI. Disisi lain, bila MP3EI dapat diimplementasikan dengan baik, maka implikasinya adalah pertumbuhan lalu lintas barang melalui pelabuhan menjadi lebih tinggi. Pelabuhan strategis di masing-masing koridor ekonomi disajikan dalam Suplemen C. 3.2. Proyeksi Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Berdasarkan Skenario Dasar (Base Case) Tabel 3-3 menyajikan proyeksi total muatan yang akan ditangani pelabuhan di Indonesia berdasarkan jenis muatan dan komoditas dari tahun 2009 sampai dengan 2030. Total lalu lintas muatan melalui pelabuhan diperkirakan meningkat dari 1,0 milyar ton pada tahun 2009 menjadi 1,3 milyar ton pada tahun 2015 dan menjadi 1,5 milyar ton pada tahun 2020. Angka pertumbuhan rata-rata tahunan mencapai 4,5 % dari tahun 2009 sampai dengan 2015 dan 3,7 % dari tahun 2015 sampai dengan 2020. Tabel 3-1 Lalu Lintas Barang Melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan dan Jenis Muatan, pada Tahun 1999 dan 2009 (dalam ribu ton) 10
  • 23. Tabel 3-2 Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan dan Jenis Muatan dan Komoditas Utama, pada Tahun 2009 (dalam ribu ton) Gambar 3-1 Bongkar Muat Barang melalui Pelabuhan di Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan Tahun 2009 (dalam ribu ton) Keterangan: Ekspor Impor Bongkar (Domestik) Muat (Domestik) 11
  • 24. Gambar 3-2 Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Indonesia berdasarkan Jenis Muatan pada Tahun 2009 menurut Klaster Pelabuhan (dalam ribu ton) Keterangan: General Cargo Peti Kemas Curah Kering Curah Cair Gambar 3-3 Bongkar Muat Peti Kemas di Pelabuhan Indonesia, Periode Tahun 1990-2009 Keterangan: Tahun 1990 Tahun 2000 Tahun 2009 12
  • 25. Gambar 3-4 Koridor Ekonomi dalam MP3EI Tabel 3-3 Proyeksi Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Indonesia Skenario Pertumbuhan Dasar (Base Case) Periode Tahun 2009-2030 (dalam ribu ton) 2009 2015 2020 2030 Jenis Muatan Jenis Perdagangan Jenis Perdagangan Jenis Perdagangan Jenis Perdagangan Total Total Total Total Internasional Domestik Internasional Domestik Internasional Domestik Internasional Domestik General Cargo 32,840 110,859 143,699 39,213 148,562 187,775 43,294 180,748 224,043 50,245 242,911 293,155 Peti Kemas 61,000 27,223 88,222 106,894 65,626 172,519 157,271 100,020 257,291 294,234 183,446 477,680 Curah Kering 312,852 255,914 568,766 328,918 342,135 671,053 310,318 438,906 749,224 284,436 675,731 960,167 Semen 144 14,941 15,085 6,700 21,925 28,625 8,757 28,655 37,411 14,264 48,947 63,210 Batubara 279,303 139,349 418,652 279,303 203,330 482,633 250,000 272,101 522,101 200,000 443,224 643,224 Biji Besi 10,531 91 10,623 13,714 400 14,114 16,686 1,000 17,686 23,537 2,000 25,537 Pupuk 5,162 30,665 35,828 7,323 39,934 47,257 9,346 48,586 57,932 14,514 68,536 83,050 Biji-bijian 3,832 2,343 6,175 4,316 2,639 6,954 4,672 2,885 7,557 5,422 3,348 8,770 Curah Kering Lain 13,879 60,124 74,003 17,562 73,907 91,469 20,858 85,679 106,537 26,700 109,676 136,376 Curah Cair 136,723 39,349 176,072 178,042 52,718 230,759 216,653 65,700 282,353 315,952 97,252 413,204 Minyak Bumi & Produk 91,110 385 91,495 118,649 501 119,151 144,355 610 144,965 213,681 903 214,584 CPO 22,438 38,485 60,923 30,069 51,574 81,643 37,471 64,271 101,742 55,467 95,136 150,603 Curah Cair Lain 23,175 479 23,654 29,323 642 29,965 34,827 819 35,646 46,805 1,213 48,017 Total 543,415 433,346 976,761 653,066 609,040 1,262,106 727,537 785,374 1,512,911 944,867 1,199,340 2,144,207 Rata-rata Pertumbuhan Tahunan (%) General Cargo - - - 3.0 5.0 4.6 2.0 4.0 3.6 1.5 3.0 2.7 Container - - - 9.8 15.8 11.8 8.0 8.8 8.3 6.5 6.3 6.4 Dry Bulk - - - 0.8 5.0 2.8 (1.2) 5.1 2.2 (0.9) 4.4 2.5 Cement - - - 89.7 6.6 11.3 5.5 5.5 5.5 5.0 5.5 5.4 Coal - - - - 6.5 2.4 (2.2) 6.0 1.6 (2.2) 5.0 2.1 Iron Ore - - - 4.5 27.9 4.9 4.0 20.1 4.6 3.5 7.2 3.7 Fertilizer - - - 6.0 4.5 4.7 5.0 4.0 4.2 4.5 3.5 3.7 Grain - - - 2.0 2.0 2.0 1.6 1.8 1.7 1.5 1.5 1.5 Other Dry Bulk - - - 4.0 3.5 3.6 3.5 3.0 3.1 2.5 2.5 2.5 Liquid Bulk - - - Petroleum & Products - - - 4.5 4.5 4.5 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 CPO - - - 5.0 5.0 5.0 4.5 4.5 4.5 4.0 4.0 4.0 Other Liquid Bulk - - - 4.0 5.0 4.0 3.5 5.0 3.5 3.0 4.0 3.0 Total - - - 3.1 5.8 4.4 2.2 5.2 3.7 2.6 4.3 3.5 3.3. Proyeksi Lalu Lintas Berbasis Skenario Alternatif Sebagaimana terlihat pada Gambar 3-5, pada Skenario Pertumbuhan Tinggi, total lalu lintas peti kemas Indonesia pada tahun 2030 akan mencapai 57 juta TEU, sementara pada Skenario Pertumbuhan Dasar akan mencapai 48 juta TEU, sedangkan pada Skenario 13
  • 26. Pertumbuhan Rendah 42 juta TEU. Gambar 3-6 menyajikan secara jelas proyeksi untuk total perdagangan peti kemas untuk ketiga skenario. Gambar 3-5 Proyeksi Total Lalu Lintas Peti Kemas di Pelabuhan Indonesia menurut Skenario Pertumbuhan, Periode Tahun 2015-2030 (dalam ribu TEU) Skenario Proyeksi 60,000 Tinggi Low Growth 000's TEUs DasarCase Base 50,000 Rendah High Growth 40,000 30,000 20,000 10,000 - 2015 2020 2025 2030 Tahun Year Gambar 3-6 Proyeksi Total Lalu Lintas Muatan di Pelabuhan Indonesia berdasarkan Jenis Muatan Menurut Skenario Pertumbuhan, Periode Tahun 2015-2030 (dalam ribu ton) Curah Kering Curah Cair Peti Kemas General Cargo Rendah Rendah Rendah Skenario Tinggi Tinggi Tinggi Dasar Dasar Dasar Proyeksi Tahun Gambar 3-6 menyajikan proyeksi total lalu lintas muatan di Indonesia berdasarkan jenis muatan untuk ketiga skenario tersebut. Total lalu lintas muatan diprakirakan mencapai 2,7 milyar ton pada tahun 2030, mencapai 2,1 milyar ton pada Skenario Pertumbuhan Dasar dan 1,8 milyar ton pada Skenario Pertumbuhan Rendah. 14
  • 27. 3.4. Implikasi terhadap Pembangunan Sektor Pelabuhan Hasil proyeksi lalu lintas muatan melalui pelabuhan di Indonesia mempunyai implikasi yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan sistem pelabuhan nasional, yaitu diantaranya: • Pada tahun 2020 lalu lintas peti kemas Indonesia akan meningkat lebih dari dua kali lipat volume tahun 2009 dan akan kembali meningkat dua kali lipat pada tahun 2030;  Pengembangan terminal peti kemas sangat diperlukan di berbagai lokasi pelabuhan;  Peningkatan volume peti kemas juga akan menimbulkan kebutuhan pengembangan pelabuhan peti kemas sebagai pelabuhan hub baru, baik di bagian barat maupun di timur Indonesia, seperti Kuala Tanjung dan Bitung. Namun kajian yang lebih spesifik diperlukan untuk pengembangan pelabuhan hub tersebut.  Pertumbuhan lalu lintas curah kering dan cair yang lebih rendah menunjukkan bahwa total tonase muatan hanya akan meningkat sampai dengan 50% pada tahun 2020 dan 50% lagi pada tahun 2030. 15
  • 28. Bab 4. LOKASI DAN RENCANA PEMBANGUNAN PELABUHAN Penyusunan rencana kebutuhan pengembangan pelabuhan didasarkan pada pendekatan penilaian kapasitas pelabuhan dan memperhatikan skema pembangunan untuk masing- masing pelabuhan. Selain kebijakan pemerintah, juga telah memperhatikan program pembangunan pelabuhan yang diusulkan Pelindo sebagai pengelola pelabuhan strategis di Indonesia. Kebijakan pemerintah yang menjadi dasar utama bagi pengembangan pelabuhan meliputi (a) prioritas pengembangan konektivitas dan prasarana pelabuhan untuk mendukung program koridor perekonomian Indonesia tahun 2025, (b) Cetak Biru Transportasi Multimoda/Antarmoda untuk mendukung Sistem Logistik Nasional, dan (c) Rencana Strategis Sektor Perhubungan. Suplemen D memberikan rangkuman parameter perencanaan dan strategi pengembangan pelabuhan pada enam koridor pembangunan ekonomi sampai dengan 2030. Rangkuman tersebut memuat proyeksi lalu lintas muatan melalui pelabuhan berdasarkan jenis kargo, disain kapal dan target produktivitas, strategi investasi, dan kegiatan bisnis utama pelabuhan. Suplemen E memuat daftar rencana pengembangan pelabuhan (termasuk pengembangan kapasitas dan kebutuhan investasi) sampai dengan 2030 berdasarkan wilayah, lokasi, dan fasilitas pelabuhan. 4.1. Kebutuhan Investasi Pelabuhan Table 4-1 menunjukkan rincian dari total kebutuhan investasi pelabuhan di Indonesia sampai dengan 2030 berdasarkan koridor pembangunan ekonomi dan jenis fasilitas pelabuhan. Total investasi sebesar 46,1 milyar US$ terdiri dari 12,1 milyar US$ (tahun 2011-2015), 12,0 milyar US$ (tahun 2016-2020) dan 22,0 milyar US$ (tahun 2021-2030). Gambar 4-1 menunjukkan distribusi kebutuhan investasi sektor pelabuhan berdasarkan koridor ekonomi dan tahapan pengembangan; sedangkan Gambar 4-2 memperlihatkan distribusi kebutuhan investasi pelabuhan menurut koridor ekonomi dan jenis terminal/fasilitas pelabuhan. Suplemen E memberikan rincian kebutuhan investasi pelabuhan sampai dengan 2030 berdasarkan koridor ekonomi dan jenis terminal/fasilitas pelabuhan. Secara ringkas, Tabel 4-2 menunjukkan indikasi kebutuhan jumlah pendanaan dari sektor pemerintah dan swasta selama periode tahun 2011-2030. 16
  • 29. Tabel 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Jenis Terminal/Fasilitas Pelabuhan untuk Tahapan Tahun 2011-2030 and Total Tahun 2011-2030 (dalam juta US$, tahun 2011) Terminal CDC/ Pesiar/ Lahan/ Periode dan Koridor Peti Minyak Batu- Curah Terminal Multi Pari- Infra. Total Ekonomi CPO Kemas Bumi Bara Lainnya Lainnya*) moda wisata Dasar 2011-2015 Sumatra 455 388 289 387 63 31 25 - 613 2.250 Java 2.095 - 339 60 86 354 130 200 2.342 5.606 Bali-Nusa Tenggara 7 - 20 - 41 121 - 5 190 384 Kalimantan 186 138 89 366 430 195 - - 30 1.434 Sulawesi 121 9 50 - 122 335 75 - 61 773 Papua- Kepulauan Maluku 183 - 34 - 122 1.070 - - 258 1.667 Total 3.046 535 821 813 862 2.107 230 205 3.494 12.114 2016-2020 Sumatra 2.192 467 344 299 167 44 - - 222 3.735 Java 2.297 - 508 60 35 120 250 150 - 3.420 Bali-Nusa Tenggara 30 - 20 - 35 243 - 369 61 757 Kalimantan 120 138 89 346 35 243 - - 61 1.031 Sulawesi 141 9 50 - 106 486 - - 121 912 Papua- Kepulauan Maluku 123 - 48 - 106 1.458 - - 364 2.098 Total 4.901 614 1.058 705 484 2.594 250 519 830 11.954 2021-2030 Sumatra 4.329 903 762 597 202 88 - - - 6.881 Java 4.164 8 827 120 115 150 340 150 - 5.875 Bali-Nusa Tenggara 60 - 40 - 70 486 - 369 121 1.146 Kalimantan 338 275 178 693 70 486 - - 121 2.161 Sulawesi 216 25 107 - 211 972 - - 243 1.773 Papua- Kepulauan Maluku 245 10 97 - 211 2.915 - - 729 4.207 Total 9.352 1.221 2.011 1.410 882 5.097 340 519 1.215 22.044 2011-2030 Sumatra 6.975 1.758 1.395 1.283 432 163 25 - 835 12.866 Java 8.556 8 1.674 240 236 624 720 500 2.342 14.901 Bali-Nusa Tenggara 97 - 80 - 146 850 - 742 373 2.288 Kalimantan 644 550 356 1.405 535 924 - - 213 4.626 Sulawesi 477 43 207 - 439 1.793 75 - 425 3.459 Papua- Kepulauan Maluku 550 10 179 - 439 5.443 - - 1.351 7.972 Total 17.299 2.369 3.890 2.927 2.229 9.798 820 1.242 5.539 46.112 Catatan: *) Terminal lainnya: terminal konvensional (kargo umum), terminal mobil, terminal multi- tujuan dan terminal penumpang 17
  • 30. Gambar 4-1 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Tahapan Pengembangan (dalam juta US$) Gambar 4-2 Investasi Sektor Pelabuhan berdasarkan Koridor Ekonomi dan Jenis Terminal/Fasilitas Pelabuhan (dalam juta US$) 18
  • 31. Tabel 4-2 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan oleh Pemerintah dan Pihak Swasta untuk Pengembangan Fasilitas Pelabuhan, 2011-2030 Total Pemerintah Sektor Swasta No Tahapan Juta US$ % Juta US$ % Juta US$ % 1 2011-2015 12.114 100 5.148 42,5 6.966 57,5 2 2016-2020 11.954 100 3.303 27,6 8.650 72,4 3 2021-2030 22.044 100 6.161 27,9 15.883 72,1 Total 46.112 100 14.613 31,7 31.499 68,3 Catatan: Diperkirakan bahwa untuk periode 2011-2015 dari total kebutuhan pembiayaan sebesar 12.114 juta US$, porsi BUMN (Pelindo) mencapai 3.521 juta US$. 4.2. Pembiayaan Pelabuhan dan Kerangka Bantuan dan Penjaminan Pemerintah 4.2.1 Indikasi Kebutuhan Pembiayaan Sampai dengan tahun 2030 Indonesia harus menyediakan anggaran sebesar 45-50 milyar US$ untuk pembiayaan pembangunan dan pengembangan kapasitas pelabuhan. Diperkirakan sekitar 68% dari seluruh total investasi pengembangan pelabuhan baru di Indonesia memerlukan pendanaan dari pihak swasta, terutama berdasarkan skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) melalui pemberian konsesi untuk jangka panjang, terutama untuk pelabuhan komersial seperti terminal peti kemas, terminal curah, dan fasilitas pelabuhan komersial lainnya. Sisanya sekitar 32% diperlukan untuk penyediaan lahan, prasarana umum pelabuhan seperti pendalaman alur pelayaran dan penahan gelombang (breakwater), penyediaan terminal pelabuhan non-komersial, rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan kecil baru (feeder) yang harus disediakan oleh pemerintah. 4.2.2 Potensi Sumber Pembiayaan Investasi Sektor Pemerintah UU Pelayaran No. 17 tahun 2008 mengamanatkan bahwa investasi infrastruktur dasar pelabuhan menjadi tanggung jawab Otoritas Pelabuhan. Otoritas Pelabuhan merupakan lembaga baru yang memiliki aset finansial dan pengalaman yang terbatas dalam penyelenggaraan pelabuhan. Dalam transisi lembaga tersebut hanya dapat menghasilkan arus kas yang rendah dan pada dasarnya belum memiliki kapasitas untuk melakukan pinjaman di awal tahun operasionalnya. Satu-satunya sumber utama pendanaan infrastruktur dalam jangka pendek adalah dari anggaran pemerintah. Apabila Otoritas Pelabuhan telah memiliki arus kas dan neraca keuangan yang signifikan, maka potensi sumber pendanaan untuk investasi infrastruktur pelabuhan dapat berasal dari:  Penerimaan pajak pemerintah; 19
  • 32. Pinjaman pemerintah;  Pinjaman dari lembaga keuangan internasional;  Pinjaman dari lembaga keuangan bilateral. Di masa mendatang, sumber pembiayaan infrastruktur dasar untuk Otoritas Pelabuhan akan berkembang sejalan dengan peningkatan kinerja keuangan Otoritas Pelabuhan. Hal ini akan terjadi apabila Otoritas Pelabuhan dimungkinkan untuk mengelola pendapatannya, termasuk pendapatan dari otoritas kepelabuhanan (misalnya jasa labuh, sewa lahan, konsesi). Dengan demikian Otoritas Pelabuhan dapat meningkatkan pendapatannya dan mengelola arus kas untuk digunakan sebagai modal pinjaman. 4.2.3 Kerangka Dukungan dan Penjaminan Pemerintah Karena keterbatasan anggaran, interaksi antara pihak pemerintah dan swasta diatur dalam tiga jenis peraturan, yaitu peraturan mengenai Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), peraturan spesifik sektor, dan peraturan umum lainnya yang mengatur kegiatan usaha di Indonesia. Terdapat empat prinsip dasar kebijakan investasi dalam kategori KPS, yaitu: a. Kebijakan Pemerintah dalam Penyediaan Infrastruktur Pemerintah bermaksud untuk memusatkan kebijakannya dalam (i) pemeliharaan dan peningkatan infrastruktur yang ada, (ii) fokus pada pengembangan infrastruktur yang secara ekonomi layak, namun secara finansial tidak layak, (iii) pemberian subsidi dan kompensasi pada PSO (Kewajiban Layanan Umum) dalam pelayanan infrastruktur, dan (iv) mengisi celah kebutuhan pembiayaan infrastruktur dengan cara menawarkan proyek KPS kepada pasar. b. Peraturan dalam Percepatan Pembangunan Infrastruktur Peraturan mengenai percepatan pembangunan infrastruktur ditunjukkan dalam Tabel 4.3 Peraturan KPS terutama mengacu pada Peraturan Presiden No. 67/2005 mengenai Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur, yang telah dirubah dalam Peraturan Presiden No. 56/2011 dan No. 13/2010 yang memungkinkan pemberian dukungan dan penjaminan pemerintah. Sebagai tambahan, dua peraturan lainnya mengenai penjaminan pemerintah mengacu pada Peraturan Presiden No. 78/2010 tentang Dana Penjaminan Infrastruktur melalui Pemberian Dana Penjaminan dan Peraturan Menteri Keuangan No. 260/2010 tentang implementasi dari Penjaminan Infrastruktur melalui Pemberian Dana Penjaminan Infrastruktur. Berdasarkan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Badan Kerjasama Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Keuangan dapat menyediakan fasilitas (i) kebijakan dana talangan melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP), (ii) penjaminan untuk resiko infrastruktur melalui PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII), dan (iii) layanan proyek pengembangan melalui PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT. SMI). 20
  • 33. Tabel 4-3 Kerangka Hukum Investasi Sektor Swasta Regulasi Kerjasama No. Penjelasan Pemerintah dan Swasta (KPS) Skema dan Pedoman KPS 1 Peraturan Presiden No. 67 Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Tahun 2005 Penyediaan Infrastruktur 2 Peraturan Presiden No. 13 Tahun Perubahan atas Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 2010 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur 3 Peraturan Presiden No. 56 Tahun Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2011 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur 4 Peraturan Menteri Perencanaan Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Pembangunan Nasional / Kepala dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Bappenas No. 4 Tahun 2010 5 Peraturan Menteri Perhubungan Panduan Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan No. PM 83 Tahun 2010 Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Transportasi Manajemen Resiko , Dukungan Pemerintah dan Penjaminan Infrastruktur 6 Peraturan Menteri Keuangan No. Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan Pengelolaan 38/PMK.01/2006 Risiko atas Penyediaan Infrastruktur 7 Peraturan Presiden No. 78 Tahun Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama 2010 Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur 8 Peraturan Menteri Keuangan No. Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam 260/PMK.011/2010 Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Pedoman, Organisasi, dan Prosedur KPS 9 Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Daftar Rencana Proyek Kerjasama Bappenas No. 3 Tahun 2009 10 Peraturan Presiden No. 42 Tahun Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur 2005 (KKPPI) 11 Public Private Partnership Book, Sector of Transportation, 2010-2014, Ministry of Transportation (2010) 12 Peraturan Presiden No. 12 Tahun Perubahan atas Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2005 2011 tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) 13 Peraturan Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite Kebijakan Organisasi dan Tata Kerja Komite Kebijakan Percepatan Percepatan Penyediaan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) Infrastruktur No. PER- 01/M.EKON/05/2006 14 Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite Kebijakan Tata Cara dan Kriteria Penyusunan Daftar Prioritas Proyek Percepatan Penyediaan Infrastruktur Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Infrastruktur No. PER- 3/M.EKON/06/2006 15 Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Tata Cara Evaluasi Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Ketua Komite Kebijakan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang Percepatan Penyediaan Membutuhkan Dukungan Pemerintah Infrastruktur No. PER- 4/M.EKON/06/2006 21
  • 34. Kerjasama Daerah 15 Peraturan PemerintahNo. 50 Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah Tahun 2007 Pengadaan Tanah 16 Peraturan Presiden No. 36 Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Tahun 2005 Kepentingan Umum 17 Peraturan Presiden No. 65 Perubahan atas Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum 18 Peraturan Kepala Badan Ketentuan Pelaksanaan Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Pertanahan Nasional No. 3 Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Tahun 2007 Kepentingan Umum (sebagaimana telah diubah dengan Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum) c. Peran Indonesia Infrastructure Fund (IIF) dalam Pembiayaan Infrastruktur Indonesia Infrastructure Fund (IIF) dibentuk untuk (i) memenuhi pembiayaan jangka panjang, terutama dalam mata uang lokal dan untuk pembiayaan infrastruktur serta (ii) menyediakan pembiayaan mata uang lokal dengan jangka waktu (tenor), persyaratan, dan ketentuan pinjaman yang sesuai untuk kredit proyek infrastruktur melalui:  Penggunaan peringkat kredit pinjaman dari bank dan lembaga investasi domestik untuk tenor jangka panjang dengan resiko marjin yang lebih tinggi dari penawaran pemerintah dan perusahaan skala besar;  Penyediaan produk keuangan yang memenuhi kriteria KPS infrastruktur dan proyek yang dibiayai sepenuhnya oleh swasta. d. Peran PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dalam Penyediaan Penjaminan untuk Pengembangan Infrastruktur Indonesia PT PII dibentuk untuk memenuhi tujuan berikut:  Menyediakan penjaminan resiko politik untuk proyek KPS infrastruktur;  Meningkatkan kelayakan kredit dan kualitas proyek KPS infrastruktur dengan memberikan penjaminan resiko politik yang kredibel;  Meningkatkan tata kelola dan transparansi pemberian penjaminan;  Melindungi pemerintah dari kewajiban contingent (termasuk proteksi terhadap tekanan APBN). 4.2.4 Strategi Pelaksanaan untuk Partisipasi Swasta dalam Investasi di Pelabuhan Hambatan yang terjadi dalam pengembangan pasar untuk mengikutsertakan pihak swasta adalah persepsi terhadap resiko proyek, resiko investasi dan keterbatasan akses untuk pasar modal serta pembiayaan proyek. Strategi utama (key success factor) untuk mengikutsertakan pihak swasta berinvestasi di pelabuhan adalah:  Kebijakan investasi sektor swasta yang kondusif Kebijakan investasi yang kondusif akan meningkatkan minat investor yang potensial dan juga mempengaruhi persepsi investor terhadap resiko secara positif. 22
  • 35. Implementasi regulasi secara komprehensif Regulasi merupakan wadah yang penting untuk mewujudkan komitmen pelaksanaan kebijakan pemerintah.  Persiapan proyek yang matang Persiapan proyek yang matang merupakan daya tarik pihak swasta untuk berinvestasi. Apabila dilelang, proyek tersebut akan menarik minat investor dengan kualitas teknik dan keuangan yang memadai.  Prosedur pelelangan yang kompetitif Pelelangan pelabuhan/terminal umum harus dilaksanakan secara kompetitif agar pemerintah memperoleh manfaat maksimal dari persaingan harga, tingkat pelayanan jasa kepelabuhanan dan kualitas investor.  Penanggung jawab proyek yang jelas dan tidak ada intervensi kontrak Hal ini penting untuk memastikan efisiensi biaya (value for money) bagi pemerintah.  Kerangka pemantauan kinerja Kerangka pemantauan kinerja diperlukan untuk pemantauan kepatuhan pelaksanaan kontrak.  Kepastian bagi swasta untuk memperoleh pendapatan sesuai tarif yang berlaku Hal ini penting untuk memberikan kepastian bagi investor dalam memperoleh pendapatan dari pengoperasian proyek.  Kepastian bagi swasta untuk dapat menyesuaikan tarif Selama periode pengoperasian proyek, pihak swasta dapat melakukan penyesuaian tarif secara berkala.  Kerangka pengaturan keamanan dan keselamatan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim yang komprehensif Pihak swasta harus menerapkan standar keamanan dan keselamatan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim secara komprehensif.  Kepastian bagi swasta untuk memperoleh hak perlindungan secara efektif Pihak swasta akan memperoleh perlindungan terhadap intervensi pemerintah yang dapat mempengaruhi pendapatan, membatasi akses pembiayaan atau merugikan investasinya dan kebebasan untuk menyelesaikan sengketa.  Kapasitas kelembagaan Proyek akan dikelola oleh tenaga profesional dari pemerintah agar memberikan kepastian bagi investor.  Pengaturan yang independen Pihak swasta akan diberikan kepastian bahwa keputusan regulator tidak dipengaruhi oleh intervensi politik atau tekanan pihak tertentu. 23
  • 36. Bab 5. Rencana Aksi di Bidang Pengaturan dan Pelaksanaan Kebijakan Dalam rangka proses perumusan Rencana Induk Pelabuhan Nasional telah digambarkan perlunya penjabaran lebih lanjut di bidang pengaturan dan kebijakan untuk mendorong Indonesia kearah yang lebih maju dengan terwujudnya sisim kepelabuhanan yang lebih berdaya saing. Dalam hubungan ini diperlukan rencana aksi yang meliputi: • Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh Undang-undang No. 17/2008 tentang Pelayaran; • Peraturan Pelaksanaan yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah No. 61/2009 tentang Kepelabuhanan; • Rencana aksi lebih lanjut untuk menunjang pelaksanaan kebijakan. 5.1 Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Undang-undang Pelayaran Undang-undang Pelayaran telah mengamanatkan perlunya perumusan peraturan pelaksanaan kebijakan, program dan tindakan administratif. Beberapa hal telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 61/2009 tentang Kepelabuhanan, namun masih diperlukan peraturan lebih lanjut sebagaimana terlihat pada Tabel 5.1. 5.2 Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Peraturan Pemerintah tentang Kepelabuhanan (PP No. 61/2009) PP No. 61/2009 mencakup secara luas ketentuan pelaksanaan dari Undang-undang Pelayaran dan telah mengamanatkan perlunya perumusan ketentuan lebih lanjut dalam bentuk peraturan Menteri Perhubungan (Tabel 5.2.) 5.3 Rencana Aksi Pelaksanaan Kebijakan Untuk melaksanakan kebijakan pelabuhan nasional secara efektif, diperlukan beberapa rencana aksi lebih lanjut (Tabel 5.3) secara terintegrasi. Dialog terbuka dengan para pemangku kepentingan akan dilakukan untuk membahas isu kebijakan, perencanaan dan regulasi di bidang kepelabuhanan. Peraturan Menteri Perhubungan akan dikeluarkan agar Otoritas Pelabuhan memiliki manajemen yang otonom melalui pembentukan organisasi pelabuhan yang modern, termasuk transisi opsi perubahan status organisasi Otoritas Pelabuhan menjadi Badan Layanan Umum (BLU). 5.4 Inisiatif Jangka Pendek untuk Mengimplementasikan Kebijakan Selain rencana aksi kebijakan tersebut, terdapat beberapa inisiatif jangka pendek untuk mengimplementasikan kebijakan yang fokus pada kinerja pelabuhan, termasuk manajemen pelabuhan, tenaga kerja bongkar muat dan pembangunan fasilitas pelabuhan (Tabel 5.4). 24
  • 37. Tabel 5-1 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Diamanatkan Undang-Undang No. 17/2008 tentang Pelayaran No. Materi Peraturan Menteri Perhubungan Target Waktu Keterangan 1. Tarif pelabuhan di pelabuhan komersial, Kwartal 4 2012 Pasal 110 Pelabuhan Propinsi dan Pelabuhan local UU Pelayaran 2. Rancangan dan pelaksanaan pengerukan dan Kwartal 4 2012 Pasal 197 reklamasi, Sertifikat Pemberi jasa pengerukan UU Pelayaran 3. Penetapan Daerah Wajib Pandu, Pelatihan dan Kwartal 4 2012 Pasal 198 ujian Pandu dan Penyelenggaraan Pemanduan UU Pelayaran Pasal 212 4. Keamanan Pelabuhan Kwartal 4 2012 UU Pelayaran 5. Pengoperasian Pelabuhan (Perbaikan kapal, Kwartal 4 2012 Pasal 216 Perpindahan muatan, gandeng kapal, UU Pelayaran Penanganan barang-barang berbahaya) Pasal 238 6. Polusi di Pelabuhan Kwartal 4 2012 UU Pelayaran Pasal 272 7. Sistem Informasi Pelayaran dan Pelabuhan Kwartal 4 2012 UU Pelayaran Tabel 5-2 Rencana Aksi Peraturan Pelaksanaan yang Tercakup dalam PP No. 61/2009 No. Materi Peraturan Menteri Perhubungan Target Waktu Keterangan Pasal 19 1. Prosedur Penetapan Lokasi Pelabuhan Kwartal 4 2012 PP 61/2009 2. Prosedur Formulasi dan Evaluasi Rencana Induk Kwartal 4 2012 Pasal 29 Pelabuhan (masing-masing Pelabuhan) PP 61/2009 3. Prosedur Formulasi dan Evaluasi Penetapan Kwartal 4 2012 Pasal 36 Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah PP 61/2009 Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan 4. Prosedur Penyediaan, Pemeliharaan, Standar, Kwartal 2 2013 Pasal 67 Spesifikasi untuk Penahan Gelombang, Kolam PP 61/2009 Pelabuhan, Alur Pelayaran ke/dari Pelabuhan, Jaringan Jalan dan Keamanan dan Ketertiban di Pelabuhan 5. Persyaratan dan Prosedur Pemberian dan Kwartal 2 2012 Pasal 78 Pencabutan Konsesi PP 61/2009 Pasal 86 6. Pemberian ijin Pembangunan Pelabuhan Kwartal 2 2012 PP 61/2009 7. Pemberian Ijin Pengembangan Pelabuhan Kwartal 2 2012 Pasal 93 25
  • 38. PP 61/2009 8. Persyaratan dan Prosedur Pemberian Ijin Kwartal 2 2012 Pasal 104 Pengoperasian Pelabuhan, Perbaikan dan PP 61/2009 Peningkatan Kapasitas Pelabuhan 9. Prosedur Pemberian Ijin Lokasi Pelabuhan, Kwartal 4 2012 Pasal 109 Konstruksi dan pengoperasian Pelabuhan untuk PP 61/2009 pelabuhan Daratan (Dry Port) 10 Persyaratan dan Prosedur Penetapan Terminal Kwartal 4 2012 Pasal 134 Khusus (Persetujuan Lokasi, Konstruksi dan PP 61/2009 Operasi, Penggunaan oleh Pihak Ketiga, Peningkatan Operasi, Perubahan Status Pelabuhan, Pencabutan Ijin, Pengalihan Wewenang kepada Pemerintah) 11 Pasal 144 Prosedur untuk persetujuan memiliki terminal Kwartal 4 2012 PP 61/2009 12 Pasal 148 Jenis, struktur dan klasifikasi tarif badan usaha Kwartal 4 2012 PP 61/2009 pelabuhan untuk jasa pelabuhan , mekanisme untuk menentukan tarif untuk menggunakan lahan pelabuhan dan air 13 Pasal 153 Prosedur untuk menentukan status dari Kwartal 4 2012 PP 61/2009 pelabuhan perdagangan luar negeri dan terminal khusus 14 Pasal 161 Prosedur untuk pengolahan data dan pelaporan Kwartal 4 2012 PP 61/2009 dan persiapan sistem informasi pelabuhan Tabel 5-3 Rencana Aksi Implementasi Kebijakan No. Materi yang Perlu Diatur Lebih Lanjut Target Waktu Keterangan 1 Membentuk kelompok unit pelayanan Kwartal 4 2012 Penting untuk (customer focus group) di pelabuhan strategis formulasi, sebagai forum konsultasi dengan para implementasi pemangku kepentingan dalam formulasi, review dan review dan implementasi kebijakan kebijakan 2 Pedoman rencana induk masing-masing Kwartal 4 2012 Penting untuk pelabuhan memperhatikan perencanaan yang integrasi terintegrasi perencanaan dan pemantauan kinerja 3 Kementerian Perhubungan bersama Instansi Kwartal 1 2012 Penting untuk pemerintahan terkait serta pengguna jasa integrasi pelabuhan secara periodik melakukan review perencanaan atas kinerja pelabuhan dalam rangka dan meningkatkan kinerja pelabuhan yang lebih pemantauan 26
  • 39. No. Materi yang Perlu Diatur Lebih Lanjut Target Waktu Keterangan baik. kinerja 4 Merumuskan indikator kinerja pelabuhan untuk Kwartal 4 2012 Penting untuk keperluan perencanaan dan monitoring serta integrasi dipublikasikan. perencanaan dan monitoring 5 Merumuskan kebijakan Tarif yang wajar Kwartal 4 2012 Penting untuk mendorong persaingan usaha yang sehat 6 Menyusun prosedur penyampaian usulan/ Kwartal 4 2012 Penting untuk permohonan penetapan tariff oleh otoritas mendorong pelabuhan persaingan usaha yang sehat 7 Mengembangkan proses peninjauan tarif dan Kwartal 4 2012 Penting untuk persetujuan pelayanan jasa pelabuhan dalam mendorong rangka untuk mengevaluasi adanya dampak persaingan monopoli usaha yang sehat 8 Mempertimbangkan kemungkinan adanya MoU Kwartal 4 2012 Penting untuk dalam rangka untuk memonitor dan mendorong mendorong persaingan usaha dibidang kepelabuhanan. persaingan usaha yang sehat 9 Memasukkan dampak persaingan usaha dalam Kwartal 4 2012 Penting untuk rumusan rencana induk pelabuhan nasional mendorong maupun local. persaingan usaha yang sehat 10 Menyusun prosedur tuntutan dan penyelesaian Kwartal 2 2013 Penting untuk perselisihan mengenai masalah tarif dan mendorong perilaku monopolistis. persaingan usaha yang sehat 11 Menilai kebutuhan pelatihan untuk DGST, Kwartal 4 2012 Penting untuk Otoritas Pelabuhan dan BUP dan meningkatkan mengembangkan cara-cara untuk memenuhi kompetensi kebutuhan pelatihan. sumber daya manusia di sektor pelabuhan 12 Mengadakan MoU dengan pusat pelatihan dan Kwartal 4 2012 Penting untuk pendidikan dan Lembaga Perguruan tinggi meningkatkan untuk meningkatkan kompetensi dan kompetensi pengembangan kurikulum sumber daya 27
  • 40. No. Materi yang Perlu Diatur Lebih Lanjut Target Waktu Keterangan manusia di sektor pelabuhan 13 Mengadakan konsultasi dengan koperasi TKBM Kwartal 2 2012 Penting untuk untuk merumuskan pemberian insentif dan meningkatkan peningkatan produktivitas kerja kompetensi sumber daya manusia di sektor pelabuhan 14 Mengembangkan dan mengimplementasikan Kwartal 4 2012 Penting untuk strategi untuk rekruitmen tenaga kerja meningkatkan perempuan dibidang kepelabuhanan kompetensi tenaga kerja perempuan di sektor pelabuhan 15 Mengeluarkan peraturan yang memberikan Kwartal 4 2012 Penting untuk kewenangan yang penuh kepada Otoritas memelihara Pelabuhan dalam hal memelihara keselamatan kepatuhan dan keamanan di pelabuhan peraturan keselamatan pelayaran 16 Mengeluarkan peraturan tugas dan Kwartal 2 2012 Penting untuk kewenangan Otoritas Pelabuhan sesuai dengan memelihara peraturan keselamatan pelayaran yang ada kepatuhan peraturan keselamatan pelayaran 17 Mengeluarkan peraturan tugas dan Kwartal 4 2012 Penting untuk kewenangan Otoritas Pelabuhan sesuai dengan memelihara peraturan perlindungan lingkungan maritim kepatuhan peraturan perlindungan lingkungan maritim 18 Membuat peraturan yang memberikan Kwartal 4 2012 Penting untuk wewenang kepada Syahbandar untuk memelihara mengelola dan mengawasi terjadinya polusi di kebersihan pelabuhan perairan pelabuhan 19 Melakukan kerjasama dengan lembaga terkait Kwartal 2 2012 Penting untuk untuk menjamin penanganan tanggap darurat mengatasi di pelabuhan. terjadinya keadaan darurat dengan 28