Alih kode ialah peristiwa pengalihan dari satu kode ke kode yang lain. Penggunaan alih
kode ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Seseorang dapat menggunakan
alih kode saat berada dalam situasi tertentu, situasi yang dapat menyebabkan seseorang itu
harus mengalihkan kode yang dimaksud.
Lain pula dengan campur kode, hal ini terjadi apalagi seorang penutur menggunakan
suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa
lainnya. Kita bisa melihat campur kode dari karakteristik penutur, bagaimana ia
menyampaikan, dari situlah bisa kita tahu latar belakang sosial, pendidikan, keagaaman, dan
sebagainya.
Pada akhirnya, kedua hal ini sering dijumpai dalam masyarakat, karena baik alih kode
maupun campur kode, dapat terjadi dengan adanya komunikasi. Setiap komunikasi yang
dilakukan, bahkan tanpa kita sadari telah menggunakan alih kode dan campur kode. Hal ini
terjadi karena faktor utama terjadinya kedua hal tersebut ialah adanya penutur dan lawan
bicara. Dan juga alih kode yang sering digunakan ialah adanya orang ketiga, inilah yang
paling sering digunakan dalam lingkup pelajar maupun masyarakat.
3. Pengertian Alih kode
& campur kode
01
Penyebab
terjadinya alih kode
& campur kode
02
Persamaan &
perbedaan alih kode
& campur kode
03
Jenis-jenis alih kode
& campur kode
04
05 Penerapan alih kode
& campur kode
4. Alih Kode
Myres dan Scotton (1993) dalam Harya (2018) menuliskan bahwa
pengertian yang paling umum mengenai alih kode adalah penggunaan dua
ragam atau variasi (kode) bahasa dalam percakapan yang sama. Alih kode
berbeda dengan peminjaman, pentransferan, dan interferensi. Konteks
bukanlah satu-satunya faktor yang melatarbelakangi penutur untuk
melakukan alih kode. Nyatanya, identitas sosial, pendidikan, bahkan niatan
khusus lainnya turut mendorong penutur untuk menerapkan pengalihan kode.
Campur Kode
Berbeda dengan alih kode, campur kode dilakukan tanpa intensi khusus.
Campur kode terjadi ketika dua penutur menggunakan dua bahasa yang
berbeda dalam satu ujaran, biarpun tidak ada perubahan situasi. Lebih
lengkapnya, Muysken (2000) dalam Harya (2018) menekankan bahwa pada
umumnya campur kode juga mencakup peleburan leksikon dan gramatika dua
bahasa dalam satu ujaran.
5. a. pembicara atau penutur,
b. pendengar atau lawan tutur,
c. perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga,
d. perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya,
e. membicarakan topik tertentu,
f. mengutip (pernyataan) penutur lain
g. menegaskan sesuatu,
h. pengisi atau penghubung kalimat,
i. pengulangan yang digunakan untuk klarifikasi,
j. mengklarifikasi isi tuturan bagi interlocutor (lawan bicara),
k. menguatkan atau memperhalus permintaan,
l. menyatakan identitas kelompok apakah secara panggilan atau
berdasarkan latar belakang budaya,
m. kebutuhan leksikal karena tidak ditemukannya padanan kata
yang tepat,
n. Koefisien suatu pembicaraan.
6. Persamaan & Perbedaan Alih
Kode & Campur Kode
Persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua
peristiwa ini lazim terjadi dalam masyarakat multilingual
dalam menggunakan dua bahasa atau lebih. Namun terdapat
perbedaan yang cukup nyata, yaitu alih kode terjadi pada
masing-masing bahasa yang digunakan dan masih memiliki
otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan
disengaja, karena sebab-sebab tertentu. Campur kode
adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan
memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode yang lain yang
terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut hanyalah
berupa serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi dan otonomi
sebagai sebuah kode.
7. JENIS ALIH KODE
Wardaugh dan Hudson menyatakan bahwa alih kode dibagi menjadi dua,
yaitu alih kode metaforis dan alih kode situasional.
a. Alih Kode MetaforisAlih kode metaforis yaitu alih kode yang terjadi
jika ada pergantian topik. Sebagai contoh X dan Y adalah teman satu
kantor, awalnya mereka menggunakan ragam bahasa Indonesia resmi,
setelah pembicaraan urusan kantor selesai, mereka kemudian menganti
topik pembicaraan mengenai salah satu teman yang mereka kenal. Ini
terjadi seiring dengan pergantian bahasa yang mereka lakukan dengan
menggunakan bahasa daerah. Kebetulan X dan Y tinggal di daerah yang
sama dan dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah
tersebut.
b. Alih Kode SituasionalAlih kode situasional yaitu alih kode yang terjadi
berdasarkan situasi dimana para penutur menyadari bahwa mereka
berbicara dalam bahasa tertentu dalam suatu situasi dan bahasa lain
dalam situasi yang lain. Dalam alih kode ini tidak tejadi perubahan topik.
JENIS CAMPUR KODE
a. Campur Kode ke Luar (Outer Code-Mixing)Yaitu
campur kode yang berasal dari bahasa asing atau dapat
dijelaskan bahasa asli yang bercampur dengan bahasa
asing. Contohnya, bahasa Indonesia – bahasa Inggris,
dan lain-lain.
b. Campur Kode ke Dalam (Inner Code-Mixing)Yaitu
campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan
segala variasinya. Contohnya, pencampuran tindak
tutur bahasa Indonesia–bahasa Jawa–bahasa Batak–
Bahasa Minang.
8. Penerapan Alih Kode & Cmpur
Kode
Pada masyarakat bilingual atau multilingual model percakapan yang digunakan oleh
penutur bisa berganti antara dua kode atau lebih untuk menyampaikan maksud afektif
dan informatif. Peralihan ini biasanya terjadi sebab kurangnya pemahaman seseorang
terhadap suatu bahasa. Juga karena bahasa kedua tersebut dapat mewakili dari bahasa
ibunya, begitupun sebaliknya. Ketika berbicara bahasa kedua, orang-orang akan sering
menggunakan istilah dari bahasa ibunya karena tidak tahu istilah dalam bahasa kedua.
Hal semacam ini yang terjadi dalam peristiwa campur kode (code mixing).
Contohnya si A menyampaikan suatu informasi kepada si B :
A : ‘Bah, cak Ahmad wau dalu meninggal.’
‘Yah, pak Ahmad tadi malam meninggal’
B : ‘Iyo ta? Inna>lilla>hi, wa inna ilaihi ro>ji’u>n.’
‘Iya kah? Innalillahi, wa inna ilaihi roji’un’
Percakapan antara si A dan si B di atas menggunakan bahasa campuran antara bA, bJ dan
bI. Kata yang digaris bawahi merupakan bA yang mewakili bahasa ibu, sebab mayoritas
masyarakat beragama Islam. Sehingga, jika ada orang yang meninggal secara tidak sadar
langsung mengucap kata tersebut.