Dokumen tersebut membahas tentang rekayasa lalu lintas yang mencakup pengertian, komponen, analisis tingkat pelayanan jalan, geometri jalan, dan penampang jalan. Secara ringkas, dokumen tersebut membahas tentang perencanaan sistem transportasi untuk menghasilkan pergerakan manusia dan barang secara aman dan efisien."
3. Perencanaan Jalan
Rekayasa Lalu Lintas
Rekayasa lalulintas adalah ilmu yang
mengukur lalulintas dan perjalanan,
yang mempelalajari hukum dasar yang
berkaitan dengan arus lalulintas serta
penyebabnya dengan menerapkan ilmu
pengetahuan ke praktik perencanaan
yang profesional, desain dan
pengoperasian sistim lalulintas untuk
menghasilkan pergerakan manusia dan
barang secara aman dan efisien - Prof.
W.R. Blunden
Bagian dari teknik transportasi yang terkait dengan perencanaan,
perancangan geometri, dan pengoperasian lalu lintas yang aman dan
efisien baik di jalan, simpang, maupun jaringan secara keseluruhan
yang diperuntukkan bagi pengguna (pengendara dan bukan pengendara)
- ITE (Institute of Transport Engineering)
4. Perencanaan Jalan
Rekayasa Lalu Lintas
Pada umumnya, perbandingan pertumbuhan kendaraan dengan
pertumbuhan panjang jalan adalah 6:1, yang kemudian menyebabkan
permasalahan transportasi seperti kecelakaan dan kemacetan.
Pendekatan untuk mengurangi permasalahan lalu lintas
1. Construction approaches: membangun jalan dan memperlebar jalan
2. Restrictive approaches: manajemen demand perjalanan dan
manajemen lalu lintas (tanpa membangun jalan dan memperlebar
jalan)
5. Komponen Lalu Lintas
Sistem transportasi bertujuan untuk mencapai keselamatan tergantung pada
hubungan antara :
1. Pengguna jalan
2. Karakteristik Kendaraan
3. Jalan/Lingkungan dan alat pengontrol lalu lintas
Perencanaan Jalan
6. Komponen Lalu Lintas
Sistem transportasi bertujuan untuk mencapai keselamatan
tergantung pada hubungan antara:
Perencanaan Jalan
7. Kendaraan
Komponen Lalu Lintas
Kriteria untuk desain geometrik jalan dan tebal perkerasan didasarkan
pada:
1. Karakteristik statis kendaraan : berat dan ukuran kendaraan
2. Karakteristik kinematis kendaraan : percepatan
3. Karakteristik dinamis kendaraan: tahanan yang terjadi
8. Jalan/Lingkungan
Kelas dan Klasifikasi Jalan
Dalam PP No.34 tahun 2006
tentang jalan dan UU No.22 tahun
2009 tentang lalu lintas dan
angkutan jalan, jalan dikelompokan
menurut:
1. Peruntukkan
2. sistem jaringan jalan (SJJ),
3. status jalan,
4. fungsi jalan,
5. klasifikasi jalan yang terdiri dari
spesifikasi penyediaan
prasarana jalan (SPPJ) dan
kelas penggunaan jalan
9. Jalan/Lingkungan
Kelas dan Klasifikasi Jalan
Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
menerima beban lalu lintas yang dinyatakan dalam muatan sumbu
terberat ( MST) dalam satuan ton, dan kemampuan jalan tersebut dalam
menyalurkan kendaraan dengan dimensi maksimum tertentu.
Klasifikasi menurut
kelas jalan, fungsi
jalan dan dimensi
kendaraan
maksimum (panjang
dan lebar)
kendaraan yang
diijinkan melalui
jalan tersebut sesuai
pasal 11, Peraturan
Pemerintah RI No.
43/1993).
11. Tingkat Pelayanan Jalan (LOS)
Analisis Tingkat Pelayanan
Level of Service (Tingkat Pelayanan Jalan) ditentukan dengan
mengetahui parameter berikut (MKJI 1997):
1. Kondisi jalan
2. Kecepatan
arus bebas
3. Kapasitas
4. Perilaku Lalu
Lintas
5. Kinerja ruas
jalan
12. Tingkat Pelayanan Jalan (LOS)
Analisis Tingkat Pelayanan
1. Kondisi Jalan
Ruas jalan
⢠Tipe jalan
⢠Area di sekitar ruas jalan
Geometrik jalan
⢠Dimensi jalan
⢠Aliyemen jalan
Kondisi
Lalulintas
⢠Arus Lalu lintas/ volume lalu lintas (kend/jam)
⢠Perhitungan arus yang dalam satuan smp
Hambatan
samping
⢠Kelas hambatan (data di lapangan)
⢠Penentuan nilai hambatan samping
13. Tingkat Pelayanan Jalan (LOS)
Analisis Tingkat Pelayanan
2. Kecepatan Arus Bebas
Kecepatan arus bebas (FV): kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu
kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan
bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain.
Analisis FV memperhatikan tipe jalan:
⢠Untuk jalan tak terbagi, analisa dilakukan pada kedua arah lalu lintas
⢠Untuk jalan terbagi, analisa dilakukan terpisah pada masing â masing lalu lintas
FV : Kecepatan arus kendaraan ringan sesunggguhnya (km/jam).
FVO : Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam).
FVW : Penyesuaian jalur lalu lintas efektif (km/jam).
FFVsf : Faktor penyesuaian hambatan samping.
FFVcs : Faktor penyesuaian ukuran kota.
14. Tingkat Pelayanan Jalan (LOS)
Analisis Tingkat Pelayanan
C = C0 x FCW x FCSP x FCSF x FCCS (smp/jam)
C : Kapasitas (smp/Jam)
Co : Kapasitas dasar (smp/Jam)
FCw : Faktor penyesuaian lebar jalan
FCsp : Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi)
FCsf : Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb
FCcs : Faktor penyesuaian ukuran kota
3. Kapasitas Jalan
15. Tingkat Pelayanan Jalan (LOS)
Analisis Tingkat Pelayanan
4. Perilaku Lalu Lintas
Derajat
Kejenuhan
Derajat kejenuhan (DS) merupakan rasio arus
terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor
utama dalam penentuan kinerja simpang dan
segmen jalan
Kecepatan rata-
rata
Berupa parameter kevepatan dan waktu tempuh
pada kondisi lalu lintas, hambatan samping dan
kondisi geometric di lapangan
16. Tingkat Pelayanan Jalan (LOS)
Analisis Tingkat Pelayanan
4. Perilaku Lalu Lintas
Kecepatan rata-rata
jalan banyak-
lajur atau jalan
satu-arah)
17. Tingkat Pelayanan Jalan (LOS)
Analisis Tingkat Pelayanan
LOS : Level Of Service (Tingkat Pelayanan Jalan)
V : Volume Kendaraan (smp)
C : Kapasitas jalan (smp/jam)
đżđđ =
đ
đś
5. Kinerja Jalan (LOS)
18. Geometri Jalan
Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari
perencanaan jalan yang dititik beratkan pada perencanaan
bentuk fisik bagian-bagian jalan seperti trase, lebar,
tikungan, kelandaian, dan jarak pandangan.
Pendahuluan
19. Geometri Jalan
Perilaku pengemudi dan kondisi lalu lintas merupakan faktor yang
paling berpengaruh terhadap desain geometris (Khisty & Lall
2003), sehingga perencanaan geometris jalan harus mengacu
pada:
Pendahuluan
1. Lokasi
2. Kendaraan
3. Perilaku pengemudi
4. Karakteristik arus lalu lintas
5. Kapasitas jalan
Tujuan utama desain geometri adalah menyediakan ruang, bentuk,
dan ukuran jalan dengan prinsip:
1. menghasilkan infrastruktur yang aman
2. efisiensi pelayanan arus lalu lintas
3. memaksimalkan ratio tingkat penggunaan atau biaya
pelaksanaan.
20. Geometri Jalan
Pendahuluan
Perencanaan geometris untuk ruas jalan di Indonesia biasanya
menggunakan peraturan resmi yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Bina Marga tentang Perencanaan Geometrik Jalan
Raya dan SNI Geometri Jalan Perkotaan
Perancangan Geometrik Jalan mencakup
beberapa elemen perencanaan yaitu:
1. Perencanaan lokasi dan Kapasitas
Lalin (Sistem Transportasi)
2. Persimpangan (Sistem
Transportasi)
3. Alinyemen horizontal (trase jalan)
4. Alinyemen vertikal (penampang
memanjang jalan)
5. Penampang melintang jalan
6. Jarak Pandang
21. Geometri Jalan
Alinyemen Horizontal
Alinyemen horizontal merupakan proyeksi garis sumbu jalan
pada bidang horisontal atau dikenal juga dengan trase jalan
Perencanaan geometrik jalan â pemilihan letak dan panjang dari
bagian sumbu jalan yang sesuai dengan kondisi medan jalan sehingga
memenuhi kebutuhan operasional lalu lintas dan keamanan (terutama
pada tikungan)
Bentuk jalan lurus, menikung ke kiri atau
ke kanan berdasarkan sumbu jalan
Alinyemen horizontal berupa:
1. Serangkaian jalan lurus
2. Jalan melengkung berbentuk
lingkaran
3. Peralihan dari jalan lurus ke
lingkaran
22. Geometri Jalan
Alinyemen Vertikal
Alinyemen Vertikal merupakan proyeksi garis sumbu jalan pada
bidang vertikal yang melalui sumbu jalan atau disebut juga sebagai
Penampang Memanjang Jalan
Perencanaan geometrik jalan â mempertimbangkan
bagaimana meletakan sumbu jalan sesuai kondisi medan
Berhubungan dengan
pekerjaan tanah, karena
membutuhkan galian tanah
atau timbunan tanah
Bentul jalan mendaki atau
menurun (tanjakan atau
turunan)
23. Geometri Jalan
Penampang Melintang Jalan
Penampang melintang jalan merupakan potongan melintang
tegak lurus sumbu jalan
Penampang melintang jalan menunjukkan
bagian-bagian jalan berupa:
1. Jalur lalu lintas
2. Drainase
3. Pelengkap jalan
4. Konstruksi Perkerasan
5. Daerah manfaat jalan (DaMaJa)
6. Daerah milik jalan (DaMiJa)
7. Daerah pengawasan jalan (DaWasJa)
24. Jalur dan Lajur Lalu Lintas
Jalur lalu lintas kendaraan adalah bagian jalan yang
dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan yang secara fisik
berupa perkerasan jalan
Jalur lalu lintas terdiri dari
beberapa lajur (lane)
kendaraan
Penampang Melintang Jalan
Lajur kendaraan yaitu bagian dari jalur lalu lintas yang
khusus diperuntukan untuk dilewati oleh satu kendaraan
beroda empat atau lebih dalam satu arah
Lajur lalu lintas terdiri dari
badan jalan (lajur) dan bahu
jalan
25. Penampang Melintang Jalan
Jalur Lalu Lintas
Lebar lajur lalu lintas: lebar kendaraan + ruang bebas antara
kendaraan; Lebar jalur lalu lintas minimum 4.5 meter,
memungkinan 2 kendaraan kecil saling berpapasan
Lebar jalur ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur serta bahu jalan,
sesuai dengan kelas jalannya
26. Penampang Melintang Jalan
Jalur Lalu Lintas
Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas pada
bagian alinyemen jalan yang lurus memerlukan kemiringan
melintang:
1. untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton/semen,
kemiringan melintang 2-3%;
2. pada jalan berlajur lebih dari 2, kemiringan melintang ditambah
1% ke arah yang sama;
3. untuk jenis perkerasan yang lain, kemiringan melintang
disesuaikan dengan karakteristik permukaannya.
27. Penampang Melintang Jalan
Bahu Jalan
Bahu jalan merupakan bagian daerah manfaat jalan yang
berdampingan dengan jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan
yang berhenti, keperluan darurat, dan untuk pendukung samping
bagi lapis pondasi bawah, pondasi atas, dan permukaan.
Kemiringan melintang bahu
jalan harus lebih besar dari
kemiringan melintang lajur
kendaraan, yaitu 3-5%
Ketinggian permukaan bahu
jalan harus menerus dengan
permukaan perkerasan jalan.
Idealnya, bahu
jalan tidak boleh
terputus, dan
tanpa penyempitan
28. Penampang Melintang Jalan
Trotoar
Trotoar merupakan jalur lalu lintas untuk pejalan kaki yang umumnya
sejajar dengan sumbu jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan
jalan (untuk menjamin keselamatan pejalan kaki yang bersangkutan)
⢠trotoar ditempatkan di sisi luar bahu
jalan atau jika jalan dilengkapi jalur
parkir, maka trotoar ditempatkan di
sebelah luar jalur parkir
⢠bila jalur hijau tersedia dan terletak di
sebelah luar bahu atau jalur parkir,
maka trotoar harus dibuat
bersebelahan dengan jalur hijau;
⢠jika trotoar bersebelahan langsung dengan tanah milik perorangan,
maka jalur hijau (tanaman) harus terletak di sebelah dalam trotoar.
Namun jika terdapat ruang yang cukup antara trotoar dan tanah milik
perorangan, maka jalur hijau boleh ditempatkan di sisi sebelah luar
trotoar.
29. Penampang Melintang Jalan
Trotoar
Lebar efektif lajur pejalan kaki berdasarkan kebutuhan satu orang adalah
60 cm dengan lebar ruang gerak tambahan 15 cm untuk bergerak tanpa
membawa barang, sehingga kebutuhan total lajur untuk dua orang pejalan
kaki bergandengan atau dua orang pejalan kaki berpapasan tanpa terjadi
persinggungan sekurang-kurangnya 150 cm.
Jalur pejalan kaki yang
tidak ditinggikan, harus
ditempatkan di sebelah
luar saluran samping.
⢠Kemiringan memanjang trotoar idealnya 8% dan disediakan landasan datar
setiap jarak 9m dengan panjang minimal 1.20 m;
⢠Kemiringan melintang trotoar harus memiliki kemiringan permukaan 2-4%
untuk kepentingan penyaluran air permukaan.
30. Penampang Melintang Jalan
Median
Median jalan merupakan bagian dari jalan yang tidak dapat dilalui
oleh kendaraan dengan bentuk memanjang sejajar jalan, terletak
di sumbu/tengah jalan. Median dapat berbentuk median yang
ditinggikan (raised), median yang diturunkan (depressed), atau
median datar ( flush ).
31. Penampang Melintang Jalan
Median
1. Memisahkan dua aliran lalu lintas
yang berlawanan arah;
2. mencegah kendaraan belok kanan,
3. Area tunggu penyeberang jalan;
4. penempatan fasilitas untuk
mengurangi silau dari sinar lampu
kendaraan dari arah yang
berlawanan.
5. penempatan fasilitas pendukung
jalan;
6. cadangan lajur (jika cukup luas);
7. tempat prasarana kerja sementara;
8. dimanfaatkan untuk jalur hijau;
Median jalan berfungsi untuk:
32. Penampang Melintang Jalan
Median
⢠Lebar minimum median, terdiri atas jalur tepian dan bangunan
pemisah jalur, ditetapkan sesuai Tabel.
⢠Jika lebar ruang yang tersedia untuk median < 2,5 m, median harus
ditinggikan atau dilengkapi dengan pembatas fisik agar tidak dilanggar
oleh kendaraan
Median yang ditinggikan Median yang diturunkan
33. Penampang Melintang Jalan
Drainase
Pengendalian drainase permukaan menggunakan kanal drianase
tepi jalan. Kedalaman saluran harus diperhitungkan sehingga cukup
untuk memindahkan air sehingga mencegah terjadinya genangan di
jalan.
Untuk mencapai fungsinya dengan baik, perencanaan drainase jalan
berupa saluran samping harus mempertimbangkan kemiringan
melintang jalur lalu lintas, kemiringan melintang bahu dan
kemiringan lereng untuk memastikan air sampai ke saluran
34. Geometri Jalan
Drainase
Fungsi:
⌠Mengalirkan air dari permukaan perkerasan jalan/dari bagian luar jalan
⌠Menjaga supaya konstruksi jalan selalu berada dalam keadaan kering
tidak terendam air
Saluran Samping
Bentuk saluran umumnya:
⌠Perkotaan (persegi panjang dari kons.beton di bawah trotoar) â Lahan
terbatas
⌠Pedesaan (trapesium dari pas.batu kali/tanah asli) â Lahan masih luas
Lebar dasar saluran
disesuaikan dengan
besarnya debit yang
diperkirakan akan
mengalir pada saluran
35. Penampang Melintang Jalan
Bagian Pelengkap Jalan
Kerep/Pengaman Tepi
Kereb merupakan peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan
untuk keperluan drainase, mencegah keluarnya kendaraan
dari tepi perkerasan, dan memberikan ketegasan tepi
perkerasan.
36. Penampang Melintang Jalan
Bagian Pelengkap Jalan
Extruded bituminous curbs (E): seperti pembatas vertical, tapi
berupa tambahan yang dipasang atau perkerasan yang
ditinggikan.
Vertical curbs (A): Mencegah
kendaraan meninggalkan
jalan dan kontrol drainase.
Flush curbs (B): Mengalirkan
air ke selokan, untuk parkiran
dan jalur jalan. Digunakan
bersamaan dengan drainase
terbuka.
Mountable curbs (C and D): Lebih rendah dari jenis vertical, di
rancangan untuk dilewati dan sebagai control drainase
37. Penampang Melintang Jalan
Perkerasan Jalan
Konstruksi jalan
Pada potongan melintang jalan dapat terlihat bagian-bagian jalan:
Lapisan perkerasan jalan
Lapisan pondasi atas (Base)
Lapisan pondasi bawah (subbase)
Lapisan tanah dasar
38. Geometri Jalan
Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA)
⢠Lebar Damaja ditetapkan oleh Pembina Jalan sesuai dengan
keperluannya.
⢠Tinggi minimum 5.1 meter dan kedalaman mimimum 1.5 meter
diukur dari permukaan perkerasan.
Ruas sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan
kedalaman ruang bebas tertentu
Diperuntukkan bagi median,
perkerasan jalan, pemisahan
jalur, bahu jalan, saluran tepi
jalan, trotoar, lereng, ambang
pengaman timbunan dan
galian gorong-gorong
perlengkapan jalan dan
bangunan pelengkap
lainnya.
39. Geometri Jalan
Daerah Milik Jalan (DAMIJA)
Ruas sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu
⢠Lebar Damija sekurang-kurangnya sama dengan lebar Damaja.
⢠Tinggi atau kedalaman, yang diukur dari permukaan jalur lalu
lintas, serta penentuannya didasarkan pada keamanan, pemakai
jalan sehubungan dengan pemanfaatan
Peruntukkan: daerah
manfaat jalan
dan perlebaran jalan
maupun menambahkan
jalur lalu lintas dikemudian
hari serta kebutuhan
ruangan untuk pengamanan
jalan.
40. Geometri Jalan
Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA)
Ruas disepanjang jalan di luar Daerah Milik Jalan yang
ditentukan berdasarkan kebutuhan terhadap pandangan pengemudi atau
dikenal juga dengan Garis Sepadan Jalan (GSP)
⢠Jalan Arteri Primer tidak kurang dari 20 meter.
⢠Jalan Arteri Sekunder tidak kurang dari 20 meter.
⢠Jalan Kolektor Primer tidak kurang dari 15 meter.
⢠Jalan Kolektor Sekunder tidak kurang dari 7 meter.
⢠Jalan Lokal Primer tidak kurang dari 10 meter.
⢠Jalan Lokal Sekunder tidak kurang dari 4 meter.
⢠Jembatan tidak kurang dari 100 meter ke arah hulu dan hilir.
Daerah Pengawasan Jalan dibatasi oleh : Lebar diukur dari As Jalan.
Garis sepadan bangunan atau sering disebut GSB merupakan batas
bangunan yang diukur dari pagar halaman atau batas muka kaveling
sampai dengan garis dinding depan bangunan. Garis ini menunjukan batas
batas dinding terluar bangunan yang menghadap ke jalan, diluar garis
tersebut tidak diperbolehkan adanya bangunan.
41. Geometri Jalan
Jarak Pandang
1. Jarak pandang henti (Ss)
Jarak pandang (Ss) terdiri dari dua elemen jarak, yaitu :
a. Jarak awal reaksi (Sr): jarak pergerakan kendaraan sejak
pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus
berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem;
b. jarak awal pengereman (Sb) adalah jarak pergerakan kendaraan
sejak pengemudi menginjak rem sampai dengan kendaraan
tersebut berhenti
Ss (m), jarak pandang, VR kecepatan rencana
(km/h), T waktu reaksi (ditetapkan 2,5 detik),
a tingkat perlambatan (m/det2) (ditetapkan
3,4 m/det2 (AASHTO, 2001)
42. Geometri Jalan
Jarak Pandang
2. Jarak pandang mendahului (Sd)
Sd adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului kendaraan
lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur
semula yang diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah
105 cm dan tinggi halangan adalah 105 cm.
Sd = d1 + d2 + d3 + d4
d1 jarak yang ditempuh selama waktu tanggap
(m), d2 jarak selama mendahului sampai dengan
kembali ke lajur semula (m), d3 jarak antara
kendaraan yang mendahului dengan kendaraan
yang datang dari arah berlawanan setelah
proses mendahului selesai (m), d4 jarak yang
ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah
berlawanan, yang besarnya diambil sama
dengan 213 d2 (m).
43. Geometri Jalan
Jarak Pandang
3. Daerah bebas samping di tikungan
Daerah bebas samping memberikan kemudahan pandangan di
tikungan dengan membebaskan obyek penghalang sejauh M (m), diukur
dari garis tengah lajur dalam sampai obyek penghalang, sehingga
persyaratan Ss dipenuhi.
Daerah bebas samping di tikungan
dihitung berdasarkan rumus sebagai
berikut (AASHTO, 2001) :
dengan R jari-jari tikungan (m); Ss jarak
pandang henti (m); M jarak yang diukur
dari garis tengah lajur dalam sampai
obyek penghalang pandangan (m)
45. Tugas Kelompok
Case Study : Geometrik Jalan
Konten Laporan:
1. Pendahuluan (Background, state of the arts dan penjelasan teoritis
terkait dengan perencanaan geometri), dilengkapi dengan ilustrasi dan
animasi
2. Studi kasus berupa evaluasi tikungan dan/atau tanjakan existing yang
dianggap kurang/tidak memenuhi persyaratan (Lokasi, Metode
Pengujian/pengukuran yang dilakukan); Kebutuhan alat pengukuran
dapat dipinjam di lab (Leveling, Meteran, GPS, APD)
3. Hasil dan pembahasan Studi Kasus (Kondisi di lapangan,
Ketidaksesuaian, Kondisi seharusnya (perbaikan))
4. Kesimpulan
5. Referensi (Min 10 referensi)
Presentasi: Pertemuan 6 dan 7, @5 Kelompok @12 Menit