1. Kelompok V
1. Aji Ferry Cahyono (04)
2. Hanif Rifa’ani (13)
3. Muhammad Irsyadul Aziz (21)
4. Sevtiana Winda Wati (26)
2. Strategi Nasional dalam
Menghadapi Peristiwa
Madiun/PKI, DI/TII, G
30 S/PKI, dan Konflik-
konflik Internal Lainnya
Peristiwa Madiun PKI
Peristiwa DI/TII
Jawa Barat
Jawa Tengah
Aceh
Sulawesi Selatan
Kalimantan Selatan
Keadaan Politik,
ekonomi, sosial, dan
budaya sebelum
terjadinya peristiwa G
30 S/PKI
Pemberontakan G 30
S/PKI dan
penanggulangannya
Peta Konsep
3. Peristiwa Madiun PKI
Pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet
Amir Syarifuddin tahun 1948. Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh
kegagalannya dalam Perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia.
Untuk merebut kembali kedudukannya, pada tanggal 28 Juni 1948 Amir
Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat
basis massa. Selain itu dengan memancing bentrokan dengan menghasut
buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan di pabrik karung Delanggu (Jawa
Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959.Pada tanggal 11 Agustus 1948, Musso tiba
dari Moskow. Amir dan FDR segera bergabung dengan Musso. Untuk
memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu
bernama Jalan Baru.PKI banyak melakukan kekacauan, terutama di Surakarta.
Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara
Madiun dijadikan basis gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso
memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya
untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
menggantinya dengan negara komunis.Pada waktu yang bersamaan, gerakan
PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun.
4. Untuk menumpas pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi
militer. Dalam hal ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping itu,
Panglima Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di
Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan
pasukannya menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Dengan dukungan rakyat
di berbagai tempat, pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil
direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya tokoh-tokoh PKI seperti
Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam. Sementara itu, tanggal 31
Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan
Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa Tengah.
5. Peristiwa DI/TII (Darul Islam/Tentara
Islam Indonesia )
1. Jawa Barat
Sekarmadji Marijan Kartosuwiryo merupakan komisaris Partai Masyumi
wilayah Jawa Barat. Ia mempunyai ide akan mendirikan Negara Islam Indonesia.
Upaya tersebut diawali dengan mendirikan pesantren digunakan untuk latihan
kemiliteran bagi pemuda serta digunakan untuk menyebarkan propaganda
pembentukan “Negara Islam”.
Tanggal 7 Agustus 1949 secara resmi ia memproklamasikan berdirinya Negara
Islam Indonesia (NII) yang berlandaskan kanun azasi
Tanggal 25 Januari 1949 terjadi kontak senjata pertama kali antara TNI dan
DI/TII, ketika pasukan Divisi Siliwangi melakukan hijrah dari Jawa Barat ke
Jawa Tengah. Peperangan bahkan terjadi antara TNI-DI/TII-Tentara Belanda.
Munculnya DI/TII mengakibatkan penderitaan rakyat Jawa Barat karena rakyat
sering mendapat teror dari DI/TII .
Upaya damai dilakukan pemerintah RI melalui Moh. Natsir (pemimpin
Masyumi) melalui surat tetapi tidak berhasil. Bahkan upaya untuk membentuk
komite yang dipimpin oleh Moh. Natsir pada bulan September 1949 tetapi upaya
tersebutpun gagal mengajak Kartosuwiryo untuk kembali ke pangkuan RI.
6. Usaha untuk menumpas pemberontakan DI/TII ini memerlukan waktu yang lama
disebabkan oleh beberapa faktor, yakni :
(1) medannya berupa daerah pegunungan-pegunungan sehingga sangat
mendukung pasukan DI/TII untuk bergerilya,
(2) Pasukan Kartosuwiryo dapat bergerak dengan leluasa di kalangan rakyat,
(3) pasukan DI /TII mendapat bantuan dari beberapa orang Belanda, antara lain
pemilik-pemilik perkebunan dan para pendukung negara Pasundan,
(4) suasana politik yang tidak stabil dan sikap beberapa kalangan partai politik
telah mempersulit usaha-usaha pemulihan keamanan
Selanjutnya dalam menghadapi aksi DI/TII
pemerintah mengerahkan pasukan TNI untuk
menumpas gerombolan ini. Pada tahun 1960
pasukan Siliwangi bersama rakyat melakukan
operasi “Pagar Betis” dan operasi
“Bratayudha.” Pada tanggal 4 Juni 1962 .
Kartosuwiryo beserta para pengawalnya dapat
ditangkap oleh pasukan Siliwangi dalam
operasi “Bratayudha” di Gunung Geber, daerah
Majalaya, Jawa Barat.
7. 2. JAWA TENGAH
DI/TII Jawa Tengah muncul berawal dari adanya Majelis Islam yang
dipimpin oleh Amir Fatah. Ia merupakan komandan Laskar Hizbullah yang
berdiri sejak 1946 menggabungkan diri dengan TNI battalion 52 dan berdomisili
di Brebes-Jateng. Dia mendapatkan pengikut yang banyak dengan cara
menggabungkan laskar untuk masuk ke dalam TNI. Setelah mendapatkan
pengikut yang banyak maka pada tanggal 23 Agustus 1949 di desa Pengarasan,
Tegal, ia memproklamasikan berdirinya Darul Islam (DI). Pasukannya di
berinama Tentara Islam Indonesia (TII). Ia menyatakan gerakannya bergabung
dengan Gerakan DI/TII Jawa Barat.
Di Kebumen juga terdapat gerakan yang bernama Angkatan Umat Islam yang
dipimpin Mohammad Mahfud Abdurrahman (Kyai Somolangu). Gerakan
tersebut juga bermaksud membentuk Negara Islam Indonesia dan bergabung
dengan Kartosuwiryo. Gerakan ini sebenarnya sudah dapat didesak oleh TNI
akan tetapi pada tahun 1952, kembali menjadi kuat setelah adanya
pemberontakan Batalion 423 dan 426 di Kudus dan Magelang yang menyatakan
bergabung dengan mereka.
8. Guna menumpas pemberontakan tersebut maka pemerintah membentuk
pasukan baru yang disebut Banteng Raiders dengan operasinya yang disebut
Gerakan Benteng Negara (GBN). Pada 1954 dilakukan Operasi Guntur guna
menghancurkan gerombolan sementara sisanya tercerai-berai.
3. ACEH
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, di Aceh terjadi pertentangan antara
alim ulama yang tergabung dalam organisasi PUSA (Persatuan Ulama Seluruh
Aceh) yang dipimpin oleh Tengku Daud Beureuh dengan para kepala adat
(Uleebalang). Pertentangan itu menyebabkan perang saudara antara kedua
golongan tersebut yang berkobar sejak Desember 1945 sampai Februari 1946.
Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah memberikan status Daerah
Istimewa setingkat provinsi kepada Aceh dan mengangkat Tengku Daud
Beureuh sebagai Gubernur.
9. Setelah terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) pada bulan Agustus 1950 maka pemerintah mengadakan
penyederhanaan administrasi pemerintahan sehingga beberapa daerah
mengalami penuruan status. Salah satunya adalah Aceh yang semula sebagai
Daerah Istimewa selanjutnya menjadi daerah karisidenan di bawah propinsi
Sumatera Utara. Kenyataan ini sangat membuat Daud Beureuh kecewa.
Akhirnya ia mempersiapkan diri dan memproklamasikan diri bahwa Aceh
sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo.
Pemberontakan ini diatasi oleh pemerintah dengan menggunakan kekuatan
senjata dan operasi militer. Sehingga gerombolan mulai terdesak dari kota-kota
yang diduduki.
TNI-pun memberikan penerangan kepada
masyarakat untuk menghindari salah paham dan
mengembalikan kepercayaan terhadap pemerintah.
Pada tanggal 17–28 Desember 1962, atas prakarsa
Panglima Kodami Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin
diadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh.
Musyawarah tersebut mendapat dukungan dari
tokoh-tokoh masyarakat Aceh dan berhasil
memulihkan keamanan di Aceh.
10. 4. SULAWESI SELATAN
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar.
Gerakan yang sudah dimulai sejak 1951 tersebut baru dapat diatasi pemerintah
pada tahun 1965. Gerakan ini banyak memakan waktu, tenaga, dan biaya bagi
pemerintah untuk menumpasnya dikarenakan kondisi medan yang sangat sulit.
Meskipun begitu para pemberontak sangat menguasai medan tersebut. Selain
itu mereka memanfaatkan rasa kesukuan yang berkembang di kalangan rakyat.
Kahar Muzakar tertangkap dan tertembak pada 3 Februari 1965.
5. KALIMANTAN SELATAN
Oktober 1950 terjadi
pemberontakan Kesatuan Rakyat
yang tertindas (KRyT) yang
dipimpin oleh Ibnu Hajar. Ia
adalah bekas letnan dua TNI. Ia
bersama KRyT menyatakan diri
sebagai bagian dari DI/TII Jawa
Barat. Target serangan mereka
adalah pos-pos TNI di wilayah
tersebut.
11. Pemerintah memberikan kesempatan
untuk menghentikan pemberontakan secara
baik-baik. Akhirnya Ibnu menyerahkan diri,
akan tetapi, ia hanya berpura-pura setelah ia
mendapatkan peralatan TNI, ia melarikan diri.
Akhirnya pemerintah melakukan Gerakan
Operasi Militer (GOM) ke Kalimantan
Selatan. Pada tahun 1959, Ibnu Hajar berhasil
ditangkap dan dihukum mati pada 22 Maret
1965.
12. Keadaan Politik, ekonomi, sosial, dan budaya sebelum
terjadinya peristiwa G 30 S/PKI
1. PKI melakukan berbagai kelicikan untuk mempengaruhi berbagai lapisan
masyarakat bahkan melakukan penyusupan ke organisasi organisasi masyarakat.
2. PKI mempengaruhi Presiden Soekarno dan budaya masyarakat menjadi condong ke
blok komunis karena adanya unsur yang dimasukkan oleh PKI.
3. Kondisi politik memanas karena adanya persaingan politik antara PKI dan TNI .
4. PKI memasukkan unsur-unsur komunis dalam bidang politik dan sosial.
5. Doktrin nasakom yang dikembangkan oleh Presiden soekarno member keleluasaan
PKI untuk memperluas pengaruh.
6. Dengan adanya nasakomunikasi , PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting
pada masa demokrasi terpimpin bersama Presiden Soekarno dan AD
7. Kondisi ekonomi sangat parah.
8. Ekonomi yang memprihatinkan membuat PKI mudah mempengaruhi dengan
memasukkan unsur unsur komunis.
9. PKI berhasil membentuk organisasi seperti Gerwani, Pemuda Rakyat, dan Lekra
untuk menyusupkan berbagai kegiatan sosial dan budaya yang berbau komunis.
13. Pemberontakan G 30 S/PKI dan
Penanggulangannya
Dalam melaksanakan pemberontakannya, PKI melakukan tindakan-tindakan :
1) Pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 01.30, Letkol Inf. Untung
memberikan perintah pelaksanaan gerakan. Sasaran gerakan adalah para
perwira tinggi Angkatan Darat. Kesatuan-kesatuan bersenjata yang
bertugas dibagi menjadi 3 pasukan, yaitu :
a. Pasukan Pasopati dipimpin oleh Lettu If. Dul Arief dengan tugas
menculik tujuh perwira tinggi Angkatan Darat
b. Pasukan Bimasakti dipimpin oleh Kapten Suradi yang bertugas
menguasai kota Jakarta
c. Pasukan Gatotkaca dipimpin oleh Mayor Udara Gatot Sukasno berfungsi
sebagai pasukan cadangan yang berkedudukan di Lubang Buaya
2) Pada tanggal 1 Oktober 1965, sekitar pukul 03.00 dini hari, PKI menculik
dan membunuh perwira-perwira tinggi Angkatan Darat, mereka adalah :
1. Letnan Jenderal Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat)
2. Mayor Jenderal S. Parman (Asisten I Men/Pangad)
3. Mayor Jenderal R. Suprapto (Deputi II Men/Pangad)
14. 4.Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Men/Pangad)
5.Brigadir Jenderal Donald Kacus Panjaitan (Asisten IV Men)Brigadir
Jenderal Sutoyo Siswomiharjo (Inspktur Kehakiman)
6.Letnan Satu Piere Andreas Tendean (Ajudan Menjo)
7.Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun (Pengawal rumah wakil PMII Dr. J
Leimena
3. Menguasai dua buah sarana komunikasi yaitu studio RRI Pusat di Jalan
Merdeka Barat dengan Kantor Telekomunikasi di Jalan Merdeka Selatan
4. Menyiarkan pengumuman lewat RRI pada tanggal 1 Oktober 1965 tentang
:
a) Adanya Dewan Jenderal yang akan merebut kekuasaan
b) Dekrit tentang pembentukan Dewan Revolusi di pusat dan di daerah
serta pendemisioneran Kabinet Dwikora
c) Dua buah keputusan Dewan Revolusi, yaitu :
- Susunan Dewan Revolusi yang beranggotakan 45 orang dengan
ketuanya Letnan Kolonel Untung Sutopo
- Penghapusan pangkat jenderal. Pangkat tertinggi dalam TNI adalah
Letnan Kolonel
15. Penumpasan G 30 S/PKI
1. Tanggal 1 Oktober 1965
Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober
1965 sore hari. Gedung RRI pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat
direbut kembali tanpa pertumpahan darah oleh satuan RPKAD di bawah
pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328
Siliwangi, dan dibantu pasukan kavaleri. Setelah diketahui bahwa basis G
30 S/PKI berada di sekitar Halim Perdana Kusuma, sasaran diarahkan ke
sana.
2. Pada tanggal 2 Oktober 1965,
Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD di bawah
komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen Soeharto.
Pada pukul 12.00 siang, seluruh tempat itu berhasil dikuasai oleh TNI-
AD.
3. Tanggal 3 Oktober 1965
Pada hari Minggu tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD yang
dipimpin oleh Mayor C.I Santoso berhasil menguasai daerah Lubang
Buaya. Setelah usaha pencarian perwira TNI-AD dipergiat dan atas
petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang menjadi tawanan G 30 S/PKI,
tetapi berhasil melarikan diri didapat keterangan bahwa para perwira TNI-
AD tersebut dibawa ke Lubang Buaya.
16. Karena daerah tersebut diselidiki secara intensif, akhirnya pada tanggal 3
Oktober 1965 ditemukan tempat para perwira yang diculik dan dibunuh
tersebut. Mayat para perwira itu dimasukkan ke dalam sebuah sumur
yang bergaris tengah 3/4 meter dengan kedalaman kira-kira 12 meter, yang
kemudian dikenal dengan nama Sumur Lubang Buaya.
4. Tanggal 4 Oktober 1965
Pada tanggal 4 Oktober, penggalian Sumur Lubang Buaya dilanjutkan
kembali (karena ditunda pada tanggal 13 Oktober pukul 17.00 WIB
hingga keesokan hari) yang diteruskan oleh pasukan Para Amfibi KKO-
AL dengan disaksikan pemimpin sementara TNI-AD Mayjen Soeharto.
Jenazah para perwira setelah dapat diangkat dari sumur tua tersebut
terlihat adanya kerusakan fisik yang sedemikian rupa. Hal inilah yang
menjadi saksi bisu bagi bangsa Indonesia betapa kejamnya siksaan yang
mereka alami sebelum wafat.
5. Tanggal 5 Oktober 1965
Pada tanggal 5 Oktober, jenazah para perwira TNI-AD tersebut
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata yang sebelumnya
disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat.
6. Tanggal 6 Oktober 1965
Pada tanggal 6 Oktober, dengan surat keputusan pemerintah yang
diambil dalam Sidang Kabinet Dwikora, para perwira TNI-AD tersebut
ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi.