Dokumen tersebut membahas tentang apakah akun "Surplus Revaluasi Aset Tetap" dapat direklasifikasi menjadi akun "Modal Saham". PSAK dan IAS mengijinkan reklasifikasi surplus revaluasi ke saldo laba, namun tidak mengijinkan reklasifikasi ke akun lain seperti modal saham. Aturan pajak mengizinkan kapitalisasi surplus revaluasi menjadi modal saham, namun hal ini bertentangan dengan standar akuntansi.
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
1. www.futurumcorfinan.com
Page 1
Surplus Revaluasi atau Penilaian Kembali Aset
Tetap: Antara PSAK Nomor 16 (Revisi 2011)/IAS
16 dengan PMK 79/PMK.03/2008
Pertanyaan:
Apakah akun “Surplus Revaluasi Aset Tetap” (atau akun “Selisih Lebih Revaluasi/Penilaian
Kembali Aset Tetap”) dapat direklasifikasi menjadi akun “Modal Saham” pada Ekuitas Neraca
Perusahaan?
Pembahasan
1. Standar Akuntansi Keuangan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 16 (revisi 2011) tentang Aset Tetap
paragraf 41 menyebutkan:
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
2. www.futurumcorfinan.com
Page 2
Surplus revaluasi aset tetap yang telah disajikan dalam ekuitas dapat dipindahkan langsung ke
saldo laba pada saat aset tersebut dihentikan pengakuannya. Hal ini meliputi pemindahan
sekaligus surplus revaluasi pada saat penghentian atau pelepasan aset tersebut. Namun,
sebagian surplus revaluasi tersebut dapat dipindahkan sejalan dengan penggunaan aset oleh
entitas. Dalam hal ini, surplus revaluasi yang dipindahkan ke saldo laba adalah sebesar
perbedaan antara jumlah penyusutan berdasarkan nilai revaluasi aset dengan jumlah
penyusutan berdasarkan biaya perolehan aset tersebut. Pemindahan surplus revaluasi ke saldo
laba tidak dilakukan melalui laba rugi. [catatan: kata “dapat” sengaja dipertebal guna
memberikan penekanan dalam tulisan ini.]
Jelas dalam paragraf tersebut di atas, digunakan kata "Dapat".
PSAK 16 (revisi 2011) adalah adopsi dari International Accounting Standard (IAS) 16 “Property,
Plant and Equipment”, dan apabila dibandingkan dengan teks asli paragraf 41 IAS 16, memang
digunakan kata “may be”.
The revaluation surplus included in equity in respect of an item of property, plant and equipment
may be transferred directly to retained earnings when the asset is derecognized. This may
involve transferring the whole of the surplus when the asset is retired or disposed of. However,
some of the surplus may be transferred as the asset is used by an entity. In such a case, the
amount of the surplus transferred would be the difference between depreciation based on the
revalued carrying amount of the asset and depreciation based on the asset’s original cost.
Transfers from revaluation surplus to retained earnings are not made through profit or loss.
Sebagaimana diketahui, bahwa dalam IAS atau International Financial Reporting Standards
(IFRSs), ada beberapa ketentuan terkait perlakuan akuntansi yang bersifat “requirement”
(keharusan) tapi juga ada yang diperbolehkan1
.
Terkait dengan ketentuan reklasifikasi akun Surplus Revaluasi Aset Tetap, di sini digunakan
kata “may be” (atau di PSAK Nomor 16 (revisi 2011) diterjemahkan sebagai “dapat”). Artinya,
baik IAS 16 atau PSAK 16 “memperbolehkan”, “mengijinkan” (akan tetapi, tidak mewajibkan
atau mengharuskan) reklasifikasi/pemindahan saldo angka dari akun Surplus Revaluasi Aset
1
Jadi tidak diwajibkan, yang biasanya dibaca sebagai “IFRS permits a different accounting treatment.”
3. www.futurumcorfinan.com
Page 3
Tetap ke akun Saldo Laba (Retained Earnings)2
. Namun kalau opsi ini yang dipilih, maka
proses pemindahan/reklasifikasi saldo angka tersebut tidak boleh melalui Laporan Laba Rugi
(Income Statement), namun langsung didebit (atau dikreditkan) ke akun Saldo Laba tahun yang
bersangkutan.
Penulis mencatat bahwa tidak ada catatan khusus ataupun dasar pemikiran mengapa
digunakan kata “dapat” (may be) dalam paragraf di atas baik pada PSAK Nomor 16 (revisi
2011)/IAS 16, karena hal ini bisa berarti, boleh dijalankan, namun boleh juga tidak dijalankan.
Namun demikian, membaca IAS 16 secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa pada umumnya
IAS 16 menggunakan suatu model dimana nilai revaluasian diperlakukan sebagai “pengganti
(substitusi)” (alternatif kedua: Model Revaluasi (Revaluation Model)3
) untuk “biaya [perolehan
historis]” (alternatif pertama: Model Biaya (Cost Model)), baik pada neraca/laporan posisi
keuangan dan laporan laba rugi. Dengan demikian, tidak dimungkinkan adanya pemindahan
atau reklasifikasi jumlah yang telah dicatatkan ke dalam Pendapatan Komprehensif Lainnya
(Other Comprehensive Income)4
. Namun demikian, International Accounting Standards Board
(IASB) juga kemungkinan mempertimbangkan bahwa mengapa akun Surplus Revaluasi Aset
Tetap perlu dipertahankan dan disajikan selamanya sebagai bagian dari Pendapatan
Komprehensif Lainnya, jika aset tetap yang terkait itu sendiri sudah tidak berada dalam kendali
perusahaan, atau sudah tidak diakui lagi dalam Neraca atau Laporan Posisi Keuangan
perusahaan. Hal ini tampak tidak logis. Untuk itulah, diberikan opsi atau pilihan bagi
perusahaan untuk memindahkan/mereklasifikasi saldo akun Surplus Revaluasi Aset Tetap
langsung ke akun Saldo Laba, tanpa melalui Laporan Laba Rugi.
2
Perlu ditekankan bahwa yang dibicarakan di sini adalah apabila akun tersebut adalah “Surplus Revaluasi Aset
Tetap”. Jadi ada saldo selisih lebih nilai [wajar] revaluasian aset tetap tersebut di atas nilai [wajar] revaluasian pada
akhir periode pelaporan sebelumnya.
Apabila membaca paragraf 40 PSAK Nomor 16 (revisi 2011) di bawah ini, maka pada prinsipnya tidak dimungkinkan
ada akun “Defisit” Revaluasi Aset Tetap, karena penurunan nilai aset tetap akan diakui dalam Laporan Laba Rugi
apabila jumlah penurunan nilai tersebut lebih besar dari saldo kredit akun Surplus Revaluasi Aset Tetap.
Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, maka penurunan tersebut diakui dalam laba rugi. Namun, penurunan
nilai tercatat diakui dalam pendapatan komprehensif lain selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit
surplus revaluasi untuk aset tersebut. Penurunan nilai yang diakui dalam pendapatan komprehensif lain mengurangi
akumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi.
3
guna pengukuran setelah pengakuan awal atas aset tetap yang bersangkutan.
4
Perlakuan yang berbeda bisa kita lihat terkait keuntungan atau kerugian yang timbul dari pengukuran kembali
(remeasurement) nilai wajar aset keuangan yang tersedia untuk dijual (available for sale) dimana pada saat aset
keuangan tersebut tidak diakui lagi atau dihentikan pengakuannya (de-recognized, retired, disposed of), maka
seluruh akumulasi keuntungan/kerugian penilaian kembali aset keuangan tersebut yang sebelumnya dicatat pada
Pendapatan Komprehensif Lainnya, akan dipindahkan/direklasifikasi ke Laporan Laba Rugi.
4. www.futurumcorfinan.com
Page 4
Yang menarik, proses pemindahan/reklasifikasi saldo akun Surplus Revaluasi Aset Tetap ke
akun Saldo Laba dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, sebagai berikut.
a) Dipindahkan langsung ke akun Saldo Laba pada saat aset tetap yang bersangkutan
dihentikan pengakuannya. Hal ini meliputi pemindahan sekaligus surplus revaluasi aset
tetap yang tersisa pada saat penghentian atau pelepasan aset tersebut.
b) Sebagian surplus revaluasi tersebut dapat dipindahkan sejalan dengan penggunaan
aset oleh entitas/perusahaan. Dalam hal ini, surplus revaluasi yang dipindahkan ke akun
Saldo Laba adalah sebesar perbedaan antara jumlah penyusutan berdasarkan nilai
revaluasian aset tetap dengan jumlah penyusutan berdasarkan biaya perolehan aset
tetap tersebut.
Kedua cara pemindahan di atas tidak dilakukan melalui Laporan Laba Rugi.
Jadi dari pembahasan di atas, tampak bahwa baik IAS 16 atau PSAK Nomor 16 (revisi 2011)
tidak memberikan ruang untuk melakukan reklasifikasi/pemindahan saldo yang tersisa pada
akun Surplus Revaluasi Aset Tetap ke akun-akun lain diluar akun Saldo Laba. Akun-akun lain
ini termasuk tentunya akun Modal Saham.
Tentunya perlu diingat bahwa pencatatan akun Surplus Revaluasi Aset Tetap hanya
dimungkinkan apabila perusahaan memilih Model Revaluasi guna mengukur nilai aset tetapnya
sesudah pengakuan awal aset tetap yang bersangkutan pada Neraca atau Laporan Posisi
Keuangan perusahaan. Penggunaan Model Biaya (Cost Model) tidak memungkinkan
perusahaan untuk membukukan nilai revaluasian atas aset tetapnya. Hal ini tampak jelas dari
paragraf 30 PSAK Nomor 16 (revisi 2011) terkait Model Biaya [Perolehan Historis]:
Setelah diakui sebagai aset, aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset. [Catatan: bagian kalimat sengaja
dipertebal guna memberikan penekanan.
Dari paragraf 30 di atas, sesudah aset dibukukan sebesar biaya perolehannya, maka untuk
selanjutnya, perubahan hanya mencakup penyusutan dan penurunan nilai, tidak mencakup
revaluasi aset tetap.
2. Perpajakan
Pada saat yang sama, ketentuan perpajakan Indonesia memungkinkan pihak perusahaan Wajib
Pajak (WP) untuk melakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan,
sebagaimana diatur dalam:
5. www.futurumcorfinan.com
Page 5
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 79/PMK.03/2008 tentang
Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan;
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 191/PMK.010/2015 tentang
Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan bagi Permohonan yang
Diajukan pada Tahun 2015 dan Tahun 2016.
Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (PP
94/2010) diatur bahwa saldo akun Surplus Revaluasi Aset Tetap atau Selisih Lebih Penilaian
Kembali Aktiva Tetap diperbolehkan untuk “dikapitalisasi” menjadi akun Modal Saham melalui
mekanisme penerbitan dan pembagian saham bonus kepada pihak pemegang saham WP.
Objek pajak berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-
Undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa
penyetoran yang berasal dari:
a. kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah menyetor modal atau
membeli saham di atas harga nominal, sepanjang jumlah nilai nominal saham yang
dimilikinya setelah pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran modal; dan
b. kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1) Undang - Undang Pajak Penghasilan. [Catatan: bagian kalimat
sengaja dipertebal guna memberikan penekanan]
Mengingat bahwa PP 94/2010 diterbitkan sesudah Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UU PT), sehingga diharapkan PP 94/2010 sudah sejalan dengan
ketentuan UU PT, apakah ini dapat diartikan bahwa hukum perseroan terbatas di Indonesia
sendiri memperbolehkan dilakukan reklasifikasi/pemindahan5
saldo akun Surplus Revaluasi
Aset Tetap untuk dibagikan menjadi saham bonus sehingga meningkatkan saldo akun Modal
Saham pemegang saham perusahaan pada perusahaan yang bersangkutan?
Menurut hemat penulis sendiri:
Mengingat bahwa ketentuan akuntansi saat ini terkait aset tetap, sepanjang perusahaan
pelapor tidak menggunakan Model Revaluasi, maka revaluasi atau penilaian kembali
5
Atau umum dikenal sebagai “kapitalisasi” walaupun tidak tepat karena sesungguhnya ini hanya pemindahan saja
dari satu akun ke akun lainnya dalam bagian yang sama yaitu Ekuitas pada Neraca atau Laporan Posisi Keuangan
perusahaan.
6. www.futurumcorfinan.com
Page 6
nilai aset tetap yang dilakukan untuk tujuan perpajakan, tidak dapat dibukukan ke dalam
laporan keuangan komersial perusahaan, dan hanya disajikan dalam laporan keuangan
fiskal perusahaan6
.
Ketentuan yang kurang sejalan ini antara ketentuan perpajakan dan ketentuan akuntansi
dapat menimbulkan konsekuensi hukum tersendiri mengingat bahwa jumlah modal
saham yang dilaporkan dalam laporan keuangan komersial bisa berbeda dengan
laporan keuangan fiskalnya, sesuatu hal yang tentunya tampak tidak logis. Penulis
melihat bahwa ketentuan UU PT hendaknya lebih menitikberatkan pada laporan
keuangan komersial karena laporan inilah pada umumnya yang digunakan menjadi
bagian dari laporan pertanggungjawaban pihak dewan direksi dan manajemen
perusahaan kepada pihak pemegang saham perusahaan. Namun pada saat yang sama,
penulis melihat juga bahwa laporan keuangan fiskal (atau apa yang dihitung, dibayarkan
dan dilaporkan oleh pihak manajemen perusahaan kepada otoritas perpajakan) juga
tidak serta merta dapat diabaikan dan tetap merupakan bagian dari keseluruhan bentuk
pertanggungjawaban manajemen dan dewan direksi kepada pihak pemegang saham
perusahaan.
~~~~~~ ####### ~~~~~~
6
yang umum disajikan sebagai bagian dari rekonsiliasi fiskal Neraca perusahaan guna pelaporan SPT Pajak
Penghasilan Perusahaan ke otoritas perpajakan.