Dokumen tersebut membahas tentang peran sertifikasi Café Practices pada perubahan pola mata rantai nilai lokal kopi di Sulawesi Selatan. Studi kasus dilakukan di Toraja Utara, Tana Toraja, dan Enrekang. Ditemukan bahwa penerapan sertifikasi menyebabkan perubahan pola mata rantai nilai dengan munculnya simpul baru di Toraja, namun tidak berpengaruh di Enrekang."
PPT Peran Sertifikas Cafe Practices pada perubahan pola local VC
1. PERAN SERTIFIKASI CAFÉ PRACTICES PADA
PERUBAHAN POLA MATA RANTAI NILAI LOKAL KOPI
DI SULAWESI SELATAN
(Studi Kasus: Kabupaten Toraja Utara, Tana Toraja dan Enrekang)
Oleh Fathia Hashilah, 0906514866
Senin, 8 Juli 2013
3. Latar Belakang & Masalah Penelitian
Peningkatan
permintaan
kopi Sulsel
Starbuck Coffee
merupakan
pembeli
terbesar
Terdapat 3 Wilayah
penghasil kopi di Sulawesi
Selatan
Pola mata rantai
nilai lokal kopi
sebelum CP
Peningkatan
permintaan
atas kualitas
Produk oleh
konsumen
Penerapan
standarisasi
dalam bentuk
sertifikasi CAFÉ
Practices Ada penambahan
aktifitas untuk
menyesuaikan
standarisasi
Pola mata
rantai nilai
lokal kopi
Setelah CP
Suatu skema sertifikasi hanya
akan efektif pada karakter lokasi,
lingkungan dan kapasitas petani
tertentu (Blackmore & Keeyley, 2012)
•Bagaimana pola
mata rantai nilai lokal
kopi Sulawesi Selatan
sebelum & setelah
ada sertifikasi CP ?
•Bagaimana efisiensi
penerapan CP
tersebut dilihat dari
perubahan pola mata
rantai nilai kopi?
?
4. Sertifikasi
Standarisasi yang dibuat
oleh suatu perusahaan
agar mampu memenuhi
standar kebutuhan
konsumen
CAFÉ Practices
Skema sertifikasi yang
hanya diterapkan oleh
Starbuck Coffee untuk
menciptakan satu sistem
perdagangan kopi yang
berkelanjutan
Terdiri dari 4 aspek:
peningkatan kualitas
produk kopi, transparansi
ekonomi, tanggung jawab
sosial dan menejemen
lingkungan
Mata rantai nilai
lokal/ local value
chain
Keseluruhan aktifitas
pengusahaan kopi mulai dari
aktifitas inbound logistic ,
operation,hingga outbound
logistic.
Inbound logistic : terkait pada
kegiatan mengusahakan kopi
di perkebunan hingga Panen
Operation: merupakan
tahapan pengolahan kopi
hingga dapat didistribusikan
ke aktor lain
Outbound Logistic: kegiatan
penggudangan dan ekspor
Batasan Penelitian
5. Tinjauan Pustaka
•Modifikasi suatu produk
homogen (Blackmore &
Keeyley, 2012)
•Sertifikasi hanya efektif
diterapkan di karakter lokasi,
lingkungan dan kapasitas
petani tertentu (Blackmore &
Keeyley, 2012)
Sertifikasi
•Bertujuan menciptakan
perdagangan kopi yang
berkelanjutan. Skema
sertifikasi hanya diterapkan
oleh Starbuck Coffee, terdiri
dari 4 aspek:
•peningkatan kualitas produk
kopi
•transparansi ekonomi
•tanggung jawab sosial
•Menejemen lingkungan
(C.A.F.E. Practice Generic
Evaluation Guedlines 2.0.2007 )
CAFÉ
Practices
•Keseluruhan aktifitas yang
akan menghasilkan produk
maupun servis untuk
melayani konsumen dan
terdiri dari beberapa proses (
Hellin & Meijer, 2006)
•Mata rantai nilai terdiri dari
dua aktifitas: Aktifitas Utama
dan pendukung (Porter, 1998)
•Setiap lokasi memiliki fungsi
aktifitas yang berbeda
sehingga dapat tercipta
suatu arus distribusi barang
maupun jasa (Yunus, 2010)
Mata Rantai
Nilai/ Value
Chain
6. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif agar
mampu mengungkapkan hal
terkait proses dalam sistem mata
rantai nilai kopi
Daerah penelitian mencakup tiga
kabupaten penghasil kopi, yang
memiliki aktivitas pengusahaan
kopi, mulai dari penanaman kopi
hingga menghasilkan kopi siap
ekspor
Penentuan informan dilakukan
dengan menggunakan metode
purposive sampling
Ananlisis yang digunakan adalah
analisis temporal, interkasi
keruangan dan komparasi
keruangan
9. Manusia/Aktor Dalam Mata Rantai Nilai
Lokal Kopi Sulawesi Selatan
Budaya:
Ada atau
tidaknya ikatan
dengan tanah
adat
Aktor dalam
mata rantai:
(Petani)
Aktifitas Ekonomi Kehidupan sosial
10. Hubungan Aktor Dengan Aspek Spasial
Aktor Aspek spasial Tempat
Petani
Lokasi perkebunan Kebun Kopi
Lokasi pengolahan
Rumah
Petani
Lokasi Penentuan
tengkulak
Pasar
Tengkulak
Lokasi penyortiran
Rumah
tengkulak
Lokasi Penentuan
buyer
Di KUD/
Toarco
Eksportir
Lokasi pengupasan
Di KUD /
Toarco
Lokasi
pembungkusan
Di KUD /
Toarco
Lokasi Penentuan
ekspor
Di KUD /
Toarco
12. Kondisi Jalan & Beberapa
Aktivitas Terkait Mata
Rantai Nilai
13. Pola Mata Rantai Nilai Kopi
Pola mata rantai saat awal KUD Sane
masuk di Sulawesi selatan 1997-2004
Pola mata rantai kopi di Sulawesi
selatan 2005-2007
Pola mata rantai nilai setelah
diterapkanya Café Practice (≥ 2008)
16. Kontribusi pengusahaan tanaman
kopi terhadap pendapatan
masyarakat sangat kecil.
Kontribusi
pengusahaan kopi dalam
pendapatan petani di Toraja
Utara dan Tana Toraja masing-
masing hanya sekitar 21 % dan 13
% dari keseluruhan pendapatan
(Neilson, 2011).
Pengaruh Budaya.
Orientasi hidup masyarakat
Toraja Utara maupun Tana
Toraja adalah mencari uang
sebanyak mungkin untuk dapat
melaksanakan upacara adat
Kepemilikan tanah hanya
didasari oleh warisan
leluhur(Ikatan dengan tanah
adat). Tidak ada peluang
memperluas perkebunan
Kopi bukan sumber
pendapatan utama
masyarakat, maka
pengusahaan tanaman kopi
pun minim
Hasil
produksi
sedikit
Ada pesaing
(Toarco)
Tengkulak
KUD sulit
mendapatkan
kopi dari
petani
Sebagian tengkulak
tidak kontinu menjual
kopi ke KUD karena
sulit dapat kopi dan
jika dapat, tidak ada
biaya untuk sortir
Penerapan sertifikasi
Jaminan jual beli antar aktor: jika
tidak kontinu jual kopi maka status
relasi akan dicabut
Jika kualitas tidak sesuai standar:
maka kopi ditolakSebagian tengkulak yang
kurang modal untuk penyortiran
lebih memilih menjadi tengkulak
perantara. :
Muncul simpul baru
Alasan Munculnya
Simpul Baru Setelah
Penerapan CAFÉ
Practices di Toraja
17. Kontribusi pengusahaan
tanaman padi terhadap
pendapatan petani tinggi
Kontribusi pengusahaan kopi
dalam pendapatan petani di
Enrekang tinggi, yaitu sekitar 70
% dari keseluruhan pendapatan
•Orientasi hidup hanya untuk
menghidupi kebutuhan sehari-hari
dan menyekolahkan anak
•Kepemilikan tanah di Enrekang
tidak terikat dengan warisan nenek
moyang. Pembelian tanah bebas
asalkan antara pihak penjual dan
pembeli menjalin sebuah
kesepakatan jual beli
Kopi menjadi sumber
pendapatan utama
masyarakat Enrekang
(khususnya kecamatan
Baraka):
Tercipta optimalisasi
pengusahaan kopi di
perkebunan kopi agar dapat
terus menjual dan men
dapat penghasilan dari kopi
Konsisten
memproduks
i kopi
Tidak ada pesaing.
KUD Sane adalah
pembeli kopi tunggal
Tengkulak
KUD
konsisten
membeli kopi
dari petani
Tengkulak konsisten
jual kopi ke KUD
Penerapan sertifikasi
Jaminan jual beli antar aktor: jika
tidak kontinu jual kopi maka status
relasi akan dicabut
Jika kualitas tidak sesuai standar:
maka kopi ditolak
Tengkulak tetap memiliki status
sebagai relasi:
Tidak ada penambahan simpul
Alasan Tetapnya
Jumlah Simpul
Setelah Penerapan
CAFÉ Practices di
Enrekang
18. Efisiensi Penerapan CAFÉ Practices Dilihat dari
Perubahan Pola Mata Rantai Nilainya
Aktifitas berbeda
dilakukan oleh aktor
(simpul) yang berbeda
pula. Semakin banyak
aktifitas, semakin banyak
ongkos yang dikeluarkan.
Jumlah simpul bertambah
di Toraja Utara & Tana
Toraja setelah penerapan
sertifikasi. Ini
menandakan bahwa
penerapan sertifikasi
tidak efisien diterapkan di
daerah ini
Jumlah simpul tetap
setelah penerapan
sertifikasi. Ini
menandakan bahwa
penerapan sertifikasi
efisien diterapkan di
Enrekang
19. Kesimpulan
Pola mata rantai nilai setelah penerapan
CAFÉ Practices semakin panjang di wilayah
yang penduduknya masih memiliki ikatan
kuat dengan tanah adat. Panjangnya pola
rantai nilai ditandai dengan munculnya
simpul/mata rantai baru dalam rantai nilai
setelah penerapan CAFÉ Practices.
Pola mata rantai nilai setelah penerapan
CAFÉ Practices tidak berubah pada wilayah
yang penduduknya tidak memiliki ikatan
dengan tanah adat.
Dibandingkan wilayah yang penduduknya
memiliki ikatan kuat dengan tanah adat,
penerapan CAFÉ Practices lebih efisien
diterapkan di wilayah yang penduduknya
tidak memiliki ikatan dengan tanah adat.
20. Daftar Pustaka
• Barrett, H., Ilbery, B., Browne, A. dan Binns, T. 1999. Globalization &Tthe Changing Networks of Food Supply:The
Importation of Fresh Horticultural Produce from Kenya into The UK. Transactions of the Institute of British
Geographers, 24, pp. 159–74.
• Blackmore, Emma dan Keeyley, James. 2012. Pro-Poor Certification: Assessing The Benefits of Sustainibility
Certification for Small-Scale Farmers in Asia. United Kingdom: IIED.
• C.A.F.E. Practice Generic Evaluation Guedlines 2.0.2007
• Dicken, P. et al. 2001. Chain and Networks, Teritories and Scales : Towards a Relational Framework for Analysing
the Global Economy, Global Networks, 1 (2), pp. 89-112.
• Golledge, Reginald G, et al. 1997. Spatial Behavior: A Geographic Perspective. New York: The Guilford Press.
• Grunert, K., J. Fruensgaard, L. Risom, K. Jespersen dan A. Sonne. 2005. Market Orientation of Value Chains: A
Conceptual Framework Based on Four Case Studies from The Food Industry. European Journal of Marketing
39(5/6): 429-455.
• Hellin, Jon dan Meijer, Madelon. 2006. Guiedlines for Value chain Analysis.
• Hughes, Alex dan Reimer, Suzanne. 2004. Geographies of Comodities Chain. London: Routledge.
• Humphrey, J., & Schmitz, H. 2004. Governance in global value chains dalam H. Schmitz (Ed.), Local enterprises in
the global economy (hal. 95–109). Cheltenham: Edward Elgar.
• Kotler, Philip. 2002. Marketing Management: Millenium Edition. USA: Pearson Costum Publishing.
• Neilson, Jeff. 2007. Global private Regulation and Value-Chain Restructuring in Indonesian Smallholder Coffee
System. Sydney: Elsevier.
• Neilson, J., B, Arifin, et al. 2011. Quality Upgrading in Specialty Coffee Chains and Smallholder Livelihoods in
Eastern Indonesia: Opportunities and Challenges.
• Perreault et al. 2010. Essential of Marketing. Mc Graw-Hill Companies, Inc.
• Porter, Michael E.. 1998. Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance: With A New
Introduction. USA: The Free Press.
• Roduner, Daniel. 2005. Value-Chains What is behind this ‚new’ key word? And what is the role of development
agencies in value chain development in developing countries?.Rural Development News.
• Shonk, Felicity. 2012. Coffee, Buffalo and Remittances. Sydney: University of Sydney.
• Thrift, Nigel dan Olds, Kris. 1996. “Refuguring the economic in Economic Geography”, Progress in Human
Geography, Vol. 27 (3), pp. 323-40.
• Trienekens, Jacques H. 2011. Agricultural Value Chains in Developing Countries A Framework for Analysis.
International Food and Agribusiness Management Review Volume 14, Issue 2.
• Yunus, H.S. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. 2010. DIY: Pustaka Pelajar.
23. Lampiran
•Petani Kopi: Seorang yang
memiliki pekerjaan mengusahakan
kopi mulai dari menanam,
pemetikan buah ceri kopi hingga
pengolahan menjadi kopi kulit
tanduk
•Tengkulak relasi: tengkulak yang
memiliki kontrak jual beli dengan
Eksportir
•Eksportir: merupakan sebuah
instansi / badan usaha yang
berperan membeli kopi dalam
bentuk kopi tanduk, kemudian
melakukan pengupasan menjadi
kopi biji hijau yang siap diekspor
Aktor
•KUD Sane adalahsebuah unit
usaha otonom yang menyeleksi
kopi untuk diekspor ke Starbuck
Coffee, dan berperan memproses
kopi tanduk dari tengkulak
menjadi bentuk biji hijau (green
bean).
•Toarco Jaya merupakan sebuah
perusahaan pengekspor kopi ke
perusahaan kopi Jepang yang
lebih spesifiknya analah Key
Coffee.ltd dalam bentuk biji hijau
Aktor
•Efisien ≈ ∑ mrt2 ≤ mrt1
•Tidak Efisien ≈ ∑ mrt2 > mrt1
•mr = mata rantai/simpul
•t1= sebelum penerapan Café
Practice
•t2= setelah penerapan Café
Practice
•Dari sudut pandang petani kopi
Definisi
efisien
24. Lampiran
•Tanah Adat:
Tanah yg dimiliki
individu/keluarga
berdasarkan
warisan leluhur
sehingga tidak
dapat
sembarangan
dijual
Aktor