Dokumen tersebut membahas tentang transportasi darat di Indonesia, khususnya Kota Jakarta. Transportasi darat memiliki fungsi penting untuk menunjang aktivitas ekonomi namun menghadapi permasalahan seperti kemacetan parah. Pemerintah telah mencoba berbagai solusi seperti ATCS, aturan 3 in 1, BRT, namun belum optimal. Alternatif ke depan adalah penerapan Electronic Road Pricing dan pembangunan sistem MRT, disertai kerja sama den
2. PENGERTIAN TRANSPORTASI
Transportasi darat adalah segala macam bentuk pemindahan
barang atau manusia dari suatu tempat ke tempat yang lainnya
dengan mengguanakan sebuah moda transportasi (kendaraan
bermotor) yang digerakkan oleh manusia dengan di dukung
suatu infrastruktur jalan (jalan raya ataupun rel).
Menurut nasution (2004), terdapat unsur 5 unsur transportasi, yaitu :
a) Manusia, yang membutuhkan transportasi
b) Barang, yang diperlukan manusia
c) Kendaraan, sebagai sarana transportasi
d) Jalan, sebagai prasarana transportasi
e) Organisasi, sebagai pengelola transportasi
5. MASALAH DALAM TRANPORTASI INDONESIA (JAKARTA)
Secara umum, permasalahan transportasi di Ibukota Indonesia (Kota Jakarta) dapat
dikelompokan dalam beberapa hal berikut:
a. Sistem transportasi belum efisien sehingga menghambat aktifitas ekonomi.
Dari total waktu perjalanan pada beberapa ruas jalan, 40% merupakan waktu bergerak
dan 60% merupakan waktu hambatan. Kecepatan rata-rata lalu lintas adalah 20.21
km/jam (Kedeputian V Menko Perekonomian, 2007).
Kerugian ekonomi per tahun pada tahun 2002 akibat inefisensi sistem transportasi
diperkirakan sebesar 5.5 trilyun, di mana 3 trilyun untuk biaya operasi kendaraan, dan
2.5 trilyun untuk biaya waktu perjalanan (SITRAMP, 2004).
b. Sistem transportasi belum menjamin pemerataan untuk seluruh anggota
masyarakat
Lalu lintas di Jakarta didominasi oleh kendaraan pribadi, jumlah angkutan umum
(bus) hanya 4%, sepeda motor 67%, mobil pribadi 23% (Polda Metro Jaya, 2006).
Pertumbuhan kendaraan dalam lima tahun terakhir mencapai 9.5% per tahun (paparan
Dirjen Bina Marga ke KKPPI tanggal 18 Desember 2007).
Proporsi volume lalu lintas pada beberapa koridor utama adalah: sepeda motor
60%,sedan 32%. Angkutan umum (mobil penumpang umum-MPU, bus sedang, dan
bus besar) 5% (Kedeputian V Menko Perekonomian, 2007).
6. c. Besarnya kontribusi sistem transportasi terhadap dampak lingkungan
Partikel debu (10 PM) dapat menggangu kesehatan manusia seperti timbulnya
iritasi pada mata, alergi, gangguan pernapasan dan kanker paru-paru.
d. Sistem transportasi belum memenuhi tingkat keselamatan dan keamanan
• Jumlah korban kecelakaan di jalan tol dalam kota mangalami penurunan dari sekitar 380 pada
tahun 1995 menjadi sekitar 200 pada tahun 2006. Akan tetapi proporsi jumlah korban dengan
luka berat dan meninggal dunia relatif stabil (CMNP, http://www.cmnp.co.id/).
Bahkan hasil Study on Integrated Transportation Master Plan (SITRAMP) oleh
JICA/Bappenas menunjukkan : Jika sampai tahun 2020 tidak ada perbaikan yang dilakukan pada
sistem transportasi Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok Tangerang dan Bekasi), maka estimasi
kerugian ekonomi yang terjadi sebesar Rp. 28,1 Triliun dan kerugian nilai waktu perjalanan yang
mencapai 36,9 Triliun. Melihat kondisi kemacetan di Kota Jakarta yang semakin hari semakin
bertambah parah dan faktor kerugian yang tidak sedikit dari akibat kemacetan tersebut, tentunya
kita tidak akan bisa tinggal diam.
7. KEMACETAN SOLUSI
Alternatif yang telah di terapkan Pemerintah
Indonesia (Jakarta)
1. Area Traffic Control System (ATCS)
Solusi ini belum memberikan hasil yang diharapkan karena beban volume lalu lintas
yang tinggi, banyaknya hambatan samping pada ruas jalan dan persimpangan, dan kondisi
teknis infrastruktur ATCS yang kurang mamadai.
2. Aturan 3 in 1
Terdapat beberapa kelemahan dari skema ini antara lain: (1) tidak adanya manajemen atau aturan
yang melarang pengunaan jalan-jalan lokal, sehingga pengguna jalan akan mencari jalan-jalan lokal (jalan
tikus) yang ada untuk menghindari daerah 3 in 1, ini memindahkan kemacetan ke daerah lain, (2)
beroperasinya penyedia jasa ilegal yang berperan sebagai penumpang (jockey) dengan imbalan sejumlah
uang, untuk melengkapi jumlah penumpang menjadi 3
3. Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT)
Solusi ini juga belum memberikan hasil yang optimal, Busway belum bisa berbuat banyak untuk menarik
minat pengguna kendaraan pribadi. Hal ini dimungkinkan terjadi karena opportunity cost dan standard
kebutuhan kenyamanan
4. Pembangunan Ruas Jalan Toll Dalam Kota
Pembangunan ruas jalan toll di Jakarta belum mampu mengatasi kemacetan di Jakarta. Terdapat
kecenderungan, peningkatan kapasitas jalan justru menjadi salah satu variabel yang mendorong penggunaan
kendaraan pribadi.
8. ALTERNATIF PEMERINTAH KE DEPAN
A. Electronic Road Pricing (ERP) Pengelompokan Road
Dikelompokkan dalam 3 Grup: Pricing
1. Regulatory instruments
penetapan hari bebas kendaraan,
melarang kendaraan pribadi untuk
wilayah tertentu, batasan jumlah
penumpang lebih dari 3
2. Cooperative instruments adalah
keterlibatan individu, perusahaan
swasta atau institusi pemerintah
dalam mengurangi kemacetan lalu
lintas, sebagai contoh carpooling.
3. Economic instruments
menggunakan insentif dan/atau
disinsentif untuk mencapai tujuan
transportasi yang berkelanjutan
(sustainable transport). Salah satu
economic instrument yang sering
diaplikasikan adalah road pricing.
10. KESIMPULAN
Transportasi sangat berguna untuk meningkatkan interaksi
antara manusia dan pertumbuhan ekonomi suatu Negara
atau Daerah
Kondisi kota Jakarta semakin mengkhawatirkan sehingga
pemerintah Indonesia harus dengan cepat mengelolala
Permintaan Transportasi (Transport Demand Management)
dengan system Electronic Road Pricing (ERP), agar dapat
mengurangi perjalanan yang relatif tidak perlu
Sebelum Melakukan Penerapan Sistem MRT ini Pemerintah
harus menjalankan kerjasama antara pihak individu,
Swasta, dan Publik, agar adanya penumpang terhadap
MRT tersebut.