MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Hubungan hierarki pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam perjalanan sejarah Indonesia telah mengalami beberapa perubahan
mengenai konsep pemeritahan daerah, yang dimulai sejak masa Orde Lama. Setelah
berakhirnya rezim Orde Baru pada 20 Mei 1998 kemudian disusul penyelenggaraan
pemilu tahun 1999, maka UUD 1945 yang sebelumnya tidak tersentuh dan tidak dapat
diubah oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), pada 19 Oktober 1999 untuk
pertama kali konstitusi itu diamandemen dalam Sidang Umum MPR tahun 1999 di
mana pada saat itu ada sembilan pasal yang diamandemen.
Kemudian pada 18 Agustus 2000, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
melalui sidang tahunannya menyetujui untuk melakukan perubahan kedua terhadap
UUD 1945 dengan mengubah dan/atau menambah pasal. Oleh karena terjadi perubahan
terhadap Pasal 18 UUD 1945, Penjelasan UUD 1945 yang selama ini ikut menjadi
acuan dalam mengatur pemerintahan daerah menjadi tidak berlaku lagi.
Perubahan Pasal 18 ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas pembagian daerah
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang meliputi daerah provinsi dan
dalam daerah provinsi terdapat daerah kabupaten dan kota. Ketentuan Pasal 18 ayat (1)
ini mempunyai keterkaitan erat dengan ketentuan Pasal 25A mengenai wilayah NKRI.
Secara konseptual ataupun hukum, pasal-pasal baru tentang pemerintahan daerah
dalam UUD NRI Tahun 1945 memuat berbagai prinsip baru dan arah politik
pemerintahan daerah yang baru pula. Dengan adanya perubahan ketentuan Pasal 18
UUD 1945, maka sebagai pelaksana teknisnya pemerintah bersama DPR membuat
suatu ketentuan hukum mengenai Pemerintahan Daerah, yaitu dengan dibuatnya UU
No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah menjadi UU
No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Istilah Pemerintahan Daerah, lebih tepat dipergunakan untuk menyebut satuan
pemerintahan di bawah pemerintahan pusat yang memiliki wewenang pemerintahan
sendiri. Dalam konteks UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah adalah
1
2. penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana dimaksud dalam
UUD NRI Tahun 1945. Hal ini berarti setelah Amandemen UUD 1945 titik tolak
penyelenggaraan pemerintahan lokal hanya ditekankan pada otonomi daerah.
UU No. 32 Tahun 2004 menegaskan bahwa Pemerintahan Lokal Otonom hanya
dilaksanakan di kabupaten dan kota, sedangkan untuk penyelenggaraan pemerintahan
lokal administratif dan otonom dilaksanakan secara bersama-sama di provinsi yang
dalam hal ini dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Hal
ini nampak dari ketentuan Pasal 37 ayat (1) yang menyatakan bahwa Gubernur yang
karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi
yang bersangkutan.
1.2. Rumusan Masalah :
Apakah pemerintah provinsi mempunyai hubungan hierarki dengan pemerintah
kabupaten/kota?
BAB II
2
3. LANDASAN TEORI
Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah bukan kekuasaan seperti
pemisahan atau pembagian menurut “Teori Trias Politika” (Legislatif, Eksekutif Dan
Yudisial) dari Montesquieu sebagai pembagian kekuasaan horizontal melainkan
pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah disebut pembagian kekuasaan secara
vertikal atau hierarki.
Dari pendapat Roleof Kranenburg bahwa ukuran pembagian kekuasaan
dipertimbangkan dari dua sisi:
1. Ukuran ketepatan atau kemanfaatan (doelmatigheid).
2. Ukuran sahnya menurut hukum (rechtsmatigheid).
Kedua ukuran itu mengandung arti substansinya tergantung perkembangan sejarah
dalam masyarakat terjelma suatu kompleks patokan hukum yang timbul karena sistem
pemerintahannya sebagaimana ditentukan pembentuk konstitusi sehingga dapat
ditentukan penguasa yang berhak.
Dalam khasanah teori Hukum Tata Negara dikenal pula adanya dua bentuk
penyelenggaraan pemerintahan di tingkat lokal. Kedua bentuk pemerintahan tersebut
adalah:
1. Pemerintah Lokal Administratif, yakni satuan-satuan pemerintahan lokal di bawah
pemerintahan pusat yang semata-mata hanya menyelenggarakan aktifitas
pemerintahan pusat di wilayah-wilayah negara. Satuan pemerintahan lokal seperti ini
pada hakikatnya hanya merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat.
Adapun ciri-ciri dari pemerintahan lokal administratif, yaitu:
a. Kedudukannya merupakan wakil dari pemerintahan pusat yang ada di daerah;
b. Urusan-urusan pemerintahan yang diselenggarakan pada hakikatnya merupakan
urusan pemerintahan pusat;
c. Penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan hanya bersifat administratif belaka;
3
4. d. Pelaksana urusan-urusan pemerintahan dijalankan oleh pejabat-pejabat pemerintah
pusat yang ditempatkan di daerah;
e. Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah lokal adalah hubungan antara
atasan dan bawahan dalam rangka menjalankan perintah; dan
f. Seluruh penyelenggaraan urusan pemerintahan dibiayai dan mempergunakan sarana
dan prasarana pemerintah pusat.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Pemerintahan Lokal
Administratif pada hakikatnya hanyalah merupakan kegiatan-kegiatan atau aktifitas
pemerintahan yang dilakukanh oleh organ-organ pemerintah pusat yang ditempatkan di
wilayah-wilayah negara.
2. Pemerintah Lokal Otonom, yakni satuan-satuan pemerintahan lokal yang berada di
bawah pemerintahan pusat yang berhak atau berwenang menyelenggarakan
pemerintahan sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Ciri-ciri dari
pemerintahan lokal seperti ini, adalah:
a. Urusan-urusan pemerintahan atau wewenang pemerintahan yang diselenggarakan
oleh Pemerintahan Lokal Otonom adalah urusan atau wewenang yang telah menjadi
urusan rumah tangga sendiri;
b. Penyelenggaraan Pemerintahan Lokal Otonom dijalankan oleh pejabat-pejabat yang
merupakan pegawai pemerintahan lokal itu sendiri atau dengan kata lain pejabat-
pejabat tersebut diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah Lokal Otonom itu
sendiri;
c. Penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan dijalankan atas dasar inisiatif atau
prakarsa sendiri;
d. Hubungan antara pemerintahan pusat dan Pemerintahan Lokal Otonom adalah
hubungan yang sifatnya pengendalian dan pengawasan, bahkan kalau boleh
mengatakan adalah hubungan kemitraan (partnership).
4
5. BAB III
PEMBAHASAN
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat UUD
NRI Tahun 1945 maka kebijakan politik hukum yang ditempuh oleh pemerintah
terhadap pemerintah daerah yang dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan, menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah,
dengan mempertimbangkan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan,
dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Berdasarkan kebijakan politik hukum pemerintah di atas, penyelenggaraan
pemerintahan daerah dilakukan dengan penetapan strategi di bawah ini:
1. Peningkatan pelayanan. Pelayanan bidang pemerintahan, kemasyarakatan, dan
pembangunan adalah suatu hal yang bersifat esensial guna mendorong atau
menunjang dinamika interaksi kehidupan masyarakat baik sebagai sarana untuk
memperoleh hak-haknya, maupun sebagai sarana kewajiban masyarakat sebagai
warga negara yang baik. Bentuk-bentuk pelayanan pemerintah tersebut, antara lain
meliputi rekomendasi, perizinan, dispensasi, hak berusaha, surat keterangan
kependudukan, dan sebagainya.
2. Pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Konsep pembangunan dalam rangka
otonomi daerah ini, bahwa peran serta masyarakat lebih menonjol yang dituntut
kreativitas masyarakat baik pengusaha, perencana, pengusaha jasa, pengembang,
dalam menyusun konsep strategi pembangunan daerah, di mana peran pemerintah
hanya terbatas pada memfasilitasi dan mediasi. Di samping itu, dalam kehidupan
berpolitik, berbangsa, dan bernegara memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
masyarakat khususnya partai politik untuk memberikan pendidikan politik rakyat
guna meningkatkan kesadaran bernegara dan berbangsa guna tercapainya tujuan
nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
5
6. 3. Peningkatan daya saing daerah. Peningkatan daya saing daerah ini, guna tercapainya
keunggulan lokal dan apabila dipupuk kekuatan ini secara nasional akan terwujud
resultant keunggulan daya saing nasional. Di samping itu, daya saing nasional akan
menunjang sistem ekonomi nasional yang bertumpu pada strategi kebijakan
perekonomian kerakyatan.
Dengan berkembangnya globalisasi, demokratisasi, dan transparansi
penyelenggaraan pemerintahan tidak akan terlepas dari pengaruh global di atas. Prinsip
demokrasi, pemerataan, dan keadilan menuntut adanya pemberian peran serta kepada
warga negara dalam sistem pemerintahan, antara lain perlindungan konstitusional.
Artinya, selain menjamin hak-hak individu, konstitusi harus pula menentukan cara
prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin, badan
kehakiman yang bebas dan tidak memihak, pemilihan umum yang bebas, kebebasan
menyatakan pendapat, kebebasan berserikat atau berorganisasi dan beroposisi, serta
pendidikan kewarganegaraan. Prinsip keistimewaan dan kekhususan, yakni negara
menghormati tetap sifat-sifat keistimewaan dan kekhususan sehingga pemerintah
memberikan otonomi khusus kepada daerah tertentu dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Di samping itu, kebijakan politik hukum pemerintahan guna efisiensi dan
efektivitas penyelengaraan pemerintahan daerah, diperlukan peningkatan dengan lebih
memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar
pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan
persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah
disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam
kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dengan politik hukum itu maka yang paling esensi dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang bersifat otonomi, ialah pemberian kewenangan yang seluas-
luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban tertentu. Dalam
realita di lapangan, ternyata kebijakan ini hanya tinggal kebijakan belaka, beberapa
kewenangan tertentu yang berpotensial sering ditarik ulur sehingga berpengaruh
terhadap efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hubungan
antar pemerintahan, yakni hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah
6
7. provinsi, dengan pemerintah kabupaten/kota, di era awal pemberlakuan otonomi daerah,
kebiasaan-kebiasaan penyelenggaraan pemerintahan daerah telah terjadi salah tafsir
yang berimplikasi pada hubungan masing-masing kepala daerah. Adapun hubungan
antar pemerintahan daerah, khususnya hubungan antara pemerintah daerah dengan
Badan Legislatif Daerah sering terjadi disharmonisasi sehingga mengganggu sistem
kemitraan antara pemerintah daerah dan legislatif daerah. Atas dasar itulah, UU No. 22
Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,
ketatanegaraan, dan tuntutan otonomi daerah sehingga perlu diganti dengan UU No. 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan uraian di atas, sistem pemerintahan di Indonesia meliputi:
a. Pemerintahan pusat, yakni pemerintah;
b. Pemerintahan daerah, yang meliputi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/
kota;
c. Pemerintahan desa.
Sesuai dengan batasan pengertiannya menurut UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah maka yang dimaksudkan ialah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD, menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI Tahun
1945. Adapun pengertian pemerintahan pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
RI. Di samping itu, penyelenggara pemerintahan daerah adalah gubernur, bupati, atau
walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Unsur perangkat daerah ini adalah unsur birokratis yang ada di daerah meliputi tugas-
tugas para kepala dinas, kepala badan, unit-unit kerja di lingkungan pemerintah daerah
yang sehari-harinya dikendalikan oleh Sekretariat Daerah. Oleh sebab itu, Presiden
adalah pemegang kekuasaan pemerintahan negara, sedangkan gubernur dan
bupati/walikota adalah pemegang kekuasaan pemerintahan daerah.
7
8. Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, dilaksanakan dengan asas-asas
sebagai berikut:
a. Asas desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b. Asas dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada gubernur, sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu.
c. Asas tugas pembantuan (medebewind), adalah penugasan dari pemerintah kepada
daerah dan/atau desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota
dan/atau desa; serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu.
Pembagian urusan pemerintahan di Indonesia, pada hakikatnya dibagi dalam tiga
kategori, yakni urusan pemerintahan yang dikelola pemerintah pusat (pemerintah);
urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah provinsi; urusan
pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, meliputi :
a. Politik luar negeri;
b. Pertahanan;
c. Keamanan;
d. Yustisi;
e. Moneter dan fiskal nasional;
f. Agama.
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah menyelenggarakan
sendiri, atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat
pemerintah atau wakil pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintah
daerah dan/atau pemerintahan desa. Di samping itu, penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah di luar urusan pemerintahan
seperti diatas, pemerintah dapat menyelenggarakan sendiri sebagian urusan
pemerintahan, atau melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur selaku
8
9. wakil pemerintah, atau menugaskan sebagian urusan kepada pemerintah daerah dan
/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi dalam kriteria eksternalitas,
akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan
pemerintahan, sebagai suatu sistem anatar hubungan kewenangan pemerintah,
kewenangan pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, atau antar
pemerintah daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, terdiri atas
urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib, artinya penyelenggaran pemerintahan
yang berpedoman pada standar pelayanan minimal, dilaksanakan secara bertahap dan
ditetapkan oleh pemerintah. Adapun untuk urusan pemerintahan yang bersifat pilihan,
baik untuk pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kapubaten/kota,
meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi
merupakan urusan dalam skala provinsi dan dalam skala kabupaten/kota, meliputi :
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. Penanganan bidang kesehatan;
6. Penyelenggaraan pendidikan;
7. Penanggulangan masalah sosial;
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
9. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah;
10. Pengendalian lingkungan hidup;
11. Pelayanan pertanahan;
12. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14. Pelayanan administrasi penanaman modal;
15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya;
9
10. 16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Hubungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam bidang keuangan,
meliputi pemberian sumber-sumber keuangan, pengalokasian dana perimbangan, dan
pemberian pinjaman dan/atau hibah. Adapun hubungan antar pemerintahan daerah
dalam bidang keuangan, meliputi bagi hasil pajak dan non pajak antara pemerintah
daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota; pendanaan urusan pemerintahan
yang menjadi tanggung jawab bersama, serta pembiyaan bersama atas kerja sama antar
daerah, dan pinjaman dan/atau hibah antar pemerintah daerah.
Hubungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam bidang pelayanan
umum, meliputi kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharan, pengendalian
dampak, budi daya, pelestariaan, bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya, serta penyerasian lingkungan, tata ruang dan rehabilitasi lahan.
Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya antar
pemerintahan daerah, meliputi pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah; kerja sama dan bagi hasil atas
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, serta pengelolaan perizinan
bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. Daerah yang
memiliki laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut.
Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut, meliputi eksplorasi,
eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut; pengaturan administratif,
pengaturan tata ruang; penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh
daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah. Ikut serta dalam
pemeliharaan keamanan dan ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut, paling jauh adalah 12
mil, diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepolisian
untuk provinsi dan 1/3 dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.
Apabila wilayah laut antara provinsi kurang dari 24 mil, kewenangan untuk mengelola
sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah
dari wilayah antar dua provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 dari
wilayah kewenangan provinsi dimaksud.
Hubungan fungsi pemerintahan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah dilaksanakan melalui sistem otonomi, yang meliputi desentralisasi,
10
11. dekonsentrasi, dan tugas pembantuan (medebewind). Hubungan ini bersifat koordinatif
administratif, artinya hakikat fungsi pemerintahan tersebut tidak ada yang saling
membawahi, namun demikian fungsi dan peran pemerintahan provinsi juga mengemban
pemerintahan pusat sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Hal tersebut dikarenakan
kebijakan politik yang mengarah kepada prinsip kesetaraan antara pemerintah dengan
pemerintah daerah, maupun dalam pemerintahan daerah itu sendiri, sebagai suatu sistem
pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kontrol pusat atas
daerah dilakukan dengan mekanisme pengawasan yang kelihatannya menunjukkan
formulasi cukup ketat dengan mekanisme pengawasan preventif, represif, dan
pengawasan umum.
Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh
pemerintah, meliputi:
a. Koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan;
b. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan;
c. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan;
d. Pendidikan dan pelatihan;
e. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan
urusan pemerintahan.
Kordinasi yang dimaksud dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional,
regional, atau provinsi. Pemberian pedoman dan standar tersebut mencakup aspek
perencanaan, pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas, pengendalian, dan
pengawasan. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi yang dimaksud
dilaksanakan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu, baik secara menyeluruh daerah
maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan dan pelatihan
dimaksud dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah,
anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala desa.
Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi dimaksud
dilaksanakan secara berkala ataupun sewaktu-waktu dengan memerhatikan susunan
11
12. pemerintahan dan dapat dilakukan kerja sama dengan perguruan tinggi dan/atau
lembaga penelitian.
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh
pemerintah yang meliputi pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah
dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Pengawasan
ini dilaksanakan oleh aparat pengawas intern pemerintah. Hasil pembinaan dan
pengawasan tersebut digunakan sebagai bahan pembinaan selanjutnya oleh pemerintah
dan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Pemerintah memberikan penghargaan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang diberikan kepada pemerintahan daerah, kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah, PNS daerah, kepala desa, anggota badan permusyawaratan desa dan masyarakat.
Dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah dapat
memberikan sanksi yang diberikan kepada pemerintah daerah, kepala daerah, anggota
DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, dan kepala desa.
Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang
dilakukan oleh pemerintah dan/atau gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk
mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah.
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan
yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana
dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut secara
nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Untuk tingkat kabupaten/kota
dikoordinasikan oleh gubernur, sedangkan untuk tingkat pemerintahan desa
dikoordinasikan oleh bupati/walikota, dan dapat dilimpahkan kepada camat untuk
pembinaan dan pengawasan yang dimaksud.
a. Pembinaan Pengelolaan Keuangan Daerah
Pembinaan pengelolaan keuangan daerah provinsi, kabupaten/kota dilakukan oleh
Menteri Dalam Negeri, berupa pemberian pedoman, berupa pemberian pedoman,
bimbingan, pelatihan, arahan, supervisi, dan evaluasi di bidang pengelolaan
12
13. keuangan daerah. Gubernur selaku wakil pemerintah melakukan pembinaan
pengelolaan keungan daerah kepada kabupaten/kota di wilayahnya, dan pembinaan
ini tidak boleh bertentangan dengan pembinaan yang dilakukan oleh Menteri Dalam
Negeri.
b. Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah
Untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan, DPRD melakukan
pengawasan atas pelaksanaan APBD yang bukan bersifat pemeriksaan. Untuk
menjamin efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan keuangan daerah, kepala
daerah mengangkat pejabat yang bertugas melakukan pengawasan internal
pengelolaan keuangan daerah. Pengawasan internal ini mencakup seluruh aspek
keuangan daerah termasuk pengawasan terhadap tata laksana penyelenggaraan
program, kegiatan, dan manajemen pemerintah daerah yang melaporkan hasil
pengawasannya kepada kapala daerah.
Dalam hal pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah dan peraturan
daerah, pemerintah melakukan dua cara sebagai berikut:
a. Pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah, yaitu terhadap rancangan
peraturan daerah yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR,
sebelum disahkan oleh kepala daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri dalam
Negeri untuk Raperda provinsi, dan oleh gubernur terhadap Raperda kabupaten/kota.
Mekanisme ini dilakukan agar pengaturan tentang hal-hal tersebut dapat mencapai
daya guna dan hasil guna yang optimal.
b. Pengawasan terhadap semua peraturan daerah di luar yang termuat di atas, yaitu
setiap peraturan daerah wajib disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk
provinsi dan gubernur untuk kabupaten/kota, untuk memperoleh klarifikasi, terhadap
peraturan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang
lebih tinggi dapat dibatalkan sesuai mekanisme yang berlaku.
Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan, pemerintah
dapat menerapkan sanksi kepada penyelenggara pemerintahan daerah apabila ditemukan
adanya penyimpangan dan pelanggaran oleh penyelenggara pemerintah daerah tersebut.
13
14. Sanksi dimaksud antar lain berupa penataan kembali suatu daerah otonom, pembatalan
pengangkatan pejabat, penangguhan dan pembatalan berlakunya suatu kebijakan daerah
baik peraturan daerah, keputusan kepala daerah, dan ketentuan lain yang ditetapkan
daerah serta dapat memberikan sanksi pidana yang diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
BAB IV
KESIMPULAN
Pembagian satuan-satuan pemerintahan (daerah otonom) dalam hubungan hierarki
merupakan konsekuensi logis bentuk negara kesatuan, dan pada sisi yang lain
membawa pula konsekuensi pada hubungan wewenang melalui jalur koordinasi dan
pengawasan, disamping pembinaan dan kerja sama. Hubungan ini bersifat koordinatif
administratif, artinya hakikat fungsi pemerintahan tersebut tidak ada yang saling
membawahi, namun demikian fungsi dan peran pemerintahan provinsi juga mengemban
pemerintahan pusat sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Hal tersebut dikarenakan
kebijakan politik yang mengarah kepada prinsip kesetaraan antara pemerintah dengan
pemerintah daerah, maupun dalam pemerintahan daerah itu sendiri, sebagai suatu sistem
pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
14