1. اَلواُحِكنَتاِتاَك ِرْشُمْالاىَّتَحاَّنِمْؤُيۚااَواةَمَ ََلاَةنِمْؤُّماْريَخنِماُّماةَك ِرْشاْوَل َو
اْمُكْتَبَجْعَأۗااَل َوواُحِكنُتاَينِك ِرْشُمْالاَحاىَّتواُنِمْؤُياۚااْدبَعَل َواُّمانِمْؤاْريَخنِم
اك ِرْشُّماْوَل َواْمُكَبَجْعَأۗااَكِئَلوُأاُعْدَياَونىَلِإاِارَّنالۖااُ َّاّلل َووُعْدَيىَلِإاِةَّنَجْال
اِةَرِفْغَمْال َواِهِنْذِإِبۖااُنِيَبُي َواِهِتاَيآاِاسَّنلِلاْمُهَّلَعَلاَونُرَّكَذَتَي
ALBAQARAH AYAT 221.
JIKA TAHU SETELAH MENIKAH STATUS ANAK JADAH
MAKA WAJIB AQAD NIKAH BARU.
2. HAQQUL IJBAR
JIKA ANTARA CALON SUAMI TIDAK ADA
PERMUSUHAN DENGAN ANAK GADISNYA.
HARUS SELEVEL DENGAN ANAK GADISNYA
TIDAK DITEMUKAN PERMUSUHAN ANTARA WALI
DENGAN ANAK GADISNYA.
CALON SUAMI SANGGUP MEMBAYAR MAS KAWIN
JIKA EMPAT SYARAT INI TIDAK TEPENUHI MAKA AKAD
NIKAHNYA TIDAK SAH.
IMAMA SUBUKI: DAHULUKAN ANAK.
IMAM AL ADRAI: JIKA PILIHAN SANG ANAK LEBIH BAIK
DARI PILIHAN ORANG TUA MAKA ANAK
DIMENAANGKAN.
4. Nazhar
Nazhar adalah melihat wanita calon
isteri. Para ulama‟ telah bersepakat
atas diperbolehkannya bagi seorang
laki-laki yang akan menikah untuk
melihat wanita yang akan
dinikahinya.
5. Di antara hikmah nazhar adalah agar
lebih melanggengkan kasih sayang di
antara kedua pasangan.
6. Batasan Ketika Nazhar
Batasan-batasan saat proses nazhar adalah :
1. Katika nazhar wanita tersebut harus ditemani
mahramnya.
2. Diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk melihat
wajah dan kedua telapak tangan wanita yang
dinazhar. Ini adalah pendapat Jumhur ulama‟.
3. tidak diperbolehkan untuk menyentuh wanita yang
dinazhar, karena wanita tersebut belum halal
baginya.
4. diperbolehkan untuk bertanya dan berbicara
kepada wanita yang dinazhar, karena
sesungguhnya suara wanita di dalam pembicaraan
yang biasa bukanlah aurat.
7. Penting !
Nazhar bukanlah syarat sah pernikahan. Sehingga
pernikahan tetap sah meskipun tanpa didahului
dengan nazhar. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Nazhar tidak boleh dilakukan kecuali setelah
memiliki dugaan yang kuat bahwa tawarannya
untuk menikah diterima. Ini adalah pendapat Syaikh
Abu Malik Kamal
Sebaiknya nazhar dilakukan sebelum melamar.
Karena hal ini lebih menjaga perasaan wanita dan
walinya, jika setelah nazhar tidak diteruskan ke
jenjang pernikahan.
8. Nazhar boleh dilakukan lebih dari satu kali. Jika
dengan sekali nazhar belum mendapatkan kejelasan
tentang wanita yang akan dinikahi tersebut. Ini
adalah pendapat Syaikh Abu Malik Kamal
Foto tidak mencukupi sebagai nazhar, karena foto
terkadang tidak seperti kondisi sebenarnya. Ini
adalah pendapat Syaikh Abu Malik Kamal
Diperbolehkan pula bagi laki-laki yang tidak dapat
melihat calonnya, untuk mengutus seorang wanita
yang dipercaya untuk menazharkannya, lalu wanita
tersebut menginformasikan perihal calonnya
kepadanya. Ini adalah pendapat Syaikh Muhammad
bin Ibrahim At-Tuwaijiri
9. Dianjurkan setelah nazhar kedua belah pihak (laki-
laki dan wanita) untuk beristikharah memohon
petunjuk kepada Allah; apakah melanjutkan ke
jenjang pernikahan atau membatalkannya.
11. Tidak disyaratkan bagi orang yang telah melakukan
Shalat Istikharah pasti bermimpi. Akan tetapi
pilihannya dapat berupa kelapangan hati dalam
menerimanya atau kecenderungan hati Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah.
12. Khithbah
Artinya melamar seorang wanita untuk dinikahi.
Melamar bukanlah syarat sah pernikahan, namun ia
merupakan sarana menuju pernikahan. Seorang laki-
laki dapat melamar wanita kepada walinya.
Catatan :
Seorang wali diperbolehkan untuk menawarkan
wanita yang berada di bawah perwaliannya kepada
orang yang shalih
Dianjurkan bagi seorang laki-laki yang akan
melamar untuk meminta pendapat kepada orang
yang terpercaya. Dan orang yang dimintai pendapat
tersebut harus berkata jujur, walaupun dengan
menyebutkan kekurangannya. Dan dalam hal ini
bukanlah termasuk menggunjing yang diharamkan.
13. Tidak ada lafazh khusus dalam melamar.
Lamaran sah dengan lafazh apapun yang
menunjukkan permohonan untuk menikahi
seorang wanita.
Apabila seorang wanita telah dilamar oleh
seorang laki-laki dan keduanya telah sepakat
untuk menikah (lamarannya telah diterima),
maka tidak halal bagi laki-laki lainnya untuk
melamar wanita tersebut. Ini merupakan
kesepakatan para ulama‟. Namun jika
pelamar pertama (yang sudah diterima)
memberikan izin kepada laki-laki lain untuk
ikut melamar, maka ia boleh ikut melamarnya.
14. Apabila belum ada kesepakatan (untuk menikah) antara
laki-laki yang melamar dengan wanita yang dilamarnya
(belum ada keputusan lamarannya diterima atau
ditolak), maka diperbolehkan bagi laki-laki lain untuk
melamar wanita tersebut.
Diperbolehkan membuat perantara untuk melamar
seorang wanita.
Setelah proses lamaran laki-laki yang melamar belum
halal untuk melakukan apa pun terhadap wanita yang
dilamarnya, karena statusnya masih orang lain.
Melamar bukanlah syarat sah dalam pernikahan,
sehingga pelanggaran dalam hal khithbah tidak
menjadikan batalnya pernikahan. Ini adalah pendapat
Jumhur ulama‟
15. Setelah lamaran, wanita dan laki-laki masih berhak
untuk membatalkan lamaran atau meneruskan ke
jenjang pernikahan. Jika tujuan pembatalan
tersebut benar, maka hukumnya diperbolehkan.
Namun jika pembatalan tersebut tidak ada
sebabnya, maka ini hukumnya adalah makruh.
Karena lamaran seperti ikatan janji dan Allah q
membenci orang-orang yang tidak menepati ucapan
janjinya.
Ketika seorang wanita telah dilamar oleh sorang
laki-laki yang baik agama dan akhlaknya dan wanita
tersebut telah menyetujuinya, maka hendaklah
walinya segera menikahkan mereka. Hal ini untuk
menghindari munculnya fitnah.
16. PENGERTIAN PERNIKAHAN
Nikah artinya menghimpun atau mengumpulkan.
Ulama Mazhab Syafi’i mendefinisikannya dengan
“akad yang mengandung kebolehan melakukan
hubungan suami istri dengan lafal nikah/kawin atau
yang semakna dengan itu”.
Sedangkan ulama Mazhab Hanafi
mendefinisikannya dengan “akad yang
memfaedahkan halalnya melakukan hubungan
suami istri antara seorang lelaki dan seorang wanita
selama tidak ada halangan syara’.
17. Definisi Jumhur Ulama menekankan
pentingnya menyebutkan lafal yang
dipergunakan dalam akad nikah tersebut, yaitu
harus lafal nikah, kawin atau yang semakna
dengan itu.
Abu Zahrah mengemukakan definisi nikah,
yaitu “akad yang menjadikan halalnya
hubungan seksual antara seorang lelaki dan
seorang wanita, saling tolong menolong di
antara keduanya serta menimbulkan hak dan
kewajiban di antara keduanya”
18. Tujuan Pernikahan
ْنِم َوِْهِتاَيآْنَأَْقَلَخمُكَلْنِمِْسُفنَأْمُكاًجا َوزَأواُنُكسَتِلاَهيَلِإَْلَعَج َو
مُكَنيَبًْةَّد َوَّمًْةَمحَر َوَّْْۚنِإيِفَْذَِِْلْاتَي ََلْموَقِلَْفَتَيَْونَُُّك
(Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri) Siti Hawa tercipta
dari tulang rusuk Nabi Adam sedangkan manusia yang lainnya
tercipta dari air mani laki-laki dan perempuan (supaya kalian
cenderung dan merasa tenteram kepadanya) supaya kalian merasa
betah dengannya (dan dijadikan-Nya di antara kamu sekalian)
semuanya (rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu) hal yang telah disebutkan itu (benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir) yakni yang memikirkan tentang ciptaan
Allah swt.
19. Ada tiga kata kunci yang
disampaikan oleh Allah dala ayat
tersebut, dikaitkan dengan
kehidupan rumah tangga yang ideal
menurut Islam , yaitu sakinah (as-
sakinah), mawadah (al-mawaddah),
dan rahmat (ar-rahmah).
20. AS-SAKINAH adalah suasana damai yang melingkupi rumah
tangga yang bersangkutan; masing-masing pihak
menjalankan perintah Allah SWT dengan tekun, saling
menghormat, dan saling toleransi.
Dari suasana as-sakinah tersebut akan muncul rasa
saling mengasihi dan menyayangi (AL-MAWADAH),
sehingga rasa tanggung jawab kedua belah pihak
semakin tinggi. Selanjutnya, para mufasir
mengatakan bahwa dari as-sakinah dan al-mawadah
inilah nanti muncul AR-RAHMAH, yaitu keturunan yang
sehat dan penuh berkat dari Allah SWT, sekaligus
sebagai pencurahan rasa cinta dan kasih suami istri
dan anak-anak mereka.
21. MACAM-MACAM PERNIKAHAN
1. Nikah Mut’ah
Nikah mut‟ah adalah seorang laki-laki menikah
dengan seorang wanita pada batas waktu
tertentu; sehari, dua hari, sebulan, setahun,
atau lebih, tergantung kesepakatan bersama
dengan imbalan uang atau harta lainnya yang
diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak
wanita. Para ulama‟ telah bersepakat atas
haramnya nikah mut‟ah.
22. 2. Nikah Syighar
Nikah syighar adalah seseorang yang
menikahkan putrinya, saudara perempuannya,
atau wanita lain yang ia memiliki hak perwalian
atasnya, dengan syarat orang lain (calon suami)
tersebut bersedia menikahkan putrinya atau
saudara perempuannya dengannya. Pernikahan
semacam ini adalah rusak (tidak sah) dan
haram, menurut kesepakatan para ulama‟. Baik
itu maharnya disebutkan atau tidak.
23. 3. Nikah Muhallil
Nikah Muhallil adalah seorang laki-laki
menikahi wanita yang telah ditalak tiga
oleh suaminya dan telah selesai masa
„iddahnya, dengan niat agar wanita
tersebut menjadi halal bagi suami yang
pertama. Dan yang diperhitungkan dalam
hal ini adalah niat suami yang kedua
(muhallil). Pernikahan semacam ini adalah
rusak (tidak sah) dan diharamkan, menurut
Jumhur ulama‟.
24. 4. Nikah Syar’i
Pernikahan yang dilakukan dengan ketenuan syra’i
yakni dengan menetapi rukun dan syarat pernikahan,
Rukun nikah:
a. CALON SUAMI
b. CALON ISTERI
c. WALI NIKAH (NASAB ATAU HAKIM): Laki-laki,
Muslim, Aqil dan Baligh
d. DUA ORANG SAKSI: Laki-laki, Muslim, Adil, Akil,
Baligh, dan tidak tuli
e. IJAB DAN QABUL: Antara wali dan calon mempelai
pria harus beruntun dan tidak berselang waktu
25. 5. Nikah misyar
Adalah akad nikah syar‟i yang terpenuhi
syarat dan rukunnya, namun isteri
menggugurkan sebagian haknya –dengan
kerelaandari hak-hak yang wajib dipenuhi
oleh seorang suami kepadanya. Seperti;
tempat tinggal, nafkah, jatah bermalam,
dan lain sebagainya. Hukum pernikahan ini
adalah diperbolehkan, namun
makruh(dibenci).
26. KEDUDUKAN HUKUM PERNIKAHAN
Hukum Nikah
Para ulama‟ telah bersepakat bahwa pernikahan
disyari‟atkan di dalam Islam. Dan menikah menurut
ulama‟ Malikiyah, Syafi‟iyah, dan Hanabilah
hukumnya terbagi menjadi empat, yaitu :
1. Wajib
Menikah wajib hukumnya bagi seseorang yang
memiliki syahwat besar dan khawatir dirinya akan
terjerumus pada perzinaan, jika ia tidak segera
menikah. Dengan pernikahan akan dapat menjaga
kehormatannya.
27. 2. Mustahab (dianjurkan)
Menikah mustahab hukumnya bagi
seorang yang berhasrat, namun ia tidak
dikhawatirkan terjerumus pada
perzinaan. Meskipun demikian menikah
lebih utama baginya daripada ia
melakukan ibadah-ibadah sunnah. Ini
adalah pendapat Jumhur ulama‟,
kecuali Imam Asy-Syafi‟i. Karena
menikah merupakan penyempurna
setengah agama.
28. 3. Makruh
Menikah makruh hukumnya bagi
seorang yang belum berkeinginan
untuk menikah dan ia juga belum
mampu untuk menafkahi orang
lain. Maka hendaknya ia
mempersiapkan bekal untuk
menikah terlebih dahulu
29. 4. Haram
Menikah haram hukumnya bagi
seorang yang akan melalaikan
isterinya dalam hal jima‟ dan
nafkah, atau karena ketidak
mampuannya dalam hal
tersebut.
30. HIKMAH PERNIKAHAN
1. Menyalurkan naluri seksual secara sah dan benar.
2. Cara paling baik untuk mendapatkan anak dan
mengembangkan keturunan secara sah.
3. Menyalurkan naluri kebapakan atau keibuan
4. Memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka
memelihara dan mendidik anak,
5. Membagi rasa tanggung jawab antara suami dan
istri yang selama ini dipikul masing-masing pihak.
31. 6. Menyatukan keluarga masing-masing pihak,
sehingga hubungan silaturrahmi semakin kuat
dan terbentuk keluarga baru yang lebih banyak.
7. Memperpanjang usia. Hasil penelitian
masalah-masalah kependudukan yang dilakukan
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1958
menunjukkan bahwa pasangan suami istri
mempunyai kemungkinan lebih panjang
umurnya dari pada orang-orang yang tidak
menikah selama hidupnya.
32. Definisi Walimatul ‘Ursy
Walimah berasal dari kata al-Walim yang artinya
makanan pengantin, yang maksudnya adalah
makanan yang disediakan khusus dalam acara
pesta pernikahan. Bisa juga diartikan dengan
makanan untuk tamu undangan atau lainnya.
Ibnu Atsir dalam kitabnya an-Nihayah (juz
V/226), yang dikutip oleh Zakiyah Darajat dkk,
mengemukakan bahwa walimah adalah: "yaitu
makanan yang dibuat untuk pesta perkawinan"
33. KEDUDUKAN HUKUM WALIMATUL ‘URSY
Jumhur ulama sepakat bahwa mengadakan
walimah itu hukumnya sunnah muakkad. Hal ini
berdasarkan hadits Rasulullah Saw:
1. "dari Anas, ia berkata "Rasulullah Saw.
Belum pernah mengadakan walimah untuk
istri-istrinya, seperti Beliau mengadakan
walimah untuk Zainab, Beliau mengadakan
walimah untuknya dengan seekor kambing"
(HR Bukhari dan Muslim)
34. 2. dari Anas bin Malik ra. Bahwasannya Nabi
melihat Abdurrahman bin Auf berwajah pucat.
Lalu beliau bersabda : "kena apa ini?" dia
(Abdurrahman bin Auf) menjawab : "wahai
Rasulullah, sesungguhnya saya telah menikah
dengan wanita memakai mas kawin emas
sebesar biji kurma. Beliau (Rasulullah)
bersabda : "Semoga Allah memberi barokah
kepadamu. Adakan walimah walaupun dengan
menyembelih satu ekor kambing"
35. 3. "dari Buraidah, ia berkata, "ketika Ali
melamar Fatimah, Rasulullah Saw.
Bersabda : "Sesungguhnya untuk pesta
perkawinan harus ada walimahnya" (HR
Ahmad)
36. Hukum Mendatangi Walimah
1. Fardu ‘ain bagi setiap orang yang diundang,
dan kefarduan tersebut bisa hilang dengan
sebab uzhur.
2. Fardu kifayah.
3. Sunah.
4. Sedangkan undangan acara selain walimatul
‘ursy terdapat juga perbedaan pendapat,
pendapat yang pertama mengatakan bahwa
hukumnya sama dengan walimatul ‘ursy, dan
pendapat yang kedua mengatakan bahwa
hukumnya sunat
37. Uzhur yang menyebabkan gugurnya kewajiban
menghadiri undangan walimah:
1. Makanan yang disediakan mengandung syubhat.
2. Undangan tersebut khusus bagi orang kaya saja.
3. Ada yang akan terzholimi dengan sebab
kehadirannya.
4. Majlis walimah itu tidak layak dihadiri.
5. Apabila kedatangannya itu semata-mata karena
menginginkan sesuatu dari si pengundang atau
karena takut kepadanya.
6. Apabila di dalam acara tersebut terdapat
perkara-perkara mungkar seperti
jamuan khamar atau alat-alat lahwi, dan lain
sebagainya.
38. Hikmah Walimatul ‘ursy
1) Merupakan rasa syukur kepada Allah Swt
2) Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari
kedua orang tuanya
3) Sebagai tanda resminya adanya akad nikah
4) Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami-
istri
5) Sebagai realisasi arti sosiologi dari akad nikah
6) Sebagai pengumuman bagi masyarakat, bahwa
antara mempelai telah resmi menjadi suami istri
sehingga masyarakat tidak curiga terhadap
perilaku yang dilakukan oleh kedua mempelai