1. Growth Pole Theory
Kutub Pertumbuhan/Pusat Pengembangan
(Growth Pole Theory), yi salah satu teori yg
paling terkenal dlm ilmu ekonomi regional.
Kepopuleran teori ini timbul karena 2 hal :
Alat analisis yg menggabungkan prinsip-
prinsip konsentrasi dan desentralisasi, shg
tujuan pembangunan regional (pertumbuh-
an & pemerataan pembangunan wilayah)
dapat dicapai.
Alat yg paling ideal untuk menggabungkan
kebijaksanaan dan program pembangunan
wilayah dan perkotaan secara terpadu.
2. Francois Ferroux (1955) :
Konsep “Growth Pole”
• Banyak para akhli dan buku-buku yang menghubungkan teori
pusat pengembangan ini dengan teknik perencanaan wilayah.
Konsep Growth Pole atau poles de croissance diperkenalkan
oleh Francois Ferroux (1955) sebagai seorang akhli perencanaan
wilayah berkebangsaan Perancis yang pendapatnya bersumber
dari teori innovasi ciptaan Schumpeter.
• Menurut Ferroux : berdasarkan fakta dasar perkembangan
keruangan (spasial), pertumbuhan tidak terjadi di sembarang
tempat dan juga tidak terjadi secara serentak; pertumbuhan itu
terjadi pada titik-titik atau kutub-kutub perkembangan, dengan
intensitas yang berubah-ubah; dan pertumbuhan itu menyebar
sepanjang saluran-saluran yang beraneka ragam terhadap
keseluruhan perekonomian.
3. Gore, C (1984) : growth pole telah didefinisikan oleh
berbagai pakar secara berbeda-beda dan lebih spesifik :
1. Boudeville (1966) : kutub pertumbuhan
regional, yi sekelompok industri yg mengalami
ekspansi yg berlokasi di suatu daerah perkotaan
dan mendo-rong perkembangan kegiatan
ekonomi lebih lan-jut ke seluruh daerah
pengaruhnya.
2. MCCrone (1969) suatu pusat pertumbuhan yang
terdiri dari suatu kompleks industri yang saling
berkaitan dan mendapat keunggulan ekonomi
dari keuntungan lokasi (locational proximity).
4. Gore, C (1984) : growth pole telah didefinisikan oleh
berbagai pakar secara berbeda-beda dan lebih spesifik :
3. Nichols (1969) suatu pusat pertumbuhan adalah suatu pusat kegiatan
ekonomi di perkotaan yg mengalami pertumbuhan secara self
sustaining, dan sampai suatu titik pertumbuhan itu didorong ke luar
daerah pusat terutama ke daerah-daerah yang kurang berkembang.
4. Parr (1973) suatu pusat pengembangan menyajikan suatu pusat perkotaan
dgn ukuran populasi yang terdefinisikan meliputi salah satu karakteristik
pertumbuhan (a) pertumbuhan penduduk (kesempatan kerja) pd tingkat
yg lebih besar dari rata-rata ukuran regional, dan (b) pertumbuhan absolut
penduduk (kesempatan kerja) yang lebih besar daripada pertumbuhan
regional.
5. Lasuen (1974) pusat pengembangan adalah sekelompok industri yg besar
yg mempunyai keterkaitan yg kuat melalui hubungan input-output antara
leading industri di sekitarnya yg secara geografi membentuk kluster.
Leading industri mendorong ke seluruh kelompok, menginovasi, dan tum-
buh pd tempat yg lebih cepat daripada industri-industri eksternal ke pusat.
5. Gore, C (1974) menyarikan inti pengertian growth pole) :
1. Suatu aglomerasi spasial dari industri yang saling
berkaitan.
2. Suatu aglomerasi spasial dari industri yang saling
berkaitan yang mengandung suatu pertumbuhan
industri propulsive.
3. Suatu aglomerasi spasial dari industri yang saling
berkaitan, yang berlokasi di suatu pusat kota, yang
melalui ekspansinya mendorong pertumbuhan
pada daerah hinterland.
4. Suatu pusat perkotaan yang tumbuh yg mendorong
pertumbuhan pada daerah hinterland.
5. Suatu pusat kota yang mengalami pertumbuhan.
6. Kesimpulan
Pusat pengembangan/kutub pertumbuhan
merupakan suatu konsentrasi industri atau
kegiatan ekonomi pada suatu tempat tertentu
yang kesemuanya saling berkaitan melalui
hubungan input-output dengan industri utama
(leading and propulsive indusatry).
7. Menurut Ferroux, growth pole lebih menyangkut economic
region dp geographic region, yg didasarkan pd konsep, sbb :
1. Leading/Propulsive Industry,
Pada kutub pertumbuhan, perusahaan-perusahaan
propulsip yg besar yg termasuk leading industries
mendominasi unit-unit ekonomi lainnya. Suatu
leading industry mempunyai ciri-ciri, al sbb :
1) Kaitan-kaitan antar industri yg kuat dg sektor-
sektor lainnya. Kaitan ini dapat berbentuk kaitan
ke depan (forward linkage) dan ke belakang
(backward linkage).
2) Permintaan terhadap produknya mempunyai
elastisitas pendapatan yg tinggi, yg produknya
biasanya dijual ke pasar-pasar nasional.
8. Perusahaan Propulsip (propulsive firm) :
Suatu perusahaan propulsip (propulsive firm)
dicirikan sebagai perusahaan yang antara lain
relatif besar dan menimbulkan dorongan-
dorongan pertumbuhan yang nyata kepada
lingkungannya.
9. Richardson (1978) menyimpulkan :
Jika kegiatan ekonomi yg saling berkaitan dikon-
sentrasikan pd suatu tempat ttt, pertumbuhan
ekonomi daerah yg bersangkutan akan meningkat
lebih cepat dibanding jika kegiatan ekonomi tsb
tersebar dan terpencar ke seluruh pelosok daerah.
Dg demikian, dapat dinyatakan : jika sebuah pusat
pengembangan didirikan pd suatu daerah yg relatif
masih kurang berkembang, laju pertumbuhan pd
daerah yg bersangkutan akan dapat
ditingkatkan, shg perbedaan kemakmuran antar
wilayah secara bertahap akan dapat dikurangi.
10. 2. Efek Polarisasi atau Backwash Effect
Konsep dasar tentang efek polarisasi dan backwash effect
sangat erat kaitannya dg teori pusat pengembangan ini.
Konsep ini menyatakan bahwa pertumbuhan dari leading
industries (propulsive growth) akan mendorong polarisasi
dari unit-unit ekonomi lainnya dari daerah hinterland ke
kutub pertumbuhan.
Proses konsentrasi spasial sumberdaya kedalam suatu
pusat atau core disebut backwash (Myrdal) atau polarisasi
(Hirschman) (Bradford, M.G and W.A. Kent, 1980).
Dampak polarisasi bagi pusat pengembangan adalah
adanya keuntungan aglomerasi, namun dapat menimbul-
kan polarisasi geografik dengan mengalirnya sumberdaya
ke dan konsentrasi kegiatan ekonomi pada pusat-pusat
yang jumlahnya terbatas di suatu daerah.
11. Agglomeration Economies
(Keuntungan aglomerasi)
Kekuatan utama dari setiap pusat
pengembangan, dapat dibagi 3 jenis, sbb :
1. Keuntungan Skala Usaha (Scale
Economies), yaitu keuntungan yg bersifat
intern bagi perusahaan, yg timbul karena
pusat pengembangan memung-kinkan
perusahaan industri yg tergabung di dlm-nya
beroperasi dg skala besar, karena adanya
jaminan sumber bahan baku dan pasar, yang
memungkinkan adanya efisiensi perusahaan.
12. 2. Keuntungan-keuntungan Lokalisasi
(Localization Economies)
Keuntungan yg bersifat ekstern bagi perusahaan tetapi intern
bagi perkembangan industri, akibat saling keterkaitan antar
industri, sehingga kebutuhan bahan baku dan pemasaran
dapat dipenuhi dengan mengeluarkan ongkos angkut yg
minimum. Keuntungan-keuntungan lokalisasi seperti itu
ditimbulkan karena kedekatan lokasi dari perusahaan2 yang
saling berkaitan, berkembangnya kelompok tenaga
terampil, kemudahan saling tukar bahan dan
produk, kemungkinan tumbuhnya perusahaan pengolah
bahan-bahan sisa, dan berkembangnya jasa-jasa bagi
perusahaan-perusahaan baik spesialis maupun reparasi, dan
adanya kemudahan menggunakan fasiltas R&D (Research and
Development).
13. 3. Keuntungan-keuntungan Urbanisasi (Urbanization Economies),
Keuntungan yg bersifat ekstern bagi perkembangan industri ttp
intern bagi perkembangan daerah perkotaan, yg timbul karena
tersedianya fasilitas pelayanan sosial ekonomi yg dapat dipergu-
nakan secara bersama shg pembebanan ongkos untuk masing-
masing perusahaan industri dapat diminimumkan.
Wujudnya adalah turunnya biaya rata-rata tiap perusahaan.
Efek dari polarisasi ini adalah berkembangnya pasar tenaga kerja
perkotaan, kemudahan memasuki pasar yg lebih besar, tumbuh-
nya sektor swasta dan pemerintah yg dapat menyediakan berba-
gai macam jasa bagi penduduk dan industri. Jasa
pengangkutan, perdagangan, aneka ragam fasilitas
sosial, kebudayaan, rumah sakit, sekolah, dan tempat hiburan.
Dalam mewujudkan polarisasi ini, prasarana yg berkembang
yang menyediakan fasilitas-fasilitas pd pusat untuk melayani
daerah yg lebih luas, mungkin mempunyai peranan yg sama
pentingnya dg peranan yg dimainkan oleh suatu kompleks
leading industries.
14. Hambatan Polarisasi dan Kerugian Aglomerasi
Urbanisasi besar-besaran. Berkembangnya penduduk menimbulkan
permasalahan lingkungan di daerah perkotaan itu sendiri. Leading
industri itu sendiri dapat merosot. Memang pada tahap tertentu
dengan berkembangnya penduduk dapat menurunkan biaya rata-rata
perusahaan, namun setelah itu kerugian-kerugian skala mulai
melebihi manfaat-manfaat aglomerasi. Beberapa kerugian tersebut
ditimbulkan dengan makin naiknya biaya pelayanan umum, makin
naiknya harga-harga faktor produksi seperti upah dan sewa
tempat/bangunan. Biaya sosial (external costs) juga makin
meningkat, seperti konversi lahan pertanian ke non-
pertanian, kebisingan, polusi udara, menurunnya debit dan kualitas
air, kemacetan lalu lintas, dan semakin jauhnya jarak perjalanan yang
harus ditempuh. Lebih jauh lagi berakibat pada terjadinya
pengangguran dan kemiskinan di daerah perkotaan. Hal ini telah
menjadi masalah besar yang dapat mendorong terjadinya kerusuhan-
kerusuhan/konflik sosial.
15. Beberapa pendapat untuk memaksimumkan
keuntungan aglomerasi, sebagai berikut :
1. Hermansen dalam Kulklinski (1972) menyarankan agar dl penentuan
pusat pengembangan, memadukan teori pusat pengembangan dg
teori tempat sentral (Christaller Losch Central Place
Theorem), karena pemilihan lokasi suatu pusat pengembangan dan
penentuan ukurannya ditentukan oleh potensi hirarki suatu kota.
2. Kulklinski dan Petrella (1972), Hansen (1972 dan 1975), Parr (1973)
Moseley (1974) menyarankan agar memadukan teori pusat pengem-
bangan dg teori Export Base Model, agar potensi daerah ybs secara
komperatip (comperative advantage) harus dijadikan pertimbangan
yg cukup penting dl menentukan prioritas jenis kegiatan ekonomi
(industri), karena jika tidak, keuntungan aglomerasi tidak akan dapat
dimaksimumkan, dan pusat pengembangan sbg pendorong
pertumbuhan wilayah akan menjadi kurang berfungsi.
3. Penataan ruang untuk daerah perkotaan secara optimal juga mrp
persyaratan utama untuk mengurangi hambatan polarisasi dan
terjadi kerugian-kerugian aglomerasi.
16. 3. Spread Effect atau Trickle Down Effect
• Konsep Spread Effects menyatakan bahwa
pada waktunya, kualitas propulsip dinamik
(output) dari kutub pertumbuhan akan
memencar keluar dan memasuki ruang di
sekitarnya (hinterland), sehingga dengan
terdistribusinya output dari pusat
pengembangan dapat mendorong
pertumbuhan ruang di sekitarnya.
17. Sikap terhadap konsep growth pole ini
ada 3 (tiga) macam :
1. Optimis (optimism), adanya kemungkinan bahwa dg mendorong
pertumbuhan di beberapa pusat (centers) dpt meningkatkan
pertum-buhan daerah sekitar (hinterland) melalui spread effect.
2. Pesimis (Pesimism). Walaupun Myrdal dan Hirschman sudah
membicarakan spread effect atau trickling down effect sebagai
lawan dari backwasch effect atau polarisation effect. Namun
demikian, masih terdapat keraguan yang cukup besar mengenai
kekuatan relatif dari spread effect dibandingkan dengan backwash
effect. Berdasarkan kenyataan menunjukkan tidak seimbangnya
perkembangan antara backwash effect dengan spread effect, dimana
perkembangan backwash effect jauh lebih cepat dp spread effect.
3. Melihat pusat-pusat pertumbuhan secara lebih luas, yaitu sebagai
suatu aspek perencanaan pembangunan yang lebih komprehensif.