SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 8
13 MASALAH PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN
DAERAHA
By Turiman Fachturahman Nur
Reformasi Tata Kelola Keunagan Daerah sudah digulirkan
Reformasi tata kelola keuangan negara/daerah telah digulirkan oleh pemerintah pusat,
yang merupakan langkah maju khususnya dalam menata sistem pemerintahannya.
Reformasi tata kelola keuangan negara/daerah secara ideal tidak hanya mencakup
reformasi akuntansi keuangannya. Namun demikian, reformasi akuntansi sektor publik
merupakan sesuatu yang sangat fundamental khususnya bagi pengelolaan keuangan
daerah. Reformasi ini, secara substantif mengandung pengertian pengelolaan sumber-
sumber daya daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel dalam
rangka peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan daerah.
Paket Undang-undang bidang Keuangan Negara telah memberikan
landasan/payung hukum di bidang pengelolaan dan administrasi keuangan
negara/daerah. Undang-undang ini dimaksudkan pula untuk memperkokoh landasan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah,
kepada daerah telah diberikan kewenangan yang luas, demikian pula dana yang
diperlukan untuk menyelenggarakan kewenangan itu. Agar kewenangan dan dana
tersebut dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk penyelenggaraan tugas
pemerintahan di daerah, diperlukan kaidah-kaidah sebagai rambu-rambu dalam
pengelolaan keuangan daerah.
Otonomi Daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan
keputusan daerah secara lebih leluasa dan bertanggung jawab untuk mengelola sumber
daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah sendiri.
Kewenangan yang luas, utuh dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pengendalian dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan ini, pada
akhirnya harus dipertanggungjawabkan kepada pemberi wewenang dan masyarakat.
Penerapan otonomi daerah seutuhnya membawa konsekuensi logis berupa
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah berdasarkan
manajemen keuangan yang sehat. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengelolaan
keuangan daerah yang baik dalam rangka mengelola dana APBD secara transparan,
ekonomis, efisien, efektif dan akuntabel.
Dalam perundang-undangan bidang keuangan negara ini secara tegas diatur
bagaimana Pemerintah Daerah menata sistem pemerintahan khususnya di bidang
keuangan. Undang-undang ini mengatur mengenai asas umum perbendaharaan negara,
kewenangan pejabat pengelola keuangan negara, pelaksanaan pendapatan dan belanja
negara/daerah, pengelolaan uang, piutang dan utang negara/daerah, pengelolaan
investasi dan barang milik negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban
APBN/APBD, pengendalian intern pemerintah, penyelesaian kerugian negara/daerah,
serta pengelolaan keuangan badan layanan umum. Penyusunan RAPBD dengan
pendekatan prestasi kerja, penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, penyajian
Neraca Daerah dan Laporan Arus Kas sebagai bentuk pertanggungjawaban Kepala
Daerah, merupakan beberapa hal baru yang diamanahkan dalam peraturan tersebut.
Urgensi UU NO 17 Tahun 2003
Berdasarkan UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 31,
Gubernur/Bupati/Walikota harus membuat pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
dalam bentuk laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK (Badan Pemeriksa
Keuangan). Laporan keuangan ini terdiri atas Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan
Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Hal ini menuntut kemampuan
manajemen pemerintahan daerah untuk mengalokasikan sumber daya secara efisien
dan efektif. Kemampuan ini memerlukan informasi akuntansi sebagai salah satu dasar
penting dalam pengambilan keputusan alokasi sumber daya ekonomis. Laporan-
laporan ini dapat dihasilkan dengan diterapkannya suatu sistem dan prosedur
akuntansi yang integral dan terpadu dalam pengelolaan keuangan daerah. Dengan
demikian laporan-laporan di atas dapat dihasilkan dengan diterapkannya suatu Sistem
Informasi Akuntansi Keuangan Daerah (SIAKD) yang terintegrasi dengan sistem-sistem
lain dalam manajemen keuangan daerah.
Berdasarkan Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
pasal 51 ayat (2), Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pengguna
Anggaran harus menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan
ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung
jawabnya. Hal ini berarti bahwa setiap SKPD harus membuat laporan keuangan unit
kerja. Pasal 56 UU ini menyebutkan bahwa laporan keuangan yang harus dibuat setiap
unit kerja adalah Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan
Keuangan, sedangkan yang menyusun laporan arus Kas adalah Kepala Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum daerah.
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah harus ditunjang dengan pembenahan tata
kelola keuangan daerah lainnya, yang mendukung upaya penyempurnaan sistem.
Sumber daya manusia pelaksana sistem harus diberikan pemahaman yang memadai,
pengguna laporan keuangan (stakeholders) juga harus memahami peran dan fungsinya,
serta bagaimana memanfaatkan laporan keuangan. Elemen masyarakat harus
memahamai alur sistem secara global, sehingga mereka akan lebih sadar akan hak dan
kewajibannya. Para eksekutif di pemerintah daerah harus memiliki pengetahuan
tentang bagaimana memanfaatkan laporan-laporan internal yang dapat dihasilkan dari
sistem akuntansi.
Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah
1. Dasar Hukum
Yang mendasari perundang-undangan penting yang melandasai pelaksanaan
pengelolaan keuangan daerah sebagai berikut :
1. UU No. 20 Tahun 1999 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
2. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan daerah;
3. UU No. 1 Tahun 2004 tentang perbedaharaan
4. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara;
5. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
6. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;
7. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah;
8. PP. No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah;
9. PP No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah;
10. PP No. 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang telah diubah dengan PP No. 37 Tahun 2005, PP No.
37 Tahun 2006 dan PP No. 21 Tahun 2007;
11. PP No. 14 Tahun 2005 tentang Tatacara Penghapusan Piutang Negara/Daerah;
12. PP 23 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;
13. PP No. 24 Tahun 2005 Standar Akuntansi Pemerintahan
14. PP No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah;
15. PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;
16. PP No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah;
17. PP No. 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah;
18. PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
19. PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Estándar Pelayanan
Minimal;
20. PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;
21. PP No. 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;
22. Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
23. Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah
24.Permendagri No. 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
25.Permendagri No. 24 Tahun 2007 tentang Pedoman Pemeriksaaan dalam rangka berakhirnya
Masa Jabatan Kepala Daerah;
26. Permendagri No. 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat di
Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah;
27. Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negara No. 13
tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
PEMBARUAN TATA KELOLA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Perubahan pendekatan akuntansi pemerintah daerah dari single entry menuju double
entry merupakan perubahan yang cukup revolusioner. Kesiapan SDM daerah khususnya
di Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (Badan Pengelola Keuangan Daerah)
umumnya kurang memiliki latar belakang bidang akuntansi. Oleh karena itu, penerapan
pendekatan baru ini relatif akan menghadapi banyak kendala yang cukup besar di
daerah. Meskipun pemerintah daerah sudah memiliki software akuntansi pemerintah
bagi daerahnya, namun demikian karena penguasaan terhadap akuntansi masih belum
memadai, maka kualitas laporan keuangan yang dihasilkan juga menjadi tidak
memenuhi kaidah pelaporan keuangan normatif sesuai yang disyaratkan Standar
Akuntansi Pemerintahan.
Sistem pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel itu sudah menjadi
kebutuhan dalam rangka terciptanya good governance dan clean government yang menjadi
simbol reformasi pemerintahan secara umum. Untuk itu upaya percepatan terhadap
keberhasilan pembaruan (reformasi) manajemen keuangan bagi pemerintah daerah sudah
selayaknya mendapat perhatian serius... Pengelolaan keuangan daerah sering menghadapi
masalah ketika perencanaan dan penganggaran tidak dilakukan dan berjalan dengan
baik. Gagal dalam merencanakan sesungguhnya merencanakan sebuah kegagalan.
Tulisan berikut ini menguraikan 13 permasalaha dalam perencanaan dan
penganggaran di daerah berdasarkan. Edy Marbyanto.
1. Intervensi hak budget DPRD terlalu kuat dimana anggota DPRD sering
mengusulkan kegiatan-kegiatan yang menyimpang jauh dari usulan masyarakat
yang dihasilkan dalam Musrenbang. Jadwal reses DPRD dengan proses
Musrenbang yang tidak match misalnya Musrenbang sudah dilakukan, baru
DPRD reses mengakibatkan banyak usulan DPRD yang kemudian muncul dan
merubah hasil Musrenbang. Intervensi legislative ini kemungkinan didasari
motif politis yakni kepentingan untuk mencari dukungan konstituen sehingga
anggota DPRD berperan seperti sinterklas yang membagi-bagi proyek. Selain itu
ada kemungkinan juga didasari motif ekonomis yakni membuat proyek untuk
mendapatkan tambahan income bagi pribadi atau kelompoknya dengan
mengharap bisa intervensi dalam aspek pengadaan barang (procurement) atau
pelaksanaan kegiatan. Intervensi hak budget ini juga seringkali mengakibatkan
pembahasan RAPBD memakan waktu panjang untuk negosiasi antara eksekutif
dan legislative. Salah satu strategi dari pihak eksekutif untuk “menjinakkan” hak
budget DPRD ini misalnya dengan memberikan alokasi tertentu untuk DPRD
missal dalam penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) ataupun pemberian “Dana
Aspirasi” yang bisa digunakan oleh anggota DPRD secara fleksibel untuk
menjawab permintaan masyarakat. Di salah satu kabupaten di Kaltim, dana
aspirasi per anggota DPRD bisa mencapai 2 milyar rupiah per tahun.
2. Pendekatan partisipatif dalam perencanaan melalui mekanisme
musrenbang masih menjadi retorika. Perencanaan pembangunan masih
didominasi oleh: Kebijakan kepala daerah, hasil reses DPRD dan Program dari
SKPD. Kondisi ini berakibat timbulnya akumulasi kekecewaan di tingkat desa
dan kecamatan yang sudah memenuhi kewajiban membuat rencana tapi
realisasinya sangat minim.
3. Proses Perencanaan kegiatan yang terpisah dari penganggaran, Karena
ketidakjelasan informasi besaran anggaran, proses Musrenbang kebanyakan
masih bersifat menyusun daftar belanja (shopping list) kegiatan. Banyak pihak
seringkali membuat usulan sebanyak-banyaknya agar probabilitas usulan yang
disetujui juga semakin banyak. Ibarat memasang banyak perangkap, agar banyak
sasaran yang terjerat.
4. Ketersediaan dana yang tidak tepat waktu. Terpisahnya proses perencanaan
dan anggaran ini juga berlanjut pada saat penyediaan anggaran. APBD disahkan
pada bulan Desember tahun sebelumnya, tapi dana seringkali lambat tersedia.
Bukan hal yang aneh, walau tahun anggaran mulai per 1 Januari tapi sampai
bulan Juli-pun anggaran program di tingkat SKPD masih sulit didapatkan.
5. Breakdown RPJPD ke RPJMD dan RPJMD ke RKPD seringkali tidak
nyambung (match). Ada kecenderungan dokumen RPJP ataupun RPJM/Renstra
SKPD seringkali tidak dijadikan acuan secara serius dalam menyusun
RKPD/Renja SKPD. Kondisi ini muncul salah satunya disebabkan oleh kualitas
tenaga perencana di SKPD yang terbatas kuantitas dan kualitasnya. Dalam
beberapa kasus ditemui perencanaan hanya dibuat oleh Pengguna Anggaran dan
Bendahara, dan kurang melibatkan staf program sehingga banyak usulan
kegiatan yang sifatnya copy paste dari kegiatan yang lalu dan tidak visioner.
6. Kualitas RPJPD, RPJM Daerah dan Renstra SKPD seringkali belum optimal.
Beberapa kelemahan yang sering ditemui dalam penyusunan Rencana tersebut
adalah; indicator capaian yang seringkali tidak jelas dan tidak terukur (kalimat
berbunga-bunga), data dasar dan asumsi yang seringkali kurang valid, serta
analisis yang kurang mendalam dimana jarang ada analisis mendalam yang
mengarah pada “how to achieve” suatu target.
7. Terlalu banyak “order” dalam proses perencanaan dan masing-masing ingin
menjadi arus utama misalnya gender mainstreaming, poverty mainstreaming,
disaster mainstreaming dll. Perencana di daerah seringkali kesulitan untuk
menterjemahkan isu-isu tersebut. Selain itu “mainstreaming” yang seharusnya
dijadikan “prinsip gerakan pembangunan” seringkali malah disimplifikasi
menjadi sector-sektor baru, misalnya isu poverty mainstreaming melahirkan
lembaga Komisi Pemberantasan Kemiskinan padahal yang seharusnya perlu
didorong adalah bagaimana setiap SKPD bisa berkontribusi mengatasi
kemiskinan sesuai tupoksinya masing-masing. Demikian pula isu gender, juga
direduksi dengan munculnya embel-embel pada Bagian Sosial menjadi “Bagian
Sosial dan Pemberdayaan Perempuan” misalnya.
8. Koordinasi antar SKPD untuk proses perencanaan masih lemah sehingga
kegiatan yang dibangun jarang yang sinergis bahkan tidak jarang muncul
egosektoral. Ada suatu kasus dimana di suatu kawasan Dinas Kehutanan
mendorong program reboisasi tapi disisi lain Dinas Pertambangan
memprogramkan ekploitasi batubara di lokasi tersebut.
9. SKPD yang mempunyai alokasi anggaran besar misal Dinas Pendidikan dan
Dinas PU seringkali tidak mempunyai tenaga perencana yang memadai.
Akibatnya proses perencanaan seringkali molor. Hal ini sering diperparah oleh
minimnya tenaga Bappeda yang mampu memberikan asistensi kepada SKPD
dalam penyusunan rencana.
10. APBD kabupaten/Kota perlu evaluasi oleh Pemprop. Disisi lain Pemprop
mempunyai keterbatasan tenaga untuk melakukan evaluasi tersebut. Selain itu
belum ada instrument yang praktis yang bisa digunakan untuk evaluasi anggaran
tersebut. Hal ini berakibat proses evaluasi memakan waktu agak lama dan
berimbas pada semakin panjangnya proses revisi di daerah (kabupaten/kota).
11. Kualitas hasil Musrenbang Desa/Kecamatan seringkali rendah karena
kurangnya Fasilitator Musrenbang yang berkualitas. Fasilitasi proses
perencanaan tingkat desa yang menurut PP 72 tahun 2005 diamanahkan untuk
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten (bisa via Pemerintah Kecamatan)
seringkali tidak berjalan. Proses fasilitasi hanya diberikan dalam bentuk surat
edaran agar desa melakukan Musrenbang, dan jarang dalam bentuk bimbingan
fasilitasi di lapangan.
12. Pedoman untuk Musrenbang atau perencanaan (misal Permendagri 66
tahun 2007) cukup rumit (complicated) dan agak sulit untuk diterapkan
secara mentah-mentah di daerah pelosok pedesaan yang sebagian perangkat
desa dan masyarakatnya mempunyai banyak keterbatasan dalam hal
pengetahuan, teknologi dll.
13. Dalam praktek penerapan P3MD, pendekatan pemecahan masalah yang
HANYA melihat ke AKAR MASALAH saja dapat berpotensi menimbulkan
bias dan oversimplifikasi terhadap suatu persoalan. Contoh kasus nyata; di
sebuah desa di daerah masyarakat dan pemerintah mengidentifikasi bahwa
rendahnya pengetahuan masyarakat disebabkan tidak adanya fasilitas sumber
bacaan di wilayah itu. Sebagai solusinya mereka kemudian mengusulkan untuk
dibangunkan “gedung perpustakaan”. Ternyata setelah gedung perpustakaan
dibangun, sampai beberapa tahun berikutnya perpustakaan tersebut tidak
pernah berfungsi bahkan kemudian dijadikan Posko Pemilu. Mengapa demikian?
Hal itu terjadi karena mereka hanya berpikir soal membangun gedung, tetapi
lupa berpikir dan mengusulkan bagaimana menyediakan buku/bahan bacaan
untuk perpustakaan itu, lupa mengusulkan kepengurusan untuk mengelola
perpustakaan itu dll. Kondisi seperti diatas mungkin tidak akan terjadi kalau
mereka berpikir dulu soal “outcome” misalnya meningkatkan minat baca 50 %
warga masyarakat. Dari outcome tersebut nantinya bisa diidentifikasi output
yang diperlukan misalnya: adanya gedung perpustakaan, buku atau bahan
bacaan, tenaga pengelola perpustakaan, kesadaran masyarakat untuk datang ke
perpustakaan dll. Dari contoh kasus itu nampaknya untuk pemerintah dan
masyarakat memang perlu didorong untuk memahami alur berpikir logis
(logical framework) sebuah perencanaan. Selain itu pola pikir yang ada yang
cenderung berorientasi “Proyek” (yang berorientasi jangka pendek dan
berkonotasi duit) menjadi orientasi “Program” (orientasi jangka panjang dan
lebih berkonotasi sebagai gerakan pembangunan).
Berdasarkan 13 permasalahan diatas sekurangnya ada tiga (mala)praktik tata kelola
yang menunjukan buruk rupa manajemen keuangan daerah saat ini
Pertama, problem proporsi alokasi sebagaimana ditunjukan rasio antara belanja modal
(pembangunan) dan belanja aparatur (rutin). Hingga sewindu pelaksanaan
desentralisasi, desain politik alokasi anggaran di banyak daerah menunjukan minimnya
peruntukan bagi masyarakat, baik berupa dana pelayanan publik maupun investasi
Pemda bagi bergeraknya perekonomian. Hanya sekitar 20-30% APBD untuk belanja
langsung bagi kepentingan masyarakat dan sisa terbesarnya untuk membiayai
birokrasi.
Kedua, problem kapasitas daya serap anggaran. Saat ini, sekitar 60% dana APBN kita
beredar di daerah (30% lewat skema transfer ditambah 30% berasal dari dana
dekonsentrasi, medebewind dan dana sektoral). Suatu jumlah uang beredar yang tentu
amat besar, sekaligus tanggung jawab yang besar pula. Namun sayang, sejauh ini Pemda
masih belum berkekuatan penuh menyerap anggaran yang ada, bahkan di sebagian
daerah, sisa dana ”diparkir” di perbankan berbentuk Sertifikat BI.
Perlu dicatat, adanya dana yang menganggur itu bukan lantaran daerah berkelebihan
uang atau pun sebagai hasil dari penghematan (efisiensi) anggaran. Sebaliknya, hal itu
menunjukan adanya dana yang terbengkelai, karena buruknya sistem perencanaan
anggaran, berbelitnya prosedur pengadaan barang/jasa pemerintah, lemahnya proses
legislasi di daerah, atau orientasi sempit pada PAD dari bunga simpanan SBI. Kinerja
instrumen fiskal semacam itu berakibat terbengkelainya pula program layanan publik
dan tentu sulit menjadi stimulan alternatif di tengah masih lesunya investasi sektor
swasta.
Ketiga, selain kedua masalah di atas, hari-hari ini media massa juga gencar
memberitakan problem ketiga dalam manajemen keuangan daerah, yakni administrasi
pelaporan keuangan. Hal ini tentu tidak saja menyangkut problem akuntansi dan tata
pembukuan, tetapi lebih mendasar lagi mencerminkan politik kebijakan dan komitmen
penegakan good governance di daerah.
Alhasil, merujuk laporan BPK, setiap tahun terdapat tendensi memburuk dalam kualitas
pengelolaan dan laporan keuangan. Data terakhir (2009) menunjukan, hanya ada 21
daerah yang memiliki status laporan wajar tanpa pengecualian, selebihnya: 249 daerah
wajar dengan pengecualian, 7 daerah berstatus disclaimer (tak memberikan pendapat)
dan 10 daerah adverse (tak wajar).
Terkait masalah ini, sumber masalah utama adalah tidak efektifknya peran inspektorat
(dulu bernama Bawasda) di daerah. Institusi yang sejatinya dibentuk sebagai garda
depan jaminan tegaknya good governance dan menjadi instrumen strategis
pemberantasan korupsi ini justru mandul.
Institusi ini hanya diposisikan sebagai unsur penunjang, desain kelembagaannya
gampang terkooptasi oleh SKPD lainnya, ruang lingkup pengawasannya terbatas, tidak
adanya mekanisme sanksi dalam pengawasan, dan status aparatnya disinyalir sebagai
orang buangan yang mempengaruhi motivasi dan kapasitas kerja.
Padahal, keberadaan inspektorat ini mestinya bernilai strategis. Pertama, menjadi
lembaga preventif dan jaring pengaman internal sebelum datangnya pihak pengawas
eksternal (BPK, KPK, dll). Kedua, sebagai unit pengawas internal yang memiliki peluang
terlibat sejak fase perencanaan (input), pelaksanaan, capaian dan evaluasi kebijakan
sehingga memungkinkan deteksi dini dan koreksi langsung untuk menghindari
kerusakan masif. Seandainya semua ini dijalankan, bisa dipastikan mutu tata kelola dan
tata pembukuan keuangan daerah tidak lagi menjadi sasaran permanen kritikan publik
dan temuan BPK.
Opsi Kuratif
Isu manajemen keuangan daerah bukanlah semata urusan internal
pemerintahan tetapi mesti dilihat sebagai bentuk akuntabilitas vertikal kepada pusat
sebagai sumber dana perimbangan dan tanggung jawab politik kepada rakyat. Untuk
itu, terhadap temuan masalah, sanksi tegas harus diberikan, bila perlu lewat instrumen
fiskal pula (pemotongan DAU).
Opsi kuratif/represif ini saatnya mulai diterapkan pemerintah pusat kalau tidak
mau masalah tersebut menjadi beban permanen. Selain itu, langkah persiapan
(preventif) mesti segera menjadi program prioritas baik lewat penguatan kapasitas
aparat perencana, pelaksana dan pengawas keuangan maupun redesain kelembagaan
institusi inspektorat.
Diposkan oleh Qitri Center di 04.38

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Manajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerahManajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerah
Arief H
 

Was ist angesagt? (20)

siklus pengelolaan keu negara,anggaran dan akuntansi
siklus pengelolaan keu negara,anggaran dan akuntansisiklus pengelolaan keu negara,anggaran dan akuntansi
siklus pengelolaan keu negara,anggaran dan akuntansi
 
PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA
PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARAPEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA
PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA
 
Akuntansi Pendapatan PEMDA
Akuntansi Pendapatan PEMDAAkuntansi Pendapatan PEMDA
Akuntansi Pendapatan PEMDA
 
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah Daerah
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah DaerahModul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah Daerah
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah Daerah
 
APBD, pengertian
APBD, pengertianAPBD, pengertian
APBD, pengertian
 
Pengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan Keuangan NegaraPengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan Keuangan Negara
 
Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan Keuangan DaerahPengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan Keuangan Daerah
 
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - 2
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - 2Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - 2
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - 2
 
Manajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerahManajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerah
 
Perencanaan Penganggaran APBN
Perencanaan Penganggaran APBNPerencanaan Penganggaran APBN
Perencanaan Penganggaran APBN
 
Akuntansi Beban dan-belanja PEMDA
Akuntansi Beban dan-belanja PEMDAAkuntansi Beban dan-belanja PEMDA
Akuntansi Beban dan-belanja PEMDA
 
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
 
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...
 
Buku tanya jawab dana desa untuk membangun Desa
Buku tanya jawab dana desa untuk membangun DesaBuku tanya jawab dana desa untuk membangun Desa
Buku tanya jawab dana desa untuk membangun Desa
 
Keterkaitan Dokumen Perencanaan
Keterkaitan Dokumen PerencanaanKeterkaitan Dokumen Perencanaan
Keterkaitan Dokumen Perencanaan
 
POWERPOINT MAKALH MANAJEMEN PENDAPATAN DAERAH Tugas k.1..bismillahirohmanirr...
 POWERPOINT MAKALH MANAJEMEN PENDAPATAN DAERAH Tugas k.1..bismillahirohmanirr... POWERPOINT MAKALH MANAJEMEN PENDAPATAN DAERAH Tugas k.1..bismillahirohmanirr...
POWERPOINT MAKALH MANAJEMEN PENDAPATAN DAERAH Tugas k.1..bismillahirohmanirr...
 
Penganggaran pemerintah pusat
Penganggaran pemerintah pusatPenganggaran pemerintah pusat
Penganggaran pemerintah pusat
 
Organisasi sektor publik
Organisasi sektor publikOrganisasi sektor publik
Organisasi sektor publik
 
Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
 
Administrasi Pembangunan
Administrasi PembangunanAdministrasi Pembangunan
Administrasi Pembangunan
 

Andere mochten auch

MAKALAH KEUANGAN DAERAH
MAKALAH KEUANGAN DAERAHMAKALAH KEUANGAN DAERAH
MAKALAH KEUANGAN DAERAH
RAMASYAFARADI
 
Resume administrasi keuangan daearah
Resume administrasi keuangan daearahResume administrasi keuangan daearah
Resume administrasi keuangan daearah
Eka Arif
 
Pengelolaan keuangan daerah
Pengelolaan keuangan daerahPengelolaan keuangan daerah
Pengelolaan keuangan daerah
komar_adi
 
pengertian & dasar hukum keuangan negara
pengertian & dasar hukum keuangan negarapengertian & dasar hukum keuangan negara
pengertian & dasar hukum keuangan negara
Sembrina Aries Sandy
 
Beberapa permasalahan terkait pelaksanaan perjadis
Beberapa permasalahan terkait pelaksanaan perjadisBeberapa permasalahan terkait pelaksanaan perjadis
Beberapa permasalahan terkait pelaksanaan perjadis
apotek agam farma
 
Pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintah
Pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintahPengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintah
Pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintah
Endi Nugroho
 
Tanya jawab-permasalahan-perjalanan-dinas-dalam-negeri
Tanya jawab-permasalahan-perjalanan-dinas-dalam-negeriTanya jawab-permasalahan-perjalanan-dinas-dalam-negeri
Tanya jawab-permasalahan-perjalanan-dinas-dalam-negeri
ampuhman
 
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah daerah
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah daerahPenerapan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah daerah
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah daerah
PT. waluh bajarang
 

Andere mochten auch (20)

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA | PKN
PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA | PKNPENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA | PKN
PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA | PKN
 
MAKALAH KEUANGAN DAERAH
MAKALAH KEUANGAN DAERAHMAKALAH KEUANGAN DAERAH
MAKALAH KEUANGAN DAERAH
 
Makalah_Konsep Anggaran dan Pengelolaan Keuangan Negara
Makalah_Konsep Anggaran dan Pengelolaan Keuangan NegaraMakalah_Konsep Anggaran dan Pengelolaan Keuangan Negara
Makalah_Konsep Anggaran dan Pengelolaan Keuangan Negara
 
Perencanaan Pembangunan (Fungsi-Fungsi Manajemen Pembangunan)
Perencanaan Pembangunan (Fungsi-Fungsi Manajemen Pembangunan)Perencanaan Pembangunan (Fungsi-Fungsi Manajemen Pembangunan)
Perencanaan Pembangunan (Fungsi-Fungsi Manajemen Pembangunan)
 
Resume administrasi keuangan daearah
Resume administrasi keuangan daearahResume administrasi keuangan daearah
Resume administrasi keuangan daearah
 
Pengelolaan keuangan daerah
Pengelolaan keuangan daerahPengelolaan keuangan daerah
Pengelolaan keuangan daerah
 
pengertian & dasar hukum keuangan negara
pengertian & dasar hukum keuangan negarapengertian & dasar hukum keuangan negara
pengertian & dasar hukum keuangan negara
 
Beberapa permasalahan terkait pelaksanaan perjadis
Beberapa permasalahan terkait pelaksanaan perjadisBeberapa permasalahan terkait pelaksanaan perjadis
Beberapa permasalahan terkait pelaksanaan perjadis
 
Pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintah
Pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintahPengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintah
Pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintah
 
Tanya jawab-permasalahan-perjalanan-dinas-dalam-negeri
Tanya jawab-permasalahan-perjalanan-dinas-dalam-negeriTanya jawab-permasalahan-perjalanan-dinas-dalam-negeri
Tanya jawab-permasalahan-perjalanan-dinas-dalam-negeri
 
Manajemen Pembangunan: Teori dan Praktek di Indonesia
Manajemen Pembangunan: Teori dan Praktek di IndonesiaManajemen Pembangunan: Teori dan Praktek di Indonesia
Manajemen Pembangunan: Teori dan Praktek di Indonesia
 
Contoh makalah-tentang-keuangan-negara
Contoh makalah-tentang-keuangan-negaraContoh makalah-tentang-keuangan-negara
Contoh makalah-tentang-keuangan-negara
 
Proposal Tesis
Proposal TesisProposal Tesis
Proposal Tesis
 
Seminar Proposal Tesis
Seminar Proposal Tesis Seminar Proposal Tesis
Seminar Proposal Tesis
 
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah daerah
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah daerahPenerapan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah daerah
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah daerah
 
Sistem pengelolaan keuangan daerah
Sistem pengelolaan keuangan daerah Sistem pengelolaan keuangan daerah
Sistem pengelolaan keuangan daerah
 
Analisis Laporan Keuangan Daerah
Analisis Laporan Keuangan Daerah Analisis Laporan Keuangan Daerah
Analisis Laporan Keuangan Daerah
 
Ruang Lingkup Keuangan Negara
Ruang Lingkup Keuangan NegaraRuang Lingkup Keuangan Negara
Ruang Lingkup Keuangan Negara
 
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahIsu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
 
CONTOH PROPOSAL TESIS MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH
CONTOH PROPOSAL TESIS MANAJEMEN KEUANGAN DAERAHCONTOH PROPOSAL TESIS MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH
CONTOH PROPOSAL TESIS MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH
 

Ähnlich wie 13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha

Modul ii manajemen keuangan daerah
Modul ii manajemen keuangan daerahModul ii manajemen keuangan daerah
Modul ii manajemen keuangan daerah
Ahmad Kamarudin
 
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerahPp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
inggridkhairani
 
UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan NegaraUU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
atambua
 
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan NegaraImplikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Muhammad Rafi Kambara
 
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amjBab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
Cahyo Wiryanto
 
2908473 modul-2-manajemen-keuangan-daerah
2908473 modul-2-manajemen-keuangan-daerah2908473 modul-2-manajemen-keuangan-daerah
2908473 modul-2-manajemen-keuangan-daerah
Efry Ghani
 
Makalah analisis kinerja keuangan kab. kulon progo tahun anggaran 2012 sampai...
Makalah analisis kinerja keuangan kab. kulon progo tahun anggaran 2012 sampai...Makalah analisis kinerja keuangan kab. kulon progo tahun anggaran 2012 sampai...
Makalah analisis kinerja keuangan kab. kulon progo tahun anggaran 2012 sampai...
ghiyats dewantara
 
Manajemen keuangan negara
Manajemen keuangan negaraManajemen keuangan negara
Manajemen keuangan negara
BPKP
 
Pp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah
Pp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintahPp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah
Pp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah
Dyp The Magna
 
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerah
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerahMakalah sistem akuntansi pemerintah daerah
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerah
Marobo United
 
1 lingk-akpem
1 lingk-akpem1 lingk-akpem
1 lingk-akpem
fycar
 

Ähnlich wie 13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha (20)

Modul ii manajemen keuangan daerah
Modul ii manajemen keuangan daerahModul ii manajemen keuangan daerah
Modul ii manajemen keuangan daerah
 
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerahPp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
 
UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan NegaraUU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
 
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan NegaraImplikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
 
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amjBab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
 
2908473 modul-2-manajemen-keuangan-daerah
2908473 modul-2-manajemen-keuangan-daerah2908473 modul-2-manajemen-keuangan-daerah
2908473 modul-2-manajemen-keuangan-daerah
 
Makalah analisis kinerja keuangan kab. kulon progo tahun anggaran 2012 sampai...
Makalah analisis kinerja keuangan kab. kulon progo tahun anggaran 2012 sampai...Makalah analisis kinerja keuangan kab. kulon progo tahun anggaran 2012 sampai...
Makalah analisis kinerja keuangan kab. kulon progo tahun anggaran 2012 sampai...
 
Uu 01 2004 Pjls
Uu 01 2004 PjlsUu 01 2004 Pjls
Uu 01 2004 Pjls
 
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
 
Manajemen keuangan negara
Manajemen keuangan negaraManajemen keuangan negara
Manajemen keuangan negara
 
Sesi 1 - Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah.pptx
Sesi 1 - Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah.pptxSesi 1 - Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah.pptx
Sesi 1 - Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah.pptx
 
Buku-Pintar-PP-12-2019.pdf
Buku-Pintar-PP-12-2019.pdfBuku-Pintar-PP-12-2019.pdf
Buku-Pintar-PP-12-2019.pdf
 
POLA TATA KELOLA PUSKESMAS 1.pdf
POLA TATA KELOLA PUSKESMAS 1.pdfPOLA TATA KELOLA PUSKESMAS 1.pdf
POLA TATA KELOLA PUSKESMAS 1.pdf
 
Pp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah
Pp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintahPp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah
Pp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah
 
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerah
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerahMakalah sistem akuntansi pemerintah daerah
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerah
 
7. CALK sgr.docx
7. CALK sgr.docx7. CALK sgr.docx
7. CALK sgr.docx
 
Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja I...
Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja I...Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja I...
Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja I...
 
1 lingk-akpem
1 lingk-akpem1 lingk-akpem
1 lingk-akpem
 
Permendagri no. 61 tahun 2007
Permendagri no. 61 tahun 2007Permendagri no. 61 tahun 2007
Permendagri no. 61 tahun 2007
 
PAL - KD 3.11.pptx
PAL - KD 3.11.pptxPAL - KD 3.11.pptx
PAL - KD 3.11.pptx
 

Kürzlich hochgeladen

Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
FitriaSarmida1
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
IvvatulAini
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxPrakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Latihan Soal untuk US dan Tryout SMP 2024
Latihan Soal untuk  US dan Tryout SMP 2024Latihan Soal untuk  US dan Tryout SMP 2024
Latihan Soal untuk US dan Tryout SMP 2024
 
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 

13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha

  • 1. 13 MASALAH PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN DAERAHA By Turiman Fachturahman Nur Reformasi Tata Kelola Keunagan Daerah sudah digulirkan Reformasi tata kelola keuangan negara/daerah telah digulirkan oleh pemerintah pusat, yang merupakan langkah maju khususnya dalam menata sistem pemerintahannya. Reformasi tata kelola keuangan negara/daerah secara ideal tidak hanya mencakup reformasi akuntansi keuangannya. Namun demikian, reformasi akuntansi sektor publik merupakan sesuatu yang sangat fundamental khususnya bagi pengelolaan keuangan daerah. Reformasi ini, secara substantif mengandung pengertian pengelolaan sumber- sumber daya daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan daerah. Paket Undang-undang bidang Keuangan Negara telah memberikan landasan/payung hukum di bidang pengelolaan dan administrasi keuangan negara/daerah. Undang-undang ini dimaksudkan pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, kepada daerah telah diberikan kewenangan yang luas, demikian pula dana yang diperlukan untuk menyelenggarakan kewenangan itu. Agar kewenangan dan dana tersebut dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah, diperlukan kaidah-kaidah sebagai rambu-rambu dalam pengelolaan keuangan daerah. Otonomi Daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa dan bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah sendiri. Kewenangan yang luas, utuh dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan ini, pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan kepada pemberi wewenang dan masyarakat. Penerapan otonomi daerah seutuhnya membawa konsekuensi logis berupa pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah berdasarkan manajemen keuangan yang sehat. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah yang baik dalam rangka mengelola dana APBD secara transparan, ekonomis, efisien, efektif dan akuntabel. Dalam perundang-undangan bidang keuangan negara ini secara tegas diatur bagaimana Pemerintah Daerah menata sistem pemerintahan khususnya di bidang keuangan. Undang-undang ini mengatur mengenai asas umum perbendaharaan negara, kewenangan pejabat pengelola keuangan negara, pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah, pengelolaan uang, piutang dan utang negara/daerah, pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD, pengendalian intern pemerintah, penyelesaian kerugian negara/daerah, serta pengelolaan keuangan badan layanan umum. Penyusunan RAPBD dengan pendekatan prestasi kerja, penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, penyajian
  • 2. Neraca Daerah dan Laporan Arus Kas sebagai bentuk pertanggungjawaban Kepala Daerah, merupakan beberapa hal baru yang diamanahkan dalam peraturan tersebut. Urgensi UU NO 17 Tahun 2003 Berdasarkan UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 31, Gubernur/Bupati/Walikota harus membuat pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dalam bentuk laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Laporan keuangan ini terdiri atas Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Hal ini menuntut kemampuan manajemen pemerintahan daerah untuk mengalokasikan sumber daya secara efisien dan efektif. Kemampuan ini memerlukan informasi akuntansi sebagai salah satu dasar penting dalam pengambilan keputusan alokasi sumber daya ekonomis. Laporan- laporan ini dapat dihasilkan dengan diterapkannya suatu sistem dan prosedur akuntansi yang integral dan terpadu dalam pengelolaan keuangan daerah. Dengan demikian laporan-laporan di atas dapat dihasilkan dengan diterapkannya suatu Sistem Informasi Akuntansi Keuangan Daerah (SIAKD) yang terintegrasi dengan sistem-sistem lain dalam manajemen keuangan daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 51 ayat (2), Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pengguna Anggaran harus menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya. Hal ini berarti bahwa setiap SKPD harus membuat laporan keuangan unit kerja. Pasal 56 UU ini menyebutkan bahwa laporan keuangan yang harus dibuat setiap unit kerja adalah Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan, sedangkan yang menyusun laporan arus Kas adalah Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum daerah. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah harus ditunjang dengan pembenahan tata kelola keuangan daerah lainnya, yang mendukung upaya penyempurnaan sistem. Sumber daya manusia pelaksana sistem harus diberikan pemahaman yang memadai, pengguna laporan keuangan (stakeholders) juga harus memahami peran dan fungsinya, serta bagaimana memanfaatkan laporan keuangan. Elemen masyarakat harus memahamai alur sistem secara global, sehingga mereka akan lebih sadar akan hak dan kewajibannya. Para eksekutif di pemerintah daerah harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana memanfaatkan laporan-laporan internal yang dapat dihasilkan dari sistem akuntansi. Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah 1. Dasar Hukum Yang mendasari perundang-undangan penting yang melandasai pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah sebagai berikut : 1. UU No. 20 Tahun 1999 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 2. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan daerah;
  • 3. 3. UU No. 1 Tahun 2004 tentang perbedaharaan 4. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; 5. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 6. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; 7. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 8. PP. No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah; 9. PP No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah; 10. PP No. 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang telah diubah dengan PP No. 37 Tahun 2005, PP No. 37 Tahun 2006 dan PP No. 21 Tahun 2007; 11. PP No. 14 Tahun 2005 tentang Tatacara Penghapusan Piutang Negara/Daerah; 12. PP 23 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan; 13. PP No. 24 Tahun 2005 Standar Akuntansi Pemerintahan 14. PP No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah; 15. PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan; 16. PP No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah; 17. PP No. 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah; 18. PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; 19. PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Estándar Pelayanan Minimal; 20. PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah; 21. PP No. 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; 22. Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 23. Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah 24.Permendagri No. 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
  • 4. 25.Permendagri No. 24 Tahun 2007 tentang Pedoman Pemeriksaaan dalam rangka berakhirnya Masa Jabatan Kepala Daerah; 26. Permendagri No. 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah; 27. Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negara No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. PEMBARUAN TATA KELOLA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Perubahan pendekatan akuntansi pemerintah daerah dari single entry menuju double entry merupakan perubahan yang cukup revolusioner. Kesiapan SDM daerah khususnya di Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (Badan Pengelola Keuangan Daerah) umumnya kurang memiliki latar belakang bidang akuntansi. Oleh karena itu, penerapan pendekatan baru ini relatif akan menghadapi banyak kendala yang cukup besar di daerah. Meskipun pemerintah daerah sudah memiliki software akuntansi pemerintah bagi daerahnya, namun demikian karena penguasaan terhadap akuntansi masih belum memadai, maka kualitas laporan keuangan yang dihasilkan juga menjadi tidak memenuhi kaidah pelaporan keuangan normatif sesuai yang disyaratkan Standar Akuntansi Pemerintahan. Sistem pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel itu sudah menjadi kebutuhan dalam rangka terciptanya good governance dan clean government yang menjadi simbol reformasi pemerintahan secara umum. Untuk itu upaya percepatan terhadap keberhasilan pembaruan (reformasi) manajemen keuangan bagi pemerintah daerah sudah selayaknya mendapat perhatian serius... Pengelolaan keuangan daerah sering menghadapi masalah ketika perencanaan dan penganggaran tidak dilakukan dan berjalan dengan baik. Gagal dalam merencanakan sesungguhnya merencanakan sebuah kegagalan. Tulisan berikut ini menguraikan 13 permasalaha dalam perencanaan dan penganggaran di daerah berdasarkan. Edy Marbyanto. 1. Intervensi hak budget DPRD terlalu kuat dimana anggota DPRD sering mengusulkan kegiatan-kegiatan yang menyimpang jauh dari usulan masyarakat yang dihasilkan dalam Musrenbang. Jadwal reses DPRD dengan proses Musrenbang yang tidak match misalnya Musrenbang sudah dilakukan, baru DPRD reses mengakibatkan banyak usulan DPRD yang kemudian muncul dan merubah hasil Musrenbang. Intervensi legislative ini kemungkinan didasari motif politis yakni kepentingan untuk mencari dukungan konstituen sehingga anggota DPRD berperan seperti sinterklas yang membagi-bagi proyek. Selain itu ada kemungkinan juga didasari motif ekonomis yakni membuat proyek untuk mendapatkan tambahan income bagi pribadi atau kelompoknya dengan mengharap bisa intervensi dalam aspek pengadaan barang (procurement) atau pelaksanaan kegiatan. Intervensi hak budget ini juga seringkali mengakibatkan pembahasan RAPBD memakan waktu panjang untuk negosiasi antara eksekutif dan legislative. Salah satu strategi dari pihak eksekutif untuk “menjinakkan” hak budget DPRD ini misalnya dengan memberikan alokasi tertentu untuk DPRD missal dalam penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) ataupun pemberian “Dana Aspirasi” yang bisa digunakan oleh anggota DPRD secara fleksibel untuk menjawab permintaan masyarakat. Di salah satu kabupaten di Kaltim, dana aspirasi per anggota DPRD bisa mencapai 2 milyar rupiah per tahun.
  • 5. 2. Pendekatan partisipatif dalam perencanaan melalui mekanisme musrenbang masih menjadi retorika. Perencanaan pembangunan masih didominasi oleh: Kebijakan kepala daerah, hasil reses DPRD dan Program dari SKPD. Kondisi ini berakibat timbulnya akumulasi kekecewaan di tingkat desa dan kecamatan yang sudah memenuhi kewajiban membuat rencana tapi realisasinya sangat minim. 3. Proses Perencanaan kegiatan yang terpisah dari penganggaran, Karena ketidakjelasan informasi besaran anggaran, proses Musrenbang kebanyakan masih bersifat menyusun daftar belanja (shopping list) kegiatan. Banyak pihak seringkali membuat usulan sebanyak-banyaknya agar probabilitas usulan yang disetujui juga semakin banyak. Ibarat memasang banyak perangkap, agar banyak sasaran yang terjerat. 4. Ketersediaan dana yang tidak tepat waktu. Terpisahnya proses perencanaan dan anggaran ini juga berlanjut pada saat penyediaan anggaran. APBD disahkan pada bulan Desember tahun sebelumnya, tapi dana seringkali lambat tersedia. Bukan hal yang aneh, walau tahun anggaran mulai per 1 Januari tapi sampai bulan Juli-pun anggaran program di tingkat SKPD masih sulit didapatkan. 5. Breakdown RPJPD ke RPJMD dan RPJMD ke RKPD seringkali tidak nyambung (match). Ada kecenderungan dokumen RPJP ataupun RPJM/Renstra SKPD seringkali tidak dijadikan acuan secara serius dalam menyusun RKPD/Renja SKPD. Kondisi ini muncul salah satunya disebabkan oleh kualitas tenaga perencana di SKPD yang terbatas kuantitas dan kualitasnya. Dalam beberapa kasus ditemui perencanaan hanya dibuat oleh Pengguna Anggaran dan Bendahara, dan kurang melibatkan staf program sehingga banyak usulan kegiatan yang sifatnya copy paste dari kegiatan yang lalu dan tidak visioner. 6. Kualitas RPJPD, RPJM Daerah dan Renstra SKPD seringkali belum optimal. Beberapa kelemahan yang sering ditemui dalam penyusunan Rencana tersebut adalah; indicator capaian yang seringkali tidak jelas dan tidak terukur (kalimat berbunga-bunga), data dasar dan asumsi yang seringkali kurang valid, serta analisis yang kurang mendalam dimana jarang ada analisis mendalam yang mengarah pada “how to achieve” suatu target. 7. Terlalu banyak “order” dalam proses perencanaan dan masing-masing ingin menjadi arus utama misalnya gender mainstreaming, poverty mainstreaming, disaster mainstreaming dll. Perencana di daerah seringkali kesulitan untuk menterjemahkan isu-isu tersebut. Selain itu “mainstreaming” yang seharusnya dijadikan “prinsip gerakan pembangunan” seringkali malah disimplifikasi menjadi sector-sektor baru, misalnya isu poverty mainstreaming melahirkan lembaga Komisi Pemberantasan Kemiskinan padahal yang seharusnya perlu didorong adalah bagaimana setiap SKPD bisa berkontribusi mengatasi kemiskinan sesuai tupoksinya masing-masing. Demikian pula isu gender, juga direduksi dengan munculnya embel-embel pada Bagian Sosial menjadi “Bagian Sosial dan Pemberdayaan Perempuan” misalnya. 8. Koordinasi antar SKPD untuk proses perencanaan masih lemah sehingga kegiatan yang dibangun jarang yang sinergis bahkan tidak jarang muncul egosektoral. Ada suatu kasus dimana di suatu kawasan Dinas Kehutanan
  • 6. mendorong program reboisasi tapi disisi lain Dinas Pertambangan memprogramkan ekploitasi batubara di lokasi tersebut. 9. SKPD yang mempunyai alokasi anggaran besar misal Dinas Pendidikan dan Dinas PU seringkali tidak mempunyai tenaga perencana yang memadai. Akibatnya proses perencanaan seringkali molor. Hal ini sering diperparah oleh minimnya tenaga Bappeda yang mampu memberikan asistensi kepada SKPD dalam penyusunan rencana. 10. APBD kabupaten/Kota perlu evaluasi oleh Pemprop. Disisi lain Pemprop mempunyai keterbatasan tenaga untuk melakukan evaluasi tersebut. Selain itu belum ada instrument yang praktis yang bisa digunakan untuk evaluasi anggaran tersebut. Hal ini berakibat proses evaluasi memakan waktu agak lama dan berimbas pada semakin panjangnya proses revisi di daerah (kabupaten/kota). 11. Kualitas hasil Musrenbang Desa/Kecamatan seringkali rendah karena kurangnya Fasilitator Musrenbang yang berkualitas. Fasilitasi proses perencanaan tingkat desa yang menurut PP 72 tahun 2005 diamanahkan untuk dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten (bisa via Pemerintah Kecamatan) seringkali tidak berjalan. Proses fasilitasi hanya diberikan dalam bentuk surat edaran agar desa melakukan Musrenbang, dan jarang dalam bentuk bimbingan fasilitasi di lapangan. 12. Pedoman untuk Musrenbang atau perencanaan (misal Permendagri 66 tahun 2007) cukup rumit (complicated) dan agak sulit untuk diterapkan secara mentah-mentah di daerah pelosok pedesaan yang sebagian perangkat desa dan masyarakatnya mempunyai banyak keterbatasan dalam hal pengetahuan, teknologi dll. 13. Dalam praktek penerapan P3MD, pendekatan pemecahan masalah yang HANYA melihat ke AKAR MASALAH saja dapat berpotensi menimbulkan bias dan oversimplifikasi terhadap suatu persoalan. Contoh kasus nyata; di sebuah desa di daerah masyarakat dan pemerintah mengidentifikasi bahwa rendahnya pengetahuan masyarakat disebabkan tidak adanya fasilitas sumber bacaan di wilayah itu. Sebagai solusinya mereka kemudian mengusulkan untuk dibangunkan “gedung perpustakaan”. Ternyata setelah gedung perpustakaan dibangun, sampai beberapa tahun berikutnya perpustakaan tersebut tidak pernah berfungsi bahkan kemudian dijadikan Posko Pemilu. Mengapa demikian? Hal itu terjadi karena mereka hanya berpikir soal membangun gedung, tetapi lupa berpikir dan mengusulkan bagaimana menyediakan buku/bahan bacaan untuk perpustakaan itu, lupa mengusulkan kepengurusan untuk mengelola perpustakaan itu dll. Kondisi seperti diatas mungkin tidak akan terjadi kalau mereka berpikir dulu soal “outcome” misalnya meningkatkan minat baca 50 % warga masyarakat. Dari outcome tersebut nantinya bisa diidentifikasi output yang diperlukan misalnya: adanya gedung perpustakaan, buku atau bahan bacaan, tenaga pengelola perpustakaan, kesadaran masyarakat untuk datang ke perpustakaan dll. Dari contoh kasus itu nampaknya untuk pemerintah dan masyarakat memang perlu didorong untuk memahami alur berpikir logis (logical framework) sebuah perencanaan. Selain itu pola pikir yang ada yang cenderung berorientasi “Proyek” (yang berorientasi jangka pendek dan
  • 7. berkonotasi duit) menjadi orientasi “Program” (orientasi jangka panjang dan lebih berkonotasi sebagai gerakan pembangunan). Berdasarkan 13 permasalahan diatas sekurangnya ada tiga (mala)praktik tata kelola yang menunjukan buruk rupa manajemen keuangan daerah saat ini Pertama, problem proporsi alokasi sebagaimana ditunjukan rasio antara belanja modal (pembangunan) dan belanja aparatur (rutin). Hingga sewindu pelaksanaan desentralisasi, desain politik alokasi anggaran di banyak daerah menunjukan minimnya peruntukan bagi masyarakat, baik berupa dana pelayanan publik maupun investasi Pemda bagi bergeraknya perekonomian. Hanya sekitar 20-30% APBD untuk belanja langsung bagi kepentingan masyarakat dan sisa terbesarnya untuk membiayai birokrasi. Kedua, problem kapasitas daya serap anggaran. Saat ini, sekitar 60% dana APBN kita beredar di daerah (30% lewat skema transfer ditambah 30% berasal dari dana dekonsentrasi, medebewind dan dana sektoral). Suatu jumlah uang beredar yang tentu amat besar, sekaligus tanggung jawab yang besar pula. Namun sayang, sejauh ini Pemda masih belum berkekuatan penuh menyerap anggaran yang ada, bahkan di sebagian daerah, sisa dana ”diparkir” di perbankan berbentuk Sertifikat BI. Perlu dicatat, adanya dana yang menganggur itu bukan lantaran daerah berkelebihan uang atau pun sebagai hasil dari penghematan (efisiensi) anggaran. Sebaliknya, hal itu menunjukan adanya dana yang terbengkelai, karena buruknya sistem perencanaan anggaran, berbelitnya prosedur pengadaan barang/jasa pemerintah, lemahnya proses legislasi di daerah, atau orientasi sempit pada PAD dari bunga simpanan SBI. Kinerja instrumen fiskal semacam itu berakibat terbengkelainya pula program layanan publik dan tentu sulit menjadi stimulan alternatif di tengah masih lesunya investasi sektor swasta. Ketiga, selain kedua masalah di atas, hari-hari ini media massa juga gencar memberitakan problem ketiga dalam manajemen keuangan daerah, yakni administrasi pelaporan keuangan. Hal ini tentu tidak saja menyangkut problem akuntansi dan tata pembukuan, tetapi lebih mendasar lagi mencerminkan politik kebijakan dan komitmen penegakan good governance di daerah. Alhasil, merujuk laporan BPK, setiap tahun terdapat tendensi memburuk dalam kualitas pengelolaan dan laporan keuangan. Data terakhir (2009) menunjukan, hanya ada 21 daerah yang memiliki status laporan wajar tanpa pengecualian, selebihnya: 249 daerah wajar dengan pengecualian, 7 daerah berstatus disclaimer (tak memberikan pendapat) dan 10 daerah adverse (tak wajar). Terkait masalah ini, sumber masalah utama adalah tidak efektifknya peran inspektorat (dulu bernama Bawasda) di daerah. Institusi yang sejatinya dibentuk sebagai garda depan jaminan tegaknya good governance dan menjadi instrumen strategis pemberantasan korupsi ini justru mandul. Institusi ini hanya diposisikan sebagai unsur penunjang, desain kelembagaannya gampang terkooptasi oleh SKPD lainnya, ruang lingkup pengawasannya terbatas, tidak
  • 8. adanya mekanisme sanksi dalam pengawasan, dan status aparatnya disinyalir sebagai orang buangan yang mempengaruhi motivasi dan kapasitas kerja. Padahal, keberadaan inspektorat ini mestinya bernilai strategis. Pertama, menjadi lembaga preventif dan jaring pengaman internal sebelum datangnya pihak pengawas eksternal (BPK, KPK, dll). Kedua, sebagai unit pengawas internal yang memiliki peluang terlibat sejak fase perencanaan (input), pelaksanaan, capaian dan evaluasi kebijakan sehingga memungkinkan deteksi dini dan koreksi langsung untuk menghindari kerusakan masif. Seandainya semua ini dijalankan, bisa dipastikan mutu tata kelola dan tata pembukuan keuangan daerah tidak lagi menjadi sasaran permanen kritikan publik dan temuan BPK. Opsi Kuratif Isu manajemen keuangan daerah bukanlah semata urusan internal pemerintahan tetapi mesti dilihat sebagai bentuk akuntabilitas vertikal kepada pusat sebagai sumber dana perimbangan dan tanggung jawab politik kepada rakyat. Untuk itu, terhadap temuan masalah, sanksi tegas harus diberikan, bila perlu lewat instrumen fiskal pula (pemotongan DAU). Opsi kuratif/represif ini saatnya mulai diterapkan pemerintah pusat kalau tidak mau masalah tersebut menjadi beban permanen. Selain itu, langkah persiapan (preventif) mesti segera menjadi program prioritas baik lewat penguatan kapasitas aparat perencana, pelaksana dan pengawas keuangan maupun redesain kelembagaan institusi inspektorat. Diposkan oleh Qitri Center di 04.38