3. Makna Globalisasi: Perkembangan Lanjutan
Kapitalisme
Dua pilar utama yang menopang sistem kapitalisme
modern, yaitu: pasar uang (sistem perbankan) dan pasar
modal;
Kedua pilar (sektor finansial) inilah yang memungkinkan
terjadinya proses akumulasi modal yang sangat pesat.
Sedemikian pesatnya, sehingga kian tak berkaitan
langsung (decoupling) dengan perkembangan sektor real.
Hal ini disebabkan oleh pola eksploitasi yang telah
melampaui batas-batas negara sebagai konsekuensi dari
gelombang globalisasi
4. Makna Globalisasi: Perkembangan Lanjutan
Kapitalisme
Di era tahun 1970-an, kapitalisme mencapai tahap
keemasan, sebuah tahap dimana pembangunan dunia
melakukan pembangunan yang masuk dalam skenario
modernisasi, fokus dari modernisasi negara dunia ketiga
pada moment itu ialah pembangunan berbasis high
technology.
Dalam pandangan sosiolog Jepang, Kenichi Ohmae
globalisasi tidak sekedar membawa ideologi yang bersifat
global seperti demokrasi liberal, tetapi juga turut
mengancam proses pembentukan negara bangsa, karena
globalisasi pada intinya ingin mewujudkan negara tanpa
batas (Borderless).
5. Sistem Bretton Woods Sebagai Titik Tolak
Di tengah kekalutan yang melanda perekonomian dunia, setiap negara
berupaya menyelamatkan diri tanpa terlalu menghiraukan dampaknya
terhadap negara-negara lain, sehingga pada akhirnya berdampak
pada semua negara.
Menyadari bahwa tatanan ekonomi dunia sudah diambang
kebangkrutan, negara-negara yang memenangkan perang berinisiatif
menyusun arsitektur baru tata ekonomi dunia. Sebagian besar negara
mengadakan pertemuan di Bretton Woods yang melahirkan sistem
moneter internasional dengan IMF sebagai lembaga multilateralnya
dan Bank Dunia yang berfungsi membantu rehabilitasi dan
rekonstruksi negara-negara yang porak-poranda akibat perang.
6. Potret Perbankan Nasional: Kebijakan
Perbankan di Indonesia Periode 1983-2011
TAHUN KEBIJAKAN
Juni 1983 Penghapusan kontrol atas suku bunga deposito bank pemerintah dan tingkat pinjaman pada
perbankan
Oktober 1988 1. Membuka industri perbankan untuk bank swasta dan joint venture baru dengan cara
menurunkan persyaratan modal minimum
2. Penghapusan restriksi dan pemberian kemudahan seperti pembukaaan cabang baru,
kemudahan pinjaman antar bank dan membolehkan bank untuk mendesain prosuk deposito
mereka
Februari 1992 1. Pemberian izin terhadap investor asing untuk membeli saham perbankan domestik yang
tercatat pada bursa saham
2. Secara parsial melakukan privatisasi dengan memperbolehkan bank pemerintah untuk listing
di pasar modal
1995-1997 1. Pengontrolan kembali peminjaman yang dapat diberikan oleh bank
2. Meningkatkan kontrol dalam hal penerbitan surat berharga oleh perbankan
3. Meningkatkan pengawasan atas lembaga keuangan non bank
4. Memperketat izin pembukaan cabang baru
5. Pengenaan denda bagi bank yang melakukan ekspansi lebih cepat dari yang diperbolehkan
6. Meningkatkan rasio cadangan minimum dan memperketat aturan prudensial perbankan
2003 Privatisasi bank-bank yang telah di bail-out di bawah skema Indonesian Banking Restructuring
Agency (IBRA)
2004 Dikeluarkannya kebijakan Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
2004-2011 Serangkaian merger dan konsolidasi perbankan konvensional dalam rangka memenuhi Single
Presence Policy serta kecukupan modal minimum
Sumber: Mulyaningsih dan Daly, 2011
7. Indonesian Bank Restructuring Agency (IBRA)
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdiri setelah letter
of intent (LoI) IMF tahun 1998. Dalam LoI tersebut program
Indonesian Bank Restructuring Agency (IBRA) yang kemudian
dikenal dengan nama BPPN ini, lahir sebagai upaya pembenahan di
sektor keuangan akibat krisis ekonomi yang menerpa Indonesia dan
Asia pada pertengahan 1997.
IBRA atau Badan Penyehatan Perbankan Nasional (bppn) yaitu
Badan pemerintah yang dibentuk untuk melaksanakan upaya
penyehatan bank-bank, mengelola aset bermasalah, dan
mengadmnistrasikan program jaminan pemerintah;
Pembentukan BPPN berdasarkan Keppres Nomor 27 Tahun 1998
tentang pembentukan BPPN;
Keppres No. 34 Tahun 1998 tentang Tugas dan Kewenangan Badan
Penyehatan Perbankan Nasional adalah penyehatan perbankan,
penyelesaian aset bermasalah dan mengupayakan pengembalian
uang negara yang tersalur pada sektor perbankan;
8. Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
Suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat
menyeluruh dan memberikan arah, bentuk dan tatanan industri
perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke
depan;
API memiliki enam pilar yang saling terkait satu sama lain guna
menunjang pencapaian visi di antaranya:
Struktur perbankan yang sehat
Sistem pengaturan yang efektif
Sistem pengawasan yang independen dan efektif
Industri perbankan yang kuat
Infrastruktur pendukung yang mencukupi
Perlindungan konsumen
Ulasan lengkap API dalam dokumen berikut
10. Tantangan Industri Perbankan: Penerapan
Core Principle on Banking Supervision
Basle Committee on Banking Supervision, didirikan oleh
Gubernur Bank Sentral negara-negara Group of Ten (G
10) pada 1974 sebagai reaksi atas bankrutnya Bankhus
I.D. Herstatt di Cologne, Jerman yang mengganggu
penyelesaian transaksi pada Clearing House
International Payment System (CHIPS) dan merugikan
mitra bisnis Herstaat bank.
Core Principle on Banking Supervision yang dikeluarkan
terdiri dari 25 prinsip yang bertujuan untuk menciptakan
sistem pengawasan yang efektif.
11. Tantangan Industri Perbankan: Penerapan
No. Basel I Basel II
1. Harmonisasi standar permodalan bank secara
internasional dengan maksud memperkuat
stabilitas dan kesehatan perbankan internasional
Terdapat tiga pilar (minimum
capital requirement, supervisory
review process, market discipline)
2. Menghilangkan sumber ketidaksetaraan dalam
berkompetisi diatara perbankan internasional
Kecukupan modal dihitung dengan
mempertimbangkan risiko kredit,
risiko pasar dan risiko operasional
3. Permodalan bagi bank yang beroperasi secara
internasional minimal 8% (Tier 1 (4%) dari share
holder equity dan retained earning dan Tier 2 (4%)
tambahan dana internal dan eksternal yang
tersedia) sedang di Amerika 8% - 9%.
diciptakan untuk bank yang
berskala internasional, besar dan
melibatkan organisasi keuangan
yang kompleks
4. Tidak membedakan variasi risiko antara bank satu
dengan bank lainnya
Terdapat kesulitan dalam
penerapan Basel II terutama
dalam penghitungan risk-base
capital dengan biaya yang tinggi
USD 10-150 Juta.
5. Fokus pada risiko kredit Berkaitan erat dengan penerapan
Rating Company
Basel II
Sumber: Sitompul, 2007
12. Tantangan Industri Perbankan: Implementasi
Anti Money Laundering (AML) Rezim
Perbankan mengacu pada standar internasional untuk
mencegah dan memberantas pencucian uang dan/atau
pendanaan terorisme oleh Financial Action Task Force on
Money Laundering (FATF), yang dikenal dengan
Rekomendasi 40 + 9 FATF.
Perkembangan e-banking dan kemajuan teknologi memicu
terjadinya tindak pidana money laundering.
Penyedia Jasa Keuangan (PJK) harus melaksanakan
enhance due dilligence apabila melakukan transaksi
dengan politically exposed person, trust company/account,
shell company dan corespondence bank account
13. Tantangan Industri Perbankan: Penerapan
Corporate Governance
Besarnya saham milik pemerintah pada industri
perbankan cenderung memperlemah pengawasan dan
penerapan corporate governance
Privatisasi akan memberikan keseimbangan antara
supervisory dicipline dan market dicipline.
Keseriusan industri perbankan harus diikuti dengan
komitmen yang tinggi dari institusi pengawas untuk
menegakkan hukum.
Privatisasi bukan suatu proses text-book yang dapat
dilakukan dengan menggunakan suatu formula tertentu.
Suatu perencanaan yang baik harus memuat fleksibilitas
agar dapat merespon setiap kesempatan yang ada.
16. Penghambat Utama Investasi Berdasarkan
Ukuran Perusahaan di Indonesia
Sumber: Worldbank, Enterprise Survey for Indonesia
17. Faktor yang Mempengaruhi Iklim Dunia Usaha
di Indonesia
Intervensi pemerintah terhadap BUMN dan regulasi iklim
dunia usaha;
Benturan kepentingan atau perbedaan preferensi dan
prioritas antara dunia usaha dan masyarakat;
Ketidakpastian hukum (kredibilitas);
Kepercayaan dan keyakinan publik terhadap pasar dan
dunia usaha mempengaruhi bukan hanya kelayakan dari
suatu perubahan tetapi juga kesinambungannya
(sustainability);
Sumber pembiayaan perbankan atau jasa keuangan
yang mendapat jaminan dari pemerintah
18. UMKM Sebagai Fokus Bank Indonesia pada
Pengembangan Dunia Usaha di Sektor Riil
UMKM sebagai salah satu kekuatan pendorong terdepan
dalam pembangunan ekonomi (Bank Dunia, 2005);
UMKM mampu menyerap tenaga kerja lebih besar dari
usaha besar;
UMKM mampu menyerap kredit dengan perputaran uang
lebih dari 20% per bulan dan excatly 63% year on year
dari target kredit UMKM (Bank Indonesia, 2013);
Lebih dari 99% badan usaha di Indonesia merupakan
UMKM (BPS, 2013)
UMKM memberikan kontribusi lebih dari 60% pada PDB
Nasional (BPS, 2013)
19. Peran UMKM dalam Ekspor Nonmigas
Upaya peningkatan ekspor nonmigas adalah
peningkatan daya saing nasional dengan menempatkan
dunia usaha sebagai ujung tombaknya.
Diperlukan lingkungan industri dan lingkungan dunia
industri yang sehat dan transparan dengan jaring-jaring
pengaman yang kuat
Mengarahkan perekonomian kepada pemanfaatan
sumber daya yang efisien, sehingga dapat mempunyai
potensi besar untuk mendesak industri kecil/menengah
agar mengalami kemajuan yang pesat.
20. Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi (Milliar Rp.)
Sumber: Data SPI Bank Indonesia, 2012
Penyaluran kredit terbesar
pada UMKM di sektor
perdagangan;
Pada umunya UKM dalam
memproduksi barang/jasanya
hanya terkonsentrasi pada
sejumlah produk/jasa yang
secara tradisional telah
ditangani kelompok pelaku
bisnis tertentu dan pada
pasar tertentu saja
21. Perbankan Indonesia Tidak Efisien, Bunga Sulit
Turun
Sumber: Net Interest Margin (Bank Dunia, 2014)
Tuntutan regulasi Bank Sentral Indonesia dalam credit share
perbankan minimal 20% memaksa perbankan untuk meningkatkan
suku bunga pinjaman pada Dunia Usaha di Indonesia;
Dalam kondisi yang tidak terkontrol tingginya penyaluran kredit dapat
menimbulkan bubble economic pada sektor ekonomi keseluruhan;
22. Strategi Pengembangan Dunia Usaha Melalui
Perbankan di Era MEA 2015
Mitigasi risiko oleh Bank Indonesia dan Badan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) terhadap penyaluran kredit pada
perbankan melalui kebijakan Makroprudensial
Mikroprudensial lebih diperketat;
Memanfaatkan otonomi untuk mengembangkan
kebijakan yang inovatif, kreatif, dan harmonisasi aturan
hukum yang membuka ruang bagi tumbuhnya
perekonomian;
Pengaplikasian skema kerjasama (triple helix) antar
pelaku ekonomi;