SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 53
Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan
umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat,
pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak
merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan Negara.
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari
penerimaan Negara. Lagipula penerimaan Negara dari pajak dapat dijadikan indicator atas peran
serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam kontribusinya melakukan kewajiban perpajakan,
karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam
bentuk tidak langsung, dan berupa pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna bagi
rakyat.
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan pada makalah ini adalah:
1. Apa pengertian dari pajak penghasilan pasal 21?
2. Siapa subjek atau Wajib Pajak PPh pasal 21?
3. Siapa pemotong pajak penghasilan pasal 21?
4. Penghasilan apa saja yang dipotong PPh Pasal 21 (Objek Pajak)?
5. Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 21?
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari pajak penghasilan pasal 21
2. Untuk mengetahui subjek atau Wajib Pajak PPh pasal 21
3. Untuk mengetahui pemotong pajak penghasilan pasal 21
4. Untuk mengetahui Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 (Objek Pajak)?
5. Untuk mengetahui cara menghitung PPh Pasal 21
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang pajak, khususnya PPh pasal 21 dalam hal ini
tentang pengertian PPh Pasal 21, Subjek dan Objek Pajak PPh Pasal 21, pemotong pajak
penghasilan dan cara menghitung PPh Pasal 21.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
2.2. Subjek Pajak PPh Pasal 21 (Wajib Pajak PPh Pasal 21)
Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah orang pribadi yang
merupakan :
1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua termasuk ahli warisnya.
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Yang tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 yaitu :
1. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing dan orang –
orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama
mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang
– Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan
warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
2.3. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000
dan terakhir UU No 36 tahun 2008 untuk memotong PPh Pasal 21. Termasuk pemotong PPh
Pasal 21 dalam peraturan Menteri Keuangan No. 252/KMK.03/2008 adalah :
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun
cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas yang
membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan.
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja dan badan – badan lain
yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar:
a. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan atau
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri, termasuk
jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri,
bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
b. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa
yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri.
c. Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan magang.
d. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan
internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan
kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada
wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan
pemotongan pajak adalah :
1. Kantor Perwakilan Negara Asing.
2. Organisasi – organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c
Undang – Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
semata – mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau
pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
4. Dalam hal organisasi internasional tidak memenuhi kebutuhan tersebut,organisasi
internasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang berkewajiban melakukan pemotongan
pajak.
2.4. Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 (Objek Pajak PPh Pasal 21)
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang
bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima paensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan
dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran lain jenis;
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang
rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan
imbalan sejenis dengan nama apapun;
7. Penerimaan dalam bentuk antara dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang diberikan oleh :
a. Bukan Wajib Pajak;
b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus
(deemed profit)
Penghasilan yang PPh pasal 21-nya Ditanggung Pemerintah
PPh ditanggung pemerintah terdiri atas :
1. PPh yang terutang atas penghasilan teratur atau gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri
Sipil.
2. PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh karyawan asing yang bekerja pada
kontraktor ,konsultan, dan pemasok utama atas penghasilan yang diterima atau diperoleh karena
pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan
hibah.
3. PPh atas penghasilan pekerja pada kategori usaha tertentu.
2.5. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Pajak secara umum diformulasikan sebagai berikut
:
Tarif PPh Pasal 21
Beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung PPh Pasal 21 :
a. Tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Rp0,00 s/d Rp50.000.000,00 5%
Di atas Rp50.000.000,00 s/d Rp250.000.000,00 15%
Di atas Rp250.000.000,00 s/d Rp500.000.000,00 25%
Di atas Rp500.000.000,00 30%
b. Tarif 5% (lima persen)
c. Tarif 15% (lima belas persen)
d. Tarif khusus
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi lebih tinggi 20% (dua puluh persen)
daripada tariff yang ditetapkan terhadap wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP.
Contoh :
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah :
5% x Rp50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% x Rp25.000.000,00 Rp 3.750.000,00 (+)
Jumlah Rp 6.250.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah :
5% x 120% x Rp50.000.000,00 Rp 3.000.000,00
15% x 120% x Rp25.000.000,00 Rp 4.500.000,00 (+)
Jumlah Rp 7.500.000,00
Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 ditentukan sebagai berikut :
1. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi :
a. Pegawai Tetap,
b. Penerima pensiun berskala,
c. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif
penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp1.320.000,00 (satu
juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)
d. Bukan pegawai selain tenaga ahli, yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan
2. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari,
yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan
atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan
kalender belum melebihi Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)
3. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas
4. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima
peghasilan nomor 1, 2, dan 3.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000
dan terakhir UU No 36 tahun 2008 untuk memotong PPh Pasal 21.
3.2. Saran
Dari uraian pembahasan di atas penulis menyarankan kepada pembaca sekalian agar manfaat dari
pembahasan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat memberikan wawasan positif. Dimana
sisi positif dari uraian tersebut bisa dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan
tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut dan sisi kurang baiknya bisa dijadikan sebagai bahan
pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dari
pembaca.
PAJAK PENGHASILAN PASAL21 (PPh21)
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
(PPh 21)
Dosen Pengampu : Dra. Refnida
Disusun Oleh : kelompok 3
Nama Nim
Hermita RRAIAI09038
Rahma wati RRAIAI09048
Bambang ardiyanto RRAIAI09032
PROGRAM STUDY PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan ridhonya penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang “Pajak penghasilan Pasal 21 ”. Sehingga tepat pada waktunya.
Dalam menyelesaikan makalah ini tentunya penulis banyak menemui halangan dan rintangan
tetapi dengan bantuan dari teman-teman maka halangan dan rintangan tersebut dapat dilalui oleh
penulis dengan baik. Untuk itu sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dra. REFNIDA selaku dosen pembimbing mata kuliah Ekonomi Perpajakan yang telah berkenan
memberikan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
2. IbundadanAyahanda yang telah memberikan bantuan kepada penulis dan memberi dukungan penuh
yang tak ternilai harganya,yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu dan tak dapat penulis berikan
apa-apa kecuali permohonan doa kepada ALLAH SWT semoga amal kebaikan yang telah diberikan
mendapat balasan dari ALLAH SWT.
3. Teman-teman yang telah bersedia memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari sempurna.
Untuk itupenulissangatmengharapkansarandankritikyangbersifatmembangundari berbagai
pihak untuk kesempurnaan makalah ini.
Semogamakalahini dapatbermanfaat bagi semua pihak yang membaca khususnya Mahasiswa
Reguler Mandiri Universitas Jambi.
Jambi, Juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................................4
1.2 Rumusan masalah.........................................................................................4
1.3 Tujuan penulisan............................................................................................4
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Sistemperpajakandi Indonesiamenganutsistemself assesment.Dengansistem tersebut Wajib
Pajakdiberikankepercayaanuntukmenghitungsendiribesarnyapajakyangterutangdalamsuatu tahun
pajak.Namundemikian,ketikaWajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan,ada kalanya atas
penghasilan tersebut dipotong pajak dulu. Contoh, seorang karyawan dipotong pajak atas gaji yang
diterimanya tiap bulan yang dinamakan pemotongan PPh Pasal 21.
Apakah praktek ini menyalahi sistem self assesment ini? Jawabannya tidak. Pemotongan dan
pemungutanpajakhanyamerupakanmekanisme untukmelunasi pajakyangakanterutangdalam tahun
tersebut.PerhitunganPajakPenghasilan(PPh) terutang sebenarnya dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri
dalamSPT TahunanPajakPenghasilan.Adapunpajakyangsudahdipotong atau dipungut tersebut akan
diperhitungkanuntukmengurangi jumlahpajakyangharusdibayar. Dalam bahasa teknisnya pajak yang
sudah dipotong atau dipungut tersebut dinamakan kredit pajak.
1.2 Rumusan masalah
Adapunrumusan masalah dalam makalah ini yaitu untuk mengetahui apa itu Pajak penghasilan pasal
21, bagaimana cara Perhitungan Pph Pasal 21, apa saja pemotong Pph Pasal 21, apa saja dasar hokum
dari Pph Pasal 21 dan lainya yang menyangkut dari Pph Pasal 21.
1.3 Tujuan penulisan
1. Memenuhi persyaratan dalam mata kuliah ekonomi Perpajakan yaitu tugas kelompok
2. Agar mahasiswa dapat menjadikan pelajaran yang tersirat dalam makalah Pajak
Penghasilan Pasal 21
1.4 Manfaat penulisan
1. menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dibidang mata kuliah ekonomi
Perpajakan Khususnya Pajak Penghasilan Pasal 21
2. Dapat aplikasikan di kehidupan kita baik secara formal maupun secara informal
yang dapat menambah dinamika ilmu pengetahuan kita.
Bab II
Pembahasan
A. Pengertian Pajak penghasilan Pasal 21
adalahpajakatas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
B. Pemotong PPh Pasal 21
 Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
 Bendaharawan pemerintah baik Pusat maupun Daerah
 Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)
 Perusahaan dan bentuk usaha tetap.
 Yayasan, lembaga, kepanitia-an, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik dan
organisasi lainnyasertaorganisasi internasional yangtelah ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan.
 Penyelenggara kegiatan.
C. Penerima Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21
1) Pejabatperwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka,
dengan syarat:
 bukan warga negara Indonesia dan
 di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
2) Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan
sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan
lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
D. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :
a) penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji,
uang pensiunbulanan,upah,honorarium(termasukhonorariumanggotadewankomisarisatau anggota
dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi,
tunjanganisteri,tunjangananak,tunjangankemahalan,tunjanganjabatan,tunjangankhusus,tunjangan
transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi
asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun;
b) penghasilanyangditerimaataudiperolehpegawai,penerimapensiunataumantanpegawai secaratidak
teraturberupajasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun
baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;
c) upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai
tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta
pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang merupakan calon pegawai
d) uangtebusanpensiun,uangTabunganHari Tua atau JaminanHari Tua, uangpesangondan pembayaran
lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja;
e) honorarium,uangsaku,hadiahataupenghargaandengannama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea
siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri dari : tenaga ahli (Pengacara, Akuntan,
Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris)pemain musik, pembawa acara, penyanyi,
pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/
peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
E. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
1. Pegawai Tetap
a. Pengertian Pegawai Tetap
Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah
tertentusecarateratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara
teraturterus menerusikutmengelolakegiatanperusahaansecaralangsung,sertapegawai yang bekerja
berdasarkankontrakuntuksuatujangkawaktutertentusepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja
penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut.
b. Dasar Hukum:
 Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2009
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan
Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK. 03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya
Pensiun yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan
c. Dasar pengenaandan pemotongan PPhPasal 21
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap adalah Penghasilan Kena Pajak
d. Biaya Jabatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-250/PMK. 03/2008, besarnya biaya
jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak
Penghasilan bagi pegawai tetap ditetapkan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp
6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan.
e. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah bagi:
 Wajib Pajak :Rp 15.840.000,-
 Tambahan status kawin :Rp 1.320.000,-
 Istri Bekerja :Rp 15.840.000,-
 Tambahan tanggungan : Rp 1.320.000,- (Maksimal 3)
f. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
PenghasilanyangditerimaataudiperolehPegawai tetap,baikberupa penghasilan yang bersifat teratur
maupun tidak teratur
g. Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21
Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib
Pajak atau Pemerintah
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan,iurantunjanganhari tuaatau iuran jaminanhari tuakepada badan penyelenggara tunjangan
hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
4. Zakat yangditerimaolehorangpribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama
yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh
Pemerintah, merupakan penerimaan dalam bentuk kenikmatan.
h. MenghitungPenghasilanKena Pajak
PenghasilanKenaPajakbagi pegawai tetapadalahsebesarpenghasilannetodikurangi
PenghasilanTidakKenaPajak(PTKP)
Besarnyapenghasilannetobagi pegawaitetapyangdipotongPPhPasal 21 adalahjumlah
seluruhpenghasilanbrutodikurangidengan:
1. Biayajabatan,sebagaimanadimaksuddalampasal 21 ayat(3) Undang-UndangPajakPenghasilan;
2. Iuranyang terkaitdengangaji yangdibayarolehpegawai kepadadanapensiunyangpendiriannyatelah
disahkanolehMenteri Keuanganataubadanpenyelenggaratunjanganhari tuaatau jaminanhari tua
yang dipersamakandengandanapensiunyangpendiriannyatelahdisahkanoleh MenteriKeuangan
i. PTKP bagi Karyawati
BesarnyaPTKPbagi karyawati berlakuketentuansebagaiberikut:
1. Bagi karyawati kawin,sebesarPTKPuntukdirinyasendiri;
2. Bagi karyawati tidakkawin,sebesarPTKPuntukdirinyasendiri ditambahPTKPuntukkeluargayang
menjadi tanggungansepenuhnya.
Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat
serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya tidak menerima atau memperoleh
penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan
PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya
j. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21
Bagi Pegawai Tetap tarif PPh Pasal 21 adalah berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-
Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak, yaitu:
 Penghasilan s.d Rp 50.000.000, tarif 5%
 Penghasilan s.d Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000, tarif 15%
 Penghasilan Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000, tarif 25%
 Penghasilan di atas Rp 500.000.000, tarif 30% 
k. Ketentuan Penghitungan PPh Pasal 21
1. Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap masa pajak, kecuali masa pajak terakhir,
tarif diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Perkiraanataspenghasilan yangbersifatteraturadalahjumlahpenghasilanteraturdalam 1 (satu) bulan
dikalikan 12 (dua belas);
b) Dalamhal terdapattambahanpenghasilanyangbersifattidakteratur,makaperkiraanpenghasilan yang
akan diperoleh salama 1 (satu) tahun adalah sebesar jumlah pada huruf a ditambah dengan jumlah
penghasilan yang bersifat tidak teratur.
2. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk setiap masa pajak adalah:
a) Atas penghasilan yang bersifat teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang atas jumlah
penghasilan teratur dibagi 12 (dua belas)
b) Atas penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah sebesar selisih antara Pajak Penghasilan yang
terutang, atas jumlah penghasilan tidak teratur dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas jumlah
penghasilan teratur
l. Pegawai Pindahan Baru
Dalam hal pegawai tetap mempunyai kewajiban pajak subjektif terhitung sejak awal tahun
kalender dan mulai bekerja setelah bulan januari, termasuk pegawai yang sebelumnya bekerja pada
pemberi kerjalain,banyaknyabulanyangmenjadi faktorpengali sebagaimanadimaksud pada angka (1)
atau faktor pembagi sebagaimana dimaksud pada angka (2) adalah jumlah bulan tersisa dalam tahun
kalender sejak yang bersangkutan mulai bekerja.
m. Pegawai Berhenti Bekerja
Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum bulan desember dan jumlah PPh Pasal 21
yang telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan lebih besar dari PPh pasal 21 yang
terhutang untuk 1 (satu) tahun pajak, maka kelebihan PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut
dikembalikan kepada pegawai tetap yang bersangkutan bersamaan dengan pemberian bukti
pemotongan PPh Pasal 21, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berhenti bekerja.
n. Penghitungan PPh Pasal 21 Masa Terakhir
Sehubungan sudah tidak adanya lagi SPT Tahunan PPh Pasal 21, maka besarnya PPh Pasal 21
yang harus dipotong untuk masa pajak terakhir adalah selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang
atas seluruh penghasilan kena pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak dengan PPh
Pasal 21 yang telahdipotongpadamasa-masasebelumnyadalamtahunpajak yang bersangkutan. Masa
Pajakterakhiradalahmasa Desemberataumasapajaktertentudi mana pegawai tetapberhenti bekerja.
o. Pegawai Asing
Dalam hal pegawai tetap kewajiban pajak subjektifnya hanya meliputi bagian tahun pajak,
perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bagian tahun pajak tersebut dihitung berdasarkan
penghasilankenapajakyang disetahunkan, sebanding dengan jumlah bulan dalam bagian tahun pajak
yang bersangkutan.
n. Tarif PPh Pasal 21 bagi yang tidak Mempunyai NPWP
a) Bagi PenerimaPenghasilanyang Dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak,
dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif
yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
b) Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 120 %
(seratus dua puluh persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang
bersangkutan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
c) Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk pemotongan PPh
Pasal 21 yang bersifat tidak final.
d) Dalam hal penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi
sebagaimanadimaksudpadaayat(1),mendaftarkandiri untukmemperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak,
PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang
untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
Saat Terutang PPh Pasal 21
1) PPh Pasal 21 terutang bagi Penerima Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat
terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
2) PPh Pasal 21 terutang bagi Pemotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 untuk setiap masa pajak.
3) Saat terutang untuk setiap masa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akhir bulan
dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
Contoh Perhitungan:
Tommy bekerja pada perusahaan PT Multi Dinamika dengan memperoleh Gaji sebulan Rp.
3.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 75.000,00. Tommy menikah tetapi
belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21-nya adalah sebagai berikut :
Gaji sebulan Rp 3.000.000,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan :
5% x Rp 3.000.000,00 Rp 150.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 75.000,00
Rp 225.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.275.000,00
Penghasilan neto setahun adalah
12 x Rp. 2.275.000,00 Rp 33.300.000,00
PTKP setahun
- untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
Rp 17.160.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 16.140.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp. 16.140.000,00 = Rp.807.000,00
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 807.000,00: 12 = Rp. 67.250,00
m. Penghitungan PPh Pasal 21 atas THR bagi Pegawai Tetap
Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi,
tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya
dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagai berikut
 dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak
teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
 dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasa produksi, dan
sebagainya.
 selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan angka 1 dan 2 adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan
tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
Contoh:
Joko Qurnain (tidak kawin) bekerja pada PT Qolbu Jaya dengan memperoleh gaji sebesar Rp
2.000.000,00 sebulan. Dalam tahun yang bersangkutan Joko menerima THR sebesar Rp 5.000.000,00.
SetiapbulannyaJokomembayariuranpensiunke dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan sebesar Rp 60.000,00
Cara menghitung PPh Pasal21 atasTHR adalah :
PPhPasal 21 atas Gaji dan THR (penghasilan setahun):
Gaji setahun(12 x Rp 2.000.000,00)
THR
Rp 24.000.000,00
Rp 5.000.000,00
Penghasilan brutosetahun Rp 29.000.000,00
Pengurangan :
1. BiayaJabatan
5% x Rp 29.000.000,00 =
2. Iuran pensiun setahun
1 2 x Rp 60.000,00 =
Rp 1.450.00,00
Rp 720.000,00 Rp 2.170.000,00
Penghasilan netosetahun Rp 26.830.000,00
PTKP
– untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
Penghasilan KenaPajak Rp 10.990.000,00
PPhPasal 21 terutang
5% x Rp 10.990.000,00 =
Rp 549.500,00
Karyawati Ken Prameswari (tidak kawin) bekerja pada PT Prabu Kedaton dengan memperoleh
gaji sebesar Rp 2.750.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program jamsostek. Premi Jaminan
KecelakaanKerja dan premi Jaminan Kematian dan Iuran Jaminan Hari Tua dibayar oleh pemberi kerja
setiap bulan masing-masing sebesar 1,00%, 0,30% dan 3,70% dari gaji. Prameswari membayar iuran
Pensiun Rp 50.000,00 dan iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji untuk setiap bulan. Dalam
tahun berjalan dia juga menerima THR sebesar Rp 4.000.000,00
Cara menghitungPPhPasal 21 atas THR adalahsebagai berikut:
PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun):
Gaji setahun (12 x Rp 2.750.000,00)
THR
Premi JaminanKecelakaan Kerja
12xRp 27.500,00
Premi JaminanKematian
12 x Rp 8.250,00
Rp33.000.000,00
Rp 4.000.000,00
Rp 330.000,00
Rp 99.000,00
Penghasilan brutosetahun Rp 37.429.000,00
Pengurangan :
1. BiayaJabatan
5% x Rp 37.429.000,00=
Rp.1.871.450,00
Rp. 600.000,00
2. Iuranpensiun setahun
12 x Rp 50.000,00=
3. IuranJaminanHari Tua 12 x Rp
55.000,00=
Rp. 660.000,00
Rp 3.131.450,00
Penghasilan netosetahun Rp 34.297.550,00
PTKP
– untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
Penghasilan KenaPajak
Dibulatkan
Rp 18.457.550,00
Rp 18.457.000,00
PPhPasal 21 terutang
5% x Rp 18.457.000,00 =
Rp 922.850,00
2.Pegawai tidak tetap
a. PengertianPegawai Tidak Tetap
Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan
apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil
pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja
b. Dasar hukum:
 Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2009
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan
Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK. 03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan
SehubungandenganPekerjaan Pegawai Harian Dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang
Tidak dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan
c. Jenis Penghasilan Pegawai Tidak Tetap
Penghasilanpegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
1. Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau
dibayarkan secara harian.
2. Upah mingguan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau
dibayarkan secara mingguan.
3. Upah satuan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau
dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan.
4. Upah borongan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau
dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu.
d. Dasar Pengenaandan Pemotongan PPh Pasal 21
Dasar pengenaandanpemotonganPPhPasal 21 pegawai tidaktetapadalah:
1. PenghasilanKenaPajakyangpenghasilannyadi bayarsecara bulananataujumlahkumulatif penghasilan
yang diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah melebihi jumlah PTKP sebulan untuk wajib pajak
sendiri.
2. Jumlahpenghasilan yang melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan ( Rp
150.000,00 sehari), sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender
belum melebihi jumlah PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri
e. Penghasilan Kena Pajak
PenghasilanKenaPajakbagi pegawai tidak tetap adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP
f. PenghasilanTidak Kena Pajak (PTKP)
PTKPsebulan adalahPTKPdibagi 12 (dua belas).
BesarnyaPenghasilanTidakKenaPajakadalahbagi:
 WajibPajak: Rp 15.840.000,- setahun
 Tambahan statuskawin: Rp 1.320.000,-
 Istri Bekerja: Rp 15.840.000,-
 Tambahan tanggungan : Rp 1.320.000,- (Maksimal 3)
g. Bagian Penghasilan yang Tidak dikenakan Pemotongan PPh Pasal 21
BagianPenghasilanSehubungandengan PekerjaanPegawai HarianDanMingguanSertaPegawai
Tidak Tetap Lainnya yang Tidak dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan:
 Batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh sampai dengan jumlah Rp 150.000,00 (seratus
lima puluh ribu rupiah) sehari
 Ketentuan di atas tidak berlaku dalam hal penghasilan bruto jumlahnya melebilhi Rp 1.320.000 (satu
jutatiga ratus dua puluhriburupiah) sebulandalam hal penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan.
 Ketentuan di atas tidak berlaku atas penghasilan berupa honorarium atau komisi yang dibayarkan
kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.
h. PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak di bayar secara bulanan
Atas penghasilan bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak di bayar secara
bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi PTKP sebulan untuk
diri Wajib Pajak sendiri berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan
sehari belum melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari;
2. Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari
melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah), dan bagian penghasilan yang tidak dilakukan
pemotongan tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
 Rata-rata penghasilan sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan atau upah borongan untuk
setiap hari kerja yang digunakan.
 Dalam hal pegawai tidaktetaptelahmemperolehpenghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender
yang melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri, maka jumlah yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto adalah sebesar PTKP yang sebenarnya.
 PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.
 PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP dibagi 360
(tiga ratus enam puluh) hari.
Dalam hal berdasarkan ketentuan di bidang ketenagakerjaan diatur kewajiban untuk
mengikutsertakan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas dalam program jaminan hari tua atau
tunjanganhari tua, makaiuran jaminanhari tua atau iuran tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh
pegawai tidaktetapkepadabadanpenyelenggarajaminansosial tenagakerjaataubadanpenyelenggara
tunjangan hari tua, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
i. Tarif PPh Pasal 21
1. Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas
PenghasilanKenaPajakdari Pegawai tidaktetapatautenagakerjalepasyangdibayarkansecarabulanan
2. Ataspenghasilanyangditerimaataudiperolehpegawaitidaktetapatautenagakerja lepas berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan
tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan (5%) diterapkan atas:
o jumlah penghasilan bruto di atas bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan ; atau
o jumlahpenghasilanbrutodikurangi PTKPyangsebenarnyadalamhal jumlahpenghasilankumulatif dalam
1 (satu) bulan kalender telah melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri.
3. Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp 6.000.000,00 (
enam juta rupiah), PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-
Undang Pajak Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan.
j. Tata Cara Penghitungan PPh Pasal 21
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang
penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan:
1. Tentukanjumlahupah/uangsaku harian, atau rata-rata/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam
sehari; – Upah/uang saku mingguan dibagi 6;
o Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari;
o Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan.
2. Dalamhal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi Rp. 150.000,00
dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan takwim yang bersangkutan belum
melebihi Rp. 1.320.000, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong.
3. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi Rp. 150.000,00
dan sepanjangjumlahkumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan takwim yang bersangkutan
belummelebihi Rp. 1.320.000, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku
harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp. 150.000,00, dikalikan 5%.
4. Dalamhal jumlahupahkumulatif yangditerimaataudiperoleh dalam bulan takwim yang bersangkutan
telah melebihi Rp. 1.320.000, maka PPh Pasal 21 yang terutang dihitung dengan mengurangkan PTKP
yang sebenarnya,yaitu sebanding dengan banyaknya hari, dari jumlah upah bruto yang bersangkutan.
Contoh :
PPhPasal 21 atas penghasilanyangditerimaataudiperolehpegawai tidaktetap atau tenaga kerja lepas
berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang
penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan
DENGAN UPAH HARIAN
Contoh penghitungan :
Arifin dengan status belum menikah. pada bulan Januari 2009 bekerja sebagai buruh harian
pada PT Jaya Makmur. Ia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp
150.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Upah sehari Rp 150.000,00
Dikurangi batasupahharian tidakdilakukanpemotonganPPhRp 150.000,00
Penghasilan Kena Pajak Sehari Rp 0
PPh Pasal 21 dipotong atas Upah Sehari : Rp 0
Sampai denganhari ke-8,karenajumlahkumulatif upahyangditerimabelummelebihi Rp
1.320.000,00, maka tidakada PPhPasal 21 yang dipotong.
MisalkanArifinbekerjaselama9hari,maka pada hari ke-9,setelahjumlahkumulatifupah
yang diterimamelebihi Rp1.320.000,00, makaPPh Pasal 21 terutangdihitungberdasarkan
upahsetelahdikurangi PTKPyang sebenarnya.
Upah s.d. hari ke-9 (Rp 150.000,00 x 9) Rp 1.350.000
PTKP sebenarnya (Rp 15.840.000 x 9/360) Rp 396.000
Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-9 Rp 954.000
PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-9
Rp 954.000 x 5% Rp 47.700
PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-8 Rp –
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-9 Rp 47.700
Sehingga pada hari ke-9, upah bersih yang diterima sebesar :
Rp 150.000,00 – Rp 47.700 = Rp 102.300,00
Misalkan Arifin bekerja selama 10 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong
pada hari ke-10 adalah sebagai berikut :
Upah s.d. hari ke-10 (Rp 150.000,00 x 10) Rp 1.500.000
PTKP sebenarnya (Rp 15.840.000 x 10/360) Rp 440.000
Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-10 Rp 1.060.000
PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-10
Rp 1.060,00 x 5% Rp 53.000,00
PPh Pasal 21 telah dipotong s.d hari ke-9 Rp 47.700,00
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-10 Rp 5.300,00
Sehingga pada hari ke-10, Arifin menerima upah bersih sebesar :
Rp 150.000,00 – Rp 5.300,00 = Rp 144.700,00
DENGAN UPAH SATUAN
Contoh perhitungan:
Tono adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV pada suatu perusahaan
elektronika, dia tidak menikah. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang
diselesaikanyaituRp25.000,00 per buahTV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari
kerja) dihasilkan sebanyak 30 buah TV dengan upah Rp 960.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 :
Upah sehari adalah
Rp 960.000,00 : 6 Rp 160.000
Upah diatasRp 150.000,00 sehari
Rp 160.000,00 – Rp 150.000,00 Rp 10.000
Upah semingguterutangpajak
6 x Rp 10.000,00 Rp 60.000
PPhPasal 21
5% : Rp 60.000,00 = Rp 3.000,00 (Mingguan)
DENGANUPAH BORONGAN
Co ntohperhitungan:
Bayu mengerjakandekorasisebuahrumahdenganupahborongansebesarRp
400.000,00, pekerjaandiselesaikandalam2hari
Upah borongansehari : Rp 400.000,00 : 2 = Rp.200.000,00
Upah hariandiatas Rp 150.000,00
Rp 200.000,00 – Rp 150.000,00
Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah
yang Dibayarkan Secara Bulanan
 PPhPasal 21 dihitungdenganmenerapkantarif Pasal 17UU PPhatas jumlahupahbruto yangyang
disetahunkansetelahdikurangiPTKP,danPPhPasal 21 yangharus dipotongadalahsebesarPPhPasal 21
hasil perhitungantersebutdibagi12.
Contoh:
Hidayatbekerjapadaperusahaanelektronikdengandasarupahharianyang dibayarkan bulanan. Dalam
bulan Januari 2009 Hidayat hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp 100.000,00. Hidayat
menikah tetapi belum memiliki anak.
PenghitunganPPhPasal 21
Upah Januari 2009= 20 x Rp 100.000,00 = Rp 2.000.000
Penghasilannetosetahun=12 x Rp 2.000.000,00 = Rp 24.000.000
PTKP(K/-) adalahsebesar
Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
tambahankarenamenikah Rp 1.320.000,00
Rp 17.160.000
PenghasilanKenaPajak Rp 6.840.000
PPhPasal 21 setahunadalahsebesar:
5% x Rp 6.840.000,00 = Rp 342.000
PPhPasal 21 sebulanadalahsebesar:
Rp 342.000,00 : 12 Rp
3.PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tenaga Ahli
Ketentuan Baru PPh Pasal 21 atas Tenaga Ahli Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-31/PJ/2009
a. Dasar PengenaanPPh Pasal 21 Tenaga Ahli
Pasal 9 ayat (1) c:
50% (limapuluhpersen) dari jumlahpenghasilanbruto,yangberlakubagi tenaga ahli yangmelakukan
pekerjaanbebas
b. Tarif PemotonganPPh Pasal 21 Tenaga Ahli
Pasal 16 ayat (1) b:
Tarif berdasarkanPasal 17 ayat (1) huruf a Undang-UndangPajakPenghasilandari 50% (lima
puluhpersen) dari jumlahpenghasilanbruto, yangberlakubagi tenagaahli yangmelakukanpekerjaan
bebas.
DengandemikiansesuaidenganPeraturanDirekturJenderal PajakNomorPER-31/PJ/2009maka
PPhPasal 21 atas tenaga ahli seperti pengacara,akuntan,arsitek,dokter,konsultan,notaris,penilai, dan
aktuarisadalah:
Tarif Pasal 17 x 50% x JumlahPenghasilanBruto
c. PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang diterima Tenaga Ahli
Dengan diterbitkannya PER-31/PJ./2009 tanggal 25 Mei 2009 besarnya PPh pasal 21 yang
terutangatas penghasilanyangdibayarkankepada Wajib Pajak Orang Pribadi (“WPOP”), selaku tenaga
Ahli yangmelakukanpekerjaanbebas(“TenagaAhli”) dirubah.Besarnyatariff PPhpasal 21 atas imbalan
yang dibayarkankepadatenagaahli yang berlaku sebelum tahun 2009, sebagaimana diatur dalam KEP-
545/PJ./2000 Jo PER-15/PJ./2006 adalah sebesar 15% x Perkiraan Penghasilan Neto (50%) x Jumlah
Imbalan Bruto , atau tarif efektif sebesar 7,5% x Jumlah Imbalan Bruto.
SejakberlakunyaUndang-undangNo36 tahun2008 tentangPerubahanUU PPhterhitung mulai
1 Januari 2009 tariff PPh Orang Pribadi yang berlaku adalah sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan kena Pajak (Rp) Tarif
Rp 0 s/d 50 Juta 5%
>Rp 50 Juta s/d Rp 250 Juta 15%
>Rp 250 Juta s/d Rp 500 Juta 25%
>500 Juta 30%
(Tarif tersebutdiatasdiaturdalamPasal 17 UU PPh,sehinggalebihdikenal dengan istilah “tariff
pasal 17” atau “tarif progresif” karena sifatnya yang pregresif )
Denganperubahantariff PPhOrangPribadi tersebut,tentujugadiikuti dengan perubahan tariff
pemotongan Pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada WP Orang Pribadi, sebagaimana diatur
dalampasal 21 UU PPh.PetunjukpelaksanaantentangPemotonganPPhPasal 21,khususnyayangterkait
dengan imbalan yang dibayarkan kepada Tenaga Ahli diatur dalam PMK-252/PMK.03/2008 Jo PER-
31/PJ./2009.
d. Definisi Tenaga Ahli
Dalam PPh Pasal 21, yang dimaksud dengan tenaga ahli adalah tenaga ahli yang melakukan
pekerjaan bebas, yang terdiri dari : 1) pengacara, 2) akuntan, 3) arsitek, 4) dokter, 5) konsultan, 6)
notaris, 7) penilai, dan 8.) aktuaris.
Disini, kata kuncinya adalah ‘melakukan pekerjaan bebas’. Dalam hal tenaga ahli tersebut tidak
melakukan pekerjaan bebas, misalnya bekerja sebagai pegawai di institusi/ perusahaan tertentu,
meskipun profesinya sebagai tenaga ahli, namun dalam menghitung PPh pasal 21 yang terutang atas
penghasilanyangditerimaataudiperolehsehubungan dengan pekerjaannya mengikuti ketentuan PPh
Pasal 21 untuk pegawai.
e. Tarif yang berlaku
Besarnya PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli yang melakukan
pekerjaanbebasdihitungdengancaramenerapkantarif Pasal 17 atas jumlahkumulatifjumlahkumulatif
50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan atau terutang dalam 1 (satu)
tahun kalender.
Jika kita bandingkan dengan ketentuan sebelum tahun 2009, dimana besarnya tariff efektif PPh
pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli adalah sebesar 7,5% dari Penghasilan
Bruto,terlihatbahwaperhitunganPPhpasal 21 atas imbalantenagaahli sebelum tahun 2009 jauh lebih
sederhana dibandingkan dengan yang saat ini berlaku. Dalam menghitung besarnya PPh21 yang
terutangdan harusdipotong,PihakPemberi Penghasilanselakupemotongpajaktidakperlumenghitung
berapa jumlah kumulatif penghasilan yang telah dibayarkan kepada tenaga ahli yang bersangkutan
dalam satu tahun kalender.
Perhitungankumulatif hanyadiperlukan pada saat pemotong pajak melaporkan SPT Tahunan PPh
pasal 21. Dalam pengisianSPT1721, jumlahkumulatif penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli
dalamsatu tahunkalenderdilaporkan(diinformasikan kembali) dalam formulir 1721-B dan juga dirinci
untuk masing-masing tenaga ahli penerima penghasilan dalam formulir 1721-C
Untuk tahun2009, Pada saat menghitungPPh21yang terutang, untuk dapat menerapkan tariff
yang benar, pemotong pajak harus mengetahui jumlah kumulatif penghasilan yang telah dibayarkan
kepada tenaga ahli tersebut sampai dengan saat pemotongan. Dalam lapisan tariff terendah telah
digunakan penuh, maka pemotongan akan menggunakan lapisan tariff berikutnya seperti contoh
sebagaimana tertera dalam lampiran PER-31 berikut ini :
Ir. Garda Suganda, adalah seorang arsitek, pada bulan Maret 2009 menerima fee sebesar Rp
100.000.000,00 dari PT Selaras Propertindo sebagai imbalan pemberian jasa yang dilakukannya. Pada
bulan Juli 2009 menrima pelunasan sisa fee sebesar Rp 50.000.000.
PenghitunganPPhPasal 21yang terutangdan harusdipotongatas penghasilan Ir Garda Suganda adalah
sbb :
Bulan Penghasilan
Bruto
(Rupiah)
Dasar
Pemotongan
PPh Pasal 21
(Rupiah)
Dasar
Pemotongan
PPh Pasal 21
Kumulatif
(Rupiah)
Tarif
Pasal 17
ayat (1)
huruf a
UU PPh
PPh
Pasal 21
terutang
(Rupiah)
(1) (2) (3)= 50% x (2) (4) (5) (6) = (3) x (5)
Maret 100.000.000,00 50.000.000,00 50.000.000,00 5% 2.500.000,00
Juli 50.000.000,00 25.000.000,00 75.000.000,00 15% 3.750.000,00
Jumlah 150.000.000,00 75.000.000,00 6.250.000,00
Penjelasan Perhitungan :
Pada bulanMaret 2009, jumlahkumulatif 50% dari penghasilanbrutoyangdibayarkankepadaIr
Garda Suganda sebesar Rp 50.000.000 (belum lebih dari 50juta),sehingga atas penghasilan yang
dibayarkan kepada Ir Garda Suganda harus dipotong PPh pasal 21 sebesar 5% dari 50% Jumlah
penghasilan bruto yang diterima. Sementara itu, Pada bulan Juli 2009, jumlah kumulatif 50% dari
penghasilan bruto yang dibayarkan kepadan Ir Garda Suganda telah melebihi Rp 50.000.000, sehingga
tariff yang berlaku adalah 15% dari 50% Jumlah penghasilan bruto.
Apabila pada bulan-bulan berikutnya PT Selaras Propertindo membayar imbalan Jasa Arsitek
kepada Ir Garda Suganda, besarnya tariff PPh 21 yang akan dikenakan mengikuti besarnya jumlah
kumulatif 50% dari penghasilan bruto. Misalnya :
BulanAgustusImbalanyang dibayarkan sebesar Rp 200 Juta dan bulan September sebesar Rp 200
Juta,maka besarnyaPPh21 yang harusdipotongatasimbalanyangdibayarkankepadaIrGarda Suganda
pada bulan Agustus dan September adalah sbb :
Bulan Peng-hasilan
Bruto
(Rupia)
Dasar
Pemotongan
PPh Pasal 21
(Rupiah)
Dasar
Pemotongan
PPh Pasal 21
Kumulatif
(Rupiah)
Tarif
Pasal 17
ayat (1)
huruf a
UU PPh
PPh
Pasal 21
terutang
(Rupiah)
(1) (2) (3)= 50% x (2) (4) (5) (6) = (3) x (5)
Maret 100.000.000,
00
50.000.000,00 50.000.000,00 5% 2.500.000,00
Juli 50.000.000,0
0
25.000.000,00 75.000.000,00 15% 3.750.000,00
Agustus 200.000.000,
00
100.000.000,00 175.000.000,00 15% 15.000.000,00
September 200.000.000,
00
100.000.000,00 275.000.000,00 15% & 25% 17.500.000,00
Jumlah 550.000.000,
00
275.000.000,00 28.750.000,00
Jumlah kumulatif 50% Penghasilan Bruto yang dibayarkan kepada Ir Garda Suganda pada bulan
Agustus adalah sebesar Rp 175Juta (belum lebih dari Rp 250Juta), sehingga atas penghasilan yang
dibayarkan kepada Ir Suganda tersebut terutang PPh pasal 21 dengan tariff 15% dari 50% x Jumlah
imbalan bruto yang diterima. Pada bulan September 2009, jumlah kumulatif penghasilan bruto yang
dibayarkan kepada Ir Garda Suganda sebesar Rp 275 Juta (telah melebihi Rp 250Juta), oleh karena itu
atas jumlah kumulatif 50% penghasilan bruto diatas 250juta akan dikenakan tariff 25%.
Dengan perubahan ketentuan ini, Wajib Pajak selaku Pemotong pajak, harus lebih rapi
mengadministrasikan data-data pembayaran kepada tenaga ahli. Sebelum pembayaran dilakukan,
pemberi penghasilanharusterlebihdahulumengetahui berapajumlahkumulatif 50% penghasilanbruto
yang dibayarkan kepada tenaga ahli tertentu, agar dapat menerapkan tariff yang tepat dan terhindar
dari sanksi karena kurang memotong PPh pasal 21.
Bab III
Penutup
3.1 kesimpulan
Pengertian Pajak penghasilan Pasal 21
adalahpajakatas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
Pemotong PPh Pasal 21
F. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
G. Bendaharawan pemerintah baik Pusat maupun Daerah
H. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)
I. Perusahaan dan bentuk usaha tetap.
J. Yayasan, lembaga, kepanitia-an, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik dan
organisasi lainnyasertaorganisasi internasional yangtelah ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan.
K. Penyelenggara kegiatan.
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
 Pegawai tetap.
 Tenagalepas(seniman,olahragawan,penceramah,pemberi jasa,pengelolaproyek,peserta perlombaan,
petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis.
 Penerimapensiun,mantanpegawai,termasukorangpribadi atauahli warisnyayangmenerimaTabungan
Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
 Penerima honorarium.Penerima upah.
 Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris).
3.2 saran
Dengan adanya makalah ini semoga apa yang telah kita harapkan untuk mejadikan
keinginan yang ingin kita peroleh lebih baik dari apa yang telah diharapkan. Makalah ini
sangat membutuhkan saran dalam memperbaiki makalah ini kedepannya agar
memperoleh nilai guna yang ingin diperoleh menjadi lebih bertambah. Sehingga
memperoleh manfaat yang besar bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment. Dengan sistem
tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya pajak
yang terutang dalam suatu tahun pajak. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) terutang
dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 21
adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek
Pajak dalam negeri. Saat ini PPh pasal 21 harus menjadi perhatian bagi wajib pajak
yang dikenakan PPh pasal 21, oleh karena itu kita akan membahasnya secara
perlahan-lahan agar mudah dimengerti.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam perumusan masalah ini penulis akan merumuskan tentang:
1. Pengertian Pajak Penghasilan PPh Pasal 21
2. Kebijakan Pajak Penghasilan PPh pasal 21
3. Cara Perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 atas penghasilan
4. Cara perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 atas pembayaran uang pensiun
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui pengertian Pajak Penghasilan PPh pasal 21,
2. Menjelaskan kebijakan Pajak Penghasilan PPh pasal 21,
3. Menjelaskan Cara perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 atas penghasilan
dan pembayaran uang pensiun
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan
metode pustaka yaitu penulis menggunakan media pustaka dalam penyusunan
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pajak Penghasilan
Penghasilan yang telah diperoleh oleh setiap wajib pajak yang memiliki NPWP
(nomor pokok wajib pajak) wajib dikenakan pajak yaitu pajak penghasilan. Pajak
penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan yang
diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam
bagian tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun
pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir tahun pajak.
Berikut definisi dari beberapa ahli mengenai Pajak Penghasilan :
a. Menurut Resmi (2003), adalah sebagai berikut :
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak (p.74).
b. Menurut Kesit (2001), adalah sebagai berikut :
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang
diperoleh oleh wajib pajak (badan usaha) atas kegiatan yang dilakukan di Indonesia
(p.1).
c. Menurut Hartanto (2003), adalah sebagai berikut :
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan atau dipungut hanya atas
penghasilan (yang berasal dari harta atau modal), dan bukan pajak yang dipungut atau
dikenakan atas harta dan modal (p.136).
d. Sementara itu, Standar Akuntansi Keuangan (2002) memnberikan definisi sebagai
berikut :
Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan
perpajakan dan pajak dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan.
2.2 Pengertian Pajak Penghasilan PPh Pasal 21
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adapun pengertian dari Pajak Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak
Penghasilan adalah “ pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau
perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya selama satu tahun pajak”. Yang dimaksud penghasilan menurut pasal
4 ayat (1) Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 :
Pajak Penghasilan, adalah “ setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”.
Sedangkan yang dimaksud dengan
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.
2.3 Kebijakan Pajak Penghasilan PPh Pasal 21
Dasar hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 yaitu :
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
No. 28 Tahun 2007.
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun
2008.
3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan
Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan
Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan
Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan
Pembayaran Pajak.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang
Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai
Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak
Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran,
dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/26.
6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012
tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak.
7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan
Kegiatan Orang Pribadi.
2.4 Perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 atas Penghasilan
Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang berstatus tidak
kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya sebesar Rp
24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya
perubahan itu, tata cara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan.
Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-
31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26
Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh
Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang
kas pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk
apapun sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan
lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain
dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah,
organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi
serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar
honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak
orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.
Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan
menjadi 6 macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun
berkala; PPh pasal 21 untuk pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh pasal
21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap
sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan
peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik dana
pensiun. Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal
21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.
Berikut disampaikan contoh sebagai mana tercantum dalam peraturan tersebut.
Budi Karyanto pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa
anak, memperoleh gaji sebulan Rp 3.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti
program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian
dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari
gaji.
PT Candra Kirana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar
3,70% dari gaji sedangkan Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua
sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Candra Kirana juga
mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Candra Kirana membayar iuran
pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp 100.000,00, sedangkan Budi
Karyanto membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000,00. Pada bulan Juli 2013 Budi
Karyanto hanya menerima pembayaran berupa gaji.
Secara umum rumus menghitung PPh 21 adalah:
Penghasilan Bersih per bulan xxx
Penghasilan bersih disetahunkan xxx (x12 bulan)
PTKP xxx (-)
Penghasilan Kena Pajak xxx
PPh Terutang setahun xxx (x tarif PPh 21)
PPh Terutang per bulan xxx (÷ 12 bulan)
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013 adalah sebagai berikut:
Gaji 3.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 15.000,00
Premi Jaminan Kematian 9.000,00
Penghasilan bruto 3.024.000,00
Pengurangan
1. Biaya jabatan
5%x 3.024.000,00 151.200,00
2. Iuran Pensiun 50.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua 60.000,00
261.200,00
Penghasilan neto sebulan 2.762.800,00
Penghasilan neto setahun
12x2.762.800,00 33.153.600,00
PTKP
- untuk WP sendiri 24.300.000,00
- tambahan WP kawin 2.025.000,00
26.325.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun 6.828.600,00
Pembulatan 6.828.000,00
PPh terutang
5%x 6.828.000,00 341.400,00
PPh Pasal 21 bulan Juli
341.400,00 : 12 28.452,00
Catatan:
 Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan
terhadap penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib
pajak dalam negeri dalam menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi
objek pajak penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia.
 Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang
bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan
ataupun tidak.
 Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki
NPWP. Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka
jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Juli adalah sebesar:
120% x Rp 28.452,00=Rp 34.140,00
2.5 Perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 atas Pembayaran Uang Pensiun
Dasar Hukum:
1. Peraturan Menteri Keuangan PMK-162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian
Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
2. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Atau
Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Dan
Kegiatan Orang Pribadi
Berikut diberikan contoh menghitung Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi
Pegawai Tetap penerima penghasilan berupa Uang Pensiun :
a. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Penarikan Dana Pensiun
Oleh Peserta Program Pensiun Yang Masih Berstatus Pegawai
Contoh :
Randi adalah pegawai PT Kaya menerima gaji Rp 2.000.000,00 sebulan. PT
Kaya mengikuti program pensiun untuk para pegawainya. PT Kaya membayar iuran
dana pensiun untuk Randi sebesar Rp 100.000,00 sebulan ke Dana Pensiun Kaya,
yang merupakan dana pensiun yang dibentuk bagi pengelolaan uang pensiun
pegawai PT Kaya yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Randi membayar iuran serupa ke dana pensiun yang sama sebesar Rp
50.000,00 sebulan.
Bulan April 2013 Randi memerlukan biaya untuk perbaikan rumahnya maka ia
mengambil iuran dana pensiun yang telah dibayar sendiri sebesar Rp
20.000.000,00. Kemudian pada bulan Juni 2013 ia menarik lagi dana sebesar
Rp 15.000.000,00. Kemudian bulan Oktober 2013 untuk keperluan lainnya ia
menarik lagi dana sebesar Rp 25.000.000,00. Hitung PPh 21!
Pembahasan:
PPh Pasal 21 yang terutang adalah:
a. atas penarikan dana sebesar Rp 20.000.000,00 pada bulan April 2013 terutang
PPh Pasal 21 sebesar
5% x Rp 20.000.000,00 = Rp 1.000.000,00.
b. atas penarikan dana sebesar Rp15.000.000,00 pada bulan Juni 2013 terutang
PPh Pasal 21 sebesar
5% x Rp15.000.000,00 = Rp750.000,00
c. atas penarikan dana sebesar Rp 25.000.000,00 pada bulan Oktober 2013
terutang PPh Pasal 21 sebesar:
5% x Rp15.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% x Rp10.000.000,00 Rp 1.500.000,00(+)
PPh Pasal 21 yang harus dipotong Rp 2.250.000,00
b. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Uang Pensiun Yang
Dibayarkan Secara Berkala (Bulanan)
Penghitungan PPh Pasal 21 di Tempat Pemberi Kerja Sebelum Pensiun
Apabila waktu pensiun sudah dapat diketahui dengan pasti pada awal tahun,
misalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku di tempat pemberi kerja yang
dikaitkan dengan usia pegawai yang bersangkutan, maka penghitungan PPh Pasal
21 terutang sebulan dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yang akan
diperoleh dalam periode dimana pegawai yang bersangkutan akan bekerja dalam
tahun berjalan sebelum memasuki masa pensiun. Namun, apabila waktu pensiun
belum dapat diketahui dengan pasti pada waktu menghitung PPh Pasal 21 yang
terutang untuk setiap bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada
perkiraan penghasilan neto .
Contoh :
Roni, berstatus kawin dengan 2 (dua) orang anak yang masih menjadi
tanggungan, bekerja sebagai pegawai tetap pada PT Gembira dengan gaji sebulan
sebesar Rp 6.000.000,00. Roni setiap bulan membayar iuran pensiun sebesar Rp
250.000,00 ke Dana Pensiun Gogor yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku di PT Gembira terhitung mulai 1
Juli 2013, Roni akan memasuki masa pensiun. Tentukan PPh 21 !
Pembahasan
Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan :
Gaji sebulan Rp 6.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp
6.000.000,00
Rp 300.000,00
2. luran pensiun Rp 250.000,00(+)
Rp 550.000,00(-)
Penghasilan neto sebulan Rp 5.450.000,00
Penghasilan Neto 6 bulan
(masa bekerja Januari s/d Juni
2013)
Rp 32.700.000,00
PTKP setahun (TK/2)
- untuk WP sendiri Rp 24.300.000,00
- tambahan karena menikah Rp 2.025.000,00
- tambahan untuk 2 orang anak
Rp
4.050.000,00(+)
Rp
30.375.000,00(-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 2.325.000,00
PPh Pasal 21 terutang : 5% x Rp 2.325.000,00 = Rp 116.250,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan : Rp116.250,00 : 6 = Rp 19.375,00
Pada saat Roni berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, maka pemberi
kerja memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 Al) dengan data
sebagai berikut :
Gaji selama 6 bulan :
6 x Rp 6.000.000,00
Rp 36.000.000,00
Pengurangan:
1.Biaya jabatan :
5% x Rp 36.000.000,00
Rp 1.800.000,00
2. luran pensiun :
6 x Rp 250.000,00
Rp
1.500.000,00(+)
Rp 3.300.000,00(-
)
Penghasilan Neto selama 6
bulan
Rp 32.700.000,00
PTKP setahun (TK/2)
- untuk WP sendiri Rp 24.300.000,00
- tambahan karena menikah Rp 2.025.000,00
- tambahan untuk 2 orang anak
Rp
4.050.000,00(+)
Rp30.375.000,00(-
)
Penghasilan Kena Pajak Rp 2.325.000,00
PPh Pasal 21 terutang (5% x Rp
2.325.000,00)
Rp 116.250,00
PPh Pasal 21 telah dipotong (6 x Rp
19.375,00)
Rp 116.250,00 (-)
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL
Apabila pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulan didasarkan pada penghasilan
yang disetahunkan, karena pada saat perhitungan belum diketahui secara pasti saat
pensiun atau berhenti bekerja, maka pada saat penghitungan PPh Pasal 21 terutang
untuk masa terakhir (saat pensiun atau berhenti bekerja), akan terjadi kelebihan
pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang bersangkutan, yang
harus dikembalikan oleh pemotong pajak kepada pegawai yang bersangkutan.
c. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 oleh Dana Pensiun yang
Membayarkan Uang Pensiun Bulanan.
Untuk kemudahan dan kesederhanaan bagi pegawai yang pensiun dalam hal
yang bersangkutan tidak mempunyai penghasilan selain dari pekerjaan dari satu
pemberi kerja dan uang pensiun, Dana Pensiun menghitung pemotongan PPh Pasal
21 atas uang pensiun pada tahun pertama pegawai menerima uang pensiun dengan
berdasarkan pada gunggungan penghasilan neto dari pemberi kerja sampai dengan
pensiun dan perkiraan uang pensiun yang akan diterima dalam tahun kalender yang
bersangkutan. Agar Dana Pensiun dapat melakukan pemotongan PPh Pasal 21
seperti itu, maka penerima pensiun harus segera menyerahkan bukti pemotongan
PPh Pasal 21 (Formulir 1721 A-1/1721 A-2) dari pemberi kerja sebelumnya.
Melanjutkan contoh sebelumnya :
Selanjutnya, mulai bulan Juli 2013 Roni memperoleh uang pensiun dari Dana
Pensiun Gogor sebesar Rp 3.000.000,00 sebulan. Tentukan PPh 21!
Pembahasan
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas uang pensiun adalah sebagai berikut :
Pensiun sebulan adalah Rp 3.000.000,00
Pengurangan
Biaya pensiun 5% x Rp 3.000.000,00
Rp 150.000,00(-
)
Penghasilan neto sebulan Rp 2.850.000,00
Penghasilan neto Juli s/d Desember
2013
6 x Rp 2.850.000,00
Rp 17.100.000,00
Penghasilan neto dari PT Nusa
Indah
Gemilang sesuai dgn bukti
pemotongan PPh Pasal 21 adalah
Rp32.700.000,00(
+)
Jumlah penghasilan neto tahun 2013 Rp 49.800.000,00
PTKP setahun (TK/2)
- untuk WP sendiri Rp24.300.000,00
- tambahan karena menikah Rp 2.025.000,00
- tambahan untuk 2 orang anak
Rp4.050.000,00(+
)
Rp
30.375.000,00(-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 19.425.000,00
PPh Pasal 21 terutang adalah 5% x Rp19.425.000,00 Rp 971.250,00
PPh Pasal 21 terutang di PT Gembira sesuai dgn
bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 Al)
Rp 116.250,00(-)
PPh Pasal 21 terutang pada Dana Pensiun Gogor,
selama
6 bulan adalah
Rp 855.000,00
PPh Pasal 21 atas uang pensiun yang harus dipotong
tiap bulan adalah : Rp 855.000,00 : 6 Rp142.500,00
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas
penghasilan yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau
berakhir tahun pajak.
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.
Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan
terhadap penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak
dalam negeri dalam menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak
penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia.
Dasar Hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 di Indonesia yang terbaru adalah :
1. Peraturan Menteri Keuangan PMK-162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian
Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
2. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Atau
Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Dan
Kegiatan Orang Pribadi
3.2 Saran
Dengan naiknya PTKP seharusnya kita sebagai wajib pajak bisa bernafas
lega karena ada tambahan penghasilan yang bebas dari pajak, walaupun dari sisi
penerimaan negara akan sedikit mengalami penurunan. Yang penting tetap
berkontribusi dengan membayar pajak tepat jumlah dan tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Supramono, SE., MBA., DBA & Theresia Woro Damayanti SE, Perpajakan
Indonesia- Mekanisme dan Perhitungan , 2010, Yogyakarta :CV. Andi Offset
Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, 2005, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Penghasilan_tidak_kena_pajak
http://www.pajak.go.id/content/article/cara-penghitungan-pph-pasal-21-terbaru
https://sites.google.com/site/referensipajak/Contoh-cara-menghitung-pajak-
penghasilan-PPh-pasal-21-Pegawai-Tetap-berNPWP-TidakberNPWP-Dengan-Gaji-
Bulanan/Contoh-Cara-Menghitung-Pajak-Penghasilan-PPh-Pasal-21-Pegawai-
Tetap-Penerima-Uang-Pensiun-Manfaat-Pensiun-Tunjangan-Jaminan-Hari-Tua-
Pesangon-Diterima-Bertahap-Sekaligus

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt? (20)

Makalah PPh pasal 22
Makalah PPh pasal 22Makalah PPh pasal 22
Makalah PPh pasal 22
 
Slide presentasi PPh pasal 21
Slide presentasi PPh pasal 21Slide presentasi PPh pasal 21
Slide presentasi PPh pasal 21
 
Pph 22
Pph 22Pph 22
Pph 22
 
Cara Menghitung Pajak
Cara Menghitung PajakCara Menghitung Pajak
Cara Menghitung Pajak
 
PPh pasal 21/26
PPh pasal 21/26PPh pasal 21/26
PPh pasal 21/26
 
PPN Faktur Pajak
PPN   Faktur PajakPPN   Faktur Pajak
PPN Faktur Pajak
 
ppt pengantar perpajakan bab Surat pemberitahuan (pelaporan pajak)
ppt pengantar perpajakan bab Surat pemberitahuan (pelaporan pajak)ppt pengantar perpajakan bab Surat pemberitahuan (pelaporan pajak)
ppt pengantar perpajakan bab Surat pemberitahuan (pelaporan pajak)
 
Pph 21 dan atau 26
Pph 21 dan atau 26Pph 21 dan atau 26
Pph 21 dan atau 26
 
PPN Fasilitas
PPN  FasilitasPPN  Fasilitas
PPN Fasilitas
 
Pph 22
Pph 22Pph 22
Pph 22
 
PPh 26
PPh 26PPh 26
PPh 26
 
Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
Ketentuan Umum dan Tatacara PerpajakanKetentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
 
Bab ix-expatriate-baru
Bab ix-expatriate-baruBab ix-expatriate-baru
Bab ix-expatriate-baru
 
Pajak jasa konstruksi
Pajak jasa konstruksiPajak jasa konstruksi
Pajak jasa konstruksi
 
Pph orang pribadi brevet c
Pph orang pribadi brevet cPph orang pribadi brevet c
Pph orang pribadi brevet c
 
Presentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBMPresentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBM
 
Retribusi Daerah
Retribusi DaerahRetribusi Daerah
Retribusi Daerah
 
Uu no.36 tahun 2008 tentang pph
Uu no.36 tahun 2008 tentang  pphUu no.36 tahun 2008 tentang  pph
Uu no.36 tahun 2008 tentang pph
 
19. pph pasal 25
19. pph pasal 2519. pph pasal 25
19. pph pasal 25
 
Pph Potong Pungut PPT
Pph Potong Pungut PPTPph Potong Pungut PPT
Pph Potong Pungut PPT
 

Ähnlich wie Pph pasal 21

Pengenaan PPh 21 Dan Contoh Perhitungannya - RIKI ARDONI
Pengenaan PPh 21 Dan Contoh Perhitungannya - RIKI ARDONIPengenaan PPh 21 Dan Contoh Perhitungannya - RIKI ARDONI
Pengenaan PPh 21 Dan Contoh Perhitungannya - RIKI ARDONIRiki Ardoni
 
Modul pajak smt 1-kelas xii
Modul pajak smt 1-kelas xiiModul pajak smt 1-kelas xii
Modul pajak smt 1-kelas xiiEka Dharma
 
Artikel pph 21 (pemotongan dan pemungutan)
Artikel pph 21 (pemotongan dan pemungutan)Artikel pph 21 (pemotongan dan pemungutan)
Artikel pph 21 (pemotongan dan pemungutan)Prie Yono
 
Slide-ACC-411-Slide-7.pptx
Slide-ACC-411-Slide-7.pptxSlide-ACC-411-Slide-7.pptx
Slide-ACC-411-Slide-7.pptxIrwanMusic
 
PAJAK+PENGHASILAN+PASAL+21 karyawan pekerja tertentu.ppt
PAJAK+PENGHASILAN+PASAL+21 karyawan pekerja tertentu.pptPAJAK+PENGHASILAN+PASAL+21 karyawan pekerja tertentu.ppt
PAJAK+PENGHASILAN+PASAL+21 karyawan pekerja tertentu.pptBesarArdhiNugraha
 
MATERI PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK UMUM.ppt
MATERI PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK UMUM.pptMATERI PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK UMUM.ppt
MATERI PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK UMUM.pptHandiPurnomo8
 
Pert1_PJ2_SA1_1810111389_Maulidya Yuniwiansyah.docx
Pert1_PJ2_SA1_1810111389_Maulidya Yuniwiansyah.docxPert1_PJ2_SA1_1810111389_Maulidya Yuniwiansyah.docx
Pert1_PJ2_SA1_1810111389_Maulidya Yuniwiansyah.docxLidyaYuni
 
6 dan 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21.ppt
6 dan 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21.ppt6 dan 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21.ppt
6 dan 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21.pptCesiliaArum1
 
Bahan ajar p ph pasal 21 orang pribadi
Bahan ajar p ph pasal 21 orang pribadiBahan ajar p ph pasal 21 orang pribadi
Bahan ajar p ph pasal 21 orang pribadiGendhuk Nugroho
 
PPh-21-20022017.pptx
PPh-21-20022017.pptxPPh-21-20022017.pptx
PPh-21-20022017.pptxGilangAntono
 
Tugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakanTugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakankristina105
 

Ähnlich wie Pph pasal 21 (20)

Pengenaan PPh 21 Dan Contoh Perhitungannya - RIKI ARDONI
Pengenaan PPh 21 Dan Contoh Perhitungannya - RIKI ARDONIPengenaan PPh 21 Dan Contoh Perhitungannya - RIKI ARDONI
Pengenaan PPh 21 Dan Contoh Perhitungannya - RIKI ARDONI
 
Modul pajak smt 1-kelas xii
Modul pajak smt 1-kelas xiiModul pajak smt 1-kelas xii
Modul pajak smt 1-kelas xii
 
P ph pasal 21 new
P ph pasal 21 newP ph pasal 21 new
P ph pasal 21 new
 
Artikel pph 21 (pemotongan dan pemungutan)
Artikel pph 21 (pemotongan dan pemungutan)Artikel pph 21 (pemotongan dan pemungutan)
Artikel pph 21 (pemotongan dan pemungutan)
 
kelompok 3.pptx
kelompok 3.pptxkelompok 3.pptx
kelompok 3.pptx
 
kelompok 3.pptx
kelompok 3.pptxkelompok 3.pptx
kelompok 3.pptx
 
Slide-ACC-411-Slide-7.pptx
Slide-ACC-411-Slide-7.pptxSlide-ACC-411-Slide-7.pptx
Slide-ACC-411-Slide-7.pptx
 
PAJAK+PENGHASILAN+PASAL+21 karyawan pekerja tertentu.ppt
PAJAK+PENGHASILAN+PASAL+21 karyawan pekerja tertentu.pptPAJAK+PENGHASILAN+PASAL+21 karyawan pekerja tertentu.ppt
PAJAK+PENGHASILAN+PASAL+21 karyawan pekerja tertentu.ppt
 
MATERI PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK UMUM.ppt
MATERI PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK UMUM.pptMATERI PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK UMUM.ppt
MATERI PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK UMUM.ppt
 
Pert1_PJ2_SA1_1810111389_Maulidya Yuniwiansyah.docx
Pert1_PJ2_SA1_1810111389_Maulidya Yuniwiansyah.docxPert1_PJ2_SA1_1810111389_Maulidya Yuniwiansyah.docx
Pert1_PJ2_SA1_1810111389_Maulidya Yuniwiansyah.docx
 
Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21
 
Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21
 
6 dan 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21.ppt
6 dan 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21.ppt6 dan 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21.ppt
6 dan 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21.ppt
 
P ph pasal 21 26
P ph pasal 21 26P ph pasal 21 26
P ph pasal 21 26
 
Pajak Penghasilan
Pajak PenghasilanPajak Penghasilan
Pajak Penghasilan
 
Bahan ajar p ph pasal 21 orang pribadi
Bahan ajar p ph pasal 21 orang pribadiBahan ajar p ph pasal 21 orang pribadi
Bahan ajar p ph pasal 21 orang pribadi
 
Perpajakan
PerpajakanPerpajakan
Perpajakan
 
PPh-21-20022017.pptx
PPh-21-20022017.pptxPPh-21-20022017.pptx
PPh-21-20022017.pptx
 
P ph 21-pajak-1-26022018
P ph 21-pajak-1-26022018P ph 21-pajak-1-26022018
P ph 21-pajak-1-26022018
 
Tugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakanTugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakan
 

Kürzlich hochgeladen

tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 

Kürzlich hochgeladen (20)

tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 

Pph pasal 21

  • 1. Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 21 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan Negara. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari penerimaan Negara. Lagipula penerimaan Negara dari pajak dapat dijadikan indicator atas peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam kontribusinya melakukan kewajiban perpajakan, karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak langsung, dan berupa pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna bagi rakyat. PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan pada makalah ini adalah: 1. Apa pengertian dari pajak penghasilan pasal 21? 2. Siapa subjek atau Wajib Pajak PPh pasal 21? 3. Siapa pemotong pajak penghasilan pasal 21? 4. Penghasilan apa saja yang dipotong PPh Pasal 21 (Objek Pajak)? 5. Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 21? 1.3. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengertian dari pajak penghasilan pasal 21 2. Untuk mengetahui subjek atau Wajib Pajak PPh pasal 21 3. Untuk mengetahui pemotong pajak penghasilan pasal 21 4. Untuk mengetahui Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 (Objek Pajak)? 5. Untuk mengetahui cara menghitung PPh Pasal 21 Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah : Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang pajak, khususnya PPh pasal 21 dalam hal ini tentang pengertian PPh Pasal 21, Subjek dan Objek Pajak PPh Pasal 21, pemotong pajak penghasilan dan cara menghitung PPh Pasal 21.
  • 2. BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. 2.2. Subjek Pajak PPh Pasal 21 (Wajib Pajak PPh Pasal 21) Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan : 1. Pegawai. 2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua termasuk ahli warisnya. 3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Yang tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 yaitu : 1. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing dan orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 2. Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang – Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. 2.3. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000 dan terakhir UU No 36 tahun 2008 untuk memotong PPh Pasal 21. Termasuk pemotong PPh Pasal 21 dalam peraturan Menteri Keuangan No. 252/KMK.03/2008 adalah : 1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. 2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan. 3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja dan badan – badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua. 4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar: a. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri,
  • 3. bukan untuk dan atas nama persekutuannya. b. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri. c. Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan magang. d. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan. Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak adalah : 1. Kantor Perwakilan Negara Asing. 2. Organisasi – organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang – Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata – mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 4. Dalam hal organisasi internasional tidak memenuhi kebutuhan tersebut,organisasi internasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang berkewajiban melakukan pemotongan pajak. 2.4. Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 (Objek Pajak PPh Pasal 21) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah : 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima paensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; 3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran lain jenis; 4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan; 5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan; 6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun; 7. Penerimaan dalam bentuk antara dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh : a. Bukan Wajib Pajak; b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit) Penghasilan yang PPh pasal 21-nya Ditanggung Pemerintah PPh ditanggung pemerintah terdiri atas : 1. PPh yang terutang atas penghasilan teratur atau gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil. 2. PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh karyawan asing yang bekerja pada
  • 4. kontraktor ,konsultan, dan pemasok utama atas penghasilan yang diterima atau diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah. 3. PPh atas penghasilan pekerja pada kategori usaha tertentu. 2.5. Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Pajak secara umum diformulasikan sebagai berikut : Tarif PPh Pasal 21 Beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung PPh Pasal 21 : a. Tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan sebagai berikut : Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Rp0,00 s/d Rp50.000.000,00 5% Di atas Rp50.000.000,00 s/d Rp250.000.000,00 15% Di atas Rp250.000.000,00 s/d Rp500.000.000,00 25% Di atas Rp500.000.000,00 30% b. Tarif 5% (lima persen) c. Tarif 15% (lima belas persen) d. Tarif khusus Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tariff yang ditetapkan terhadap wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP. Contoh : Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000,00 Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah : 5% x Rp50.000.000,00 Rp 2.500.000,00 15% x Rp25.000.000,00 Rp 3.750.000,00 (+) Jumlah Rp 6.250.000,00 Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah : 5% x 120% x Rp50.000.000,00 Rp 3.000.000,00 15% x 120% x Rp25.000.000,00 Rp 4.500.000,00 (+) Jumlah Rp 7.500.000,00 Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21 Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 ditentukan sebagai berikut : 1. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi : a. Pegawai Tetap, b. Penerima pensiun berskala, c. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp1.320.000,00 (satu
  • 5. juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) d. Bukan pegawai selain tenaga ahli, yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan 2. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) 3. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas 4. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima peghasilan nomor 1, 2, dan 3. BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa : PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000 dan terakhir UU No 36 tahun 2008 untuk memotong PPh Pasal 21. 3.2. Saran Dari uraian pembahasan di atas penulis menyarankan kepada pembaca sekalian agar manfaat dari pembahasan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat memberikan wawasan positif. Dimana sisi positif dari uraian tersebut bisa dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut dan sisi kurang baiknya bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dari pembaca.
  • 6. PAJAK PENGHASILAN PASAL21 (PPh21) PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (PPh 21) Dosen Pengampu : Dra. Refnida Disusun Oleh : kelompok 3 Nama Nim Hermita RRAIAI09038 Rahma wati RRAIAI09048 Bambang ardiyanto RRAIAI09032
  • 7. PROGRAM STUDY PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan ridhonya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Pajak penghasilan Pasal 21 ”. Sehingga tepat pada waktunya. Dalam menyelesaikan makalah ini tentunya penulis banyak menemui halangan dan rintangan tetapi dengan bantuan dari teman-teman maka halangan dan rintangan tersebut dapat dilalui oleh penulis dengan baik. Untuk itu sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dra. REFNIDA selaku dosen pembimbing mata kuliah Ekonomi Perpajakan yang telah berkenan memberikan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. 2. IbundadanAyahanda yang telah memberikan bantuan kepada penulis dan memberi dukungan penuh yang tak ternilai harganya,yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu dan tak dapat penulis berikan apa-apa kecuali permohonan doa kepada ALLAH SWT semoga amal kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari ALLAH SWT. 3. Teman-teman yang telah bersedia memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari sempurna. Untuk itupenulissangatmengharapkansarandankritikyangbersifatmembangundari berbagai pihak untuk kesempurnaan makalah ini. Semogamakalahini dapatbermanfaat bagi semua pihak yang membaca khususnya Mahasiswa Reguler Mandiri Universitas Jambi. Jambi, Juni 2011
  • 8. Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR....................................................................................... 2 DAFTAR ISI..................................................................................................... 3 BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................4 1.1 Latar Belakang...............................................................................................4 1.2 Rumusan masalah.........................................................................................4 1.3 Tujuan penulisan............................................................................................4
  • 9. Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar belakang Sistemperpajakandi Indonesiamenganutsistemself assesment.Dengansistem tersebut Wajib Pajakdiberikankepercayaanuntukmenghitungsendiribesarnyapajakyangterutangdalamsuatu tahun pajak.Namundemikian,ketikaWajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan,ada kalanya atas penghasilan tersebut dipotong pajak dulu. Contoh, seorang karyawan dipotong pajak atas gaji yang diterimanya tiap bulan yang dinamakan pemotongan PPh Pasal 21. Apakah praktek ini menyalahi sistem self assesment ini? Jawabannya tidak. Pemotongan dan pemungutanpajakhanyamerupakanmekanisme untukmelunasi pajakyangakanterutangdalam tahun tersebut.PerhitunganPajakPenghasilan(PPh) terutang sebenarnya dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dalamSPT TahunanPajakPenghasilan.Adapunpajakyangsudahdipotong atau dipungut tersebut akan diperhitungkanuntukmengurangi jumlahpajakyangharusdibayar. Dalam bahasa teknisnya pajak yang sudah dipotong atau dipungut tersebut dinamakan kredit pajak. 1.2 Rumusan masalah Adapunrumusan masalah dalam makalah ini yaitu untuk mengetahui apa itu Pajak penghasilan pasal 21, bagaimana cara Perhitungan Pph Pasal 21, apa saja pemotong Pph Pasal 21, apa saja dasar hokum dari Pph Pasal 21 dan lainya yang menyangkut dari Pph Pasal 21. 1.3 Tujuan penulisan
  • 10. 1. Memenuhi persyaratan dalam mata kuliah ekonomi Perpajakan yaitu tugas kelompok 2. Agar mahasiswa dapat menjadikan pelajaran yang tersirat dalam makalah Pajak Penghasilan Pasal 21 1.4 Manfaat penulisan 1. menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dibidang mata kuliah ekonomi Perpajakan Khususnya Pajak Penghasilan Pasal 21 2. Dapat aplikasikan di kehidupan kita baik secara formal maupun secara informal yang dapat menambah dinamika ilmu pengetahuan kita. Bab II Pembahasan A. Pengertian Pajak penghasilan Pasal 21 adalahpajakatas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. B. Pemotong PPh Pasal 21  Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.  Bendaharawan pemerintah baik Pusat maupun Daerah  Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)  Perusahaan dan bentuk usaha tetap.  Yayasan, lembaga, kepanitia-an, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik dan organisasi lainnyasertaorganisasi internasional yangtelah ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.  Penyelenggara kegiatan. C. Penerima Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 1) Pejabatperwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:  bukan warga negara Indonesia dan
  • 11.  di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 2) Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. D. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah : a) penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji, uang pensiunbulanan,upah,honorarium(termasukhonorariumanggotadewankomisarisatau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjanganisteri,tunjangananak,tunjangankemahalan,tunjanganjabatan,tunjangankhusus,tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun; b) penghasilanyangditerimaataudiperolehpegawai,penerimapensiunataumantanpegawai secaratidak teraturberupajasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap; c) upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang merupakan calon pegawai d) uangtebusanpensiun,uangTabunganHari Tua atau JaminanHari Tua, uangpesangondan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja; e) honorarium,uangsaku,hadiahataupenghargaandengannama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri dari : tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris)pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; E. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
  • 12. 1. Pegawai Tetap a. Pengertian Pegawai Tetap Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentusecarateratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teraturterus menerusikutmengelolakegiatanperusahaansecaralangsung,sertapegawai yang bekerja berdasarkankontrakuntuksuatujangkawaktutertentusepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut. b. Dasar Hukum:  Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2009  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK. 03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan c. Dasar pengenaandan pemotongan PPhPasal 21 Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap adalah Penghasilan Kena Pajak d. Biaya Jabatan Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-250/PMK. 03/2008, besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap ditetapkan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan. e. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah bagi:  Wajib Pajak :Rp 15.840.000,-  Tambahan status kawin :Rp 1.320.000,-
  • 13.  Istri Bekerja :Rp 15.840.000,-  Tambahan tanggungan : Rp 1.320.000,- (Maksimal 3) f. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 PenghasilanyangditerimaataudiperolehPegawai tetap,baikberupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur g. Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah: 1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; 2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah 3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan,iurantunjanganhari tuaatau iuran jaminanhari tuakepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja; 4. Zakat yangditerimaolehorangpribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; 5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan dalam bentuk kenikmatan. h. MenghitungPenghasilanKena Pajak PenghasilanKenaPajakbagi pegawai tetapadalahsebesarpenghasilannetodikurangi PenghasilanTidakKenaPajak(PTKP)
  • 14. Besarnyapenghasilannetobagi pegawaitetapyangdipotongPPhPasal 21 adalahjumlah seluruhpenghasilanbrutodikurangidengan: 1. Biayajabatan,sebagaimanadimaksuddalampasal 21 ayat(3) Undang-UndangPajakPenghasilan; 2. Iuranyang terkaitdengangaji yangdibayarolehpegawai kepadadanapensiunyangpendiriannyatelah disahkanolehMenteri Keuanganataubadanpenyelenggaratunjanganhari tuaatau jaminanhari tua yang dipersamakandengandanapensiunyangpendiriannyatelahdisahkanoleh MenteriKeuangan i. PTKP bagi Karyawati BesarnyaPTKPbagi karyawati berlakuketentuansebagaiberikut: 1. Bagi karyawati kawin,sebesarPTKPuntukdirinyasendiri; 2. Bagi karyawati tidakkawin,sebesarPTKPuntukdirinyasendiri ditambahPTKPuntukkeluargayang menjadi tanggungansepenuhnya. Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya j. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap tarif PPh Pasal 21 adalah berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang- Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak, yaitu:  Penghasilan s.d Rp 50.000.000, tarif 5%  Penghasilan s.d Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000, tarif 15%  Penghasilan Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000, tarif 25%  Penghasilan di atas Rp 500.000.000, tarif 30% k. Ketentuan Penghitungan PPh Pasal 21
  • 15. 1. Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap masa pajak, kecuali masa pajak terakhir, tarif diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut: a) Perkiraanataspenghasilan yangbersifatteraturadalahjumlahpenghasilanteraturdalam 1 (satu) bulan dikalikan 12 (dua belas); b) Dalamhal terdapattambahanpenghasilanyangbersifattidakteratur,makaperkiraanpenghasilan yang akan diperoleh salama 1 (satu) tahun adalah sebesar jumlah pada huruf a ditambah dengan jumlah penghasilan yang bersifat tidak teratur. 2. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk setiap masa pajak adalah: a) Atas penghasilan yang bersifat teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang atas jumlah penghasilan teratur dibagi 12 (dua belas) b) Atas penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah sebesar selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang, atas jumlah penghasilan tidak teratur dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas jumlah penghasilan teratur l. Pegawai Pindahan Baru Dalam hal pegawai tetap mempunyai kewajiban pajak subjektif terhitung sejak awal tahun kalender dan mulai bekerja setelah bulan januari, termasuk pegawai yang sebelumnya bekerja pada pemberi kerjalain,banyaknyabulanyangmenjadi faktorpengali sebagaimanadimaksud pada angka (1) atau faktor pembagi sebagaimana dimaksud pada angka (2) adalah jumlah bulan tersisa dalam tahun kalender sejak yang bersangkutan mulai bekerja. m. Pegawai Berhenti Bekerja Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum bulan desember dan jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan lebih besar dari PPh pasal 21 yang terhutang untuk 1 (satu) tahun pajak, maka kelebihan PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dikembalikan kepada pegawai tetap yang bersangkutan bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berhenti bekerja. n. Penghitungan PPh Pasal 21 Masa Terakhir Sehubungan sudah tidak adanya lagi SPT Tahunan PPh Pasal 21, maka besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk masa pajak terakhir adalah selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan kena pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak dengan PPh
  • 16. Pasal 21 yang telahdipotongpadamasa-masasebelumnyadalamtahunpajak yang bersangkutan. Masa Pajakterakhiradalahmasa Desemberataumasapajaktertentudi mana pegawai tetapberhenti bekerja. o. Pegawai Asing Dalam hal pegawai tetap kewajiban pajak subjektifnya hanya meliputi bagian tahun pajak, perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bagian tahun pajak tersebut dihitung berdasarkan penghasilankenapajakyang disetahunkan, sebanding dengan jumlah bulan dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan. n. Tarif PPh Pasal 21 bagi yang tidak Mempunyai NPWP a) Bagi PenerimaPenghasilanyang Dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. b) Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 120 % (seratus dua puluh persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. c) Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final. d) Dalam hal penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimanadimaksudpadaayat(1),mendaftarkandiri untukmemperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak, PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Saat Terutang PPh Pasal 21 1) PPh Pasal 21 terutang bagi Penerima Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan. 2) PPh Pasal 21 terutang bagi Pemotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 untuk setiap masa pajak. 3) Saat terutang untuk setiap masa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Contoh Perhitungan: Tommy bekerja pada perusahaan PT Multi Dinamika dengan memperoleh Gaji sebulan Rp. 3.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 75.000,00. Tommy menikah tetapi
  • 17. belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21-nya adalah sebagai berikut : Gaji sebulan Rp 3.000.000,00 Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% x Rp 3.000.000,00 Rp 150.000,00 2. Iuran Pensiun Rp 75.000,00 Rp 225.000,00 Penghasilan neto sebulan Rp 2.275.000,00 Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp. 2.275.000,00 Rp 33.300.000,00 PTKP setahun - untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00 - tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00 Rp 17.160.000,00 Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 16.140.000,00 PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp. 16.140.000,00 = Rp.807.000,00 PPh Pasal 21 sebulan Rp 807.000,00: 12 = Rp. 67.250,00
  • 18. m. Penghitungan PPh Pasal 21 atas THR bagi Pegawai Tetap Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi, tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagai berikut  dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.  dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.  selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan angka 1 dan 2 adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya. Contoh: Joko Qurnain (tidak kawin) bekerja pada PT Qolbu Jaya dengan memperoleh gaji sebesar Rp 2.000.000,00 sebulan. Dalam tahun yang bersangkutan Joko menerima THR sebesar Rp 5.000.000,00. SetiapbulannyaJokomembayariuranpensiunke dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp 60.000,00 Cara menghitung PPh Pasal21 atasTHR adalah :
  • 19. PPhPasal 21 atas Gaji dan THR (penghasilan setahun): Gaji setahun(12 x Rp 2.000.000,00) THR Rp 24.000.000,00 Rp 5.000.000,00 Penghasilan brutosetahun Rp 29.000.000,00 Pengurangan : 1. BiayaJabatan 5% x Rp 29.000.000,00 = 2. Iuran pensiun setahun 1 2 x Rp 60.000,00 = Rp 1.450.00,00 Rp 720.000,00 Rp 2.170.000,00 Penghasilan netosetahun Rp 26.830.000,00 PTKP – untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00 Penghasilan KenaPajak Rp 10.990.000,00 PPhPasal 21 terutang 5% x Rp 10.990.000,00 = Rp 549.500,00
  • 20. Karyawati Ken Prameswari (tidak kawin) bekerja pada PT Prabu Kedaton dengan memperoleh gaji sebesar Rp 2.750.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program jamsostek. Premi Jaminan KecelakaanKerja dan premi Jaminan Kematian dan Iuran Jaminan Hari Tua dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1,00%, 0,30% dan 3,70% dari gaji. Prameswari membayar iuran Pensiun Rp 50.000,00 dan iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji untuk setiap bulan. Dalam tahun berjalan dia juga menerima THR sebesar Rp 4.000.000,00 Cara menghitungPPhPasal 21 atas THR adalahsebagai berikut: PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun): Gaji setahun (12 x Rp 2.750.000,00) THR Premi JaminanKecelakaan Kerja 12xRp 27.500,00 Premi JaminanKematian 12 x Rp 8.250,00 Rp33.000.000,00 Rp 4.000.000,00 Rp 330.000,00 Rp 99.000,00 Penghasilan brutosetahun Rp 37.429.000,00 Pengurangan : 1. BiayaJabatan 5% x Rp 37.429.000,00= Rp.1.871.450,00 Rp. 600.000,00
  • 21. 2. Iuranpensiun setahun 12 x Rp 50.000,00= 3. IuranJaminanHari Tua 12 x Rp 55.000,00= Rp. 660.000,00 Rp 3.131.450,00 Penghasilan netosetahun Rp 34.297.550,00 PTKP – untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00 Penghasilan KenaPajak Dibulatkan Rp 18.457.550,00 Rp 18.457.000,00 PPhPasal 21 terutang 5% x Rp 18.457.000,00 = Rp 922.850,00 2.Pegawai tidak tetap a. PengertianPegawai Tidak Tetap Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja b. Dasar hukum:  Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2009
  • 22.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi  Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK. 03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan SehubungandenganPekerjaan Pegawai Harian Dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan c. Jenis Penghasilan Pegawai Tidak Tetap Penghasilanpegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan; 1. Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara harian. 2. Upah mingguan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara mingguan. 3. Upah satuan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan. 4. Upah borongan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu. d. Dasar Pengenaandan Pemotongan PPh Pasal 21 Dasar pengenaandanpemotonganPPhPasal 21 pegawai tidaktetapadalah: 1. PenghasilanKenaPajakyangpenghasilannyadi bayarsecara bulananataujumlahkumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah melebihi jumlah PTKP sebulan untuk wajib pajak sendiri. 2. Jumlahpenghasilan yang melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan ( Rp 150.000,00 sehari), sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi jumlah PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri e. Penghasilan Kena Pajak
  • 23. PenghasilanKenaPajakbagi pegawai tidak tetap adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP f. PenghasilanTidak Kena Pajak (PTKP) PTKPsebulan adalahPTKPdibagi 12 (dua belas). BesarnyaPenghasilanTidakKenaPajakadalahbagi:  WajibPajak: Rp 15.840.000,- setahun  Tambahan statuskawin: Rp 1.320.000,-  Istri Bekerja: Rp 15.840.000,-  Tambahan tanggungan : Rp 1.320.000,- (Maksimal 3) g. Bagian Penghasilan yang Tidak dikenakan Pemotongan PPh Pasal 21 BagianPenghasilanSehubungandengan PekerjaanPegawai HarianDanMingguanSertaPegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan:  Batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh sampai dengan jumlah Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari  Ketentuan di atas tidak berlaku dalam hal penghasilan bruto jumlahnya melebilhi Rp 1.320.000 (satu jutatiga ratus dua puluhriburupiah) sebulandalam hal penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan.  Ketentuan di atas tidak berlaku atas penghasilan berupa honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi. h. PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak di bayar secara bulanan Atas penghasilan bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak di bayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari; 2. Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah), dan bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
  • 24.  Rata-rata penghasilan sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan atau upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan.  Dalam hal pegawai tidaktetaptelahmemperolehpenghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender yang melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri, maka jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar PTKP yang sebenarnya.  PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.  PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) hari. Dalam hal berdasarkan ketentuan di bidang ketenagakerjaan diatur kewajiban untuk mengikutsertakan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas dalam program jaminan hari tua atau tunjanganhari tua, makaiuran jaminanhari tua atau iuran tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh pegawai tidaktetapkepadabadanpenyelenggarajaminansosial tenagakerjaataubadanpenyelenggara tunjangan hari tua, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. i. Tarif PPh Pasal 21 1. Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas PenghasilanKenaPajakdari Pegawai tidaktetapatautenagakerjalepasyangdibayarkansecarabulanan 2. Ataspenghasilanyangditerimaataudiperolehpegawaitidaktetapatautenagakerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan (5%) diterapkan atas: o jumlah penghasilan bruto di atas bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan ; atau o jumlahpenghasilanbrutodikurangi PTKPyangsebenarnyadalamhal jumlahpenghasilankumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri. 3. Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp 6.000.000,00 ( enam juta rupiah), PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang- Undang Pajak Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan.
  • 25. j. Tata Cara Penghitungan PPh Pasal 21 Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan: 1. Tentukanjumlahupah/uangsaku harian, atau rata-rata/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari; – Upah/uang saku mingguan dibagi 6; o Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari; o Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan. 2. Dalamhal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi Rp. 150.000,00 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp. 1.320.000, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong. 3. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi Rp. 150.000,00 dan sepanjangjumlahkumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan takwim yang bersangkutan belummelebihi Rp. 1.320.000, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp. 150.000,00, dikalikan 5%. 4. Dalamhal jumlahupahkumulatif yangditerimaataudiperoleh dalam bulan takwim yang bersangkutan telah melebihi Rp. 1.320.000, maka PPh Pasal 21 yang terutang dihitung dengan mengurangkan PTKP yang sebenarnya,yaitu sebanding dengan banyaknya hari, dari jumlah upah bruto yang bersangkutan. Contoh : PPhPasal 21 atas penghasilanyangditerimaataudiperolehpegawai tidaktetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan DENGAN UPAH HARIAN Contoh penghitungan :
  • 26. Arifin dengan status belum menikah. pada bulan Januari 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Jaya Makmur. Ia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp 150.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang : Upah sehari Rp 150.000,00 Dikurangi batasupahharian tidakdilakukanpemotonganPPhRp 150.000,00 Penghasilan Kena Pajak Sehari Rp 0 PPh Pasal 21 dipotong atas Upah Sehari : Rp 0 Sampai denganhari ke-8,karenajumlahkumulatif upahyangditerimabelummelebihi Rp 1.320.000,00, maka tidakada PPhPasal 21 yang dipotong. MisalkanArifinbekerjaselama9hari,maka pada hari ke-9,setelahjumlahkumulatifupah yang diterimamelebihi Rp1.320.000,00, makaPPh Pasal 21 terutangdihitungberdasarkan upahsetelahdikurangi PTKPyang sebenarnya. Upah s.d. hari ke-9 (Rp 150.000,00 x 9) Rp 1.350.000 PTKP sebenarnya (Rp 15.840.000 x 9/360) Rp 396.000 Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-9 Rp 954.000 PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-9 Rp 954.000 x 5% Rp 47.700 PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-8 Rp – PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-9 Rp 47.700 Sehingga pada hari ke-9, upah bersih yang diterima sebesar :
  • 27. Rp 150.000,00 – Rp 47.700 = Rp 102.300,00 Misalkan Arifin bekerja selama 10 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-10 adalah sebagai berikut : Upah s.d. hari ke-10 (Rp 150.000,00 x 10) Rp 1.500.000 PTKP sebenarnya (Rp 15.840.000 x 10/360) Rp 440.000 Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-10 Rp 1.060.000 PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-10 Rp 1.060,00 x 5% Rp 53.000,00 PPh Pasal 21 telah dipotong s.d hari ke-9 Rp 47.700,00 PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-10 Rp 5.300,00 Sehingga pada hari ke-10, Arifin menerima upah bersih sebesar : Rp 150.000,00 – Rp 5.300,00 = Rp 144.700,00 DENGAN UPAH SATUAN Contoh perhitungan: Tono adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV pada suatu perusahaan elektronika, dia tidak menikah. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikanyaituRp25.000,00 per buahTV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 30 buah TV dengan upah Rp 960.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 : Upah sehari adalah
  • 28. Rp 960.000,00 : 6 Rp 160.000 Upah diatasRp 150.000,00 sehari Rp 160.000,00 – Rp 150.000,00 Rp 10.000 Upah semingguterutangpajak 6 x Rp 10.000,00 Rp 60.000 PPhPasal 21 5% : Rp 60.000,00 = Rp 3.000,00 (Mingguan) DENGANUPAH BORONGAN Co ntohperhitungan: Bayu mengerjakandekorasisebuahrumahdenganupahborongansebesarRp 400.000,00, pekerjaandiselesaikandalam2hari Upah borongansehari : Rp 400.000,00 : 2 = Rp.200.000,00 Upah hariandiatas Rp 150.000,00 Rp 200.000,00 – Rp 150.000,00 Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan  PPhPasal 21 dihitungdenganmenerapkantarif Pasal 17UU PPhatas jumlahupahbruto yangyang disetahunkansetelahdikurangiPTKP,danPPhPasal 21 yangharus dipotongadalahsebesarPPhPasal 21 hasil perhitungantersebutdibagi12. Contoh:
  • 29. Hidayatbekerjapadaperusahaanelektronikdengandasarupahharianyang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Januari 2009 Hidayat hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp 100.000,00. Hidayat menikah tetapi belum memiliki anak. PenghitunganPPhPasal 21 Upah Januari 2009= 20 x Rp 100.000,00 = Rp 2.000.000 Penghasilannetosetahun=12 x Rp 2.000.000,00 = Rp 24.000.000 PTKP(K/-) adalahsebesar Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00 tambahankarenamenikah Rp 1.320.000,00 Rp 17.160.000 PenghasilanKenaPajak Rp 6.840.000 PPhPasal 21 setahunadalahsebesar: 5% x Rp 6.840.000,00 = Rp 342.000 PPhPasal 21 sebulanadalahsebesar: Rp 342.000,00 : 12 Rp 3.PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tenaga Ahli Ketentuan Baru PPh Pasal 21 atas Tenaga Ahli Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 a. Dasar PengenaanPPh Pasal 21 Tenaga Ahli Pasal 9 ayat (1) c:
  • 30. 50% (limapuluhpersen) dari jumlahpenghasilanbruto,yangberlakubagi tenaga ahli yangmelakukan pekerjaanbebas b. Tarif PemotonganPPh Pasal 21 Tenaga Ahli Pasal 16 ayat (1) b: Tarif berdasarkanPasal 17 ayat (1) huruf a Undang-UndangPajakPenghasilandari 50% (lima puluhpersen) dari jumlahpenghasilanbruto, yangberlakubagi tenagaahli yangmelakukanpekerjaan bebas. DengandemikiansesuaidenganPeraturanDirekturJenderal PajakNomorPER-31/PJ/2009maka PPhPasal 21 atas tenaga ahli seperti pengacara,akuntan,arsitek,dokter,konsultan,notaris,penilai, dan aktuarisadalah: Tarif Pasal 17 x 50% x JumlahPenghasilanBruto c. PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang diterima Tenaga Ahli Dengan diterbitkannya PER-31/PJ./2009 tanggal 25 Mei 2009 besarnya PPh pasal 21 yang terutangatas penghasilanyangdibayarkankepada Wajib Pajak Orang Pribadi (“WPOP”), selaku tenaga Ahli yangmelakukanpekerjaanbebas(“TenagaAhli”) dirubah.Besarnyatariff PPhpasal 21 atas imbalan yang dibayarkankepadatenagaahli yang berlaku sebelum tahun 2009, sebagaimana diatur dalam KEP- 545/PJ./2000 Jo PER-15/PJ./2006 adalah sebesar 15% x Perkiraan Penghasilan Neto (50%) x Jumlah Imbalan Bruto , atau tarif efektif sebesar 7,5% x Jumlah Imbalan Bruto. SejakberlakunyaUndang-undangNo36 tahun2008 tentangPerubahanUU PPhterhitung mulai 1 Januari 2009 tariff PPh Orang Pribadi yang berlaku adalah sebagai berikut : Lapisan Penghasilan kena Pajak (Rp) Tarif Rp 0 s/d 50 Juta 5% >Rp 50 Juta s/d Rp 250 Juta 15% >Rp 250 Juta s/d Rp 500 Juta 25% >500 Juta 30%
  • 31. (Tarif tersebutdiatasdiaturdalamPasal 17 UU PPh,sehinggalebihdikenal dengan istilah “tariff pasal 17” atau “tarif progresif” karena sifatnya yang pregresif ) Denganperubahantariff PPhOrangPribadi tersebut,tentujugadiikuti dengan perubahan tariff pemotongan Pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada WP Orang Pribadi, sebagaimana diatur dalampasal 21 UU PPh.PetunjukpelaksanaantentangPemotonganPPhPasal 21,khususnyayangterkait dengan imbalan yang dibayarkan kepada Tenaga Ahli diatur dalam PMK-252/PMK.03/2008 Jo PER- 31/PJ./2009. d. Definisi Tenaga Ahli Dalam PPh Pasal 21, yang dimaksud dengan tenaga ahli adalah tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari : 1) pengacara, 2) akuntan, 3) arsitek, 4) dokter, 5) konsultan, 6) notaris, 7) penilai, dan 8.) aktuaris. Disini, kata kuncinya adalah ‘melakukan pekerjaan bebas’. Dalam hal tenaga ahli tersebut tidak melakukan pekerjaan bebas, misalnya bekerja sebagai pegawai di institusi/ perusahaan tertentu, meskipun profesinya sebagai tenaga ahli, namun dalam menghitung PPh pasal 21 yang terutang atas penghasilanyangditerimaataudiperolehsehubungan dengan pekerjaannya mengikuti ketentuan PPh Pasal 21 untuk pegawai. e. Tarif yang berlaku Besarnya PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaanbebasdihitungdengancaramenerapkantarif Pasal 17 atas jumlahkumulatifjumlahkumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan atau terutang dalam 1 (satu) tahun kalender. Jika kita bandingkan dengan ketentuan sebelum tahun 2009, dimana besarnya tariff efektif PPh pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli adalah sebesar 7,5% dari Penghasilan Bruto,terlihatbahwaperhitunganPPhpasal 21 atas imbalantenagaahli sebelum tahun 2009 jauh lebih sederhana dibandingkan dengan yang saat ini berlaku. Dalam menghitung besarnya PPh21 yang terutangdan harusdipotong,PihakPemberi Penghasilanselakupemotongpajaktidakperlumenghitung berapa jumlah kumulatif penghasilan yang telah dibayarkan kepada tenaga ahli yang bersangkutan dalam satu tahun kalender. Perhitungankumulatif hanyadiperlukan pada saat pemotong pajak melaporkan SPT Tahunan PPh pasal 21. Dalam pengisianSPT1721, jumlahkumulatif penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli
  • 32. dalamsatu tahunkalenderdilaporkan(diinformasikan kembali) dalam formulir 1721-B dan juga dirinci untuk masing-masing tenaga ahli penerima penghasilan dalam formulir 1721-C Untuk tahun2009, Pada saat menghitungPPh21yang terutang, untuk dapat menerapkan tariff yang benar, pemotong pajak harus mengetahui jumlah kumulatif penghasilan yang telah dibayarkan kepada tenaga ahli tersebut sampai dengan saat pemotongan. Dalam lapisan tariff terendah telah digunakan penuh, maka pemotongan akan menggunakan lapisan tariff berikutnya seperti contoh sebagaimana tertera dalam lampiran PER-31 berikut ini : Ir. Garda Suganda, adalah seorang arsitek, pada bulan Maret 2009 menerima fee sebesar Rp 100.000.000,00 dari PT Selaras Propertindo sebagai imbalan pemberian jasa yang dilakukannya. Pada bulan Juli 2009 menrima pelunasan sisa fee sebesar Rp 50.000.000. PenghitunganPPhPasal 21yang terutangdan harusdipotongatas penghasilan Ir Garda Suganda adalah sbb : Bulan Penghasilan Bruto (Rupiah) Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 (Rupiah) Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 Kumulatif (Rupiah) Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh PPh Pasal 21 terutang (Rupiah) (1) (2) (3)= 50% x (2) (4) (5) (6) = (3) x (5) Maret 100.000.000,00 50.000.000,00 50.000.000,00 5% 2.500.000,00 Juli 50.000.000,00 25.000.000,00 75.000.000,00 15% 3.750.000,00 Jumlah 150.000.000,00 75.000.000,00 6.250.000,00 Penjelasan Perhitungan : Pada bulanMaret 2009, jumlahkumulatif 50% dari penghasilanbrutoyangdibayarkankepadaIr Garda Suganda sebesar Rp 50.000.000 (belum lebih dari 50juta),sehingga atas penghasilan yang dibayarkan kepada Ir Garda Suganda harus dipotong PPh pasal 21 sebesar 5% dari 50% Jumlah penghasilan bruto yang diterima. Sementara itu, Pada bulan Juli 2009, jumlah kumulatif 50% dari
  • 33. penghasilan bruto yang dibayarkan kepadan Ir Garda Suganda telah melebihi Rp 50.000.000, sehingga tariff yang berlaku adalah 15% dari 50% Jumlah penghasilan bruto. Apabila pada bulan-bulan berikutnya PT Selaras Propertindo membayar imbalan Jasa Arsitek kepada Ir Garda Suganda, besarnya tariff PPh 21 yang akan dikenakan mengikuti besarnya jumlah kumulatif 50% dari penghasilan bruto. Misalnya : BulanAgustusImbalanyang dibayarkan sebesar Rp 200 Juta dan bulan September sebesar Rp 200 Juta,maka besarnyaPPh21 yang harusdipotongatasimbalanyangdibayarkankepadaIrGarda Suganda pada bulan Agustus dan September adalah sbb : Bulan Peng-hasilan Bruto (Rupia) Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 (Rupiah) Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 Kumulatif (Rupiah) Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh PPh Pasal 21 terutang (Rupiah) (1) (2) (3)= 50% x (2) (4) (5) (6) = (3) x (5) Maret 100.000.000, 00 50.000.000,00 50.000.000,00 5% 2.500.000,00 Juli 50.000.000,0 0 25.000.000,00 75.000.000,00 15% 3.750.000,00 Agustus 200.000.000, 00 100.000.000,00 175.000.000,00 15% 15.000.000,00 September 200.000.000, 00 100.000.000,00 275.000.000,00 15% & 25% 17.500.000,00 Jumlah 550.000.000, 00 275.000.000,00 28.750.000,00 Jumlah kumulatif 50% Penghasilan Bruto yang dibayarkan kepada Ir Garda Suganda pada bulan Agustus adalah sebesar Rp 175Juta (belum lebih dari Rp 250Juta), sehingga atas penghasilan yang
  • 34. dibayarkan kepada Ir Suganda tersebut terutang PPh pasal 21 dengan tariff 15% dari 50% x Jumlah imbalan bruto yang diterima. Pada bulan September 2009, jumlah kumulatif penghasilan bruto yang dibayarkan kepada Ir Garda Suganda sebesar Rp 275 Juta (telah melebihi Rp 250Juta), oleh karena itu atas jumlah kumulatif 50% penghasilan bruto diatas 250juta akan dikenakan tariff 25%. Dengan perubahan ketentuan ini, Wajib Pajak selaku Pemotong pajak, harus lebih rapi mengadministrasikan data-data pembayaran kepada tenaga ahli. Sebelum pembayaran dilakukan, pemberi penghasilanharusterlebihdahulumengetahui berapajumlahkumulatif 50% penghasilanbruto yang dibayarkan kepada tenaga ahli tertentu, agar dapat menerapkan tariff yang tepat dan terhindar dari sanksi karena kurang memotong PPh pasal 21. Bab III Penutup 3.1 kesimpulan Pengertian Pajak penghasilan Pasal 21 adalahpajakatas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
  • 35. Pemotong PPh Pasal 21 F. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan. G. Bendaharawan pemerintah baik Pusat maupun Daerah H. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) I. Perusahaan dan bentuk usaha tetap. J. Yayasan, lembaga, kepanitia-an, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik dan organisasi lainnyasertaorganisasi internasional yangtelah ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. K. Penyelenggara kegiatan. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21  Pegawai tetap.  Tenagalepas(seniman,olahragawan,penceramah,pemberi jasa,pengelolaproyek,peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis.  Penerimapensiun,mantanpegawai,termasukorangpribadi atauahli warisnyayangmenerimaTabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.  Penerima honorarium.Penerima upah.  Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris).
  • 36. 3.2 saran Dengan adanya makalah ini semoga apa yang telah kita harapkan untuk mejadikan keinginan yang ingin kita peroleh lebih baik dari apa yang telah diharapkan. Makalah ini sangat membutuhkan saran dalam memperbaiki makalah ini kedepannya agar memperoleh nilai guna yang ingin diperoleh menjadi lebih bertambah. Sehingga memperoleh manfaat yang besar bagi kita semua. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment. Dengan sistem tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya pajak
  • 37. yang terutang dalam suatu tahun pajak. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) terutang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Saat ini PPh pasal 21 harus menjadi perhatian bagi wajib pajak yang dikenakan PPh pasal 21, oleh karena itu kita akan membahasnya secara perlahan-lahan agar mudah dimengerti. 1.2 Rumusan Masalah Dalam perumusan masalah ini penulis akan merumuskan tentang: 1. Pengertian Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 2. Kebijakan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 3. Cara Perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 atas penghasilan 4. Cara perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 atas pembayaran uang pensiun 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk: 1. Mengetahui pengertian Pajak Penghasilan PPh pasal 21, 2. Menjelaskan kebijakan Pajak Penghasilan PPh pasal 21, 3. Menjelaskan Cara perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 atas penghasilan dan pembayaran uang pensiun
  • 38. 1.4 Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan metode pustaka yaitu penulis menggunakan media pustaka dalam penyusunan makalah ini. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pajak Penghasilan Penghasilan yang telah diperoleh oleh setiap wajib pajak yang memiliki NPWP (nomor pokok wajib pajak) wajib dikenakan pajak yaitu pajak penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam
  • 39. bagian tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir tahun pajak. Berikut definisi dari beberapa ahli mengenai Pajak Penghasilan : a. Menurut Resmi (2003), adalah sebagai berikut : Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak (p.74). b. Menurut Kesit (2001), adalah sebagai berikut : Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh oleh wajib pajak (badan usaha) atas kegiatan yang dilakukan di Indonesia (p.1). c. Menurut Hartanto (2003), adalah sebagai berikut : Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan atau dipungut hanya atas penghasilan (yang berasal dari harta atau modal), dan bukan pajak yang dipungut atau dikenakan atas harta dan modal (p.136).
  • 40. d. Sementara itu, Standar Akuntansi Keuangan (2002) memnberikan definisi sebagai berikut : Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. 2.2 Pengertian Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun pengertian dari Pajak Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah “ pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak”. Yang dimaksud penghasilan menurut pasal 4 ayat (1) Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 : Pajak Penghasilan, adalah “ setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Sedangkan yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. 2.3 Kebijakan Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 Dasar hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 yaitu :
  • 41. 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007. 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. 3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak. 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan. 5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/26. 6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak. 7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. 2.4 Perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 atas Penghasilan
  • 42. Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya sebesar Rp 24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya perubahan itu, tata cara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per- 31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan. Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi 6 macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala; PPh pasal 21 untuk pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik dana pensiun. Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala. Berikut disampaikan contoh sebagai mana tercantum dalam peraturan tersebut.
  • 43. Budi Karyanto pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp 3.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Candra Kirana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Candra Kirana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Candra Kirana membayar iuran pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp 100.000,00, sedangkan Budi Karyanto membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000,00. Pada bulan Juli 2013 Budi Karyanto hanya menerima pembayaran berupa gaji. Secara umum rumus menghitung PPh 21 adalah: Penghasilan Bersih per bulan xxx Penghasilan bersih disetahunkan xxx (x12 bulan) PTKP xxx (-) Penghasilan Kena Pajak xxx PPh Terutang setahun xxx (x tarif PPh 21) PPh Terutang per bulan xxx (÷ 12 bulan) Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013 adalah sebagai berikut: Gaji 3.000.000,00 Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 15.000,00 Premi Jaminan Kematian 9.000,00 Penghasilan bruto 3.024.000,00 Pengurangan 1. Biaya jabatan 5%x 3.024.000,00 151.200,00 2. Iuran Pensiun 50.000,00
  • 44. 3. Iuran Jaminan Hari Tua 60.000,00 261.200,00 Penghasilan neto sebulan 2.762.800,00 Penghasilan neto setahun 12x2.762.800,00 33.153.600,00 PTKP - untuk WP sendiri 24.300.000,00 - tambahan WP kawin 2.025.000,00 26.325.000,00 Penghasilan Kena Pajak setahun 6.828.600,00 Pembulatan 6.828.000,00 PPh terutang 5%x 6.828.000,00 341.400,00 PPh Pasal 21 bulan Juli 341.400,00 : 12 28.452,00 Catatan:  Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia.  Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.  Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Juli adalah sebesar: 120% x Rp 28.452,00=Rp 34.140,00
  • 45. 2.5 Perhitungan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 atas Pembayaran Uang Pensiun Dasar Hukum: 1. Peraturan Menteri Keuangan PMK-162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi 2. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Dan Kegiatan Orang Pribadi Berikut diberikan contoh menghitung Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi Pegawai Tetap penerima penghasilan berupa Uang Pensiun : a. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Penarikan Dana Pensiun Oleh Peserta Program Pensiun Yang Masih Berstatus Pegawai Contoh : Randi adalah pegawai PT Kaya menerima gaji Rp 2.000.000,00 sebulan. PT Kaya mengikuti program pensiun untuk para pegawainya. PT Kaya membayar iuran dana pensiun untuk Randi sebesar Rp 100.000,00 sebulan ke Dana Pensiun Kaya, yang merupakan dana pensiun yang dibentuk bagi pengelolaan uang pensiun pegawai PT Kaya yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Randi membayar iuran serupa ke dana pensiun yang sama sebesar Rp 50.000,00 sebulan. Bulan April 2013 Randi memerlukan biaya untuk perbaikan rumahnya maka ia mengambil iuran dana pensiun yang telah dibayar sendiri sebesar Rp 20.000.000,00. Kemudian pada bulan Juni 2013 ia menarik lagi dana sebesar Rp 15.000.000,00. Kemudian bulan Oktober 2013 untuk keperluan lainnya ia menarik lagi dana sebesar Rp 25.000.000,00. Hitung PPh 21!
  • 46. Pembahasan: PPh Pasal 21 yang terutang adalah: a. atas penarikan dana sebesar Rp 20.000.000,00 pada bulan April 2013 terutang PPh Pasal 21 sebesar 5% x Rp 20.000.000,00 = Rp 1.000.000,00. b. atas penarikan dana sebesar Rp15.000.000,00 pada bulan Juni 2013 terutang PPh Pasal 21 sebesar 5% x Rp15.000.000,00 = Rp750.000,00 c. atas penarikan dana sebesar Rp 25.000.000,00 pada bulan Oktober 2013 terutang PPh Pasal 21 sebesar: 5% x Rp15.000.000,00 Rp 2.500.000,00 15% x Rp10.000.000,00 Rp 1.500.000,00(+) PPh Pasal 21 yang harus dipotong Rp 2.250.000,00 b. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Uang Pensiun Yang Dibayarkan Secara Berkala (Bulanan) Penghitungan PPh Pasal 21 di Tempat Pemberi Kerja Sebelum Pensiun Apabila waktu pensiun sudah dapat diketahui dengan pasti pada awal tahun, misalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku di tempat pemberi kerja yang dikaitkan dengan usia pegawai yang bersangkutan, maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yang akan diperoleh dalam periode dimana pegawai yang bersangkutan akan bekerja dalam tahun berjalan sebelum memasuki masa pensiun. Namun, apabila waktu pensiun belum dapat diketahui dengan pasti pada waktu menghitung PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada perkiraan penghasilan neto . Contoh :
  • 47. Roni, berstatus kawin dengan 2 (dua) orang anak yang masih menjadi tanggungan, bekerja sebagai pegawai tetap pada PT Gembira dengan gaji sebulan sebesar Rp 6.000.000,00. Roni setiap bulan membayar iuran pensiun sebesar Rp 250.000,00 ke Dana Pensiun Gogor yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku di PT Gembira terhitung mulai 1 Juli 2013, Roni akan memasuki masa pensiun. Tentukan PPh 21 ! Pembahasan Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan : Gaji sebulan Rp 6.000.000,00 Pengurangan: 1. Biaya jabatan: 5% x Rp 6.000.000,00 Rp 300.000,00 2. luran pensiun Rp 250.000,00(+) Rp 550.000,00(-) Penghasilan neto sebulan Rp 5.450.000,00 Penghasilan Neto 6 bulan (masa bekerja Januari s/d Juni 2013) Rp 32.700.000,00 PTKP setahun (TK/2) - untuk WP sendiri Rp 24.300.000,00 - tambahan karena menikah Rp 2.025.000,00 - tambahan untuk 2 orang anak Rp 4.050.000,00(+) Rp 30.375.000,00(-) Penghasilan Kena Pajak Rp 2.325.000,00 PPh Pasal 21 terutang : 5% x Rp 2.325.000,00 = Rp 116.250,00 PPh Pasal 21 terutang sebulan : Rp116.250,00 : 6 = Rp 19.375,00
  • 48. Pada saat Roni berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, maka pemberi kerja memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 Al) dengan data sebagai berikut : Gaji selama 6 bulan : 6 x Rp 6.000.000,00 Rp 36.000.000,00 Pengurangan: 1.Biaya jabatan : 5% x Rp 36.000.000,00 Rp 1.800.000,00 2. luran pensiun : 6 x Rp 250.000,00 Rp 1.500.000,00(+) Rp 3.300.000,00(- ) Penghasilan Neto selama 6 bulan Rp 32.700.000,00 PTKP setahun (TK/2) - untuk WP sendiri Rp 24.300.000,00 - tambahan karena menikah Rp 2.025.000,00 - tambahan untuk 2 orang anak Rp 4.050.000,00(+) Rp30.375.000,00(- ) Penghasilan Kena Pajak Rp 2.325.000,00
  • 49. PPh Pasal 21 terutang (5% x Rp 2.325.000,00) Rp 116.250,00 PPh Pasal 21 telah dipotong (6 x Rp 19.375,00) Rp 116.250,00 (-) PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL Apabila pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulan didasarkan pada penghasilan yang disetahunkan, karena pada saat perhitungan belum diketahui secara pasti saat pensiun atau berhenti bekerja, maka pada saat penghitungan PPh Pasal 21 terutang untuk masa terakhir (saat pensiun atau berhenti bekerja), akan terjadi kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang bersangkutan, yang harus dikembalikan oleh pemotong pajak kepada pegawai yang bersangkutan. c. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 oleh Dana Pensiun yang Membayarkan Uang Pensiun Bulanan. Untuk kemudahan dan kesederhanaan bagi pegawai yang pensiun dalam hal yang bersangkutan tidak mempunyai penghasilan selain dari pekerjaan dari satu pemberi kerja dan uang pensiun, Dana Pensiun menghitung pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pensiun pada tahun pertama pegawai menerima uang pensiun dengan berdasarkan pada gunggungan penghasilan neto dari pemberi kerja sampai dengan pensiun dan perkiraan uang pensiun yang akan diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan. Agar Dana Pensiun dapat melakukan pemotongan PPh Pasal 21 seperti itu, maka penerima pensiun harus segera menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 A-1/1721 A-2) dari pemberi kerja sebelumnya. Melanjutkan contoh sebelumnya : Selanjutnya, mulai bulan Juli 2013 Roni memperoleh uang pensiun dari Dana Pensiun Gogor sebesar Rp 3.000.000,00 sebulan. Tentukan PPh 21!
  • 50. Pembahasan Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas uang pensiun adalah sebagai berikut : Pensiun sebulan adalah Rp 3.000.000,00 Pengurangan Biaya pensiun 5% x Rp 3.000.000,00 Rp 150.000,00(- ) Penghasilan neto sebulan Rp 2.850.000,00 Penghasilan neto Juli s/d Desember 2013 6 x Rp 2.850.000,00 Rp 17.100.000,00 Penghasilan neto dari PT Nusa Indah Gemilang sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21 adalah Rp32.700.000,00( +) Jumlah penghasilan neto tahun 2013 Rp 49.800.000,00 PTKP setahun (TK/2) - untuk WP sendiri Rp24.300.000,00 - tambahan karena menikah Rp 2.025.000,00 - tambahan untuk 2 orang anak Rp4.050.000,00(+ ) Rp 30.375.000,00(-) Penghasilan Kena Pajak Rp 19.425.000,00 PPh Pasal 21 terutang adalah 5% x Rp19.425.000,00 Rp 971.250,00
  • 51. PPh Pasal 21 terutang di PT Gembira sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 Al) Rp 116.250,00(-) PPh Pasal 21 terutang pada Dana Pensiun Gogor, selama 6 bulan adalah Rp 855.000,00 PPh Pasal 21 atas uang pensiun yang harus dipotong tiap bulan adalah : Rp 855.000,00 : 6 Rp142.500,00 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir tahun pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia. Dasar Hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 di Indonesia yang terbaru adalah : 1. Peraturan Menteri Keuangan PMK-162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
  • 52. 2. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Dan Kegiatan Orang Pribadi 3.2 Saran Dengan naiknya PTKP seharusnya kita sebagai wajib pajak bisa bernafas lega karena ada tambahan penghasilan yang bebas dari pajak, walaupun dari sisi penerimaan negara akan sedikit mengalami penurunan. Yang penting tetap berkontribusi dengan membayar pajak tepat jumlah dan tepat waktu. DAFTAR PUSTAKA
  • 53. Prof. Supramono, SE., MBA., DBA & Theresia Woro Damayanti SE, Perpajakan Indonesia- Mekanisme dan Perhitungan , 2010, Yogyakarta :CV. Andi Offset Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, 2005, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia http://id.wikipedia.org/wiki/Penghasilan_tidak_kena_pajak http://www.pajak.go.id/content/article/cara-penghitungan-pph-pasal-21-terbaru https://sites.google.com/site/referensipajak/Contoh-cara-menghitung-pajak- penghasilan-PPh-pasal-21-Pegawai-Tetap-berNPWP-TidakberNPWP-Dengan-Gaji- Bulanan/Contoh-Cara-Menghitung-Pajak-Penghasilan-PPh-Pasal-21-Pegawai- Tetap-Penerima-Uang-Pensiun-Manfaat-Pensiun-Tunjangan-Jaminan-Hari-Tua- Pesangon-Diterima-Bertahap-Sekaligus