Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang proposal penelitian mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dana bantuan sosial.
2. Korupsi dana bantuan sosial merupakan masalah yang serius di Indonesia karena dana yang seharusnya untuk rakyat miskin justru dikorupsi.
3. Penelitian ini akan mengkaji modus korupsi dana bantuan sosial
1. 1
PROPOSAL PENELITIAN
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA
KORUPSI DANA BANTUAN SOSIAL
A. Latar Belakang
Perkembangan peradaban dunia semakin hari berkembang menuju
modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap
sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk
kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan zaman dan
bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan
beranekaragam.
Salah satu tindak pidana yang sekarang fenomenal dan sangat
merugikan negara adalah masalah korupsi. Korupsi merupakan gejala
masyarakat yang dijumpai disetiap bidang kehidupan masyarakat baik
dibidang ekonomi, hukum, sosial budaya maupun politik. Fakta adanya
sejarah membuktikan bahwa hampir setiap negara dihadapkan pada masalah
korupsi.1
Menurut Pasal 2 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001, Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pengertian tindak pidana korupsi
disebutkan :
“ Setiap orang baik pejabat pemerintah maupun swasta yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
1
Evi Hartanti, Tindak pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm 24.
2. 2
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama
20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit
Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta) dan paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang saat ini dirasakan
semakin pesat perkembangannya seiring dengan semakin maju pembangunan
suatu bangsa, maka semakin meningkat pula kebutuhan dan mendorong untuk
melakukan korupsi.2
Dari survey yang dilakukan oleh transparency.org, sebuah badan
independen dari 146 negara, tercatat data 10 besar negara yang dinyatakan
sebagai negara terkorup,
Negara Republik Indonesia berada di peringkat ke 5 negara terkorup
di dunia, tapi di tingkat asia pasifik, negara kita adalah yang
terkorup.Berikut adalah 5 besar negara paling korup di Asia-Pasifik :
1. Indonesia
2. Kamboja
3. Vietnam
4. Filipina
5. India3
Selain dari data di atas berbagai macam bentuk korupsi yang telah
terjadi di Indonesia misalnya : korupsi pengadaan barang dan jasa
penggelapan ,mark up anggaran ,proyek fiktif (20 kasus), penyalahgunaan
anggaran , dan suap , bahkan bantuan-bantuan sosial (Bansos) untuk rakyat
miskin seperti jaring pengaman sosial dan bantuan untuk korban bencana
alam-pun tidak luput dari praktek korupsi.
2
Andi Hamzah, Perbandingan Korupsi Diberbagai Negara. Sinar Grafika, Jakarta,
2005, hlm 1.
3
http://ridsabs.blogspot.com/2013/03/negara-paling-banyak-korupsi-di-
dunia.html,diakses tanggal 27 Juni 2013
3. 3
Berdasarkan data di atas membuktikan tindak pidana korupsi tambah
merajalela walaupun telah banyak perangkat hukum yang mengaturnya.
Menurut peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi,
yakni :
1. Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi,
2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi,
3. Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi,
4. Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas
Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Khusus untuk dana bantuan sosial ada beberapa peraturan yang telah
mengaturnya, antara lain :
1. Peraturan Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri dalam negeri nomor 32 Tahun 2012 tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 21 Tahun
2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah
4. 4
Dengan banyaknya penerbitan peraturan perundangan yang terkait
dengan pemberantasan korupsi tersebut di atas, bahkan membuat para
koruptor tidak menjadi takut untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Sehubungan dengan korupsi dana bantuan sosial , data dari di salah satu
surat kabar nasional di Indonesia mengatakan bahwa : “Untuk dana bantuan
sosial. Pemerintah setiap tahun mengeluarkan dana triliunan rupiah. Pada
periode 2007-2011, anggaran bansos yang disiapkan pemerintah mencapai Rp
300,94 triliun untuk tingkat daerah dan pusat. Tahun 2012, alokasi dana
bansos sekitar Rp 47 triliun dan pada tahun 2013 meningkat menjadi Rp 63,4
triliun.”4
Namun demikian penyaluran dana bantuan sosial (bansos) banyak
terjadi penyimpangan dari tujuan awalnya, yaitu untuk kesejahteraan rakyat.
Akibat penyimpangan yang terjadi, dana bansos menjelma menjadi dana
bantuan koruptor.
Korupsi dana bantuan sosial melahirkan sejumlah aktor atau pelaku
utama korupsi seperti kepala daerah, pejabat di lingkungan pemerintah
daerah, serta anggota dan pimpinan parlemen daerah. Aktor lain yang juga
terlibat adalah pengurus yayasan, panitia pembangunan rumah ibadah,
lembaga pendidikan, partai politik, ataupun organisasi masyarakat.
Salah satu contoh bentuk korupsi bantuan sosial di Sumatera Selatan
yang terjadi di Sekretariat Daerah Kab. OKU atas penggunaan anggaran
belanja bantuan sosial organisasi kemasyarakatan TA. 2008 yang diduga
dilakukan secara bersama-sama tersangka SUGENG, S.Sos Bin
4
Emerson Yuntho ; Anggota Badan Pekerja ICW, Dana Bantuan Koruptor,
KOMPAS, 01 Maret 2013
5. 5
WARSOTIKNO dan tersangka SYAMSIR DAJLIB , dimana ketika itu
tersangka SUGENG, S.Sos Bin WARSOTIKNO menjabat Kabag
Perlengkapan dan umum Setda Kab. Oku dengan cara mengajukan
permintaan uang kepada Bupati OKU dan menggunakan uang APBD
tersebut dengan tidak mengacu kepada peraturan Bupati OKU No. 3 tahun
2008 sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp.
3.005.841.420,11 (tiga milyard lima juta delapan ratus empat puluh satu ribu
empat ratus dua puluh rupiah koma sebelas sen).
Atas perbuatan tersebut diduga kuat telah melanggar Pasal 2 ayat (1),
pasal 3, pasal 9, pasal 18 UU RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah
dengan UU RI No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31
tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat (1)
KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Untuk kasus di atas, dari hasil investigasi dan analisis dokumen
ditemukan bahwa dalam penyusunan, pembahasan dan pengesahannya
dilakukan tanpa adanya pelibatan masyarakat secara maksimal, sehingga
terdapat kelemahan APBD yang ditetapkan tersebut, termasuk juga dalam hal
pengawasan di masyarakat. Berbagai modifikasi kasus yang sering terkenal
dengan mark-up, anggaran kegiatan fiktif dan modus-modus lain pada
beberapa pos anggaran yang telah disusun. Banyak sekali mata anggaran yang
tidak sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.Hal ini terjadi karena adanya konspirasi antara legislatif
dan eksekutif dalam penyusunan, pembahasan, penetepan dan implementasi
6. 6
di lapangan yang justru banyak ditemukan menyimpang dan tidak
mempunyai landasan hukum yang jelas.
Melihat hal di atas sungguh ironis, karena korupsi akan menjadi faktor
penghambat pembangunan di segala bidang. Uang yang idealnya digunakan
untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi
masyarakat, dan sebagainya menjadi terhambat karena anggaran telah
dikorupsi oleh pejabat, dampak lain, korupsi juga memperbesar tindak pidana
pencucian uang.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba untuk melakukan
penulisan dengan judul : “PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK
PIDANA KORUPSI DANA BANTUAN SOSIAL”
B. Permasalahan
Dari apa yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas, maka
Permasalahan yang di ambil dalam penullisan ini adalah sebagai berikut:
a). Bagaimana modus tindak pidana korupsi dana bantuan sosial ?
b). Bagaimana penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi dana
bantuan sosial dalam upaya pengembalian kerugian Negara ?
C. Ruang Lingkup Pembahasan
Agar penulisan skripsi ini lebih terarah dan tersusun sistematis maka
penulis membatasi ruang lingkup pembahasan dengan menitikberatkan pada
peranan penegak hukum dalam tindak pidana korupsi dana bantuan sosial.
7. 7
D. Maksud Dan Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah
a). Untuk mengetahui modus tindak pidana korupsi dana bantuan sosial
b). Untuk mengetahui penegakan hukum tindak pidana korupsi dana
bantuan sosial dalam upaya pengembalian kerugian Negara.
E. Kerangka Teori
Korupsi merupakan perbuatan melawan hukum dengan cara
memperkaya diri sendiri atau orang lain.5
Oleh karena itulah, menjadi suatu
kewajiban bersama bahwa perilaku dan tindakan korupsi ini harus di cegah
sejak dini. Memberantas korupsi tidak serta merta hanya sekedar
menangkap dan memenjarakan orang yang terlibat dalam korupsi, tapi
bagaimana menciptakan budaya hukum itu sendiri menjadi tanggungjawab
penegak hukum , pemerintah , masyarakat itu sendiri. Sehingga tercapai
proses penegakan hukum yang mampu mewujudkan nilai, ide dan cita
hukum tersebut secara konkrit dan menghasilkan keadilan secara substansial
sesuai dengan apa yang menjadi tujuan hukum.Tujuan hukum akan tercapai
apabila, fungsi hukum berjalan dengan baik, fungsi hukum dalam
melakukan fungsinya tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh baik dari
penegak hukum itu sendiri maupun pengaruh dari luar penegak hukum
tersebut.
5
R.Wiyono Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi,Sinar Grafika,Jakarta,edisi kedua,2005,hal 27
8. 8
1. Teori Penegakan Hukum
Penegakan hukum, sebagaimana dirumuskan secara sederhana oleh
Satjipto Rahardjo, merupakan suatu proses untuk mewujudkan
keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. 6
Keinginan-keinginan
hukum yang dimaksudkan di sini yaitu yang merupakan pikiran-pikiran
badan pembentuk undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-
peraturan hukum itu. Perumusan pikiran pembuat hukum yang
dituangkan dalam peraturan hukum, turut menentukan bagaimana
penegakan hukum itu dijalankan.
Dengan demikian pada gilirannya, proses penegakan hukum itu
memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat penegak hukum itu
sendiri. .7
Lawrence M. Friedman melihat bahwa keberhasilan penegakan
hukum selalu menyaratkan berfungsinya semua komponen system
hokum. unsur-unsur sistem hukum itu terdiri dari struktur hukum (legal
structure), substansi hukum (legal substance) dan budaya hukum (legal
culture).8
Struktur hukum meliputi badan eksekutif, legislatif dan yudikatif
serta lembaga-lembaga terkait, seperti Kejaksaan, Kepolisian,
Pengadilan, Komisi Judisial, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan
lain-lain. Sedangkan substansi hukum adalah mengenai norma, peraturan
maupun undang-undang. Budaya hukum adalah meliputi pandangan,
6
Satjipto Rahardjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum, Bandung: Sinar Baru, hal.
24.
7
Ibid
8
Lawrence Friedman, “American Law”, (London: W.W. Norton & Company, 1984),
hal. 6.
9. 9
kebiasaan maupun perilaku dari masyarakat mengenai pemikiran nilai-
nilai dan pengharapan dari sistim hukum yang berlaku, dengan perkataan
lain, budaya hukum itu adalah iklim dari pemikiran sosial tentang
bagaimana hukum itu diaplikasikan, dilanggar atau dilaksanakan.
Dalam perkembangannya, Friedman menambahkan pula komponen
yang keempat, yang disebutnya komponen dampak hukum (legal
impact). Dengan komponen dampak hukum ini yang dimaksudkan adalah
dampak dari suatu keputusan hukum yang menjadi objek kajian peneliti.
Berkaitan dengan budaya hukum (legal culture) ini, menurut Roger
Cotterrell, konsep budaya hukum itu menjelaskan keanekaragaman ide
tentang hukum yang ada dalam berbagai masyarakat dan posisinya dalam
tatanan sosial. Ide-ide ini menjelaskan tentang praktik-praktik hukum,
sikap warga Negara terhadap hukum dan kemauan dan ketidakmauannya
untuk mengajukan perkara, dan signifikansi hukum yang relatif, dalam
menjelaskan pemikiran dan perilaku yang lebih luas di luar praktik dan
bentuk diskursus khusus yang terkait dengan lembaga hukum.
Dengan demikian, variasi budaya hukum mungkin mampu
menjelaskan banyak tentang perbedaan-perbedaan cara di mana lembaga
hukum yang nampak sama dapat berfungsi pada masyarakat yang
berbeda.9
Substansi hukum dalam wujudnya sebagai peraturan perundang-
undangan, telah diterima sebagai instrumen resmi yang memperoleh
9
Roger Cotterrell, 1984, The Sociology of Law An Introduction, London:
Butterworths, hal. 25.
10. 10
aspirasi untuk dikembangkan, yang diorientasikan secara pragmatis
untuk menghadapi masalah-masalah sosial yang kontemporer. Hukum
dengan karakter yang demikian itu lebih dikenal dengan konsep hukum
law as a tool of social engineering dari Roscoe Pound,, atau yang di
dalam terminologi Mochtar Kusumaatmadja disebutkan sebagai hukum
yang berfungsi sebagai sarana untuk membantu perubahan masyarakat.10
Karakter keberpihakan hukum yang responsif ini, sering disebutkan
sebagai hukum yang emansipatif. Hukum yang emansipatif
mengindikasikan sifat demokratis dan egaliter, yakni hukum yang
memberikan perhatian pada upaya memberikan perlindungan hak-hak
asasi manusia dan peluang yang lebih besar kepada warga masyarakat
yang lemah secara sosial, ekonomi dan politis untuk dapat mengambil
peran partisipatif dalam semua bidang kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dikatakan bahwa hukum yang responsif
terdapat di dalam masyarakat yang menjunjung tinggi semangat
demokrasi.
Hukum responsif menampakkan ciri bahwa hukum ada bukan demi
hukum itu sendiri, bukan demi kepentingan praktisi hukum, juga bukan
untuk membuat pemerintah senang, melainkan hukum ada demi
kepentingan rakyat di dalam masyarakat. Sehubungan dengan karakter
dasar hukum positif ini, Sunaryati Hartono melihat bahwa Undang-
10
Mochtar Kusumaatmadja, 1986, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam
Pembangunan Nasional, Bandung: Binacipta, hal. 11
11. 11
Undang Dasar 1945 disusun dengan lebih berpegang pada konsep hukum
sebagai sarana rekayasa sosial ini.11
Karakter hukum positif dalam wujudnya sebagai peraturan
peraturan perundang-undangan, di samping ditentukan oleh suasana atau
konfigurasi politik momentum pembuatannya, juga berkaitan erat dengan
komitmen moral serta profesional dari para anggota legislatif itu sendiri.
Oleh karena semangat hokum (spirit of law) yang dibangun berkaitan
erat dengan visi pembentuk undang-undang, maka dalam konteks
membangun hukum yang demokratis, tinjauan tentang peran pembentuk
undang-undang penting dilakukan.
Dalam pembentukan undang-undang ini Roeslan Saleh
menegaskan bahwa masyarakat yang adil dan makmur serta modern yang
merupakan tujuan pembangunan bangsa, justru sesungguhnya merupakan
kreasi tidak langsung dari pembentuk undang-undang.12
Sedangkan menurut Soerjono Soekanto mengatakan dalam
melakukan proses penegakan hukum ada 5 faktor yang
mempengaruhinya, yaitu :
a. Faktor hukumnya sendiri yaitu berupa undang-undang
b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun yang menerapkan hukum.
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut
berlaku atau diterapkan.
11
C.F.G. Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum
Nasional, Bandung: Alumni, hal. 53
12
Roeslan Saleh, 1979, Penjabaran Pancasila dan UUD 1945 Dalam Perundang-
undangan, Jakarta: Bina Aksara, hal. 12.
12. 12
e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. 13
1. Undang-undang
Undang-undang di buat oleh DPR, dalam menciptakan substansi
atau isi hukum tersebut DPR sebagai lembaga yang diberi wewenang
harus memperhatikan apakah isi undang-undang itu betul-betul akan
memberikan keadilan,kepastian hukum dan kemanfaatan bagi
masyarakat atau justru di buatnya hukum akan semakin membuat
ketidak adilan dan ketidakpastian dan malah merugikan masyarakat.
2. Penegak Hukum
Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat,
yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu sesuai
dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan
mendapat pengertian dari golongan sasaran, di samping mampu
menjalankan atau membawakan peranan yang dapat diterima oleh
mereka.
Ada tiga faktor elemen penting menurt penulis yang mempengaruhi
kinerja aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas-tugasnya, yaitu:
a. Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan
prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya;
13
; Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, Jakarta:Rajawali, hal.: 4,5.
13. 13
b. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai
kesejahteraan aparatnya, dan
c. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya
maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja,
baik hukum materilnya maupun hukum acaranya.
3. Faktor Sarana dan Fasilitas
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin
penegakan hukum akan berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas
tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan
trampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang
cukup, dan seterusnya. Sarana atau fasilitas mempunyai peran yang
sangat penting dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau
fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan
peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual. Khususnya untuk
sarana atau fasilitas tesebut, sebaiknya dianut jalan pikiran, sebagai
berikut:
a. Yang tidak ada-diadakan yang baru dibetulkan;
b. Yang rusak atau salah-diperbaiki atau dibetulkan;
c. Yang kurang-ditambah;
d. Yang macet-dilancarkan;
e. Yang mundur atau merosot-dimajukan atau ditingkatkan.
14. 14
4. Faktor Masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk
mencapai kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang
dari sisi tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan
hukum tersebut. Masyarakat Indonesia mempunyai kecenderungan
yang besar untuk mengartikan hukum dan bahkan
mengidentifikasikannya dengan petugas (dalam hal ini penegak hukum
sebagai pribadi). Salah satu akibatnya adalah, bahwa baik buruknya
hukum senantiasa dikaitkan dengan pola prilaku penegak hukum.
5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan/sistem hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang
mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi
abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianut dan apa yang
dianggap buruk sehingga dihindari. Pasangan nilai yang berperan dalam
hukum, adalah:
a. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman.
b. Nilai jasmani/kebendaan dan nilai rohani/keakhlakan.
c. Nilai kelanggengan/konservatisme dan nilai kebaruan/inovatisme.
Berdasarkan faktor-faktor di atas penulis akan mencoba untuk
mengkaitkan faktor-faktor di atas dengan tindak pidana korupsi dana
bantuan sosial .
15. 15
b. Teori Penyalagunaan Kekuasaan (abuse of power)
Kekuasaan merupakan kuasa untuk mengurus, kuasa untuk
memerintah, kemampuan, kesanggupan kemampuan orang atau golongan
untuk menguasai orang atau golongan lain, fungsi menciptakan dan
memanfaatkan keadilan serta mencegah pelanggaran keadilan.14
Namun
di dalam kekuasaan tersebut banyak disalahgunakan untuk mencari
kekayaan. Sehingga banyak penguasa mencari kekayaan tersebut dengan
berbagai cara termasuk menggunakan kekuasaan yang telah di
amanahkan rakyat kepadanya. Banyak penguasa yang menyalahgunakan
kekuasaan demi kepentingan peribadi sehinga HAM rakyat rela
dikorbankan. Banyaknya kasus-kasus penyalahgunaan kekuasaan seperti
korupsi, mafia hukum, pengelapan sehingga membutuhkan hukum
pidana untuk mengatur masalah penyalahgunaan kekuasaan, dan
menghindari jatuhnya korban akibat penyalahgunaan kekuasaan tersebut.
Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dilakukan oleh para
penguasa atau orang yang memiliki kekuasaan dapat pula meningkatkan
angka statistik kejahatan yang dialami korban. Kekuasaan pemerintahan
yang sewenang-wenang melanggar HAM rakyat masih banyak terjadi
dalam kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan.
14
Tim media. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Media senter,J:akarta. Hlm
362
16. 16
Penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan penguasa berupa :
1. Pelanggaran hukum (korupsi, mafia hukum, penggelapan,
melakukan kejahatan)
2. Pelanggaran HAM (kekerasan thd rakyat, pengabaian hak
rakyat atau pembiaran pelanggaran HAM
Tindak pemerintahan yang menyalahi hukum menimbulkan
korban, maka dibutuhkan perlindungan hukum bagi rakyat. Perlindungan
hukum dapat dilakukan melalui perlindungan hukum preventif dan
perlindungan hukum represif.
Pada perlindungan hukum preventif diberikan kesempatan kepada
korban untuk mengajukan keberatan atau pendapat sebelum keputusan
pemerintah mendapat bentuk definitif. Perlindungan ini bertujuan
mencegah terjadi perkara pidana. Perlindungan hukum represif adalah
melalui peradilan umum dilakukan terhadap korban untuk memperoleh
kembali hak-haknya yang dilanggar oleh penguasa. Misalnya pembelaan
hak rakyat oleh penagak hukum.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Masalah
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan yuridis normative
dilengkapi dengan empiris guna memperoleh suatu hasil penelitian yang
benar dan obyektif.
17. 17
Pendekatan secara yuridis (normatif) terutama ditujukan untuk
mendapatkan hal-hal yang bersifat teoritis: asas, konsepsi, doktrin hukum
serta isi kaedah hukum yang melandasi kegiatan pelaksanaan tugas
pengadilan dalam memeriksa kasus korupsi bantuan dana sosial.
Sedangkan pendekatan secara empiris dilakukan karena penelitian ini
ditujukan ketentuan perundang-undangan yang terjadi dalam praktek yaitu
terhadap aparat penegak hukum, yaitu hakim,polisi .
2. Data dan Sumber Data
Sumber data yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini
menggunakan sumber data primer dan data sekunder. Penggunaan data
primer akan diperoleh melalui pihak penegak hukum yang terkait
(referensi) dan para pihak terkait dengan kasus yang dijadikan objek dalam
penelitian. Data sekunder (library research) yaitu peraturan perundang–
undangan dan literatur–literatur lainnya yang berkaitan dengan penelitian
ini, serta sebagai pelengkap data pustaka akan dilakukan wawancara
kepada pihak–pihak terkait.
3. Lokasi Penelitian.
Penelitian ini mengambil lokasi di Daerah Kab. Ogan Komering Ulu
(OKU).
4. Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data primer dalam penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling yaitu sample ditetapkan secara sengaja oleh
18. 18
peneliti dengan kriteria dan pertimbangan tertentu. Data sekunder
diperoleh melalui studi kepustakaan (library research) dilakukan melalui
kegiatan studi kepustakaan dengan cara mempelajari peraturan perundang-
undangan, teori-teori hukum, doktrin hukum, dan semua bentuk tulisan
yang berkaitan dengan objek kajian penelitian. Data tersebut dikumpulkan
melalui penelusuran bahan hukum, yaitu:
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai
kekuatan mengikat, yang terdiri dari :
i. Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Juncto Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
ii. Peraturan Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri dalam negeri nomor 32
Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan
Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah
iii. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 21
Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah
19. 19
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer meliputi: Yurisprudensi,
doktrin, asas-asas hukum pidana dan hasil penelitian.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan hukum penunjang yang
memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder :
1. jurnal ilmiah, literatur, majalah, makalah, media cetak dan
elektronik
2. Kamus hukum.
5. Teknik Analisa Data
Analisis yang akan digunakan adalah kualitatif yaitu penyorotan terhadap
masalah serta usaha pemecahannya,17
dalam arti data tersebut akan
dianalisis dan kemudian disusun secara sistematis yang pada akhirnya
dipergunakan sebagai bahan penarikan kesimpulan, sehingga dapat
menjawab permasalahan.
17
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas
Indonesia UI-Press ,Jakarta, 1996, hlm. 32.
20. 20
H. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini secara garis besar terdiri dari IV (empat) Bab, dimana
masing-masing berisikan tentang :
Bab I : Membicarakan tentang latar belakang, rumusan masalah,
manfaat dan tujuan penelitian,kerangka teoritis dan
kerangka konseptual, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II : Dalam bab ini akan dibahas lebih rinci Pengertian Pidana
dan tindak pidana, Pengertian Korupsi dan Tindak Pidana
Korupsi, Tinjauan tentang bantuan sosial
Bab III : Pembahasan mengenai modus dan pertanggungjawaban
pidana terhadap tindak pidana korupsi bantuan sosial dan
peranan penegak hukum dalam tindak pidana korupsi
bantuan sosial dalam upaya pengembalian kerugian Negara
Bab IV : Mengenai kesimpulan dari permasalahan yang dibahas serta
saran-saran yang dapat dijadikan acuan dalam penyelesain
terhadap permasalahan yang timbul.
21. 21
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Andi Hamzah, Perbandingan Korupsi Diberbagai Negara. Sinar Grafika, Jakarta,
2005
Chaerudin, dkk, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana
Korupsi, Refika Aditama; Bandung, 2008
Evi Hartanti, Tindak pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005
Barda Nawawi Arief, Kebiiakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara, Penerbit: Universitas Diponegoro Semarang,
1994
-----------------------,, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana. PL Citra Aditya Bakti Bandung, 1998
--------------------, Bunga Rampai Kebiiakan Hukum Pidana. PT. Citra AdityaBakti
Bandung, 1996,
Hamzah Hatrik, Asas-Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum
Pidana Indonesia,PT . Radja Grafindo Persada,Jakarta,1996
Lawrence Friedman, “American Law”, (London: W.W. Norton & Company,
1984)
Leden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi Masalah dan Pemberantasannya
(bagian kedua), Sinar Grafika: Jakarta, 1991
----------------, Unsur-unsur Perbuatan yang Dapat Dihukum (Deik), C etakan
Pertama, Sinar Grafika,Jakarta:, 1991
Moeljatni, Azas-Azas Hukum Pidana, PT.Bina Aksara, ,Jakarta,1987
Mochtar Kusumaatmadja, , Fungsi dan Perkem-bangan Hukum dalam
Pembangunan Nasional, Bandung: Binacipta,1986
Muladi dan Dwidja Priyatno, Muladi,Dwidja Priyatno, Pertanggunngjawaban
Korporasi Dalam Hukum Pidana,Bandung 1991
R.Wiyono Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,Sinar
Grafika,Jakarta,edisi kedua,2005
22. 22
Roeslan Saleh, Penjabaran Pancasila dan UUD 1945 Dalam Perundang-
undangan, Jakarta: Bina Aksara,1979
Satjipto Rahardjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum, Bandung: Sinar Baru
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia
UI-Press ,Jakarta, 1996
--------------------------, , Faktor-Faktor yang Mem-pengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta:Rajawali,1983
1
;
Sudarto., Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni Bandung, 1981
Tim media. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Media senter,J:akarta.
Widja Priyatno, Kebijakan Legislasi Tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi Di Indonesia, cet. Ke-I: Penerbit CV. Utomo, Bandung2004,
Surat kabar dan Internet :
Emerson Yuntho ; Anggota Badan Pekerja ICW, Dana Bantuan Koruptor,
KOMPAS, 01 Maret 2013
Ray Pratama Siadari dalam
http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pertanggungjawaban-pidana-
korporasi.html, diakes tanggl 3 Mei 2013
http://ridsabs.blogspot.com/2013/03/negara-paling-banyak-korupsi-di-
dunia.html,diakses tanggal 27 Juni 2013
23. 23
PROPOSAL PENELITIAN
PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP TINDAK
PIDANA KORUPSI DANA BANTUAN SOSIAL
DISUSUN OLEH
NAMA : ANDY SUANTO
NPM : 12100019.P
UNIVERSITAS IBA PALEMBANG