2. sujud tilawah
Sujud tilawah adalah sujud yang disebabkan karena membaca atau mendengar
ayat-ayat sajadah yang terdapat dalam Al Qur’an Al Karim.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَ ب دَ ب آ نُ آ بْن ا رَ ب مَِر أُ آ – ل ىَِر يْن وَ ب ي اَ ب بٍ ي يْن رَ ب كُ آ ب ىَِر أَ ب ةَِر يَ ب واَ ب رَِر ف ىَِر وَ ب – هُ آ لَ ب يْن وَ ب ي اَ ب لُ آ قلوُ آ يَ ب ك ىَِر بْن يَ ب نُ آ ط اَ ب يْن شَّ ال لَ ب زَ ب تَ ب عْن ا دَ ب جَ ب سَ ب فَ ب ةَ ب دَ ب جْن سَّ ال مَ ب دَ ب آ نُ آ بْن ا أَ ب رَ ب قَ ب ذاَ ب إَِر
رُ آ ن اَّ ال ىَ ب لَِر فَ ب تُ آ يْن بَ ب أَ ب فَ ب دَِر جلوُ آ سُّ ب الَِر تُ آ رْن مَِر أُ آ وَ ب ةُ آ نَّ جَ ب لْن ا هُ آ لَ ب فَ ب دَ ب جَ ب سَ ب فَ ب دَِر جلوُ آ سُّ ب الَِر
“Jika anak Adam membaca ayat sajadah, lalu dia sujud, maka setan akan
menjauhinya sambil menangis. Setan pun akan berkata-kata: “Celaka aku. Anak
Adam disuruh sujud, dia punbersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku
sendiri diperintahkan untuk sujud, namun aku enggan, sehingga aku pantas
mendapatkan neraka.” (HR. Muslim no. 81)
3. tidak selalu
Para ulama sepakat (ber-ijma’) bahwa sujud tilawah adalah amalan yang disyari’atkan.
Di antara dalilnya adalah hadits Ibnu ‘Umar, “Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah
membaca Al Qur’an yang di dalamnya terdapat ayat sajadah. Kemudian ketika itu
beliau bersujud, kami pun ikut bersujud bersamanya sampai-sampai di antara kami
tidak mendapati tempat karena posisi dahinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut jumhur (mayoritas) ulama yaitu Malik, Asy Syafi’i, Al Auza’i, Al Laitsi, Ahmad,
Ishaq, Abu Tsaur, Daud dan Ibnu Hazm, juga pendapat sahabat Umar bin Al Khattab,
Salman, Ibnu ‘Abbas, ‘Imron bin Hushain, mereka berpendapat bahwa sujud tilawah itu
sunnah dan bukan wajib.
Dari Zaid bin Tsabit, beliau berkata, “Aku pernah membacakan pada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam surat An Najm, (tatkala bertemu pada ayat sajadah dalam surat
tersebut) beliau tidak bersujud.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bukhari membawakan
riwayat ini pada Bab “Siapa yang membaca ayat sajadah, namun tidak bersujud.”
4. tata cara sujud tilawah
1- Para ulama bersepakat bahwa sujud tilawah cukup dengan sekali sujud.
2- Bentuk sujudnya sama dengan sujud dalam shalat.
3- Tidak disyari’atkan -berdasarkan pendapat yang paling kuat- untuk takbiratul ihram dan juga
tidak disyari’atkan untuk salam.
4- Disyariatkan pula untuk bertakbir ketika hendak sujud dan bangkit dari sujud.
5- Lebih utama sujud tilawah dimulai dari keadaan berdiri, ketika sujud tilawah ingin
dilaksanakan di luar shalat. Inilah pendapat yang dipilih oleh Hanabilah, sebagian ulama
belakangan dari Hanafiyah, salah satu pendapat ulama-ulama Syafi’iyah, dan juga pendapat
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Namun, jika seseorang melakukan sujud tilawah dari keadaan duduk, maka ini tidaklah
mengapa. Bahkan Imam Syafi’i dan murid-muridnya mengatakan bahwa tidak ada dalil yang
mensyaratkan bahwa sujud tilawah harus dimulai dari berdiri. Mereka mengatakan pula bahwa
lebih baik meninggalkannya. (Shahih Fiqih Sunnah, 1/449)
5. lafadz
Bacaan ketika sujud tilawah sama seperti bacaan sujud ketika shalat. Ada beberapa bacaan yang bisa kita baca ketika sujud
di antaranya:
•Dari Hudzaifah, beliau menceritakan tata cara shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ketika sujud beliau membaca:
“Subhaana robbiyal a’laa” [Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi] (HR. Muslim no. 772)
•Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a ketika ruku’ dan sujud: “Subhaanakallahumma robbanaa
wa bi hamdika, allahummagh firliy.” [Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah
dosa-dosaku] (HR. Bukhari no. 817 dan Muslim no. 484)
•Dari ‘Ali bin Abi Tholib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sujud membaca: “Allahumma laka sajadtu, wa bika aamantu
wa laka aslamtu, sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu. Tabarakallahu ahsanul
kholiqiin.” [Ya Allah, kepada-Mu lah aku bersujud, karena-Mu aku beriman, kepada-Mu aku berserah diri. Wajahku bersujud
kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-baik
Pencipta] (HR. Muslim no. 771)
Adapun bacaan yang biasa dibaca ketika sujud tilawah sebagaimana tersebar di berbagai buku dzikir dan do’a adalah
berdasarkan hadits yang masih diperselisihkan keshohihannya.
Imam Ahmad bin Hambal -rahimahullah- mengatakan, “Adapun (ketika sujud tilawah), maka aku biasa membaca: Subhaana
robbiyal a’laa” (Al Mughni).
6. sujud tilawah saat shalat
Dianjurkan bagi orang yang membaca ayat sajadah dalam shalat
baik shalat wajib maupun shalat sunnah agar melakukan sujud
tilawah. Inilah pendapat mayoritas ulama.
Dari Abu Rofi’, dia berkata bahwa dia shalat Isya’ (shalat ‘atamah)
bersama Abu Hurairah, lalu beliau membaca “idzas
samaa’unsyaqqot”, kemudian beliau sujud. Lalu Abu Rofi’ bertanya
pada Abu Hurairah, “Apa ini?” Abu Hurairah pun menjawab, “Aku
bersujud di belakang Abul Qosim (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam) ketika sampai pada ayat sajadah dalam surat tersebut.”
Abu Rofi’ mengatakan, “Aku tidaklah pernah bersujud ketika
membaca surat tersebut sampai aku menemukannya saat ini.”
(HR. Bukhari no. 768 dan Muslim no. 578)
7. ayat sajdah dalam al qur’an
1. Al A’rof ayat 206
2. Ar Ro’du ayat 15
3. An Nahl ayat 49-50
4. Al Isro’ ayat 107-109
5. Maryam ayat 58
6. Al Hajj ayat 18
7. Al Hajj ayat 77
8. Al Furqon ayat 60
9. An Naml ayat 25-26
10.As Sajdah ayat 15
11.Fushilat ayat 38 (menurut mayoritas ulama), QS. Fushilat ayat 37 (menurut
Malikiyah)
12.Shaad ayat 24
13.An Najm ayat 62 (ayat terakhir)
14.Al Insyiqaq ayat 20-21
15.Al ‘Alaq ayat 19 (ayat terakhir)
9. hukum sujud sahwi
Sujud sahwi adalah dua kali sujud (baik sebelum atau setelah salam) yang dilakukan karena
lupa melakukan sesuatu bacaan atau gerakan dalam sholat yang disyariatkan atau ragu
dalam sholat (seperti ragu tentang jumlah rokaat).
Para Ulama’ sepakat bahwa sujud sahwi adalah disyariatkan.
Namun mereka berbeda pendapat tentang hukumnya dalam 3 hal utama:
1. a) Wajib, menurut pendapat al-Hanafiyah.
2. b) Sunnah (mustahab), menurut pendapat al-Malikiyyah dan Asy-Syafiiyah, namun menjadi
wajib bagi makmum jika Imam melakukannya.
3. c) Kadangkala hukumnya wajib, mustahab, dan mubah (boleh), tergantung apa yang terlupa
dilakukan dalam sholat, menurut al-Hanaabilah. Jika yang terlupakan adalah termasuk
kewajiban sholat, maka hukumnya wajib. (disarikan dari al-Fiqhu ‘alal madzaahibil arba’ah
karya Abdurrahman al-Jaziiri juz 1 halaman 706).
Dalam hal ini pendapat yang rajih adalah pendapat yang menyatakan bahwa hukum sujud
sahwi sesuai dengan apa yang terlupa dalam sholat. Jika yang terlupa adalah kewajiban,
maka hukum sujud sahwi adalah wajib. Wallaahu A’lam.
10. syariat sujud sahwi
Disyariatkan sujud sahwi jika terlupa dalam hal :
penambahan, kekurangan, atau ragu dalam sholat. Jika
penambahan dan pengurangan dilakukan secara sengaja,
maka sholatnya batal, tidak bisa diganti dengan sujud
sahwi (Fatwa Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin).
Sujud sahwi dilakukan baik di dalam sholat wajib maupun
sholat sunnah sesuai keumuman dalil yang ada.
11. pernah...
a). Sholat 5 rokaat yang semestinya 4 rokaat (Muttafaqun ‘alaih dari Ibnu Mas’ud).
أَلواُ قاَ كَ ذاَ ماَ وَ لَ قاَ ةِ لَ صّ ال فيِ دَ زيِ أَ هُ لَ لَ قيِ مَ لّ سَ ماّ لَ فَ ساً مْ خَ رَ هْ ظّ ال لىّ صَ مَ لّ سَ وَ هِ يْ لَ عَ هُ لّ ال لىّ صَ يّ بِ نّ ال نّ
نِ يْ تَ دَ جْ سَ دَ جَ سَ فَ ساً مْ خَ تَ يْ لّ صَ
”Sesungguhnya Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam sholat dzhuhur 5 rokaat, ketika
selesai salam ditanyakan kepada beliau: Apakah sholat ditambah? Nabi menyatakan:
Ada apa? Para Sahabat berkata: Anda telah sholat 5 rokaat. Maka beliau sujud dua kali
sujud” (Muttafaqun ‘alaih).
12. Pernah pula ...
b). Sholat 2 rokaat yang semestinya 4 rokaat (H.R alBukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah).
ياَ تَ سيِ نَ مْ أَ ةُ لَ صّ ال تْ رَ صُ قَ أَ نِ يْ دَ يَ لْ ا ذوُ هُ لَ لَ قاَ فَ نِ يْ تَ نَ ثْ ا نْ مِ فَ رَ صَ نْ ا مَ لّ سَ وَ هِ يْ لَ عَ هُ لّ ال لىّ صَ هِ لّ ال لَ سوُ رَ نّ أَ
هِ لّ ال لُ سوُ رَ مَ قاَ فَ مْ عَ نَ سُ ناّ ال لَ قاَ فَ نِ يْ دَ يَ لْ ا ذوُ قَ دَ صَ أَ مَ لّ سَ وَ هِ يْ لَ عَ هُ لّ ال لىّ صَ هِ لّ ال لُ سوُ رَ لَ قاَ فَ هِ لّ ال لَ سوُ رَ
عَ فَ رَ مّ ثُ لَ وَ طْ أَ وْ أَ هِ دِ جوُ سُ لَ ثْ مِ دَ جَ سَ فَ رَ بّ كَ مّ ثُ مَ لّ سَ مّ ثُ نِ يْ يَ رَ خْ أُ نِ يْ تَ نَ ثْ ا لىّ صَ فَ مَ لّ سَ وَ هِ يْ لَ عَ هُ لّ ال لىّ صَ
“Sesungguhnya Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam berpaling (salam) pada 2
rokaat, kemudian Dzul Yadain berkata: ‘Apakah sholat diqoshor atau anda lupa, wahai
Rasulullah?’. Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Apakah Dzul Yadain
benar? Para Sahabat berkata: Ya. Maka bangkitlah Rasulullah shollallaahu ‘alaihi
wasallam kemudian sholat 2 rokaat yang lain kemudian salam, kemudian takbir
kemudian sujud seperti sujud sebelumnya atau lebih lama, kemudian beliau
mengangkat kepalanya” (lafadz sesuai riwayat alBukhari).
13. Manusiawi
c). Sholat 3 rokaat yang semestinya 4 rokaat (H.R Muslim dari ‘Imron bin Hushain).
لٌ جُ رَ هِ يْ لَ إِ مَ قاَ فَ هُ لَ زِ نْ مَ لَ خَ دَ مّ ثُ تٍ عاَ كَ رَ ثِ لَ ثَ فيِ مَ لّ سَ فَ رَ صْ عَ لْ ا لىّ صَ مَ لّ سَ وَ هِ يْ لَ عَ هُ لّ ال لىّ صَ هِ لّ ال لَ سوُ رَ نّ أَ
هُ ءَ داَ رِ رّ جُ يَ نَ باَ ضْ غَ جَ رَ خَ وَ هُ عَ نيِ صَ هُ لَ رَ كَ ذَ فَ هِ لّ ال لَ سوُ رَ ياَ لَ قاَ فَ لٌ طوُ هِ يْ دَ يَ فيِ نَ كاَ وَ قُ باَ رْ خِ لْ ا هُ لَ لُ قاَ يُ
مَ لّ سَ مّ ثُ نِ يْ تَ دَ جْ سَ دَ جَ سَ مّ ثُ مَ لّ سَ مّ ثُ ةً عَ كْ رَ لىّ صَ فَ مْ عَ نَ لواُ قاَ ذاَ هَ قَ دَ صَ أَ لَ قاَ فَ سِ ناّ ال لىَ إِ هىَ تَ نْ ا تىّ حَ
“Sesungguhnya Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam sholat ashr, kemudian beliau
salam pada rokaat ke-3 kemudian masuk rumahnya, maka bangkitlah seseorang
yang disebut al-Khirbaaq yang memiliki tangan panjang. Maka ia berkata: Wahai
Rasulullah…kemudian disebutkan apa yang dilakukan Nabi. Maka beliau kemudian
keluar (seperti terlihat marah) menarik selendangnya sampai (di hadapan) manusia.
Kemudian beliau bertanya: ‘Apakah lelaki ini benar?’Para Sahabat menjawab: ya.
Maka kemudian Nabi sholat satu rokaat, kemudian salam, kemudian sujud 2 kali
sujud, kemudian salam” (H.R Muslim).
14. lupa tahiyat
d). Meninggalkan tasyahhud awal pada sholat Dzuhur (Muttafaqun ‘alaih dari
Abdullah bin Buhainah).
هُ عَ مَ سُ ناّ ال مَ قاَ فَ سْ لِ جْ يَ مْ لَ فَ مَ قاَ مّ ثُ تِ واَ لَ صّ ال ضِ عْ بَ نْ مِ نِ يْ تَ عَ كْ رَ مَ لّ سَ وَ هِ يْ لَ عَ هُ لّ ال لىّ صَ هِ لّ ال لُ سوُ رَ ناَ لَ لىّ صَ
مَ لّ سَ مّ ثُ سٌ لِ جاَ وَ هُ وَ نِ يْ تَ دَ جْ سَ دَ جَ سَ فَ مِ ليِ سْ تّ ال لَ بْ قَ رَ بّ كَ هُ مَ ليِ سْ تَ ناَ رْ ظَ نَ وَ هُ تَ لَ صَ ضىَ قَ ماّ لَ فَ
“Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam sholat bersama kami 2 rokaat, kemudian
bangkit tidak duduk (tasyahhud). Maka manusiapun turut berdiri bersama beliau.
Ketika menyelesaikan sholatnya dan kami menunggu salam, beliau bertakbir
sebelum salam kemudian sujud dua kali sujud dalam keadaan duduk, kemudian
salam”(Muttafaqun ‘alaih).
(disarikan dari Shahih Fiqhis Sunnah juz 1 halaman 460-461 karya Abu Malik Kamaal
bin as-Sayyid Saalim).
15. sesudah atau sebelum salam?
Sujud sahwi ada yang dilakukan sebelum salam dan ada yang dilakukan setelah salam.
Namun, para Ulama’ sepakat bahwa seandainya seseorang melakukan sujud sahwi
sebelum salam padahal seharusnya setelah salam, atau sebaliknya, maka sholatnya
sah, hanya saja ia meninggalkan keutamaan (Taudhiihul Ahkaam syarh Buluughil
Maroom karya Syaikh Aalu Bassaam juz 2 halaman 21).
I). Dilakukan sebelum salam, jika:
1.a) ada kekurangan, terlewatkan dalam mengerjakan rukun atau kewajiban sholat.
Untuk rukun sholat, jika terlewatkan takbiratul ihram, sholatnya tidak sah. Namun jika
terlewatkan rukun sholat yang lain, terdapat perincian:
Jika seseorang tersebut teringat ketika masih belum masuk pada rokaat selanjutnya,
maka segera ia lakukan rukun yang tertinggal tersebut dan melakukan gerakan/bacaan
sholat lanjutannya.
16. sujud sebelum salam
Jika seseorang tersebut teringat ketika sudah masuk pada rokaat
selanjutnya, maka rokaat yang sedang dilakukan itu adalah pengganti bagi
rokaat yang rukunnya terlewat, kemudian nantinya sujud sebelum salam.
Seseorang yang melewatkan salah satu kewajiban sholat, misalnya
tasyahhud awal, maka ia nantinya sujud sahwi sebelum salam
(sebagaimana hadits dari Abdullah bin Buhainah riwayat alBukhari –Muslim
di atas).
1.b) ragu dalam jumlah rokaat dan tidak bisa menentukan mana yang lebih
kuat.
Dalam hal ini diambil hal yang meyakinkan (jumlah rokaat yang paling
sedikit), kemudian nantinya sujud sahwi sebelum salam.
17. sujud setelah salam
1.II) Dilakukan setelah salam, jika:
2.a) ada penambahan gerakan, bacaan, atau rokaat dalam sholat.
Dalam kondisi demikian seseorang menyempurnakan sholatnya sampai
salam, kemudian sujud sahwi. Misalkan, seseorang sholat 5 rokaat yang
seharusnya 4 rokaat, maka ia sempurnakan sholat sampai salam,
kemudian sujud sahwi, kemudian salam lagi.
b)salam sebelum waktunya, maka ia lakukan kekurangan sholatnya
tersebut sampai salam, kemudian sujud sahwi.
1.c) Ragu dalam jumlah rokaat, namun mampu memilih sesuatu yang lebih
diyakini. Dalam hal ini, ia lakukan sholat secara sempurna sampai salam,
kemudian sujud sahwi.
18. fadhilah sujud sahwi
1. a) Menjalankan Sunnah Nabi, sehingga bisa mendatangkan kecintaan dan ampunan
dari Allah
مٌ حميِمي رَح رٌ فروُرو غَح هُرو لَّ ولالَح مْ و كُرو بَح نروُرو ذُرو مْ و كُرو لَح رْ و فِمي غْ و يَح وَح هُرو لَّ لال مُرو كُرو بْ و بِمي حْ و يُرو ن يِمي عروُرو بِمي تَّ فتاَح هَح لَّ لال نَح بروُّو حِمي تُرو مْ و تُرو نْ و كُرو نْ و إِمي لْ و قُرو
“ Katakanlah (wahai Muhammad): Jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian, dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S Ali Imran: 31).
2. b) Menghinakan syaitan:
…نِمي طتاَح ميْ و شَّ للِمي متاًا غميِمي رْ و تَح تتاَح نَح كتاَح
“…dua sujud itu adalah penghinaan bagi syaitan (H.R Muslim).
3. c) Dua kali sujud menambah 2 derajat dan menghapus 2 kesalahan.
ةًا ئَح طميِمي خَح هتاَح بِمي كَح نْ و عَح طَّ حَح وَح ةًا جَح رَح دَح هتاَح بِمي هُرو لَّ لال كَح عَح فَح رَح لَّ إِمي ةًا دَح جْ و سَح هِمي لَّ لِمي دُرو جُرو سْ و تَح لَح كَح نَّ إِمي فَح
“…karena tidaklah engkau melakukan satu kali sujud karena Allah kecuali Allah akan
angkat dengannya 1 derajat dan menghapus darimu 1 kesalahan”(H.R Muslim)
19. lafadz - kaifiyah
Imam Ahmad berpendapat bahwa bacaan dalam sujud sahwi adalah
sebagaimana bacaan sujud dalam sholat, hal ini karena tidak ada hadits
shohih yang mengkhususkan bacaan tertentu dalam sujud sahwi.
Sujud sahwi dilakukan dengan cara dua kali sujud yang dipisahkan dengan
duduk di antara 2 sujud, pada tiap-tiap perpindahan gerakan mengucapkan
takbir, kemudian diakhiri dengan salam. Sama saja apakah sujud sahwi
dilakukan sebelum atau setelah salam sholat.
20. lupa ? ikut imam ?
Sujud sahwi juga disyariatkan pada sholat sunnah (Majmu’ Fataawa Syaikh Bin Baaz
juz 30 halaman 13).
Jika Imam lupa suatu amalan yang dianggapnya sunnah, sedangkan makmum
menganggap bahwa itu wajib, dan Imam tidak sujud sahwi, apakah makmum wajib
sujud sahwi?
Makmum tidak wajib sujud sahwi dalam kondisi semacam itu.
Contohnya, seperti Imam lupa tidak tasyahhud awal, dan ia berpendapat bahwa itu
adalah sunnah (bukan wajib) sebagaimana pendapat Ulama Syafiiyyah, sedangkan
makmum menganggap itu adalah wajib. Di akhir sholat Imam tidak sujud sahwi. Dalam
kondisi semacam itu, menurut penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin, makmum tidak wajib
untuk sujud sahwi, karena ia terikat dengan sholatnya dengan Imam, sedangkan Imam
tidak melakukan suatu kekurangan (kewajiban yang ia yakini), dan makmum
diperintahkan untuk mengikuti Imam. (disarikan dari asy-Syarhul Mumti’ karya Ibnu
Utsaimin (3/391)).
21. kondisional
Apakah makmum masbuq juga disyariatkan melakukan sujud sahwi?
Jawab:
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin menjelaskan bahwa jika sujud sahwi
dilakukan sebelum salam, makmum masbuq masih bisa mengikutinya. Namun jika
sujud sahwi dilakukan setelah salam, makmum masbuq tidak bisa mengikutinya
bersamaan dengan Imam. Apakah kemudian makmum masbuq setelah salam nanti
juga sujud sahwi? Dalam hal ini ada perincian:
1. a) Jika makmum masbuq mengikuti imam pada saat sholat di bagian yang imam lupa
padanya, maka makmum masbuq juga sujud sahwi nantinya setelah ia salam.
2. b) jika imam lupa dalam sholatnya yang mengharuskan sujud sahwi namun pada
saat itu makmum masbuq belum terlibat dalam sholat jamaah, maka makmum
masbuq nantinya tidak perlu sujud sahwi ( Liqaa’ Baab al-Maftuuh –seri tanya jawab
dengan Syaikh al-Utsaimin- juz 188 halaman 10)
22. Perlukah sujud sahwi ?
Seseorang yang bangkit sebelum tasyahhud, apa yang harus dilakukan?
Jawab:
Dalam hal ini ada 2 kemungkinan:
1.a) Ia belum sempurna tegak berdiri, maka sebaiknya ia kembali duduk tasyahhud,
nantinya ia tidak perlu sujud sahwi.
هِĠ يِْه لَْي عَْي وَْي هِْه سَْي الَْي فَْي م اً ا ئِĠ ق اَْي مَّ تِĠ تَْي سِْه يَْي ِْه مَْي ل ذ اَْي إِĠ وَْي وِĠ هِْه سَّ ال اَْي داتَْي جِْه سَْي هِĠ يِْه لَْي عَْي فَْي م اً ا ئِĠ ق اَْي مَّ تَْي تَْي سِْه ف اَْي مُ م اَْي لِْهِĠ ا ه اَْي سَْي ذ اَْي إِĠ
“ Jika Imam lupa sehingga sempurna berdirinya, maka baginya harus melakukan 2
sujud sahwi, jika belum sempurna berdiri, maka tidak ada (sujud) sahwi baginya” (H.R
atThobarony, dishahihkan al-Albany).
1.b) Sudah sempurna berdiri, maka hendaknya ia teruskan (sebagaimana hadits pada
poin a) dan nantinya sebelum salam ia lakukan sujud sahwi.
24. sujud syukur
Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan oleh seseorang ketika mendapatkan nikmat atau ketika
selamat dari bencana.
Dalil disyari’atkannya sujud syukur adalah,
هِĠ لَّ لِĠ ر اً ا كِĠ ش اَْي د اً ا جِĠ س اَْي رَّ خَْي هِĠ بِĠ رَْي شِّر بُ وِْه أَْي رٍ روُ سُ رُ مِْه أَْي هُ ءَْي ج اَْي ذ اَْي إِĠ نَْي ك اَْي هُ نَّ أَْي -وسلم عليه ا -صلى ىِّر بِĠ نَّ ال نِĠ عَْي ةَْي رَْي كِْه بَْي بىِĠ أَْي نِْه عَْي .
Dari Abu Bakroh, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ketika beliau mendapati hal yang
menggembirakan atau dikabarkan berita gembira, beliau tersungkur untuk sujud pada AllahTa’ala. (HR.
Abu Daud no. 2774. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Juga dari hadits Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di mana
ketika diberitahu bahwa taubat Ka’ab diterima, beliau pun tersungkur untuk bersujud (yaitu sujud
syukur).
25. hukum sujud syukur
Sujud syukur itu disunnahkan ketika ada sebabnya. Inilah pendapat ulama Syafi’iyah dan Hambali.
Sebab Adanya Sujud Syukur
Sujud syukur itu ada ketika mendapatkan nikmat yang besar. Contohnya adalah ketika seseorang baru
dikarunia anak oleh Allah setelah dalam waktu yang lama menanti. Sujud syukur juga disyariatkan
ketika selamat dari musibah seperti ketika sembuh dari sakit, menemukan barang yang hilang, atau diri
dan hartanya selamat dari kebakaran atau dari tenggelam. Atau boleh jadi pula sujud syukur itu ada
ketika seseorang melihat orang yang tertimpa musibah atau melihat ahli maksiat, ia bersyukur karena
selamat dari hal-hal tersebut.
Ulama Syafi’iyah dan Hambali menegaskan bahwa sujud syukur disunnahkan ketika mendapatkan
nikmat dan selamat dari musibah yang sifatnya khusus pada individu atau dialami oleh kebanyakan
kaum muslimin seperti selamat dari musuh atau selamat dari wabah.
26. nikmat berkelanjutan
Ulama Syafi’iyah dan ulama Hambali berpendapat, “Tidak disyari’atkan
(disunnahkan) untuk sujud syukur karena mendapatkan nikmat yang
sifatnya terus menerus yang tidak pernah terputus.”
Karena tentu saja orang yang sehat akan mendapatkan nikmat bernafas,
maka tidak perlu ada sujud syukur sehabis shalat. Nikmat tersebut didapati
setiap saat selama nyawa masih dikandung badan. Lebih pantasnya sujud
syukur dilakukan setiap kali bernafas. Namun tidak mungkin ada yang
melakukannya.
27. syarat kaifiyah
Sujud syukur tidak disyaratkan menghadap kiblat, juga tidak
disyaratkan dalam keadaan suci karena sujud syukur bukanlah shalat.
Namun hal-hal tadi hanyalah disunnahkan saja dan bukan syarat.
Demikian pendapat yang dianut oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah yang
menyelisihi pendapat ulama madzhab.
Tata caranya adalah seperti sujud tilawah. Yaitu dengan sekali sujud.
Ketika akan sujud hendaklah dalam keadaan suci, menghadap kiblat,
lalu bertakbir, kemudian melakukan sekali sujud. Saat sujud, bacaan
yang dibaca adalah seperti bacaan ketika sujud dalam shalat.
Kemudian setelah itu bertakbir kembali dan mengangkat kepala.
Setelah sujud tidak ada salam dan tidak ada tasyahud.
28. KhotimahKhotimah
Do your best, Be the best,
Allah will take care of the rest
Doddy Al Jambary 0816 884
844
jambary@me.com
slideshare.net/Aljambary
مَّ هُ لَّ ال كَْي نَْي ح اَْي بِْه سُ
كَْي دِĠ مِْه حَْي بِĠ وَْي
تَْي نِْه أَْي لَّ إِĠ هَْي إلِĠ لَْي نِْه أَْي دُ هَْي شِْه أَْي
كَْي يِْه لَْي إِĠ بُ وِْه اتُ أَْي وَْي كَْي رُ فِĠ غِْه تَْي سِْه أَْي
Hinweis der Redaktion
Seseorang yang ragu dalam sholat ada 2 kemungkinan:
a) Ia tidak bisa memilih mana yang lebih kuat, dalam hal ini ia pilih jumlah rokaat yang paling sedikit (hal yang jelas diyakini), kemudian nantinya sujud sahwi sebelum salam.
Misalkan, ia ragu apakah sudah sholat 2 rokaat atau 3 rokaat, namun 2 kemungkinan tersebut tidak bisa dirajihkan, ia tidak bisa memilihnya, maka ia ambil yang 2 rokaat, kemudian menyempurnakan sisa rokaat, dan sujud sahwi sebelum salam.
b) Ia bisa memilih mana yang lebih kuat, maka seharusnya ia ambil jumlah yang ia anggap meyakinkan, kemudian menyempurnakan sholatnya dengan salam, setelah salam sujud sahwi.
Contoh: seseorang yang ragu apakah sudah sholat 2 atau 3 rokaat, namun ia lebih cenderung yakin pada yang 3 rokaat, maka ia anggap dirinya telah mengerjakan 3 rokaat, selanjutnya ia sempurnakan sholatnya sampai salam, kemudian dia sujud sahwi, kemudian salam lagi.
إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحْ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلَاتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لِأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ
“ Jika seseorang ragu dalam sholatnya kemudian dia tidak tahu apakah dia sholat 3 atau 4 rokaat, maka hendaknya ia lemparkan keraguan itu dan membangun di atas keyakinan, kemudian sujud dua kali sujud sebelum salam. Jika ternyata ia sholat 5 rokaat, sujud itu menggenapkan sholatnya. Jika sholat sempurna 4 rokaat, 2 sujud itu adalah penghinaan terhadap syaitan” (H.R Muslim dari Abu Sa’id al-Khudry) (Lihat Risalah fi Sujuudis Sahwi karya Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin)