Kurikulum pendidikan Islam dirumuskan untuk turun ke dalam realitas manusia, dan mereka hidup dengan peristiwa realitas ini dan permasalahannya. Sebaliknya, kurikulum pendidikan Islam memancar dari realitas ini, karena tidak muncul dari ruang hampa, sehingga itu tidak bisa diterapkan dalam ruang hampa."
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
Makalah Pendidikan Islam Komprehensif.pptx
1. Mata Kuliah : Pendalaman Al Quran & Hadits
Dosen Pengampu : DR. Abdul Kosim, M.Ag.
PROGRAM PASCA SARJANA,
STAI DR. KHEZ MUTTAQIEN
PURWAKARTA
Tahun 2021 - 2022
2. Secara sederhana, komprehensif adalah pembahasan yang bersifat
menyeluruh. Sebagai kata serapan, komprehensif adalah bentuk kata
sifat yang asalnya dari kata serapan bahasa Inggris “comprehensive”, yang
artinya luas, menyeluruh, teliti dan meliputi banyak hal. Istilah
komprehensif digunakan untuk menyatakan keadaan di mana sesuatu
dapat menjelaskan keterangan secara lengkap dan luas serta memberikan
wawasan yang lebih.
Definisi yang dinyatakan oleh M. Kanal, sebagaimana yang dikutip Taufiq
Abdullah dan Sharon Siddique dalam buku Samsul Nizar yang
mendefinisikan pendidikan Islam sebagai ”suatu proses yang
komprehensif dari pengembangan kepribadian manusia secara
keseluruhan, yang meliputi bidang intelektual, spiritual, emosi dan fisik.”
dengan demikian berarti terdapat empat elemen pendidikan dalam
Islam, yaitu intelektual, fisik, emosi dan spiritual.
3. Sistem pendidikan yang komprehensif yaitu, bentuk dan jenis
pendidikan yang mengikuti pertumbuhan dan perkembangan
masyarakat yang menginginkan adanya pembinaan anak dan
diselenggarakan secara berimbang antara nilai (value) dan sikap
(attitude), pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill),
kemampuan berkomunikasi (communicated) dan kesadaran
terhadap lingkungannya.
Pendidikan terpadu inilah yang dinilai sangat urgen dalam
perjalanan pembangunan bangsa Indonesia. Sebab pada
pelaksanannya nanti, pendidikan tidak hanya diminta tanggung
jawabnya dalam membina, melatih dan mendayagunakan
seluruh potensi atau kemampuan manusia (daya talar, daya fisik,
daya cipta, daya karsa maupun budi pekerti) melainkan lebih
jauh dari itu yaitu menyiapkan manusia Indonesia yang mampu
secara fungsional dalam kehidupan kesehariannya.
Pengertian system pendidikan yang komprehensif
4. Konstruksi pendidikan Islam adalah bangunan yang utuh
dan terpadu
َةغْب ِ
ص ِ ه
ّٰللا َنِم ُنَسْحَا ْنَم َو ۚ ِ ه
ّٰللا َةَغْب ِ
ص
ۖ
ََ ُْوُِببٰ ََٗ ُنََْْ نو
١٣٨
“Sibgah Allah.” Siapa yang lebih baik sibgah-nya daripada
Allah? Dan kepada-Nya kami menyembah. [ Al-
Baqarah:138].
Kurikulum pendidikan yang komprehensif ini harus
dilaksanakan dalam kerangka acuan keislaman dan
sumber-sumber ilmu keislaman dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah .Dengan memanfaatkan metode orang lain yang
berasal dari asal yang sama, dan berkecambah di tempat
yang sama.
5. “Kurikulum pendidikan Islam dirumuskan untuk turun ke
dalam realitas manusia, dan mereka hidup dengan
peristiwa realitas ini dan permasalahannya. Sebaliknya,
kurikulum pendidikan Islam memancar dari realitas ini,
karena tidak muncul dari ruang hampa, sehingga itu tidak
bisa diterapkan dalam ruang hampa ”
[
7
]
.
Dan jika kurikulum pendidikan Islam ini terputus dari
realitas, maka ia menjadi fakta (gambaran) tanpa jiwa,
karena menjadi teori-teori abstrak, atau fakta dan
pengetahuan yang dingin, yang tidak memiliki andil untuk
mewujudkan ke realitas atau mengangkat realitas untuk
dihadapi dengan itu ?
.!
6. Kurikulum pendidikan Islam didasarkan pada kemajuan
dan bertahap dan tidak menempatkan cabang(furu’) di
tempat utama (ushul), tetapi dimulai dari pembentukan
aspek akidah dalam hati individu, untuk mencapai
secara (hierarkis) ke pendidikan akhlaknya, sehingga
akidah itulah yang dibangun pada inti hati nurani: etika
berpikir, etika jiwa, dan etika perilaku
Gradualisme(tadarruj) inilah yang melindungi individu
Muslim dari gangguan atau kemunduran, atau
setidaknya apatis dan kelesuan, terutama di era di mana
kebodohan diintimidasi.
7. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan)
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan)
dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan
tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi
besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah
hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan
kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan
kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan
kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang
besar .
” (QS. Al-Fath: 29).
8. Dengan demikian, kurikulum pendidikan Islam bekerja dalam
kerangka kesempurnaan, realisme, dan bertahap untuk mencapai
pendidikan Islam yang komprehensif, yang “bertujuan dengan
pertimbangan aqidah: membentuk (hamba Rabbaniy) untuk
mewujudkan (tajarrud) ketidakberpihakan.
Hal ini bertujuan berkaitan dengan etika: untuk membuat (prototipe
manusia) untuk mencapai qudwah(tauladan).
Dan itu bertujuan dengan pertimbangan material: untuk membentuk
(kompetensi manusia) untuk mengekstrak potensi ”
[
8
]
.
Tidak diragukan lagi, untuk mencapai tujuan-tujuan sebelumnya,
perlu (ahli fiqih/fuqoha) dalam pendidikan Islam yang mewujudkan
kurikulum Islam dalam realitas, dan mempelopori orang lain untuk
menirunya, dan mendorong pribadi umat untuk meniru dan bangkit
dengan itu. menghidupkan kembali akidah, nilai, dan moral
Islam .Kesemuanya itu berpedoman pada ciri-ciri pendidikan Islam
(syumuliyyah/komprehensif, realism/waqi’iyyah,
gradualisme/tadarruj, dan lain-lain).
9. Ringkasnya, para fuqoha pendidikan Islam sedang
membesarkan seorang Muslim untuk hidup dengan iman,
hidup untuk itu dan berjihad untuk itu, dan
mengorbankan uang dan jiwanya, dan cinta karena iman,
dan lebih mencintai Allah SWT melebihi semua cinta
selainNya, karena Allah SWT memerintahkan:
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan
selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat
besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang
berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab
(pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik
Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya
mereka menyesal).
10. saat ini. Strategi tunggal tampaknya sudah tidak cocok
lagi, apalagi yang bernuansa indoktrinasi. Pemberian
teladan saja juga kurang efektif, karena sulitnya
menentukan yang paling tepat untuk dijadikan
teladan. Dengan kata lain, diperlukan
multipendekatan atau yang oleh Kirschenbaum (1995)
disebut pendekatan komprehensif.( pendekatan
psikologi, pendekatan karakter, pendekatan sosial,
emosional, spiritual, inteletual, dan seluruh aspek atau
komponen)
Istilah komprehensif yang digunakan dalam
pendidikan karakter mencakup berbagai aspek.
11. Pertama, isinya harus komprehensif, meliputi semua permasalahan yang berkaitan dengan pilihan
nilai-nilai yang bersifat pribadi sampai pertanyaan-pertanyaan mengenai etika secara umum.
Kedua, metodenya harus komprehensif. Termasuk di dalamnya in-kulkasi (penanaman) nilai,
pemberian teladan, penyiapan generasi muda agar dapat mandiri dengan mengajarkan dan
memfasilitasi pembuatan keputusan moral secara bertanggung jawab, dan berbagai keterampilan
hidup (soft skills). Generasi muda perlu memeroleh penanaman nilai-nilai tradisional dari orang
dewasa yang menaruh perhatian kepada mereka, yaitu para anggota keluarga, pendidik, dan pemuka
masyarakat. Mereka juga memerlukan teladan dari orang dewasa mengenai integritas kepribadian
dan kebahagiaan hidup. Demikian juga mereka perlu difasilitasi untuk berlatih memecahkan
masalah, serta mempelajari keterampilan-keterampilan (soft skills) yang diperlukan supaya sukses
dalam kehidupan.
Ketiga, pendidikan karakter hendaknya terjadi dalam keseluruhan proses pendidikan di kelas, dalam
kegiatan ekstrakurikuler, dalam proses bimbingan dan penyuluhan, dalam upacara-upacara
pemberian penghar-gaan, dan semua aspek kehidupan. Beberapa contoh mengenai hal ini misalnya
kegiatan belajar kelompok, penggunaan bahan-bahan bacaan dan topik-topik tulisan mengenai
kebaikan, pemberian teladan tidak merokok, tidak korup, tidak munafik, dermawan,
menyayangi sesama makhluk Tuhan, dan sebagainya.
Yang terakhir, keempat, pendidikan karakter hendaknya terjadi melalui kehidupan dalam
masyarakat. Orang tua, ulama, penegak hukum,
polisi, dan organisasi kemasyarakatan, semua perlu berpartisipasi dalam pendidikan karakter.
Konsistensi semua pihak dalam melaksanakan pendidikan karakter mempengaruhi karakter generasi
muda (Kirschenbaum, 1995: 9-10).
Selanjutnya akan diuraikan beberapa hal terkait dengan pendekatan komprehensif dalam pendidikan
karakter.
12. meliputi dua metode tradisional, yaitu inkulkasi (penanaman) nilai dan pemberian
teladan serta dua metode kontemporer, yaitu fasilitasi nilai dan pengembangan
keterampilan hidup (soft skills).
Inkulkasi (penanaman) nilai memiliki ciri-ciri berikut ini:
1) mengomunikasikan kepercayaan disertai alasan yang mendasarinya; 2)
memperlakukan orang lain secara adil; 3) menghargai pandangan orang lain;
4) mengemukakan keragu-raguan atau perasaan tidak percaya disertai dengan alasan dan
dengan rasa hormat;
5) tidak sepenuhnya mengontrol lingkungan untuk meningkatkan kemungkinan
penyampaian nilai-nilai yang dikehendaki, dan men-cegah kemungkinan penyampaian
nilai-nilai yang tidak dikehendaki; 6) menciptakan pengalaman sosial dan emosional
mengenai nilai-nilai yang dikehendaki, tidak secara ekstrem;
7) membuat aturan, memberikan penghargaan, dan memberikan kon-sekuensi disertai
alasan;
8) tetap membuka komunikasi dengan pihak yang tidak setuju; dan 9) memberikan
kebebasan bagi adanya perilaku yang berbeda-beda,
13. Pendidikan karakter seharusnya tidak menggunakan metode indok-
trinasi yang memiliki ciri-ciri yang bertolak belakang dengan inkulkasi
seperti tersebut di atas.
Dalam pendidikan karakter, pemberian teladan merupakan metode
yang biasa digunakan. Untuk dapat menggunakan metode ini, ada dua
syarat yang harus dipenuhi. Pertama, pendidik atau orang tua harus
berperan sebagai model atau pemberi teladan yang baik bagi peserta
didik atau anak-anak. Kedua, anak-anak harus meneladani orang-
orang terkenal yang berakhlak mulia, terutama Nabi Muhammad saw.
Guru dan orang tua perlu memiliki keterampilan asertif
(menyampaikan pendapat dengan adab) dan keterampilan
menyimak(paham dan kritis). Inkulkasi dan keteladanan
mendemonstrasikan kepada subjek didik cara yang terbaik
untuk mengatasi berbagai masalah, sedangkan fasilitasi nilai
melatih subjek didik mengatasi masalah-masalah tersebut.
14. . Ada berbagai keterampilan yang diperlukan agar
seseorang dapat mengamalkan nilai-nilai yang dianut,
sehingga berperilaku konstruktif dan bermoral dalam
masyarakat. Keterampilan tersebut antara lain: berpikir
kritis, berpikir kreatif, berkomunikasi secara jelas,
menyimak, bertindak asertif, dan menemukan resolusi
konflik, yang secara ringkas disebut keterampilan
akademik dan keterampilan sosial.
15. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui ketercapaian tujuan.
Oleh karena itu, perlu dibahas lebih dulu secara ringkas
tujuan pendidikan karakter. Secara lengkap, tujuan
pendidikan karakter harus meliputi tiga kawasan yakni
pemikiran/penalaran, perasaan, dan perilaku.
Supaya tujuan pendidikan karakter yang berujud perilaku
yang baik dapat tercapai, subjek didik harus sudah
memiliki kemampuan ber-pikir/bernalar dalam
permasalahan nilai/moral sampai dapat membuat
keputusan secara mandiri dalam menentukan tindakan
apa yang harus dilakukan. Dalam hal ini Kohlberg,
berdasarkan penelitian longitudinal, telah berhasil
meredefinisi pemikiran Dewey mengenai reflective
thinking
16. Perilaku moral atau tindakan moral (moral action)
hanya mungkin dievaluasi secara akurat dengan
melakukan pengamatan dalam jangka waktu yang relatif
lama, secara terus-menerus. Dengan demikian, dapat
ditarik kesimpulan apakah perilaku orang yang diamati
sudah menunjukkan karakter atau kualitas akhlak yang
akan dievaluasi, misalnya, apakah orang tersebut benar-
benar jujur, adil, disiplin, beretos kerja, bertanggung
jawab, dsb. Pengamat harus orang yang sudah mengenal
orang-orang yang diamatii agar penafsirannya terhadap
perilaku yang muncul tidak salah.