SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 101
Downloaden Sie, um offline zu lesen
KELELAHAN LOGAM


           DIKTAT KULIAH




           Disusun Oleh:
      ABRIANTO AKUAN, ST., MT.




    JURUSAN TEKNIK METALURGI
         FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
            BANDUNG
              2007
   Tujuan Perkuliahan:
           1. Memberikan pemahaman tentang aspek mekanik dan
               metalurgis terhadap kelelahan logam.
           2. Memahami fenomena kelelahan pada logam dan struktur
               serta implikasinya pada desain teknis.
           3. Memahami konsep mekanika retakan dan implikasinya
               pada desain teknis.


      Materi:
       1. Karakteristik kelelahan logam.
       2. Aspek metalurgis pada kelelahan logam.
       3. Konsep S-N (tegangan-siklus).
       4. Konsep ε-N (regangan-siklus).
       5. Konsep da-dN (laju penjalaran retakan).
       6. Pengaruh takikan pada perilaku kelelahan logam.
       7. Kelelahan pada amplitudo berubah (variabel).


      Referensi:
   1. Julie A Bannantine, Fundamentals of Metal Fatigue Analysis,
       Prentice-Hall, New Jersey, 1990.
   2. David Broek,           Elementary Engineering Fracture Mechanics,
       Kluwer Akademic Publishers, 1991.
   3. Dieter, Mechanical Metallurgy,
   4. Mardjono Siswosuwarno, Fracture Mechanics dan Prediksi Umur
       Kelelahan, Jurusan Teknik Mesin, ITB.
   5. Ahmad        Taufik,     Aplikasi   Mekanika   Retakan   pada   Analisis
       Kegagalan Logam, Jurusan Teknik Pertambangan, ITB, 2000.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                      i
I.    KARAKTERISTIK KELELAHAN LOGAM


       Kelelahan (Fatigue) adalah salah satu jenis kegagalan (patah)
pada komponen akibat beban dinamis (pembebanan yang berulang-
ulang atau berubah-ubah). Diperkirakan 50%-90% (Gambar.1.1)
kegagalan mekanis adalah disebabkan oleh kelelahan.




                    Gambar. 1.1 Distribusi mode kegagalan.


       Modus kegagalan komponen atau struktur dapat dibedakan
menjadi 2 katagori utama yaitu:
   1. Modus kegagalan quasi statik (modus kegagalan yang tidak
       tergantung pada waktu, dan ketahanan terhadap kegagalannya
       dinyatakan dengan kekuatan).
   2. Modus kegagalan yang tergantung pada waktu (ketahanan
       terhadap kegagalannya dinyatakan dengan umur atau life time).
Jenis- jenis modus kegagalan quasi statik yaitu:
   1. Kegagalan karena beban tarik.


Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                            1
2. Kegagalan karena beban tekan.
   3. Kegagalan karena beban geser.
Patahan yang termasuk jenis modus kegagalan ini adalah patah ulet
dan patah getas. Sedangkan jenis-jenis modus kegagalan yang
tergantung pada waktu yaitu:
   1. Kelelahan (patah lelah).
   2. Mulur.
   3. Keausan.
   4. Korosi.


       Fenomena kelelahan logam mulai timbul pada pertengahan abad
ke-19 yaitu dengan seringnya terjadi patah pada komponen kereta api
dimasa itu:
      Di Versailles (Paris), 1944, menewaskan 40-80 penumpang,
       akibat patah poros roda.
      20 April 1887, 3 orang tewas dan 2 terluka, akibat patah draw
       bar.
      27 Mei 1887, 6 orang tewas, akibat patah roda.
      23 Juni 1887, 1 orang tewas, akibat patah rel.
      2 Juli 1887, Kecelakaan paling serius, akibat patah poros roda.


       Pelopor dalam penelitian mengenai kelelahan logam adalah
Wohler (Jerman) dan Fairbairn (Inggris) tahun 1860. Pengamatan
yang lebih mendetail terhadap kelelahan logam, dilakukan sejak 1903
oleh Ewing dan Humparey yang mengarah pada lahirnya teori
’Mekanisme Patah Lelah’.
       Hingga saat ini, mekanisme patah lelah adalah terdiri atas 3
tahap kejadian yaitu:
   1. Tahap awal terjadinya retakan (crack inisiation).
   2. Tahap penjalaran retakan (crack propagation).



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                  2
3. Tahap akhir (final fracture).


Pada     Gambar.        1.2    dibawah   ini    ditunjukkan   secara   skematis
penampilan permukaan patahan dari kegagalan lelah pada berbagai
kondisi pembebanan.
       Karakteristik kelelahan logam dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
karakteristik makro dan karakteristik mikro. Karakteristik makro
merupakan ciri-ciri kelelahan yang dapat diamati secara visual
(dengan mata telanjang atau dengan kaca pembesar). Sedangkan
karakteristik      mikro      hanya   dapat    diamati   dengan   menggunakan
mikroskop.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                       3
Gambar. 1.2 Skematis permukaan patah lelah dari penampang
         bulat dan persegi pada berbagai kondisi pembebanan.



1.1    Karakteristik Makroskopis
       Karakteristik makroskopis dari kelelahan logam adalah sebagai
berikut:
   1. Tidak adanya deformasi plastis secara makro.
   2. Terdapat tanda ’garis-garis pantai’ (beach marks) atau clam
       shell atau stop/arrest marks, seperti yang ditunjukkan pada
       Gambar. 1.3 dibawah ini.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                            4
1932




                                                               1947
                                                               1948
                                                               1950




                                                               1951


                Gambar. 1.3 Permukaan patah lelah pada poros.




   3. Terdapat        ’Ratchet       marks’   seperti   yang   ditunjukkan   pada
       Gambar. 1.4 dibawah ini.




  Gambar. 1.4         Permukaan patah lelah dari baut akibat beban tarik.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                         5
Ratchet      marks        menjalar        kearah        radial    dan     merupakan        tanda
penjalaran retakan yang terjadi bila terdapat lebih dari satu lokasi
awal retak, ratchet marks ini merupakan pertemuan beach marks dari
satu lokasi awal retak dengan beach marks dari lokasi lainnya.
       Tanda garis-garis pantai (beach marks) yang merupakan tanda
penjalaran retakan, mengarah tegak lurus dengan tegangan tarik dan
setelah menjalar sedemikian hingga penampang yang tersisa tidak
mampu lagi menahan beban yang bekerja, maka akhirnya terjadilah
patah akhir atau patah statik. Luas daerah antara tahap penjalaran
retakan dan tahap patah akhir secara kuantitatif dapat menunjukkan
besarnya tegangan yang bekerja. Jika luas daerah tahap penjalaran
retakan lebih besar daripada luas daerah patah akhir, maka tegangan
yang bekerja relatif rendah, demikian sebaliknya. Tahap I terjadinya
kelelahan logam yaitu tahap pembentukan awal retak, lebih mudah
terjadi pada logam yang bersifat lunak dan ulet tetapi akan lebih
sukar dalam tahap penjalaran retakannya (tahap II), artinya logam-
logam ulet akan lebih tahan terhadap penjalaran retakan. Demikian
sebaliknya, logam yang keras dan getas, akan lebih tahan terhadap
pembentukkan awal retak tetapi kurang tahan terhadap penjalaran
retakan.
       Tahapan pembentukan awal retak dan penjalaran retakan dalam
mekanisme kelelahan logam, membutuhkan waktu sehingga umur
lelah dari komponen atau logam, ditentukan dari ke-2 tahap (Gambar.
1.5) tersebut (total fatigue life, NT = fatigue initiation, Ni + fatigue
propagation, Np). Fase-fase yang terjadi selama kejadian kelelahan
logam tersebut adalah sebagai berikut:
        Cyclic           Pengintian            Perambatan         Perambatan           Patah
         slip           retak mikro            retak mikro        retak makro          akhir




                  Umur pengintian awal retak                 Umur Penjalaran retakan

                 Gambar. 1.5          Fase-fase kegagalan lelah (fatigue).

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                                        6
Gambar. 1.6        Skematis penampang melintang dari kegagalan lelah
                                tahap I dan II.

Tahap I (pembentukan awal retak) dan tahap II (penjalaran retakan)
pada mekanisme kegagalan patah lelah tersebut (Gambar. 1.6) dapat
dijelaskan lagi dengan penggambaran sebagai berikut:


Tahap retak mikro (tahap I):




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                  7
Tahap retak makro (tahap II):




Gambar. 1.7         Skematis tahap retak mikro dan makro pada kelelahan
                                    logam.



1.2    Karakteristik Mikroskopis
       Karakteristik mikroskopis dari kelelahan logam adalah sebagai
berikut:
   1. Pada permukaan patahan terdapat striasi (striations).
   2. Permukaan patahan memperlihatkan jenis patah transgranular
       (memotong butir) tidak seperti jenis patah intergranular seperti
       yang terjadi pada kasus SCC (stress corrosion cracking) atau
       mulur (creep).


Persamaan striasi dan beach marks adalah sebagai berikut:
   1. Ke-2 nya menunjukkan posisi ujung retak yang terjadi setiap
        saat sebagai fungsi dari waktu siklik.
   2. Ke-2 nya berasal dari lokasi awal retak yang sama.
   3. Ke-2 nya memiliki arah yang sama (parallel ridges).
   4. Ke-2 nya tidak hadir pada logam-logam yang terlalu keras atau
        terlalu lunak.


Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                               8
Perbedaan striasi dan beach marks adalah sebagai berikut:
   1. Ukuran striasi adalah mikroskopis (1 ÷ 100 µ) dan hanya dapat
         dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.
   2. Ukuran beach marks adalah makroskopis (> 1000 µ atau 1
         mm) dan dapat dilihat dengan mata telanjang.
   3. Striasi mewakili majunya ujung retakan yang bergerak setiap
         satu siklus pembebanan, sedangkan beach marks mewakili
         posisi dari ujung retakan ketika beban siklik berhenti untuk
         satu perioda tertentu. (satu beach mark dapat terdiri atas
         ratusan bahkan ribuan buah striasi).


Latihan:
1.1    Carilah sah satu contoh gambar/photo penampang patah lelah
       (fatigue fracture), berilah keterangan posisi awal retak, arah
       penjalaran retakan dan daerah patah akhirnya. Jelaskan jenis
       material, jenis beban yang bekerja, dan jelaskan pula secara
       kualitatif besarnya pembebanannya.


1.2    Buatlah skematis penampang patahan dari kedua gambar
       berikut dan tunjukkan posisi awal retak, arah perambatan
       retakan, patah akhir dan jenis bebannya.




       Gambar Permukaan Patah Lelah dari Porors Baja AISI 1040 steel
                              (~30 HRC).

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                             9
Gambar Permukaan Patahan dari Batang Piston Mesin Forging
               berdiameter 200mm dari Bahan Baja Paduan.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                              10
II.    ASPEK METALURGIS PADA KELELAHAN LOGAM


       Kelelahan logam diawali dengan pembentukan awal retak dan
dilanjutkan dengan penjalaran retakan hingga komponen mengalami
patah. Lokasi awal retak pada komponen atau logam yang mengalami
pembebanan dinamis atau siklik adalah pada titik daerah dimana
memiliki kekuatan yang paling minimum dan atau pada titik daerah
dimana mengalami tegangan yang paling maksimum. Oleh karena itu
untuk memperkirakan umur lelah suatu komponen merupakan suatu
hal yang cukup sulit, hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor-faktor
yang mempengaruhi umur lelahnya. Faktor-faktor tersebut adalah:
   1. Pembebanan:
             a. Jenis beban: uniaksial, lentur, puntir.
             b. Pola beban: periodik, random.
             c. Besar beban (besar tegangan).
             d. Frekwensi siklus beban.
   2. Kondisi material.
             a. Ukuran butir.
             b. Kekuatan.
             c. Penguatan dengan larutan padat.
             d. Penguatan dengan fasa ke-2.
             e. Penguatan regangan.
             f. Struktur mikro.
             g. Kondisi permukaan (surface finish).
             h. Ukuran Komponen.
   3. Proses pengerjaan.
             a. Proses pengecoran.
             b. Proses pembentukan.
             c. Proses pengelasan.
             d. Proses pemesinan.


Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                            11
e. Proses perlakuan panas.
   4. Temperatur operasi.
   5. Kondisi lingkungan.


2.1    Pengaruh Pembebanan
       Parameter pembebanan yang berpengaruh terhadap kelelahan
logam adalah tegangan rata-rata, σm              dan tegangan amplitudo, σa
serta frekwensi pembebanan.


2.1.1 Pengaruh Tegangan Rata-rata




                   Gambar. 2.1       Pengertian tegangan siklik.


Tegangan amplitudo:
Sa = σa = (σmax - σmin) / 2                                    (2.1)
Tegangan rata-rata:
Sm = σm = (σmax + σmin) / 2                                    (2.2)
Rasio tegangan:
R = σmin / σmax                                        (2.3)


       Besarnya tegangan rata-rata yang bekerja akan menentukan
terhadap besarnya tegangan amplitudo yang diijinkan untuk mencapai
suatu umur lelah tertentu. Bila tegangan rata-rata sama dengan 0
atau rasio tegangan sama dengan -1, maka besarnya tegangan
amplitudo yang diijinkan adalah nilai batas lelahnya (Se). Dengan



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                  12
demikian jika tegangan rata-ratanya semakin besar maka tegangan
amplitudonya harus diturunkan. Hal ini terlihat pada alternatif diagram
Goodman atau pada diagram-diagram lainnya, lihat Gambar 2.2
berikut ini:




 Gambar. 2.2         Diagram-diagram batas tegangan terhadap kelelahan
                                   logam.

       Persamaan-persamaan yang digunakan pada diagram batas
tegangan seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2 diatas adalah
sebagai berikut:
   a. Soderberg (USA, 1930):
       Sa/Se + Sm/Syt = 1                              (2.4)
   b. Goodman (England, 1899):
       Sa/Se + Sm/Sut = 1                              (2.5)
   c. Gerber (Germany, 1874):
       Sa/Se + (Sm/Sut)2 = 1                           (2.6)
   d. Morrow (USA, 1960s):
       Sa/Se + Sm/σf = 1                               (2.7)




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                              13
dimana, Se adalah batas lelah (endurance limit), Su adalah kekuatan
tarik dan σf adalah tegangan patah sebenarnya (true fracture stress).
Perbandingan dari tegangan amplitudo terhadap tegangan rata-rata
disebut rasio amplitudo (A=Sa/Sm), sehingga hubungan antara nilai R
dan A yaitu sebagai berikut:
jika R=-1, maka A=~ (kondisi fully reversed)
jika R=0, maka A=1 (kondisi zero to maximum)
jika R=~, maka A=-1 (kondisi zero to minimum)


       Pada Gambar 2.2 diatas yang memperlihatkan aman tidaknya
kondisi pembebanan terhadap kelelahan logam, berdasarkan hasil
diskusi atas berbagai permasalahan, maka dapat dinyatakan sebagai
berikut:
      Diagram. a (Soderberg) adalah paling konservatif dan paling
       aman, atau digunakan pada kondisi nilai R mendekati 1.
      Data hasil pengujian, cenderung berada diantara diagram. b dan
       c (Goodman dan Gerber).
      Untuk baja keras (getas), diagram. b dan d (Goodman dan
       Morrow) hampir berimpit (sama).
      Untuk baja lunak (ulet), diagram. D (Morrow) akan lebih akurat.
      Pada kondisi R<1 (atau perbedaan tegangan rata-rata dan
       tegangan amplitudo cukup kecil), maka ke-4 diagram hampir
       sama (berimpit).


Alternatif diagram Goodman seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.2 diatas adalah yang paling banyak digunakan, dan diagram
Goodman yang lama (asli) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3
dibawah ini, sekarang sudah tidak dipakai lagi.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                             14
Gambar. 2.3   Diagram Goodman.




       Pengaruh dari tegangan siklik (SN) terhadap tegangan rata-rata
atau sebaliknya, dapat terlihat pada diagram master seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut ini.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                            15
AISI 4340 steel
Su = 158, Sy = 147 kpsi.
σmin = 20, σmax = 120,
σm = 70, σa = 50 kpsi.

   Gambar. 2.4 Diagram master baja AISI 4340 untuk menentukan
      pengaruh dari tegangan rata-rata pada kelelahan logam.



       Untuk melihat pengaruh tegangan siklik (SN) terhadap umur
lelah pada kondisi R=-1 (tegangan siklik sama dengan tegangan
amplitudo) dapat dilihat pula pada diagram Haigh berikut ini.




                           Gambar. 2.4   Diagram Haigh.



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                         16
Jika tegangan siklik atau tegangan amplitudo meningkat, maka umur
lelah akan semakin menurun, begitu pula dari pengaruh meningkatnya
tegangan rata-rata, maka akan menyebabkan penurunan umur
kelelahan logam.
 Tabel 2.1 Persamaan dan koordinat perpotongan pada kuadran ke-1
           untuk Goodman dan kriteria kegagalan lainnya.




 Tabel 2.2 Persamaan dan koordinat perpotongan pada kuadran ke-1
             untuk Gerber dan kriteria kegagalan lainnya.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                         17
2.1.2 Pengaruh Tegangan Amplitudo, σa
       Seperti telah dijelaskan sebelumnya, tegangan amplituda akan
sangat berpengaruh terhadap umur kelelahan logam. Perkiraan
kelelahan pada pembebanan yang kompleks atau variabel, seringkali
didasarkan pada hukum kerusakan non linier (linier damage rule)
yang pertama kali diajukan oleh Palmgren (1924) dan dikembangkan
oleh Miner (1945) sehingga metoda ini dikenal dengan hukum Miner.
Hukum ini tidak selalu sesuai dengan kenyataan, sehingga muncullah
berbagai alternatif yang lain seperti teori kerusakan non linier (oleh
Collins), metoda perhitungan siklus (cycle counting) yaitu metoda
perhitungan curah hujan rain flow counting (oleh Downing).


2.1.3 Pengaruh Frekwensi Pembebanan
       Pengaruh frekwensi ini dapat dilihat pada pengujian kelelahan
logam dengan frekwensi ± 500÷10.000 siklus/menit, pada interval ini
hampir tidak ada pengaruhnya terhadap kekuatan lelah materialnya.
Sebagai contoh pada pengujian kelelahan baja dengan frekwensi
200÷5.000        siklus/menit,         tidak    menunjukkan   adanya     pengaruh
tersebut terhadap batas lelahnya, tetapi pengujian pada frekwensi
100.000 siklus/menit, maka batas lelahnya akan semakin meningkat
(karena pada frekwensi tinggi, deformasi plastis yang terjadi tidak
sebesar pada frekwensi rendah). Pengaruh frekwensi tersebut terjadi
pula pada logam-logam non ferro.


2.2    Pengaruh Kondisi Material
       Awal retak lelah terjadi dengan adanya deformasi plastis mikro
setempat, dengan demikian komposisi kimia dan struktur mikro
material     akan     sangat         mempengaruhi     kekuatan   untuk      menahan
terjadinya deformasi plastis sehingga akan sangat berpengaruh pula
terhadap      kekuatan        lelahnya.        Parameter-parameter   dari    kondisi



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                           18
material yang mempengaruhi kekuatan lelah tersebut yaitu antara lain
dijelaskan berikut ini.


2.2.1 Pengaruh Ukuran Butir
        Butir halus yang akan meningkatkan kekuatan luluh dan
kekuatan lelah atau akan meningkatkan umur lelah logam, hanya
dapat terjadi pada pembebanan siklik dengan kondisi HCF atau LCS
(High Cycle Fatigue atau Low Cycle Stress/Strain), tetapi berdasarkan
hasil experimen menunjukkan bahwa pada pembebanan siklik dengan
kondisi sebaliknya yaitu LCF atau HCS (Low Cycle Fatigue atau High
Cycle    Stress/Strain),        ternyata   ukuran   butir   tidak   berpengaruh
terhadap umur lelah.
        Ukuran butir, pada satu sisi dapat meningkatkan umur lelah,
tetapi disisi lain akan meningkatkan kepekaan terhadap takikan
(notch). Spesimen yang halus permukaannya dan memiliki struktur
berbutir halus, akan meningkatkan umur lelah, tetapi jika spesimen
tersebut memiliki takikan, maka akan berumur lebih pendek jika
berbutir halus.




2.2.2 Pengaruh Kekuatan
        Sebagai patokan kasar, baja memiliki batas lelah sebesar:
Se = 0,5 Su                                            (2.8)


Hal ini terlihat pada Gambar. 2.5 dan 2.6 berikut ini:




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                      19
Gambar. 2.5 Pengaruh kekuatan tarik terhadap batas lelah.




   Gambar. 2.6        Hubungan antara batas lelah (lentur putar) dengan
                            kekuatan tarik baja.

Sedangkan untuk logam-logam non ferro (Cu, Ni, Mg, dan lain-lain)
memiliki batas lelah sebesar:
Se = 0,35 Su                                            (2.9)
Perbandingan Kekuatan lelah, Se dan kekuatan tarik, Su disebut rasio
kelelahan. Jika pada spesimen tersebut memiliki takikan, maka rasio
kelelahan akan menurun hingga 0,2÷0,3. Dengan demikian, semakin
tinggi kekuatan tarik logam, maka akan semakin tinggi pula kekuatan


Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                   20
lelahnya.      Kekuatan       tarik     tersebut    dapat    ditingkatkan     melalui
mekanisme-mekanisme penguatan logam, yaitu antara lain:
      Penguatan larutan padat
      Penguatan fasa ke-2
      Pengutan presipitasi
      Penguatan regangan
      Dan lain sebagainya


       Rasio kelelahan dari batas lelah karena pembebanan aksial hasil
eksperimen adalah sebesar 0,6÷0,9 dan secara konsevatif diestimasi
sebesar:
Se (aksial) ≈ 0,7 Se (bending)                                     (2.10)
Sedangkan rasio kelelahan hasil eksperimen dengan uji lelah puntir
dan bending atau lentur putar adalah sebesar 0,5÷0,6 dan hubungan
tersebut secara teoritis dituliskan:
Se (puntir) ≈ 0,577 Se (bending)                                   (2.11)


2.2.3 Pengaruh Penguatan Larutan Padat
       Atom-atom asing akan menyebabkan distorsi kisi sehingga
menghasilkan medan tegangan pada kisi kristal logam yang akan
menghambat           gerakan         dislokasi     yang     pada   akhirnya     akan
meningkatkan kekuatan logam termasuk batas lelahnya, apalagi jika
atom asing tersebut yang larut padat interstisi, menimbulkan strain
aging, maka akan lebih meningkatkan batas lelah logam seperti yang
ditunjukkan pada Gambar. 2.7 berikut ini.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                            21
Strain aging dari
                                             atom asing


                                                    Efek atom asing

                                               Logam murni




   Gambar. 2.7 Pengaruh unsur paduan/atom asing terhadap batas
                             lelah.



2.2.4 Pengaruh Fasa ke-2
       Fasa ke-2 yang keras akan menghalangi gerakan dislokasi
sehingga akan meningkatkan kekuatan logam. Parameter fasa ke-2
yang berpengaruh tersebut adalah: bentuk, ukuran dan distribusinya.
       Sebagai contoh baja yang memiliki struktur Ferit-Perlit dengan
bentuk sementit lamelar dan speroidal, maka kekuatan statiknya
relatif sama tetapi batas lelahnya dapat berbeda. Fasa ke-2 dengan
bentuk lamelar akan memiliki batas lelah yang relatif lebih rendah
(Gambar. 2.8), hal ini dikaitkan dengan bentuk tersebut akan lebih
peka terhadap efek takikan, hal yang serupa terjadi pula pada fasa
perlit atau karbida yang kasar, fasa alpha bebas dan austenit sisa.


                                       Sementit speroidal




                                     Sementit lamelar




      Gambar. 2.8 Pengaruh bentuk karbida terhadap batas lelah.


Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                               22
2.2.5 Pengaruh Pengerasan Regangan
       Logam yang dikeraskan atau diperkuat melalui mekanisme
pengerasan regangan,                 akan   meningkatkan   kekuatan   statik   dan
sikliknya, hal ini dikarenakan penjalaran retakan akan menjadi lebih
lambat pada logam yang telah mengalami pengerasan regangan
(Gambar 2.9).




Gambar. 2.9 Pengaruh pengerolan dingin terhadap kurva                  S-N baja.




2.2.6 Pengaruh Struktur Mikro
       Struktur mikro merupakan satu faktor disamping komposisi
kimia yang sangat menentukan kekuatan logam, baik kekuatan statik
maupun sikliknya (Gambar 2.10). Sebagai contoh baja yang memiliki
struktur Martensit akan memiliki kekuatan statik yang relatif tinggi
akan tetapi kekuatan lelahnya relatif lebih rendah (karena bersifat
getas) dibandingkan baja dengan struktur Martensit temper (karena
ada peristiwa strain aging pada ujung retakan). Batas lelah baja akan
lebih tinggi lagi jika struktur yang dimilikinya adalah fasa Bainit.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                         23
Gambar. 2.10 Pengaruh struktur mikro terhadap rasio kelelahan.




2.2.7 Pengaruh Surface Finish
       Kelelahan       logam         merupakan    suatu     fenomena    permukaan,
sehingga kondisi permukaan (surface finish) logam akan sangat
mempengaruhi batas lelahnya. Kondisi permukaan tersebut sangat
ditentukan oleh perlakuan permukaan seperti:
      Plating, dimana proses ini akan menghasilkan tegangan sisa
       tarik pada permukaan logam.
      Thermal (proses diffusi), seperti karburisasi, nitriding, dan
       lainnya      dapat      menimbulkan        tegangan     sisa    tekan   pada
       permukaan logam.
      Mechanical,        misalnya       shot    peening,    dapat     menghasilkan
       tegangan sisa tekan pada permukaan logam.
Dengan demikian proses perlakuan permukaan dapat menghasilkan
tegangan sisa ataupun ketidakkontinyuan (takik, fillet, retak) pada
permukaan logam yang akan sangat mempengaruhi batas lelah dari
logam yang bersangkutan (Gambar 2.11 sampai 2.13). Disamping itu
proses perlakuan permukaan yang dapat menghasilkan kekasaran
permukaan tertentu pada baja akan menghasilkan suatu faktor




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                          24
koreksi permukaan dari komponen baja seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.14 dan 2.15.




  Gambar. 2.11 Pengaruh pelapisan chrom terhadap kurva S-N baja
                             4140.




   Gambar. 2.12 Pengaruh pelapisan nikel terhadap kurva S-N baja.




 Gambar. 2.13 Pengaruh shot peening terhadap kurva S-N baja lapis
                             nikel.


Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                             25
Gambar. 2.14 Faktor koreksi kondisi permukaan pada komponen
                               baja.




 Gambar. 2.15 Faktor koreksi kekasaran permukaan (RA : root mean
 square atau AA : Arithmetic Average) dan kekuatan dari komponen
                               baja.

       Proses elektroplating nikel atau chrom dapat menyebabkan
penurunan kekuatan lelah hingga 60 % dan semakin tebal lapisan
akan semakin menurunkan kekuatan lelahnya, hal ini disebabkan oleh
karena timbulnya tegangan sisa tarik pada permukaan logam yang
dilapis yang relatif cukup tinggi. Solusi untuk menghindari pengaruh
buruk dari proses ini adalah:


Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                           26
1. Dilakukan proses nitriding sebelum proses elektroplating.
   2. Dilakukan proses shot peening      sebelum atau setelah proses
       elektroplating.
   3. Dilakukan proses stress relieving (baja = 260oC dan aluminium
       = 121oC) setelah proses elektroplating.


Proses elektroplating cadmium dan seng tidak begitu berpengaruh
terhadap kekuatan lelah, tetapi semua jenis proses elektroplating jika
kurang kontrolnya dapat menimbulkan penggetasan hidrogen yang
mempengaruhi kekuatan logamnya.
       Pada Gambar 2.16 dan 2.17 ditunjukkan skematis distribusi
tegangan sisa pada batang yang dikenai pembebanan lentur (bending)
dan beban aksial tarik.




Gambar. 2.16 Tegangan sisa pada batang tanpa takikan yang dikenai
                         beban lentur.




    Gambar. 2.17 Tegangan sisa pada batang bertakik yang dikenai
                           beban tarik.

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                             27
Berdasarkan Gambar 2.16 diatas dapat dijelaskan keadaan
tegangan (Gambar 2.16e) pada permukaan batang yang mengalami
beban lentur (Gambar 2.16d) yaitu sebagai berikut:
   1. Pada titik1, permukaan batang mendekati titik luluh dan
         distribusi tegangan linier (Gambar 2.16a).
   2. Jika beban lentur meningkat hingga titik 2, permukaan batang
         mulai mengalami luluh atau deformasi plastis (Gambar 2.16b).
   3. Jika momen menurun hingga titik 3, maka batang akan memiliki
         distribusi tegangan sisa (Gambar 2.16c).
Contoh lain dari tegangan sisa ini ditunjukkan pada Gambar. 2.17 dari
batang pelat yang mengalami beban tarik siklik (Gambar 2.17d) dan
dapat dijelaskan sebagai berikut:
   1. Pada titik 1 akan menyebabkan luluh atau deformasi plastis
         pada ujung takikan dari material (Gambar 2.17b) dan jika beban
         dihilangkan (titik 2), maka material akan mendapat tegangan
         sisa tekan (Gambar 2.17c).
   2. Jika terjadi beban siklik (titik 3 dan 4), maka tegangan pada
         ujung retakan akan mengalami siklik pula (Gambar 2.17e).


         Metoda lain untuk menghasilkan tegangan sisa adalah dengan
pemberian teganga awal (prestressing atau presetting) yang dapat
menyebabkan          peningkatan     kekuatan   lelah   dari   batang   bertakik
dengan pembebanan aksial seperti ditunjukkan pada Tabel 2.3 berikut
ini.
       Tabel.2.3 Batas lelah dari pelat berlubang dengan pembebanan
                                    aksial.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                       28
Presetting ini umumnya diterapkan pada komponen pegas ulir
dan pegas daun dimana pemberian beban awal ini harus memiliki arah
yang sama dengan pembebanan kerjanya. Presetting dapat pula
menyebabkan penurunan kekuatan lelah 20÷50 % jika diterapkan
pada pembebanan lentur putar.
        Proses      perlakuan        permukaan     secara    thermal      misalnya
karburising dan nitriding akan sangat menguntungkan terhadap
ketahanan lelah seperti yang ditunjukkan pada Tabel. 2.4, hal ini
dikarenakan proses tersebut menyebabkan peningkatan kekuatan
permukaan material, dan menyebabkan pula timbulnya tegangan sisa
tekan pada permukaannya yang disebabkan adanya perubahan
volume. Demikian halnya pada proses perlakuan permukaan flame
dan induction hardening.
        Tabel. 2.4 Pengaruh proses nitriding terhadap batas lelah.




        Selanjutnya       proses     perlakuan    permukaan      secara   mekanis
misalnya shot peening yang menyebabkan timbulnya tegangan sisa
tekan     pada     permukaan         material,   akan   sangat   menguntungkan
kekuatan atau lelah materialnya. Hal ini ditunjukkan pada Gambar.
2.18 dan 2.19 berikut ini.




Gambar. 2.18 Pengaruh proses shot peening terhadap kurva S-N dari
                  roda gigi yang dikarburisasi.

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                         29
Gambar. 2.19 Pengaruh proses shot peening terhadap batas lelah
                 dari baja baja kekuatan tinggi.



2.2.8 Pengaruh Ukuran Komponen
       Kelelahan merupakan fenomena permukaan, maka akan sangat
ditentukan oleh ukuran permukaan. Semakin besar ukuran maka akan
semakin besar pula kemungkinan terjadinya pembentukan awal
retaknya, sehingga muncul faktor modifikasi batas lelah karena faktor
ini yaitu sebagai berikut:
Csize = 1                 jika d ≤ 8 mm              (2.12)
Csize = 1,189 d-0,097       jika 8 mm < d ≤ 250 mm   (2.13)
Pengaruh ukuran ini berhubungan dengan lapisan tipis permukaan
material yang terkena tegangan 95 % atau lebih. Gambar 2.20
menunjukkan semakin besar ukuran akan semakin besar pula volume
dari permukaan material yang mengalami tegangannya.




Gambar. 2.20 Gradien tegangan pada spesimen berukuran besar dan
                             kecil.

Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                            30
Pengaruh ukuran ini ditunjukkan pada Tabel 2.5 berikut ini:
             Tabel. 2.5 Pengaruh ukuran terhadap batas lelah.




Contoh Soal 2.1:
Beberapa batang baja kekuatan tinggi akan dipergunakan sebagai
lembaran pegas daun, pegas tersebut akan bekerja dengan kondisi
tegangan zero to maximum (R=0) dengan 3 titik pembebanan. Lebar
batang adalah 1 in dan tebal: 0,145 in.
Pilihlah 2 kondisi perlakuan terhadap batang dibawah ini yang akan
memberikan         umur      lelah   tak   berhingga   dengan   menggunakan
persamaan Goodman sebagai perhitungannya.
A. Kondisi as Heat Treated (Quench+Temper):
      Kekerasan = 48 HRc (≈ 465 BHN).
      Tegangan sisa pada permukaan              = 0 ksi.
      Kekasaran permukaan (AA) = 24 μin.
B. Kondisi as Shot Peened:
      Kekerasan = 49 HRc (≈ 475 BHN).
      Tegangan sisa pada permukaan              = -80 ksi.
      Kekasaran permukaan (AA) = 125 μin.


Jawab:
* Untuk kondisi A:
Kekuatan:
Se = 100 ksi (BHN > 400) dan,



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                  31
Su = 0,5 BHN = 0,5 . 465 = 232 ksi
Ukuran luas pelat pegas:
A = w t = 1 . 0,145 = 0,145 in2 maka,
Diameter ekuivalennya adalah:
A = Л/4 dek2 = 0,145
dek = 0,43 in = 10.92 mm sehingga,
*Faktor modifikasi pengaruh ukuran:
Csize = 1,189 d-0,097 = 1,189 (10,92)-0,097 = 0,94
*Faktor      modifikasi       pengaruh      pembebanan   adalah    1    karena
pembebanan berupa lentur atau bending.
Karena kekasaran permukaannya = 24 μin, maka sesuai dengan
Gambar 2.15 dapat diketahui;
*Faktor modifikasi pengaruh kekasaran permukaan yaitu sebesar =
0,75
Dengan demikian batas lelah setelah memperhitungkan faktor-faktor
modifikasinya adalah:
S’e=Se . Csize . CLoad . Csurf finish=100 . 0,94 . 1 . 0,75= 70,5 ksi
Maka tegangan yang diijinkan bekerja pada pegas tersebut:
σa / Se + σm / Su = 1
Untuk pembebanan zero to max atau R=0 maka,
σa = σm = σmax / 2 = σ          sehingga,
σ / Se + σ / Su = 1
σ / 70,5 + σ / 232 = 1           maka,
σ = 54 ksi      sehingga,
σmax = 108 ksi


Untuk kondisi A, pegas tersebut dapat bekerja dengan umur tak
berhingga dengan siklus tegangan antara 0 ÷ 108 ksi.
(aktualnya adalah antara 0 ÷ 100 ksi, dengan demikian perhitungan
diatas memiliki faktor kesalahan: 8 %).



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                     32
* Untuk kondisi B:
Kekuatan:
Se = 100 ksi (BHN > 400) dan,
Su = 0,5 BHN = 0,5 . 475 = 238 ksi
Karena kekasaran permukaannya = 125 μin, maka sesuai dengan
Gambar. 23 dapat diketahui;
*Faktor modifikasi pengaruh kekasaran permukaan yaitu sebesar =
0,58
Dengan demikian batas lelah setelah memperhitungkan faktor-faktor
modifikasinya adalah:
S’e=Se . Csize . CLoad . Csurf finish=100 . 0,94 . 1 . 0,58= 54,5 ksi
Karena pengaruh tegangan sisa dipermukaan sebesar -80 maka:
σa / Se + σm / Su = 1          dan,
σa = σm = σmax / 2 = σ          sehingga,
σ / Se + {(σ-80) / Su} = 1
σ / 54,5 + {(σ-80) / 238} = 1           maka,
σ = 59,3 ksi      sehingga,
σmax = 118,6 ksi


Untuk kodisi B, pegas tersebut dapat bekerja dengan umur tak
berhingga dengan siklus tegangan antara 0÷118,6 ksi.
(aktualnya adalah antara 0÷140 ksi, dengan demikian perhitungan
diatas memiliki faktor kesalahan: 15 %).




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                 33
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              34
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              35
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              36
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              37
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              38
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              39
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              40
2.3    Pengaruh Proses Pengerjaan
       Pada dasarnya setiap ketidakkontinyuan dan ketidakseragaman
pada material akan berpengaruh langsung terhadap penjalaran retak
lelah atau ketahanan lelah material, ketidakkontinyuan ini dapat
berupa takikan dari geometri komponen ataupun berupa retakan dan
rongga      sebagai       akibat      suatu    proses    pengerjaan.   Selain   itu
ketidakseragaman yang berupa ketidakmohogenan struktur ataupun
berupa      segregasi      dari      suatu    proses    pengerjaan   akan   sangat
berpengaruh pula terhadap ketahanan lelah material.


2.3.1 Pengaruh Proses Pengecoran
       Hal-hal yang berpengaruh terhadap ketahanan lelah logam
sebagai akibat negatif dari proses pengecoran adalah:
      Segregasi (terutama segregasi makro)
      Cacat rongga
      Porositas
      Retak panas
      Terak, slag atau inklusi
      Dan lain-lain.




                        Gambar. 2.21 Cacat-cacat coran.



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                         41
2.3.2 Pengaruh Proses Pembentukan
       Logam hasil proses pembentukan akan memiliki batas lelah
yang lebih tinggi dari benda coran, namun cacat-cacat dari suatu
proses pembentukan akan sangat merugikan pula terhadap batas
lelah logam yang dihasilkan. Cacat-cacat tersebut antara lain:
      Cacat laps atau seams (berupa lipatan) pada permukaan produk
       tempa atau roll.
      Oksida yang terjebak pada lipatan di permukaan produk tempa
       atau roll.
      Permukaan yang kasar.
      Dan lain-lain.


       Pada Gambar 2.22, Tabel 2.6 dan Gambar 2.23 ditunjukkan
pengaruh proses pembentukan terhadap ketahanan lelah baja, dan
pada     Gambar       2.24    ditunjukkan   pula   pengaruh   anisotrop   yang
dihasilkan dari proses pembentukan logam serta Gambar 2.25
memperlihatkan jenis-jenis cacat proses pembentukan.




       Gambar. 2.22 Pengaruh pengerolan dingin terhadap kurva
                            S-N baja.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                     42
Tabel. 2.6 Kekuatan lelah pada 105siklus dari baut baja AISI 8635




    Gambar. 2.23 Pengaruh penempaan terhadap batas lelah baja.




     Gambar. 2.24 Pengaruh anisotrop terhadap ketahanan patah.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                             43
Gambar. 2.25 Cacat-cacat proses tempa dan ekstrusi.




2.3.2 Pengaruh Proses Pengelasan
        Proses pengelasan melibatkan pencairan dan pembekuan, maka
segala jenis cacat-cacat coran dapat terjadi didaerah logam las.
Sedangkan daerah terpengaruh panas (Heat Affected Zone) dapat
terjadi perubahan struktur mikro yang menghasilkan fasa getas dan
butir    kasar,     hal    ini   akan   sangat   merugikan   ketahanan   lelah
sambungan lasan disamping adanya tegangan sisa tarik pada daerah
tersebut. Pada Gambar 2.26 ditunjukkan jenis-jenis cacat lasan.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                    44
Gambar. 2.26 Cacat-cacat lasan.


2.3.3 Pengaruh Proses Pemesinan
       Kondisi permukaan logam sangat berpengaruh terhadap umur
lelahnya, permukaan yang kasar merupakan tempat yang tegangan
lokalnya tinggi sehingga dapat menjadi lokasi awal retak lelah.
Dengan demikian proses pemesinan yang menentukan kekasaran
permukaan        logam      akan     menentukan   pula   terhadap   ketahanan
lelahnya disamping timbulnya tegangan sisa sebagai akibat deformasi
plastis pada saat pembentukan geram dalam operasi pemesinan
tersebut (Gambar. 2.27), bahkan jika tegangan sisa tarik muncul yang
cukup besar seperti dalam proses penggerindaan yang cukup berat,
dapat menimbulkan retak rambut (Gambar 2.28).




  Gambar. 2.27 Pengaruh proses penggerindaan terhadap kurva S-N
                              baja.


Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                    45
Gambar. 2.28 Cacat-cacat proses pemesinan.




2.3.5 Pengaruh Proses Perlakuan Panas
       Pengaruh dari proses perlakuan panas yang dapat menurunkan
kekuatan lelah adalah:
      Over heating yang menyebabkan butir kasar.
      Over heating yang menyebabkan pencairan fasa bertitik cair
       rendah.
      Retak quench.
      Tegangan sisa
      Dekarburisasi (Tabel 2.7).
      Dan lain-lain.


         Tabel. 2.7 Pengaruh dekarburisasi terhadap batas lelah.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                            46
2.4     Pengaruh Temperatur Operasi
        Pada     temperatur          tinggi,   kekuatan       logam   akan   menurun
sehingga deformasi plastis akan lebih mudah terjadi dan batas lelah
menjadi tidak jelas (hilang) yang disebabkan oleh karena pengaruh
mobilitas dislokasi (lihat Gambar 2.29).



                                           Room Temperature




                                      High Temperature
                                      (750oC)




       Gambar 2.29. Pengaruh temperatur terhadap batas lelah baja.




2.5     Pengaruh Kondisi Lingkungan
        Kondisi lingkungan yang korosif akan menyerang permukaan
logam dan menghasilkan lapisan oksida atau produk korosi. Umumnya
oksida adalah sebagai lapis lindung dan dapat mencegah kerusakan
korosi selanjutnya, tetapi pembebanan siklik dapat menyebabkan
pecahnya lapisan tersebut dan kerusakan korosi berikutnya sehingga
timbul korosi sumuran yang berfungsi sebagai takikan. Hal itulah yang
menyebabkan penurunan kekuatan lelah, pengaruh lingkungan korosif
ini menurunkan kekuatan lelah logam hingga 10 % serta dapat
menyebabkan batas lelah menjadi tidak jelas (hilang) seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.30, 2.31 dan Tabel 2.8 dan 2.9 berikut
ini.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                           47
Gambar 2.30. Pengaruh lingkungan terhadap kurva S-N baja.




      Gambar 2.31. Pengaruh kekuatan tarik terhadap korosi-lelah
                        berbagai jenis baja.

Tabel. 2.8 Kekuatan lelah baja pada beberapa kondisi lingkungan.




Tabel. 2.9 Pengaruh perlakuan permukaan terhadap korosi-lelah baja.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                            48
Gambar. 2.32 Pengaruh lingkungan dan variabel metalurgis lainnya
                     terhadap batas lelah.




Latihan:
2.1 Batang silinder berdiameter 2,5 in dan memiliki kekasaran
permukaan 125 μ in terbuat dari bahan baja AISI 1035 dengan
kekuatan      tarik,    Su    =      92   Ksi.   Tentukanlah   beban   yang   akan
menghasilkan umur tak berhingga untuk kondisi: pembebanan aksial
bolak-balik (R=-1) dan pembebanan puntir bolak-balik (R=-1).


2.2 Gambarlah grafik hubungan antara kekuatan lelah, Se dengan
kekuatan tarik, Su dengan berbagai kondisi permukaan hasil perlakuan
proses: Hot Rolling, Machining, Forging dan Poleshing. (Gunakanlah
Gambar. 2.14).


2.3 Suatu baja paduan memiliki kekuatan tarik, Su = 100 ksi. Baja
tersebut diproses shot peening sehingga menghasilkan tegangan sisa
-50 ksi yang menyebabkan peningkatan kekerasan dari 200 BHN
menjadi 250 BHN serta peningkatan kekasaran permukaan dari 5
menjadi 50 μ in. Estimasilah kekuatan lelah baja tersebut sebelum
dan setelah perlakuan shot peening.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                         49
2.4 Poros baja kondisi A hasil proses pemesinan akan diganti oleh
poros baja kondisi B hasil proses forging. Tentukanlah diameter dari
poros pengganti tersebut yang akan dipakai pada pembebanan puntir
bolak-balik yang menghasilkan umur 106 siklus.
Poros A:       Su = 80 Ksi
                           Surface finish, AA = 125 μ in (machined)
                           Diameter = 1,5 in
Poros B:       Su = 90 Ksi
                           Surface finish, AA = as forged




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                               50
III.    KONSEP S-N


       Konsep tegangan-siklus (S-N) merupakan pendekatan pertama
untuk memahami fenomena kelelahan logam. Konsep ini secara luas
dipergunakan dalam aplikasi perancangan material dimana tegangan
yang terjadi dalam daerah elastik dan umur lelah cukup panjang.
Metoda      S-N     ini   tidak      dapat    dipakai    dalam   kondisi      sebaliknya
(tegangan dalam daerah plastis dan umur lelah relatif pendek), hal ini
dapat dilihat pada Gambar 3.1. Umur lelah yang diperhitungkan dalam
metoda S-N ini adalah umur lelah tahap I (inisiasi retak lelah) dan
umur lelah II (propagasi retakan).




                                  Total = Elastic and Plastic
     HCF



                                         Elastic
     LCF                                    Plastic

    LCF atau PCS                          HCF atau ECS

            HCS=High Cycles Stress/Strain         LCF=Low Cycles Fatigue
            LCS=Low Cycles Stress/Strain          PCS=Plastic Cycles Strain
            HCF=High Cycles Fatigue               ECS=Elastic Cycles Strain


         Gambar. 3.1 Pembagian daerah umur lelah dalam kurva
                                S-N.



Batas daerah pada Gambar 41 tersebut diatas adalah antara 10÷105
tergantung jenis materialnya (baja: ±104 siklus).




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                               51
Dasar dari metoda S-N ini adalah diagram Wohler atau diagram
S-N yang secara experimen didapat dari pengujian lelah lentur putar
dengan tegangan yang bekerja berfluktuasi secara sinusiodal antara
tegangan tarik dan tekan, sebagai contoh adalah pada pengujian R.R
Moore dengan 4 titik pembebanan pada frekwensi 1750 rpm terhadap
spesimen silindris berdiameter 0,25÷0,3 in. Kurva hasil pengujian ini
ditunjukkan pada Gambar 3.2, 3.3 dan 3.4 berikut ini.




                    Gambar. 3.2 Kurva S-N baja AISI 1045.




                 Gambar. 3.3 Kurva S-N aluminium 2024-T4.




Gambar. 3.4 Kurva S-N beberapa baja yang diplot dalam rasio Se/Su.



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                            52
Kekuatan lelah atau batas lelah (endurance limit), Se adalah
tegangan yang memberikan umur tak berhingga. Sebagai Contoh
pada nilai batas lelah baja AISI 1045 seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.2 diatas yaitu sebesar 50 ksi. Kebanyakan jenis baja
dengan kekuatan tarik dibawah 200 ksi memiliki nilai batas lelah
sebesar 0,5 dari kekuatan tariknya, hal ini ditunjukkan pada Gambar
2.7 dan Gambar 3.4 diatas.
       Tegangan dibawah batas lelah akan menyebabkan logam aman
terhadap kelelahan, hal ini disebabkan karena gerakan dislokasinya
akan terhambat oleh atom-atom asing interstisi sehingga tidak akan
menghasilkan PSB (Presistant Slip Band). Batas lelah logam-logam
BCC (Body Centered Cubic) akan tidak jelas sehingga kurvanya
menjadi kontinyu jika mengalami kondisi sebagai berikut:
      Over load periodik (sehingga dislokasi mengalami unlock atau
       unpin).
      Lingkungan yang korosif.
      Temperatur tinggi (sehingga mobilitas dislokasi tinggi).


       Pada logam-logam FCC (Face centered Cubic), batas lelahnya
tidak jelas atau kurvanya kontinyu (Gambar 3.5), sehingga kekuatan
lelahnya ditentukan dari nilai tegangan yang memberikan umur:
5X108 siklus.



                                         BCC Metals




                                     FCC Metals




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                           53
Gambar. 3.5 Perbandingan kurva S-N pada logam BCC dan FCC.
        Kurva S-N baja dapat diestimasi dari rasio kelelahan seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 dan 3.4 yaitu ditunjukkan pada
Gambar 3.6 berikut ini.




                 Gambar. 3.6 Estimasi kurva S-N untuk Baja.




Hubungan tegangan siklik, S dan umur lelah, N (siklus):
S = 10C Nb             (untuk: 103 < N < 106)         (3.1)
atau:
N = 10-C/b S1/b        (untuk: 103 < N < 106)         (3.2)


Eksponen C dan b ditentukan sebagai berikut:
b = - 1/3 log (S1000/Se)                              (3.3)
C = log {(S1000)2/Se}                                 (3.4)


Batas lelah:
Se = 0,5 Su            (Su ≤ 200 ksi atau 1379 Mpa)   (3.5)
Se = 0,25 BHN          (BHN ≤ 400)                    (3.6)
Se = 100 ksi atau 689,5 Mpa                           (3.7)
        (Su > 200 ksi atau 1379 Mpa)



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                           54
Tegangan siklik yang menghasilkan umur 1000 siklus:
S1000 = 0,9 Su                                    (3.8)


Estimasi hubungan S-N (untuk: 103 < N < 106) adalah:
S = 1,62 Su N-0,085                               (3.9)
atau
S = 0,81 BHN N-0,085                              (3.10)


Berdasarkan persamaan garis lurus (Y=mX+C) dari Gambar 3.6
diatas, estimasi hubungan S-N (untuk: 103 < N < 106 atau
Se<S<S1000) adalah:
S=-[(S1000 – Se)/(106 – 103)] N + S1000
=-(S1000 – Se) 10-6 N + S1000
=-(0,9 Su – 0,5 Su) 10-6 N + 0,9 Su
=-0,4 Su 10-6 N + 0,9 Su
=Su (0,9 – 0,4 10-6 N)
S/Su=k=0,9 – 0,4 10-6 N
0,4 10-6 N = 0,9 – k
maka:


N = [(0,9-k)/0,4] 106                             (3.11)


Untuk N>106 siklus:
Sa/Sb = (Nb/Na)R                                  (3.12)


dimana:
Sa = Kekuatan lelah pada umur Na



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                    55
Sb = Kekuatan lelah pada umur Nb
Na = Umur lelah pada kekuatan lelah Sa
Nb = Umur lelah pada kekuatan lelah Sb
R = Rasio tegangan = σmin / σmax
Pada tegangan siklik, S atau SN sebesar tegangan patah sebenarnya,
σf maka umur lelah adalah sebesar 1 atau ¼ siklus.


Hubungan        tegangan       maksimum,   σmax   dengan   batas    lelah   dan
kekuatan tarik, dapat dirumuskan sebagai berikut:
σmax = (2 Se Su) / {Se + Su + R (Se – Su)}                         (3.13)




Contoh Soal 3.1:
Suatu komponen baja dengan Su = 150 ksi dan Se = 60 ksi
mengalami pembebanan siklik dengan tegangan maksimum 110 ksi
dan tegangan minimum 10 ksi. Dengan menggunakan persamaan
Goodman, tentukan umur komponen baja tersebut.


Jawab:
σmax = 110 Ksi
σmin = 10 Ksi
σa = ( 110 – 10 ) : 2 = 50 Ksi
σm = (110 + 10 ) : 2 = 60 Ksi


dari persamaan Goodman:
σa /Se + σm /Su = 1
σa /SN + σm /Su = 1
50/SN + 60/150 = 1
SN = 83 Ksi



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                      56
Jika diplot pada Diagram haigh:
                             σa

          S1000=0,9Su=110

                          83
             Se=0,5Su=60




                                                         σm
                                           60   Su=150


Maka umur komponen akan berada pada siklus antara 103 ÷ 106
dengan nilai tegangan siklik sebesar 83 Ksi.


Jika diplot pada Diagram S-N:

         S (Ksi)

   110


     83

     60



                                                     N (siklus)
      103                            106




dapat dihitung berdasarkan persamaan S-N:
S = 1,62 . Su . N-0,085



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                           57
83 = 1,62 . 150 . N-0,085
N = 3,1 . 105 Siklus




Contoh Soal 3.2:
Suatu batang komponen baja dengan kekuatan tarik, Su = 114 Ksi
memiliki lebar 1 inch dan tebal ¼ inch dan pada kedua sisinya
terdapat takikan ½ lingkaran dengan radius 1/10 inch.
Tentukan umur lelah komponen tersebut jika dikenai beban berulang
(R=-1) dengan amplitudo beban 10 Kips.


Jawab.
                               Penampang sisa, Anet = ¼ . 0,8 = 0,2 in2
                               Maka:
                               Snet = P/Anet = 10 Kips / 0,2 in2 = 50 Ksi


                               Berdasarkan persamaan S-N, sehingga:
                               S = 1,62 . Su . N-0,085
                               50 = 1,62 . 114 . N-0,085
                               N = 4,7 . 106 Siklus




Latihan:
3.1 Baja dengan kekuatan tarik, Su = 100 Ksi. Prediksikanlah
tegangan siklik yang diijinkan yang akan memberikan umur: 103 dan
106 siklus. Ulangi prediksi tersebut untuk baja dengan kekuatan tarik
220 Ksi. Gambarkan pula skematis kurva S-N nya.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                     58
3.2 Estimasikanlah kekerasan minimum (BHN) dari baja yang akan
dipakai sebagai suatu komponen yang mendapat tegangan siklik ±
100 Ksi dan harus berumur 500.000 siklus.


3.3 Estimasikanlah umur lelah (dalam siklus) yang direncanakan
terhadap komponen: batang torak pada mesin otomotif, handle rem
sepeda motor dan engsel pintu. Berikanlah penjelasannya.
3.4 Suatu baja dengan kekuatan tarik, Su = 70 Ksi dan kekuatan
lelah, Se = 33 Ksi. Tentukanlah tegangan maksimum (zero to max, R
= 0) yang memberikan umur lelah: 103 dan 106 siklus. Gunakanlah
persamaan Goodman dalam prediksi tersebut.


3.5 Suatu komponen mengalami tegangan siklik: σmax = 75 Ksi dan
σmin = -5 Ksi. Jika komponen tersebut terbuat dari baja dengan
kekuatan tarik, Su = 100 Ksi, prediksikanlah umur lelahnya.


3.6 Pendekatan lain dalam memprediksi umur lelah adalah dengan
persamaan Basquin (1910):
σa = (σf - σm) (2Nf)b
dimana:
           σf = kekuatan patah sebenarnya (true fracture strength)
           b = eksponen kekuatan lelah
2Nf = umur kegagalan (cycles to failure)
Jika Su = 75 Ksi, σf = 120 Ksi dan b = -0,085. Tentukanlah tegangan
siklik yang diijinkan (σa) yang dapat bergabung dengan σm sebesar 40
ksi dan memberikan umur lelah 5.105 siklus. Bandingkan pula hasilnya
jika prediksi dilakukan melalui persamaan Goodman.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                              59
IV.       KONSEP   ε-N

       Metoda       ε-N    didasarkan       pada    observasi   terhadap    banyak
komponen yang merupakan respon material pada lokasi-lokasi kritis
(takikan).      Metoda      ε-N      ini   memprediksi     umur   lelah    tahap    I
(pembentukkan awal retak) saja, hal ini berbeda dengan metoda S-N
yang memprediksi umur lelah tahap I dan II (penjalaran retak). Pada
kondisi pembebanan rendah (HCF/LCS/ECS) akan menghasilkan Load
Controlled Test (S-N) dan Strain Controlled Test (ε-N) yang equivalen.
Metoda ε-N ini merupakan suatu metoda yang sangat berguna
untukmengevaluasi umur lelah dari komponen yang memeiliki takikan.


4.1    Perilaku Material
4.1.1 Perilaku Tegangan-Regangan Monotonik
       Suatu pengujian tarik monotonik pada spesimen uji, pada
umumnya adalah untuk menentukan perilaku tegangan-regangan
teknis dari suatu material (Gambar 4.1).




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                            60
             (a)

                                                     (b)
Gambar 4.1 (a) Spesimen uji tarik sebelum dan pada saat
    terdeformasi. (b) perbandingan tegangan-regangan teknis dan
                            sebenarnya.
Keterangan Gambar 4.1 diatas adalah:
P=beban
lo=panjang awal
do=diameter awal
Ao=luas penampang awal
l=panjang sebenarnya
d=diameter sebenarnya
A=luas penampang sebenarnya


Persamaan tegangan-regangan:
Tegangan teknis, S = P/Ao                                              (4.1)
Regangan teknis, e = ∆l/lo = (l-lo)/lo                                 (4.2)
Tegangan sebenarnya, σ = P/A                                           (4.3)
Regangan sebenarnya, ε = ∫l dl/l = ln l/lo                             (4.4)
                                      lo

Hubungan tegangan-regangan teknis dan sebenarnya:
∆l= l-lo
l=lo - ∆l
maka, ε=ln [(lo+∆l)/lo] = ln (1+∆l/lo) = ln (1+e)                      (4.5)


Hubungan tersebut berlaku sampai titik maksimum (necking) dimana
pada     daerah     tersebut         deformasi   yang   terjadi   secara   homogen
sehingga berlaku pula hubungan volume konstan. Maka hubungan
tegangan teknis dan sebenarnya pada daerah ini adalah:
Ao lo = Al


Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                         61
Ao / A = l/lo
ε = ln l/lo = ln Ao/A = ln (1+e)
S = F/Ao
σ = F/Ao = S Ao /A = S (1+e)                                        (4.6)




       Regangan total yang terjadi pada saat deformasi adalah jumlah
dari regangan elastis dan regangan plastis.
εt = εe + εp                                                        (4.7)


secara skematis, regangan total ini ditunjukkan pada Gambar 4.1
dibawah ini.




                   Gambar 4.2 Regangan elastis dan plastis.




Hubungan tegangan-regangan pada daerah elastis, dinyatakan oleh
persamaan Hooke:
εe = σ/E                                                            (4.8)
dimana, E=Modulus elastisitas.


Sedangkan          hubungan          tegangan-regangan   plastis,    mengikuti
persamaan tegangan alir sebagai berikut:



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                     62
σ = K εpn
εp = (σ/K)1/n                                                        (4.9)
dimana, K=keofisien kekuatan
          n=exponen pengerasan regangan:
              Su/Sy = (n/offset)n exp (-n)


Dari hubungan tegangan-regangan pada titik patah (fracture):
σf = Ff/Af
εf = ln Ao/Af = ln 1/(1-q)
σf = K εfn
maka, K = σf/εfn                                                     (4.10)


sehingga:
εp = [σ/ (σf/εfn )]1/n         = [(σ εfn)/ σf]1/n = εf (σ/σf)1/n     (4.11)


dari Persamaan 4.7 dan 4.8 maka:
εt = σ/E + (σ/K)1/n                                                  (4.12)


4.1.2 Perilaku Tegangan-Regangan Siklik
       Kurva tegangan-regangan monotonik telah lama dipergunakan
dalam menentukan parameter desain untuk membatasi tegangan-
tegangan yang terjadi pada struktur teknik dan komponen yang
mengalami        pembebanan          statis.   Demikian   halnya   dengan    kurva
tegangan-regangan siklik, adalah dipergunakan untuk memperkirakan
ketahanan struktur dan komponen yang mengalami pembebanan
siklik atau dinamis (beban berubah-ubah atau berulang-ulang).
       Gambar 4.3 menunjukkan kurva histerisis loop sebagai respon
material terhadap pembebanan siklik.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                         63
Gambar 4.3 Diagram histerisis (hysteresis loop).
Tegangan-regangan amplitudo:
εa = ∆ε/2                                                    (4.13)
σa = ∆σ/2                                                    (4.14)


Regangan total:
∆ε = ∆εe + ∆εp                                               (4.15)


Regangan amplitudo total:
∆ε/2 = ∆εe/2 + ∆εp             /2                            (4.16)


Dengan substitusi dari hukum Hooke, maka:
∆ε/2 = ∆σ /2 + ∆εp             /2                            (4.17)




4.1.2 Perilaku Transient: Regangan Siklik Hardening dan Regangan
       Siklik Softening
       Respon tegangan regangan dari logam, seringkali berubah
secara drastis pada pembebanan siklik. Perubahan ini tergantung pada
kondisi logamnya (hardening dan tempering atau annealing) yang
meliputi:
      Cyclically harden
      Cyclically soften



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                               64
   Stabil
      Campuran antara soften dan harden


Pada Gambar 4.4 ditunjukkan respon tegangan dari suatu material
yang mengalami pembebanan regangan (b) dan respon regangan-
regangan untuk dua siklus (c). Pada gambar tersebut terlihat
peningkatan        tegangan          pada   setiap   siklus   regangan,   sebaliknya
penurunan tegangan dari siklik sotening diperlihatkan pada Gambar
4.5.




  Gambar 4.4 Siklik hardening: (a) Amplitudo regangan konstan. (b)
      Respon tegangan. (c) Respon tegangan-regangan siklik.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                           65
Gambar 4.4 Siklik softening: (a) Amplitudo regangan konstan. (b)
      Respon tegangan. (c) Respon tegangan-regangan siklik.



Respon tegangan-regangan siklik untuk terjadinya siklik hardening
atau     softening     adalah        tergantung     pada   kestabilan     substruktur
dislokasinya, secara umum:
        Pada material lunak, awalnya kerapatan dislokasinya rendah,
         dengan     adanya       cyclic   plastic    straining   maka      kerapatan
         dislokasinya akan meningkat sehingga menjadi bertambah keras
         atau kuat (siklik hardening).
        Pada material keras, adanya cyclic plastic straining akan
         menyebabkan          terjadinya     pengturan        dislokasi     sehingga
         menurunkan ketahanan terhadap deformasi (siklik softening).


Manson memprediksi fenomena siklik hardening atau softening dari
suatu material berdasarkan sifat-sifat monotoniknya (Gambar 4.6),
yaitu:
        σuts / σys > 1,4 maka material akan mengalami siklik hardening.
        σuts / σys < 1,2 maka material akan mengalami siklik softening.
Perilaku siklik ini dapat pula diprediksi bedasarkan nilai eksponen
pengerasan regangan monotonik, yaitu:
        n > 0,2 maka material akan mengalami siklik hardening.
        n < 0,1 maka material akan mengalami siklik softening.
Pada umumnya perilaku siklik hardening atau softening terjadi hanya
pada awal kelelahan (±20÷40% umur lelah) dan selanjutnya adalah
stabil (±50% umur lelah).




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                            66
Gambar 4.6 Kurva tegangan-regangan siklik dan monotonik.
4.2    Hubungan Tegangan-Regangan siklik
       Seperti halnya dalam kondisi monotonik, maka hubungan
tegangan-regangan pada kondisi siklik dapt dinyatakan sebagai
berikut:
σ = K’ εpn’                                            (4.18)
dimana, σ =tegangan amplitudo
           K’=konstanta tegangan siklik
           εp=regangan plastis siklik
           n’=koefisien pengerasan regangan siklik, ditentukan dari plot
               log-log tegangan-regangan siklik, secara umum untuk
               logam besarnya adalah: 0,1÷0,25 rata-rata: 0,15


sehingga:
εp = (σ/K’)1/n                                              (4.19)


maka sesuai dengan Persamaan (4.7) dan (4.12):
ε = σ/E + (σ/K’)1/n’                                        (4.20)




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                               67
Gambar 4.7 Plot log-log tegangan-regangan siklik.




dan regangan amplitudonya sesuai dengan Persamaan (4.16) yaitu:
∆ε/2 = ∆σ/2E + (∆σ/2K’)1/n’                                      (4.21)


Atau total regangannya adalah:
∆ε = ∆σ/E + 2(∆σ/2K’)1/n’                                        (4.22)




Contoh Soal 4.1:
Material dengan sifat-sifat mekanik sebagai berikut:
      E=30. 103 ksi
      n’=0,202
      K’=174,6 ksi
Material tersebut dikenai regangan berulang (fully reversed) dengan
range regangan, ∆ε=0,04. Tentukan respon tegangan-regangan dari
material tersebut.


Jawab:
Gambar       dibawah       ini   menunjukkan   sejarah   regangannya,     pada
pembebanan awal (titik. 1):


ε1 = σ1/E + (σ1/K’)1/n’
0,02= σ1/30.103 + (σ1/174,6)1/0,202



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                     68
σ1=77,1 ksi




Regangan amplitudo:
∆ε = ∆σ/E + 2(∆σ/2K’)1/n’
0,04= ∆σ/30.103 + 2(∆σ/(2. 174,6))1/0,202
∆σ=154,2 ksi
Tegangan pada titik. 2:
ε2 = ε1 - ∆ε = 0,02 – 0,04 = -0,02
σ2 = σ1 - ∆σ = 77,1 – 154,2 = -77,1 ksi




4.3    Kurva ε-N (Regangan-Siklus)
       Tahun 1910, Basquin meneliti bahwa data S-N (regangan
elastik) dapat di plot secara linier dalam skala log-log:
∆σ/2 = σ’f (2Nf)b                                                 (4.23)
dimana, ∆σ/2 =amplitudo tegangan
           σ’f =konstanta kekuatan (tegangan) lelah
          2Nf =jumlah siklus kegagalan (1 putaran=1/2 siklus)
            b =eksponen kekuatan (tegangan) lelah atau eksponen
                 Basquin=-0,05÷-0,12 ; rata-rata=-0,085


       Pada     tahun      1950-an,   Coffin   dan   Manson   (sendiri-sendiri)
menemukan data εp-N juga linier dalam koordinat log-log:



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                     69
∆εp/2 = ε’f (2Nf)c                                                       (4.24)
dimana, ∆εp/2 =amplitudo regangan plastis
               ε’f =konstanta keuletan (regangan) lelah (untuk logam
                       ulet≈1 dan untuk logam keras≈0,5)
               c =eksponen keuletan (regangan) lelah=-0,5 (Coffin,
                       untuk     logam        keras)÷-0,7(Manson,      untuk    logam
                       ulet), rata-rata=-0,6 (Manson)


Sehingga amplitudo regangannya sesuai dengan Persamaan (4.16)
dan (4.17) adalah:


∆ε/2 = σ’f/E (2Nf)b + ε’f (2Nf)c                                         (4.25)


Persamaan        (4.25)     diatas     jika    di     plot   dalam   sebuah    diagram
menghasilkan kurva seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8 (a)
berikut ini.




                                      (a)       (b)
                               Gambar 4.8 Kurva ε-N.


Umur transisi (Gambar 4.8 (b)) yang merupakan umur regangan
elastis sama dengan umur regangan plastis dapat ditentukan sebagai
berikut:
∆εe/2 = ∆εp/2
σ’f/E (2Nf)b = ε’f (2Nf)c            dimana 2Nf=2Nt
2Nt = (ε’f E / σ’f )1/b-c                                                (4.26)



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                             70
Berdasarkan Gambar 4.8 (b), dapat ditunjukkan bahwa jika kekuatan
atau    kekerasan        material    meningkat   maka   umur   transisi   akan
menurun. Hal ini diperlihatkan pula pada Gambar 4.9 berikut ini.




 Gambar 4.9 Kurva ε-N untuk baja karbon medium kondisi quenching
                         dan normalizing
Pada baja karbon medium yang dinormalising (relatif ulet):
2Nt=90.000 siklus dan jika dalam kondisi dikeraskan (queching) akan
memiliki 2Nt=15 siklus. Dengan demikian untuk regangan tertentu
pada kondisi quenching akan memberikan umur lelah yang lebih lama
pada daerah pembebanan regangan elastis atau siklus lelah tinggi.
Sebaliknya pada kondisi normalising akan memberikan umur lelah
yang lebih lama pada pembebanan regangan plastis atau siklus lelah
rendah (lihat Gambar 3.1).




Contoh Soal 4.1:
Berikut ini diberikan data sifat mekanik monotonik dan siklik dari
suatu spesimen baja yang dipoles, yaitu:
      Data monotonik.
       Sy = 158 ksi
       Su = 168 ksi
       E    = 28,4 X 103 ksi



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                     71
f = 228 ksi
       q = 52 %
       εf = 0,734


      Data siklik.




Tentukanlah konstanta tegangan-regangan dan regangan-siklus (K’,
n’, σ’f , b, ε’f , c) untuk baja tersebut.


Jawab:
      Menentukan σ’f dan b dengan menggunakan hubungan antara
       tegangan amplitudo dengan siklus kegagalan (dari data siklik):
       ∆σ/2 = σ’f (2Nf)b
      Menentukan ε’f dan c dengan menggunakan hubungan antara
       amplitudo regangan plastis dengan siklus kegagalan (dari data
       siklik):
       ∆εp /2 = ε’f (2Nf)c


Kurva regangan-siklus berdasarkan data siklik:




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                             72
maka sifat-sifat sikliknya adalah:


        σ’f = 222 ksi          (berdasarkan pendekatan = 228 ksi)
         b = -0,076            (berdasarkan pendekatan = -0,085)
        ε’f = 0,811            (berdasarkan pendekatan = 0,734)
         c = -0,732            (berdasarkan pendekatan = -0,6)


      Menentukan K’ dan n’ dengan menggunakan hubungan antara
       tegangan amplitudo dengan amplitudo regangan plastis:
       σ = K’ (εp)n’
       maka menghasilkan sifat-sifat siklik:
       K’ = 216 ksi
       n’ = 0,094
atau dapat ditentukan pula melalui persamaan:
       K’ = σ’f / (ε’f)n’ = 227 ksi      dan
       n’ = b/c       =    0,104




Contoh Soal 4.2:
Suatu batang komponen baja dengan kekuatan tarik, Su = 114 Ksi
memiliki lebar 1 inch dan tebal ¼ inch dan pada kedua sisinya
terdapat takikan ½ lingkaran dengan radius 1/10 inch.



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                             73
Tentukan umur lelah komponen tersebut jika dikenai beban berulang
(R=-1) dengan amplitudo beban 10 Kips.


Jawab:
                               Penampang sisa, Anet = ¼ . 0,8 = 0,2 in2
                               Maka:
                               Snet = P/Anet = 10 Kips / 0,2 in2 = 50 Ksi


                               Berdasarkan persamaan ε-N:
                               ∆ε/2 = σ’f (2Nf)b + ε’f (2Nf)c
                               b=-0,085 (diambil nilai rata-ratanya)
                               c =-0,6 (diambil nilai rata-ratanya)
                               σ’f ≈ σf ≈ Su+50 (ksi) = 114+50=164 ksi
                             ε’f ≈ εf =ln 1/(1-q)=1(diambil untuk logam ulet)




∆ε = ∆σ/E + 2(∆σ/2K’)1/n’
      ∆σ=σmax- σmin=50-(-50)=100 ksi
      n’ ≈ n atau n’=b/c=-0,085/-0,6=0.142
      K’= σ’f/ε’fn’=154 ksi
maka:
∆ε = 100/30.103 + 2(100/(2. 154))1/0,142 = 0,0042
sehingga:
∆ε/2 = σ’f/E (2Nf)b + ε’f (2Nf)c
0,0021= (164/30.103) (2Nf)-0,085 + 1 (2Nf)-0,6
maka:
2Nf = 70.000 siklus (dihitung dengan teknik iterasi)
Umur tersebut merupakan umur fatik tahap satu yaitu pada tahap
pembentukan awal retak.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                     74
Latihan:
4.1 Suatu logam memiliki sifat mekanik monotonik sebagai berikut:
              E=193 Gpa
              Su=650 Mpa
              Sy=325 Mpa
      a. Pada kondisi           pembebanan siklik, apakah material akan
           bertambah keras atau bertambah lunak?
      b. Hitung regangan yang dicapai pada ½ siklus pertama untuk
           tegangan amplitudo 200 Mpa.
      c. Tentukan regangan total (stabil) dan amplitudo regangan
           untuk tegangan amplitudo 200 Mpa.


4.2 Berikut ini disampaikan kurva beban-pertambahan panjang dari
     material kuningan dengan nilai modulus elastisitas, E = 100 Gpa
     dan data lainnya sebagai berikut:
               Panjang awal, lo = 167 mm
               Diameter awal, do = 3,17 mm
               Diameter akhir (pada daerah necking), df = 2,55 mm
      Tentukanlah:
       a. kekuatan luluh (0,2 % offset), Sy.
       b. Kekuatan tarik, Su.
       c. Prosentase reduksi penampang, % RA.
       d. Regangan patah sebenarnya, εf.
       e. Kekuatan patah sebenarnya, σf.
       f. Konstanta tegangan, K.
       g. Eksponen pengerasan regangan,n.
       h. Tegangan sebenarnya pada beban maksimum.
       i. Regangan sebenarnya pada beban maksimum.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                              75
4.3    Berikut ini disampaikan data sifat mekanik monotonik beberapa
       logam-logam teknik.




       Manakah diantara logam-logam tersebut yang akan mengalami
       siklik hardening, softening atau stabil?
       Tunjukkan pula dari logam-logam tersebut yang menjadi pilihan
       terbaik untuk menentukan:
       a. Beban tarik maksimum (batang halus).
       b. Perpanjangan seragam maksimum sebelum necking pada
           saat pembebanan tarik.
       c. Energi maksimum yang diperlukan dari batang halus untuk
           terjadinya regangan sebesar 0,001.
       d. Energi maksimum yang diperlukan untuk terjadinya patah.
       e. Regangan elastis minimum pada saat terjadinya necking.
       f. Regangan totalmaksimum pada saat necking.



Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                             76
4.4    Berikut ini disampaikan data parameter tegangan-regangan
       siklik dan regangan-siklus dari suatu baja.
               σ’f = 133 ksi
                b = -0,095
               ε’f = 0,26
                c = -0,47
                n’ = 0,202
                K’ = 174,6 ksi
                E = 30.103 ksi


       Tentukanlah umur fatik dari baja tersebut dengan kondisi
       regangan sepertiditunjukkan pada Gambar dibawah ini. Kondisi
       regangan A: amplitudo konstan. B dan C: memiliki overload
       awal      sebagai      tegangan      sisa.     Pergunakanlah   persamaan
       regangan-siklus dari Morrow yang memperhitungkan tegangan
       rata-rata, σo yaitu sebagai berikut:
               ∆ε/2 = ((σ’f – σo) / E) (2Nf)b + ε’f (2Nf)c
       Dalam       perhitungan       umur     fatik    ini   pergunakanlah   juga
       persamaan Manson-Halford:
                ∆ε/2 = ((σ’f – σo) / E) (2Nf)b + ε’f ((σ’f – σo) / σ’f)c/b (2Nf)c
       Bandingkan pula hasilnya jika mempergunakan persamaan
       Smith-Watson-Topper:
               σmax (∆ε/2) = ((σ’f)2 / E) (2Nf)2b + σ’f ε’f (2Nf)b+c




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                         77
V.   KONSEP da/dN


       Umur lelah suatu komponen adalah meliputi umur untuk
terjadinya pembentukan awal retak (tahap inisiasi) dan umur untuk
merambatkan retakan (tahap propagasi). Pada amplitudo tegangan
atau regangan rendah, 90 % umur lelah didominasi oleh tahap inisiasi
dan sebaliknya pada amplitudo tinggi, akan didominasi oleh propagasi
retakan. Prediksi umur lelah pada tahap propagasi ini didekati dengan
menggunakan konsep mekanika retakan atau konsep da/dN.
       Konsep mekanika retakan mempersyaratkan asumsi adanya
retakan       awal.      Retak       awalini   dapat   berupa   cacat   atau


Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                   78
ketidaksempurnaan komponen (porositas,inklusi dan lain sebagainya).
Konsep mekanika retakan inipun dapat diterapkan terhadapkomponen
yang bebas cacat.
       Umur       lelah    yang      diperoleh   dari   hasil   prediksi   dengan
menggunakan konsep mekanika retakan (umur propagasi) ditambah
umur lelah dengan menggunakan konsep regangan-siklus (umur
inisiasi) akan menghasilkan umur total kelelahan dari suatu komponen
(Gambar 5.1).




    Gambar 5.1 Umur inisiasi dan propagasi retakan dari total umur
                               lelah.
      Konsep mekanika retakan dapat menjawab beberapa hal dari
suatu komponen yaitu:
   1. Berapa kekuatan sisa darisuatu komponen.
   2. Berapa nilai panjang retak kritis atau ukuran retak maksimum
        yang diijinkan.
   3. Berapa lama retak akan menjalar dari ukuran semula hingga
        ukuran kritisnya.
   4. Berapa umur sisa dari suatu komponen struktur dalam service
        atau operasionalnya.
   5. Berapa        sering      inspeksi   harus   dilakukan     untukmemonitor
        penjalaran retkan.


Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                                        79
Konsep tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.2 dibawah ini.




      Gambar 5.2 Umur service dari suatu komponen yang retak.




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                                         80
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              81
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              82
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              83
VI.     PENGARUH TAKIKAN TERHADAP KELELAHAN LOGAM




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                           84
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              85
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              86
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              87
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              88
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              89
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              90
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              91
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              92
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              93
VII.     KELELAHAN PADA AMPLITUDO BERUBAH (VARIABEL)




Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI                             94
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              95
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              96
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              97
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              98
Copyright © 2007 by Abrianto Akuan
Teknik Metalurgi-UNJANI              99

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Contoh soal getaran bebas tanpa redaman
Contoh soal getaran bebas tanpa redamanContoh soal getaran bebas tanpa redaman
Contoh soal getaran bebas tanpa redamanInstansi
 
Modul mekanika fluida: Dasar-dasar Perhitungan Aliran Fluida
Modul mekanika fluida: Dasar-dasar Perhitungan Aliran FluidaModul mekanika fluida: Dasar-dasar Perhitungan Aliran Fluida
Modul mekanika fluida: Dasar-dasar Perhitungan Aliran FluidaAli Hasimi Pane
 
Elemen Mesin 3 - Perencanaan Kopling
Elemen Mesin 3 - Perencanaan KoplingElemen Mesin 3 - Perencanaan Kopling
Elemen Mesin 3 - Perencanaan KoplingDewi Izza
 
Elemen Mesin II - Rantai
Elemen Mesin II - RantaiElemen Mesin II - Rantai
Elemen Mesin II - RantaiCharis Muhammad
 
2-Aspek Metalurgis Thd Kelelahan Logam (AA)
2-Aspek Metalurgis Thd Kelelahan Logam (AA)2-Aspek Metalurgis Thd Kelelahan Logam (AA)
2-Aspek Metalurgis Thd Kelelahan Logam (AA)Abrianto Akuan
 
Cold and hot working
Cold and hot workingCold and hot working
Cold and hot workingFeliks Sitopu
 
Modul thermodinamika (penyelesaian soal siklus pembangkit daya)
Modul thermodinamika (penyelesaian soal  siklus pembangkit daya)Modul thermodinamika (penyelesaian soal  siklus pembangkit daya)
Modul thermodinamika (penyelesaian soal siklus pembangkit daya)Ali Hasimi Pane
 
KESETIMBANGAN
KESETIMBANGANKESETIMBANGAN
KESETIMBANGANDwi Ratna
 
Pengujian lengkung (bend test)
Pengujian lengkung (bend test)Pengujian lengkung (bend test)
Pengujian lengkung (bend test)Mukhamad Suwardo
 
[10] shear force diagram & bending moment diagram
[10] shear force diagram & bending moment diagram[10] shear force diagram & bending moment diagram
[10] shear force diagram & bending moment diagramSyahrir Qoim
 
Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)
Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)
Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)Abrianto Akuan
 

Was ist angesagt? (20)

Contoh soal getaran bebas tanpa redaman
Contoh soal getaran bebas tanpa redamanContoh soal getaran bebas tanpa redaman
Contoh soal getaran bebas tanpa redaman
 
Modul mekanika fluida: Dasar-dasar Perhitungan Aliran Fluida
Modul mekanika fluida: Dasar-dasar Perhitungan Aliran FluidaModul mekanika fluida: Dasar-dasar Perhitungan Aliran Fluida
Modul mekanika fluida: Dasar-dasar Perhitungan Aliran Fluida
 
Rumus perhitungan roda gigi lurus
Rumus perhitungan roda gigi lurusRumus perhitungan roda gigi lurus
Rumus perhitungan roda gigi lurus
 
Baut dan Mur
Baut dan MurBaut dan Mur
Baut dan Mur
 
Elemen Mesin 3 - Perencanaan Kopling
Elemen Mesin 3 - Perencanaan KoplingElemen Mesin 3 - Perencanaan Kopling
Elemen Mesin 3 - Perencanaan Kopling
 
Elemen Mesin II - Rantai
Elemen Mesin II - RantaiElemen Mesin II - Rantai
Elemen Mesin II - Rantai
 
DRAWING PROSES
DRAWING PROSESDRAWING PROSES
DRAWING PROSES
 
2-Aspek Metalurgis Thd Kelelahan Logam (AA)
2-Aspek Metalurgis Thd Kelelahan Logam (AA)2-Aspek Metalurgis Thd Kelelahan Logam (AA)
2-Aspek Metalurgis Thd Kelelahan Logam (AA)
 
Cold and hot working
Cold and hot workingCold and hot working
Cold and hot working
 
Modul thermodinamika (penyelesaian soal siklus pembangkit daya)
Modul thermodinamika (penyelesaian soal  siklus pembangkit daya)Modul thermodinamika (penyelesaian soal  siklus pembangkit daya)
Modul thermodinamika (penyelesaian soal siklus pembangkit daya)
 
Lingkaran Mohr utk tegangan
Lingkaran Mohr utk teganganLingkaran Mohr utk tegangan
Lingkaran Mohr utk tegangan
 
KESETIMBANGAN
KESETIMBANGANKESETIMBANGAN
KESETIMBANGAN
 
Laporan uji kekerasan
Laporan uji kekerasanLaporan uji kekerasan
Laporan uji kekerasan
 
Pengujian lengkung (bend test)
Pengujian lengkung (bend test)Pengujian lengkung (bend test)
Pengujian lengkung (bend test)
 
[10] shear force diagram & bending moment diagram
[10] shear force diagram & bending moment diagram[10] shear force diagram & bending moment diagram
[10] shear force diagram & bending moment diagram
 
Isi makalah uji kuat tarik
Isi makalah uji kuat tarikIsi makalah uji kuat tarik
Isi makalah uji kuat tarik
 
Tabel standard ulir
Tabel standard ulirTabel standard ulir
Tabel standard ulir
 
Tabel uap
Tabel uapTabel uap
Tabel uap
 
Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)
Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)
Modul praktikum peleburan & pengecoran logam (AA)
 
TEGANGAN
TEGANGANTEGANGAN
TEGANGAN
 

Andere mochten auch

1 Karakteristik Kelelahan Logam (AA)
1 Karakteristik Kelelahan Logam (AA)1 Karakteristik Kelelahan Logam (AA)
1 Karakteristik Kelelahan Logam (AA)Abrianto Akuan
 
3. Batas Kelelahan Logam Konsep S-N (AA)
3. Batas Kelelahan Logam Konsep S-N (AA)3. Batas Kelelahan Logam Konsep S-N (AA)
3. Batas Kelelahan Logam Konsep S-N (AA)Abrianto Akuan
 
Analisis Perpatahan Getas (Cleavage Fracture Of Analysis) Dengan Metode Studi...
Analisis Perpatahan Getas (Cleavage Fracture Of Analysis) Dengan Metode Studi...Analisis Perpatahan Getas (Cleavage Fracture Of Analysis) Dengan Metode Studi...
Analisis Perpatahan Getas (Cleavage Fracture Of Analysis) Dengan Metode Studi...Adolvin Mahadiputra
 
Diktat pengujian material
Diktat pengujian materialDiktat pengujian material
Diktat pengujian materialOmpu Kurniawan
 
Standar Analisis Kegagalan
Standar Analisis KegagalanStandar Analisis Kegagalan
Standar Analisis KegagalanAbrianto Akuan
 
Analisa umur kelelahan (fatigue life) scantling
Analisa umur kelelahan (fatigue life) scantlingAnalisa umur kelelahan (fatigue life) scantling
Analisa umur kelelahan (fatigue life) scantlingNurul Lailyah
 
Ppt.analisis kegagalan logam
Ppt.analisis kegagalan logamPpt.analisis kegagalan logam
Ppt.analisis kegagalan logamLailatul Arofah
 
Analisis Perpatahan Akibat Keausan dengan Metode Studi Jurnal, Sisertasi Dan ...
Analisis Perpatahan Akibat Keausan dengan Metode Studi Jurnal, Sisertasi Dan ...Analisis Perpatahan Akibat Keausan dengan Metode Studi Jurnal, Sisertasi Dan ...
Analisis Perpatahan Akibat Keausan dengan Metode Studi Jurnal, Sisertasi Dan ...Adolvin Mahadiputra
 
Bab 05 kriteria kegagalan 1
Bab 05 kriteria kegagalan 1Bab 05 kriteria kegagalan 1
Bab 05 kriteria kegagalan 1Rumah Belajar
 
Makalah Tentang Mekanisme Penguatan Material Teknik
Makalah Tentang Mekanisme Penguatan Material TeknikMakalah Tentang Mekanisme Penguatan Material Teknik
Makalah Tentang Mekanisme Penguatan Material TeknikHera Rosdiana
 
Laporan awal uji impak kalih
Laporan awal uji impak kalihLaporan awal uji impak kalih
Laporan awal uji impak kalihKalih Rizki
 
Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)
Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)
Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)Abrianto Akuan
 
Pengujian impak dan fenomena
Pengujian impak dan fenomenaPengujian impak dan fenomena
Pengujian impak dan fenomenaaambrey
 
探討Web ui自動化測試工具
探討Web ui自動化測試工具探討Web ui自動化測試工具
探討Web ui自動化測試工具政億 林
 
Kuliah pertamapembentukanlogamed.i
Kuliah pertamapembentukanlogamed.iKuliah pertamapembentukanlogamed.i
Kuliah pertamapembentukanlogamed.inabaliitb
 

Andere mochten auch (20)

1 Karakteristik Kelelahan Logam (AA)
1 Karakteristik Kelelahan Logam (AA)1 Karakteristik Kelelahan Logam (AA)
1 Karakteristik Kelelahan Logam (AA)
 
3. Batas Kelelahan Logam Konsep S-N (AA)
3. Batas Kelelahan Logam Konsep S-N (AA)3. Batas Kelelahan Logam Konsep S-N (AA)
3. Batas Kelelahan Logam Konsep S-N (AA)
 
Analisis Perpatahan Getas (Cleavage Fracture Of Analysis) Dengan Metode Studi...
Analisis Perpatahan Getas (Cleavage Fracture Of Analysis) Dengan Metode Studi...Analisis Perpatahan Getas (Cleavage Fracture Of Analysis) Dengan Metode Studi...
Analisis Perpatahan Getas (Cleavage Fracture Of Analysis) Dengan Metode Studi...
 
Diktat pengujian material
Diktat pengujian materialDiktat pengujian material
Diktat pengujian material
 
Standar Analisis Kegagalan
Standar Analisis KegagalanStandar Analisis Kegagalan
Standar Analisis Kegagalan
 
Analisa umur kelelahan (fatigue life) scantling
Analisa umur kelelahan (fatigue life) scantlingAnalisa umur kelelahan (fatigue life) scantling
Analisa umur kelelahan (fatigue life) scantling
 
Ppt.analisis kegagalan logam
Ppt.analisis kegagalan logamPpt.analisis kegagalan logam
Ppt.analisis kegagalan logam
 
Analisis Perpatahan Akibat Keausan dengan Metode Studi Jurnal, Sisertasi Dan ...
Analisis Perpatahan Akibat Keausan dengan Metode Studi Jurnal, Sisertasi Dan ...Analisis Perpatahan Akibat Keausan dengan Metode Studi Jurnal, Sisertasi Dan ...
Analisis Perpatahan Akibat Keausan dengan Metode Studi Jurnal, Sisertasi Dan ...
 
Bab 05 kriteria kegagalan 1
Bab 05 kriteria kegagalan 1Bab 05 kriteria kegagalan 1
Bab 05 kriteria kegagalan 1
 
Material Teknik
Material TeknikMaterial Teknik
Material Teknik
 
Fatigue
FatigueFatigue
Fatigue
 
Patahan Logam
Patahan LogamPatahan Logam
Patahan Logam
 
Makalah Tentang Mekanisme Penguatan Material Teknik
Makalah Tentang Mekanisme Penguatan Material TeknikMakalah Tentang Mekanisme Penguatan Material Teknik
Makalah Tentang Mekanisme Penguatan Material Teknik
 
Laporan awal uji impak kalih
Laporan awal uji impak kalihLaporan awal uji impak kalih
Laporan awal uji impak kalih
 
Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)
Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)
Analisis kerusakan pegas ulir pada kereta api (AA)
 
Pengujian impak dan fenomena
Pengujian impak dan fenomenaPengujian impak dan fenomena
Pengujian impak dan fenomena
 
Material teknik dan proses
Material teknik dan prosesMaterial teknik dan proses
Material teknik dan proses
 
探討Web ui自動化測試工具
探討Web ui自動化測試工具探討Web ui自動化測試工具
探討Web ui自動化測試工具
 
Korosi suatu material
Korosi suatu materialKorosi suatu material
Korosi suatu material
 
Kuliah pertamapembentukanlogamed.i
Kuliah pertamapembentukanlogamed.iKuliah pertamapembentukanlogamed.i
Kuliah pertamapembentukanlogamed.i
 

Ähnlich wie Kelelahan Logam (Fatigue)

Korelasi struktur mikro dan sifat mekanik
Korelasi struktur mikro dan sifat mekanikKorelasi struktur mikro dan sifat mekanik
Korelasi struktur mikro dan sifat mekanikAbrianto Akuan
 
Bab 06 kriteria kegagalan lelah
Bab 06 kriteria kegagalan lelahBab 06 kriteria kegagalan lelah
Bab 06 kriteria kegagalan lelahRumah Belajar
 
Jbptitbpp gdl-jemmigumil-30922-3-2008ta-2
Jbptitbpp gdl-jemmigumil-30922-3-2008ta-2Jbptitbpp gdl-jemmigumil-30922-3-2008ta-2
Jbptitbpp gdl-jemmigumil-30922-3-2008ta-2Yoel Begal
 
Tm44261 teknik pembentukan material
Tm44261 teknik pembentukan materialTm44261 teknik pembentukan material
Tm44261 teknik pembentukan materialKholil Olil
 
5303 bab 01_perpatahan_dan_kelelahan
5303 bab 01_perpatahan_dan_kelelahan5303 bab 01_perpatahan_dan_kelelahan
5303 bab 01_perpatahan_dan_kelelahanTian Jonathan
 
PENGETAHUAN BAHAN PELEDAK (pendahuluan)
PENGETAHUAN BAHAN PELEDAK (pendahuluan)PENGETAHUAN BAHAN PELEDAK (pendahuluan)
PENGETAHUAN BAHAN PELEDAK (pendahuluan)Harry Boedioetomo
 
Lap.metalografi.
Lap.metalografi.Lap.metalografi.
Lap.metalografi.bebenpurba
 
jenis-jenis korosi by rafi dwi rachmani
jenis-jenis korosi by rafi dwi rachmanijenis-jenis korosi by rafi dwi rachmani
jenis-jenis korosi by rafi dwi rachmaniRafi Dwi Rachmani
 
Mekanisme penguatan bahan
Mekanisme penguatan bahanMekanisme penguatan bahan
Mekanisme penguatan bahanichsan_madya
 
Tin107 2-sifat-material
Tin107 2-sifat-materialTin107 2-sifat-material
Tin107 2-sifat-materialYuneo Nurcahya
 
Bab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran PeledakanBab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran PeledakanMuhammad Nafis
 
01 mek bat pendahuluan handout
01 mek bat pendahuluan handout01 mek bat pendahuluan handout
01 mek bat pendahuluan handoutMiguel Felix
 
BAB 2 SIFAT MATERIAL.pptx
BAB 2 SIFAT MATERIAL.pptxBAB 2 SIFAT MATERIAL.pptx
BAB 2 SIFAT MATERIAL.pptxIrenGratia
 
4 revisi ke_2_bab_ii_yanto
4 revisi ke_2_bab_ii_yanto4 revisi ke_2_bab_ii_yanto
4 revisi ke_2_bab_ii_yantoGhazy Haq
 

Ähnlich wie Kelelahan Logam (Fatigue) (20)

Korelasi struktur mikro dan sifat mekanik
Korelasi struktur mikro dan sifat mekanikKorelasi struktur mikro dan sifat mekanik
Korelasi struktur mikro dan sifat mekanik
 
Bab 06 kriteria kegagalan lelah
Bab 06 kriteria kegagalan lelahBab 06 kriteria kegagalan lelah
Bab 06 kriteria kegagalan lelah
 
Jbptitbpp gdl-jemmigumil-30922-3-2008ta-2
Jbptitbpp gdl-jemmigumil-30922-3-2008ta-2Jbptitbpp gdl-jemmigumil-30922-3-2008ta-2
Jbptitbpp gdl-jemmigumil-30922-3-2008ta-2
 
BAB 2.PDF
BAB 2.PDFBAB 2.PDF
BAB 2.PDF
 
Tm44261 teknik pembentukan material
Tm44261 teknik pembentukan materialTm44261 teknik pembentukan material
Tm44261 teknik pembentukan material
 
5303 bab 01_perpatahan_dan_kelelahan
5303 bab 01_perpatahan_dan_kelelahan5303 bab 01_perpatahan_dan_kelelahan
5303 bab 01_perpatahan_dan_kelelahan
 
PENGETAHUAN BAHAN PELEDAK (pendahuluan)
PENGETAHUAN BAHAN PELEDAK (pendahuluan)PENGETAHUAN BAHAN PELEDAK (pendahuluan)
PENGETAHUAN BAHAN PELEDAK (pendahuluan)
 
02_FA_Prosedure1.ppt
02_FA_Prosedure1.ppt02_FA_Prosedure1.ppt
02_FA_Prosedure1.ppt
 
Lap.metalografi.
Lap.metalografi.Lap.metalografi.
Lap.metalografi.
 
825 1501-1-pb (1)
825 1501-1-pb (1)825 1501-1-pb (1)
825 1501-1-pb (1)
 
jenis-jenis korosi by rafi dwi rachmani
jenis-jenis korosi by rafi dwi rachmanijenis-jenis korosi by rafi dwi rachmani
jenis-jenis korosi by rafi dwi rachmani
 
8. diskripsi kekar
8. diskripsi kekar8. diskripsi kekar
8. diskripsi kekar
 
Rujukan 1.pdf
Rujukan 1.pdfRujukan 1.pdf
Rujukan 1.pdf
 
Mekanisme penguatan bahan
Mekanisme penguatan bahanMekanisme penguatan bahan
Mekanisme penguatan bahan
 
Tin107 2-sifat-material
Tin107 2-sifat-materialTin107 2-sifat-material
Tin107 2-sifat-material
 
Bab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran PeledakanBab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran Peledakan
 
01 mek bat pendahuluan handout
01 mek bat pendahuluan handout01 mek bat pendahuluan handout
01 mek bat pendahuluan handout
 
BAB 2 SIFAT MATERIAL.pptx
BAB 2 SIFAT MATERIAL.pptxBAB 2 SIFAT MATERIAL.pptx
BAB 2 SIFAT MATERIAL.pptx
 
Tugas pengujian material
Tugas pengujian materialTugas pengujian material
Tugas pengujian material
 
4 revisi ke_2_bab_ii_yanto
4 revisi ke_2_bab_ii_yanto4 revisi ke_2_bab_ii_yanto
4 revisi ke_2_bab_ii_yanto
 

Mehr von Abrianto Akuan

Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)
Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)
Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)Abrianto Akuan
 
Diagram batas mampu bentuk pada lembaran logam (AA)
Diagram batas mampu bentuk pada lembaran logam (AA)Diagram batas mampu bentuk pada lembaran logam (AA)
Diagram batas mampu bentuk pada lembaran logam (AA)Abrianto Akuan
 
WPS-PQR (welding-pengelasan)
WPS-PQR (welding-pengelasan)WPS-PQR (welding-pengelasan)
WPS-PQR (welding-pengelasan)Abrianto Akuan
 
Paint Calculation Practice & Report (AA)
Paint Calculation Practice & Report (AA)Paint Calculation Practice & Report (AA)
Paint Calculation Practice & Report (AA)Abrianto Akuan
 
Konversi Kekerasan Logam (AA)
Konversi Kekerasan Logam (AA)Konversi Kekerasan Logam (AA)
Konversi Kekerasan Logam (AA)Abrianto Akuan
 
Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)
Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)
Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)Abrianto Akuan
 
Minerals Classification (AA)
Minerals Classification (AA)Minerals Classification (AA)
Minerals Classification (AA)Abrianto Akuan
 
Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)
Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)
Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)Abrianto Akuan
 
Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)
Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)
Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)Abrianto Akuan
 
Perhitungan korosi (USA)
Perhitungan korosi (USA)Perhitungan korosi (USA)
Perhitungan korosi (USA)Abrianto Akuan
 
Perhitungan korosi standard NACE (AA)
Perhitungan korosi standard NACE (AA)Perhitungan korosi standard NACE (AA)
Perhitungan korosi standard NACE (AA)Abrianto Akuan
 
Perhitungan proteksi korosi (AA)
Perhitungan proteksi korosi (AA)Perhitungan proteksi korosi (AA)
Perhitungan proteksi korosi (AA)Abrianto Akuan
 
Jurnal plating Au pada plastik ABS (AA)
Jurnal plating Au pada plastik ABS (AA)Jurnal plating Au pada plastik ABS (AA)
Jurnal plating Au pada plastik ABS (AA)Abrianto Akuan
 
Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)
Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)
Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)Abrianto Akuan
 
Jurnal proses cyaniding (AA)
Jurnal proses cyaniding (AA)Jurnal proses cyaniding (AA)
Jurnal proses cyaniding (AA)Abrianto Akuan
 
Jurnal baja mangan austenitik (AA)
Jurnal baja mangan austenitik (AA)Jurnal baja mangan austenitik (AA)
Jurnal baja mangan austenitik (AA)Abrianto Akuan
 
Pengantar proses manufaktur (AA)
Pengantar proses manufaktur (AA)Pengantar proses manufaktur (AA)
Pengantar proses manufaktur (AA)Abrianto Akuan
 

Mehr von Abrianto Akuan (20)

Refresh k3 (paradigm)
Refresh k3 (paradigm)Refresh k3 (paradigm)
Refresh k3 (paradigm)
 
Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)
Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)
Melting Loss pada Peleburan Aluminium (AA)
 
Index minerals (AA)
Index minerals (AA)Index minerals (AA)
Index minerals (AA)
 
Diagram batas mampu bentuk pada lembaran logam (AA)
Diagram batas mampu bentuk pada lembaran logam (AA)Diagram batas mampu bentuk pada lembaran logam (AA)
Diagram batas mampu bentuk pada lembaran logam (AA)
 
WPS-PQR (welding-pengelasan)
WPS-PQR (welding-pengelasan)WPS-PQR (welding-pengelasan)
WPS-PQR (welding-pengelasan)
 
Paint Calculation Practice & Report (AA)
Paint Calculation Practice & Report (AA)Paint Calculation Practice & Report (AA)
Paint Calculation Practice & Report (AA)
 
Konversi Kekerasan Logam (AA)
Konversi Kekerasan Logam (AA)Konversi Kekerasan Logam (AA)
Konversi Kekerasan Logam (AA)
 
Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)
Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)
Jurnal analisis keausan sproket rantai rol (AA)
 
Minerals Classification (AA)
Minerals Classification (AA)Minerals Classification (AA)
Minerals Classification (AA)
 
Images Minerals (AA)
Images Minerals (AA)Images Minerals (AA)
Images Minerals (AA)
 
Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)
Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)
Galvanizing for Corrosion Protection (AGA)
 
Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)
Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)
Galvanisasi untuk Proteksi Korosi (AGI)
 
Perhitungan korosi (USA)
Perhitungan korosi (USA)Perhitungan korosi (USA)
Perhitungan korosi (USA)
 
Perhitungan korosi standard NACE (AA)
Perhitungan korosi standard NACE (AA)Perhitungan korosi standard NACE (AA)
Perhitungan korosi standard NACE (AA)
 
Perhitungan proteksi korosi (AA)
Perhitungan proteksi korosi (AA)Perhitungan proteksi korosi (AA)
Perhitungan proteksi korosi (AA)
 
Jurnal plating Au pada plastik ABS (AA)
Jurnal plating Au pada plastik ABS (AA)Jurnal plating Au pada plastik ABS (AA)
Jurnal plating Au pada plastik ABS (AA)
 
Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)
Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)
Jurnal jominy test (pengujian mampu keras baja) melalui program MATLAB (AA)
 
Jurnal proses cyaniding (AA)
Jurnal proses cyaniding (AA)Jurnal proses cyaniding (AA)
Jurnal proses cyaniding (AA)
 
Jurnal baja mangan austenitik (AA)
Jurnal baja mangan austenitik (AA)Jurnal baja mangan austenitik (AA)
Jurnal baja mangan austenitik (AA)
 
Pengantar proses manufaktur (AA)
Pengantar proses manufaktur (AA)Pengantar proses manufaktur (AA)
Pengantar proses manufaktur (AA)
 

Kürzlich hochgeladen

Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxSaujiOji
 
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfKartiniIndasari
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfWidyastutyCoyy
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.pptLingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.pptimamshadiqin2
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptnabilafarahdiba95
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfJarzaniIsmail
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfEniNuraeni29
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxDEAAYUANGGREANI
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptAlfandoWibowo2
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMIGustiBagusGending
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...MuhammadSyamsuryadiS
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfAkhyar33
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASbilqisizzati
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"baimmuhammad71
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfChananMfd
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptxSusanSanti20
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.pptLingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 

Kelelahan Logam (Fatigue)

  • 1. KELELAHAN LOGAM DIKTAT KULIAH Disusun Oleh: ABRIANTO AKUAN, ST., MT. JURUSAN TEKNIK METALURGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI BANDUNG 2007
  • 2. Tujuan Perkuliahan: 1. Memberikan pemahaman tentang aspek mekanik dan metalurgis terhadap kelelahan logam. 2. Memahami fenomena kelelahan pada logam dan struktur serta implikasinya pada desain teknis. 3. Memahami konsep mekanika retakan dan implikasinya pada desain teknis.  Materi: 1. Karakteristik kelelahan logam. 2. Aspek metalurgis pada kelelahan logam. 3. Konsep S-N (tegangan-siklus). 4. Konsep ε-N (regangan-siklus). 5. Konsep da-dN (laju penjalaran retakan). 6. Pengaruh takikan pada perilaku kelelahan logam. 7. Kelelahan pada amplitudo berubah (variabel).  Referensi: 1. Julie A Bannantine, Fundamentals of Metal Fatigue Analysis, Prentice-Hall, New Jersey, 1990. 2. David Broek, Elementary Engineering Fracture Mechanics, Kluwer Akademic Publishers, 1991. 3. Dieter, Mechanical Metallurgy, 4. Mardjono Siswosuwarno, Fracture Mechanics dan Prediksi Umur Kelelahan, Jurusan Teknik Mesin, ITB. 5. Ahmad Taufik, Aplikasi Mekanika Retakan pada Analisis Kegagalan Logam, Jurusan Teknik Pertambangan, ITB, 2000. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI i
  • 3. I. KARAKTERISTIK KELELAHAN LOGAM Kelelahan (Fatigue) adalah salah satu jenis kegagalan (patah) pada komponen akibat beban dinamis (pembebanan yang berulang- ulang atau berubah-ubah). Diperkirakan 50%-90% (Gambar.1.1) kegagalan mekanis adalah disebabkan oleh kelelahan. Gambar. 1.1 Distribusi mode kegagalan. Modus kegagalan komponen atau struktur dapat dibedakan menjadi 2 katagori utama yaitu: 1. Modus kegagalan quasi statik (modus kegagalan yang tidak tergantung pada waktu, dan ketahanan terhadap kegagalannya dinyatakan dengan kekuatan). 2. Modus kegagalan yang tergantung pada waktu (ketahanan terhadap kegagalannya dinyatakan dengan umur atau life time). Jenis- jenis modus kegagalan quasi statik yaitu: 1. Kegagalan karena beban tarik. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 1
  • 4. 2. Kegagalan karena beban tekan. 3. Kegagalan karena beban geser. Patahan yang termasuk jenis modus kegagalan ini adalah patah ulet dan patah getas. Sedangkan jenis-jenis modus kegagalan yang tergantung pada waktu yaitu: 1. Kelelahan (patah lelah). 2. Mulur. 3. Keausan. 4. Korosi. Fenomena kelelahan logam mulai timbul pada pertengahan abad ke-19 yaitu dengan seringnya terjadi patah pada komponen kereta api dimasa itu:  Di Versailles (Paris), 1944, menewaskan 40-80 penumpang, akibat patah poros roda.  20 April 1887, 3 orang tewas dan 2 terluka, akibat patah draw bar.  27 Mei 1887, 6 orang tewas, akibat patah roda.  23 Juni 1887, 1 orang tewas, akibat patah rel.  2 Juli 1887, Kecelakaan paling serius, akibat patah poros roda. Pelopor dalam penelitian mengenai kelelahan logam adalah Wohler (Jerman) dan Fairbairn (Inggris) tahun 1860. Pengamatan yang lebih mendetail terhadap kelelahan logam, dilakukan sejak 1903 oleh Ewing dan Humparey yang mengarah pada lahirnya teori ’Mekanisme Patah Lelah’. Hingga saat ini, mekanisme patah lelah adalah terdiri atas 3 tahap kejadian yaitu: 1. Tahap awal terjadinya retakan (crack inisiation). 2. Tahap penjalaran retakan (crack propagation). Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 2
  • 5. 3. Tahap akhir (final fracture). Pada Gambar. 1.2 dibawah ini ditunjukkan secara skematis penampilan permukaan patahan dari kegagalan lelah pada berbagai kondisi pembebanan. Karakteristik kelelahan logam dapat dibedakan menjadi 2 yaitu karakteristik makro dan karakteristik mikro. Karakteristik makro merupakan ciri-ciri kelelahan yang dapat diamati secara visual (dengan mata telanjang atau dengan kaca pembesar). Sedangkan karakteristik mikro hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 3
  • 6. Gambar. 1.2 Skematis permukaan patah lelah dari penampang bulat dan persegi pada berbagai kondisi pembebanan. 1.1 Karakteristik Makroskopis Karakteristik makroskopis dari kelelahan logam adalah sebagai berikut: 1. Tidak adanya deformasi plastis secara makro. 2. Terdapat tanda ’garis-garis pantai’ (beach marks) atau clam shell atau stop/arrest marks, seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 1.3 dibawah ini. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 4
  • 7. 1932 1947 1948 1950 1951 Gambar. 1.3 Permukaan patah lelah pada poros. 3. Terdapat ’Ratchet marks’ seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 1.4 dibawah ini. Gambar. 1.4 Permukaan patah lelah dari baut akibat beban tarik. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 5
  • 8. Ratchet marks menjalar kearah radial dan merupakan tanda penjalaran retakan yang terjadi bila terdapat lebih dari satu lokasi awal retak, ratchet marks ini merupakan pertemuan beach marks dari satu lokasi awal retak dengan beach marks dari lokasi lainnya. Tanda garis-garis pantai (beach marks) yang merupakan tanda penjalaran retakan, mengarah tegak lurus dengan tegangan tarik dan setelah menjalar sedemikian hingga penampang yang tersisa tidak mampu lagi menahan beban yang bekerja, maka akhirnya terjadilah patah akhir atau patah statik. Luas daerah antara tahap penjalaran retakan dan tahap patah akhir secara kuantitatif dapat menunjukkan besarnya tegangan yang bekerja. Jika luas daerah tahap penjalaran retakan lebih besar daripada luas daerah patah akhir, maka tegangan yang bekerja relatif rendah, demikian sebaliknya. Tahap I terjadinya kelelahan logam yaitu tahap pembentukan awal retak, lebih mudah terjadi pada logam yang bersifat lunak dan ulet tetapi akan lebih sukar dalam tahap penjalaran retakannya (tahap II), artinya logam- logam ulet akan lebih tahan terhadap penjalaran retakan. Demikian sebaliknya, logam yang keras dan getas, akan lebih tahan terhadap pembentukkan awal retak tetapi kurang tahan terhadap penjalaran retakan. Tahapan pembentukan awal retak dan penjalaran retakan dalam mekanisme kelelahan logam, membutuhkan waktu sehingga umur lelah dari komponen atau logam, ditentukan dari ke-2 tahap (Gambar. 1.5) tersebut (total fatigue life, NT = fatigue initiation, Ni + fatigue propagation, Np). Fase-fase yang terjadi selama kejadian kelelahan logam tersebut adalah sebagai berikut: Cyclic Pengintian Perambatan Perambatan Patah slip retak mikro retak mikro retak makro akhir Umur pengintian awal retak Umur Penjalaran retakan Gambar. 1.5 Fase-fase kegagalan lelah (fatigue). Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 6
  • 9. Gambar. 1.6 Skematis penampang melintang dari kegagalan lelah tahap I dan II. Tahap I (pembentukan awal retak) dan tahap II (penjalaran retakan) pada mekanisme kegagalan patah lelah tersebut (Gambar. 1.6) dapat dijelaskan lagi dengan penggambaran sebagai berikut: Tahap retak mikro (tahap I): Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 7
  • 10. Tahap retak makro (tahap II): Gambar. 1.7 Skematis tahap retak mikro dan makro pada kelelahan logam. 1.2 Karakteristik Mikroskopis Karakteristik mikroskopis dari kelelahan logam adalah sebagai berikut: 1. Pada permukaan patahan terdapat striasi (striations). 2. Permukaan patahan memperlihatkan jenis patah transgranular (memotong butir) tidak seperti jenis patah intergranular seperti yang terjadi pada kasus SCC (stress corrosion cracking) atau mulur (creep). Persamaan striasi dan beach marks adalah sebagai berikut: 1. Ke-2 nya menunjukkan posisi ujung retak yang terjadi setiap saat sebagai fungsi dari waktu siklik. 2. Ke-2 nya berasal dari lokasi awal retak yang sama. 3. Ke-2 nya memiliki arah yang sama (parallel ridges). 4. Ke-2 nya tidak hadir pada logam-logam yang terlalu keras atau terlalu lunak. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 8
  • 11. Perbedaan striasi dan beach marks adalah sebagai berikut: 1. Ukuran striasi adalah mikroskopis (1 ÷ 100 µ) dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. 2. Ukuran beach marks adalah makroskopis (> 1000 µ atau 1 mm) dan dapat dilihat dengan mata telanjang. 3. Striasi mewakili majunya ujung retakan yang bergerak setiap satu siklus pembebanan, sedangkan beach marks mewakili posisi dari ujung retakan ketika beban siklik berhenti untuk satu perioda tertentu. (satu beach mark dapat terdiri atas ratusan bahkan ribuan buah striasi). Latihan: 1.1 Carilah sah satu contoh gambar/photo penampang patah lelah (fatigue fracture), berilah keterangan posisi awal retak, arah penjalaran retakan dan daerah patah akhirnya. Jelaskan jenis material, jenis beban yang bekerja, dan jelaskan pula secara kualitatif besarnya pembebanannya. 1.2 Buatlah skematis penampang patahan dari kedua gambar berikut dan tunjukkan posisi awal retak, arah perambatan retakan, patah akhir dan jenis bebannya. Gambar Permukaan Patah Lelah dari Porors Baja AISI 1040 steel (~30 HRC). Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 9
  • 12. Gambar Permukaan Patahan dari Batang Piston Mesin Forging berdiameter 200mm dari Bahan Baja Paduan. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 10
  • 13. II. ASPEK METALURGIS PADA KELELAHAN LOGAM Kelelahan logam diawali dengan pembentukan awal retak dan dilanjutkan dengan penjalaran retakan hingga komponen mengalami patah. Lokasi awal retak pada komponen atau logam yang mengalami pembebanan dinamis atau siklik adalah pada titik daerah dimana memiliki kekuatan yang paling minimum dan atau pada titik daerah dimana mengalami tegangan yang paling maksimum. Oleh karena itu untuk memperkirakan umur lelah suatu komponen merupakan suatu hal yang cukup sulit, hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi umur lelahnya. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Pembebanan: a. Jenis beban: uniaksial, lentur, puntir. b. Pola beban: periodik, random. c. Besar beban (besar tegangan). d. Frekwensi siklus beban. 2. Kondisi material. a. Ukuran butir. b. Kekuatan. c. Penguatan dengan larutan padat. d. Penguatan dengan fasa ke-2. e. Penguatan regangan. f. Struktur mikro. g. Kondisi permukaan (surface finish). h. Ukuran Komponen. 3. Proses pengerjaan. a. Proses pengecoran. b. Proses pembentukan. c. Proses pengelasan. d. Proses pemesinan. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 11
  • 14. e. Proses perlakuan panas. 4. Temperatur operasi. 5. Kondisi lingkungan. 2.1 Pengaruh Pembebanan Parameter pembebanan yang berpengaruh terhadap kelelahan logam adalah tegangan rata-rata, σm dan tegangan amplitudo, σa serta frekwensi pembebanan. 2.1.1 Pengaruh Tegangan Rata-rata Gambar. 2.1 Pengertian tegangan siklik. Tegangan amplitudo: Sa = σa = (σmax - σmin) / 2 (2.1) Tegangan rata-rata: Sm = σm = (σmax + σmin) / 2 (2.2) Rasio tegangan: R = σmin / σmax (2.3) Besarnya tegangan rata-rata yang bekerja akan menentukan terhadap besarnya tegangan amplitudo yang diijinkan untuk mencapai suatu umur lelah tertentu. Bila tegangan rata-rata sama dengan 0 atau rasio tegangan sama dengan -1, maka besarnya tegangan amplitudo yang diijinkan adalah nilai batas lelahnya (Se). Dengan Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 12
  • 15. demikian jika tegangan rata-ratanya semakin besar maka tegangan amplitudonya harus diturunkan. Hal ini terlihat pada alternatif diagram Goodman atau pada diagram-diagram lainnya, lihat Gambar 2.2 berikut ini: Gambar. 2.2 Diagram-diagram batas tegangan terhadap kelelahan logam. Persamaan-persamaan yang digunakan pada diagram batas tegangan seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2 diatas adalah sebagai berikut: a. Soderberg (USA, 1930): Sa/Se + Sm/Syt = 1 (2.4) b. Goodman (England, 1899): Sa/Se + Sm/Sut = 1 (2.5) c. Gerber (Germany, 1874): Sa/Se + (Sm/Sut)2 = 1 (2.6) d. Morrow (USA, 1960s): Sa/Se + Sm/σf = 1 (2.7) Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 13
  • 16. dimana, Se adalah batas lelah (endurance limit), Su adalah kekuatan tarik dan σf adalah tegangan patah sebenarnya (true fracture stress). Perbandingan dari tegangan amplitudo terhadap tegangan rata-rata disebut rasio amplitudo (A=Sa/Sm), sehingga hubungan antara nilai R dan A yaitu sebagai berikut: jika R=-1, maka A=~ (kondisi fully reversed) jika R=0, maka A=1 (kondisi zero to maximum) jika R=~, maka A=-1 (kondisi zero to minimum) Pada Gambar 2.2 diatas yang memperlihatkan aman tidaknya kondisi pembebanan terhadap kelelahan logam, berdasarkan hasil diskusi atas berbagai permasalahan, maka dapat dinyatakan sebagai berikut:  Diagram. a (Soderberg) adalah paling konservatif dan paling aman, atau digunakan pada kondisi nilai R mendekati 1.  Data hasil pengujian, cenderung berada diantara diagram. b dan c (Goodman dan Gerber).  Untuk baja keras (getas), diagram. b dan d (Goodman dan Morrow) hampir berimpit (sama).  Untuk baja lunak (ulet), diagram. D (Morrow) akan lebih akurat.  Pada kondisi R<1 (atau perbedaan tegangan rata-rata dan tegangan amplitudo cukup kecil), maka ke-4 diagram hampir sama (berimpit). Alternatif diagram Goodman seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 diatas adalah yang paling banyak digunakan, dan diagram Goodman yang lama (asli) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 dibawah ini, sekarang sudah tidak dipakai lagi. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 14
  • 17. Gambar. 2.3 Diagram Goodman. Pengaruh dari tegangan siklik (SN) terhadap tegangan rata-rata atau sebaliknya, dapat terlihat pada diagram master seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut ini. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 15
  • 18. AISI 4340 steel Su = 158, Sy = 147 kpsi. σmin = 20, σmax = 120, σm = 70, σa = 50 kpsi. Gambar. 2.4 Diagram master baja AISI 4340 untuk menentukan pengaruh dari tegangan rata-rata pada kelelahan logam. Untuk melihat pengaruh tegangan siklik (SN) terhadap umur lelah pada kondisi R=-1 (tegangan siklik sama dengan tegangan amplitudo) dapat dilihat pula pada diagram Haigh berikut ini. Gambar. 2.4 Diagram Haigh. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 16
  • 19. Jika tegangan siklik atau tegangan amplitudo meningkat, maka umur lelah akan semakin menurun, begitu pula dari pengaruh meningkatnya tegangan rata-rata, maka akan menyebabkan penurunan umur kelelahan logam. Tabel 2.1 Persamaan dan koordinat perpotongan pada kuadran ke-1 untuk Goodman dan kriteria kegagalan lainnya. Tabel 2.2 Persamaan dan koordinat perpotongan pada kuadran ke-1 untuk Gerber dan kriteria kegagalan lainnya. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 17
  • 20. 2.1.2 Pengaruh Tegangan Amplitudo, σa Seperti telah dijelaskan sebelumnya, tegangan amplituda akan sangat berpengaruh terhadap umur kelelahan logam. Perkiraan kelelahan pada pembebanan yang kompleks atau variabel, seringkali didasarkan pada hukum kerusakan non linier (linier damage rule) yang pertama kali diajukan oleh Palmgren (1924) dan dikembangkan oleh Miner (1945) sehingga metoda ini dikenal dengan hukum Miner. Hukum ini tidak selalu sesuai dengan kenyataan, sehingga muncullah berbagai alternatif yang lain seperti teori kerusakan non linier (oleh Collins), metoda perhitungan siklus (cycle counting) yaitu metoda perhitungan curah hujan rain flow counting (oleh Downing). 2.1.3 Pengaruh Frekwensi Pembebanan Pengaruh frekwensi ini dapat dilihat pada pengujian kelelahan logam dengan frekwensi ± 500÷10.000 siklus/menit, pada interval ini hampir tidak ada pengaruhnya terhadap kekuatan lelah materialnya. Sebagai contoh pada pengujian kelelahan baja dengan frekwensi 200÷5.000 siklus/menit, tidak menunjukkan adanya pengaruh tersebut terhadap batas lelahnya, tetapi pengujian pada frekwensi 100.000 siklus/menit, maka batas lelahnya akan semakin meningkat (karena pada frekwensi tinggi, deformasi plastis yang terjadi tidak sebesar pada frekwensi rendah). Pengaruh frekwensi tersebut terjadi pula pada logam-logam non ferro. 2.2 Pengaruh Kondisi Material Awal retak lelah terjadi dengan adanya deformasi plastis mikro setempat, dengan demikian komposisi kimia dan struktur mikro material akan sangat mempengaruhi kekuatan untuk menahan terjadinya deformasi plastis sehingga akan sangat berpengaruh pula terhadap kekuatan lelahnya. Parameter-parameter dari kondisi Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 18
  • 21. material yang mempengaruhi kekuatan lelah tersebut yaitu antara lain dijelaskan berikut ini. 2.2.1 Pengaruh Ukuran Butir Butir halus yang akan meningkatkan kekuatan luluh dan kekuatan lelah atau akan meningkatkan umur lelah logam, hanya dapat terjadi pada pembebanan siklik dengan kondisi HCF atau LCS (High Cycle Fatigue atau Low Cycle Stress/Strain), tetapi berdasarkan hasil experimen menunjukkan bahwa pada pembebanan siklik dengan kondisi sebaliknya yaitu LCF atau HCS (Low Cycle Fatigue atau High Cycle Stress/Strain), ternyata ukuran butir tidak berpengaruh terhadap umur lelah. Ukuran butir, pada satu sisi dapat meningkatkan umur lelah, tetapi disisi lain akan meningkatkan kepekaan terhadap takikan (notch). Spesimen yang halus permukaannya dan memiliki struktur berbutir halus, akan meningkatkan umur lelah, tetapi jika spesimen tersebut memiliki takikan, maka akan berumur lebih pendek jika berbutir halus. 2.2.2 Pengaruh Kekuatan Sebagai patokan kasar, baja memiliki batas lelah sebesar: Se = 0,5 Su (2.8) Hal ini terlihat pada Gambar. 2.5 dan 2.6 berikut ini: Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 19
  • 22. Gambar. 2.5 Pengaruh kekuatan tarik terhadap batas lelah. Gambar. 2.6 Hubungan antara batas lelah (lentur putar) dengan kekuatan tarik baja. Sedangkan untuk logam-logam non ferro (Cu, Ni, Mg, dan lain-lain) memiliki batas lelah sebesar: Se = 0,35 Su (2.9) Perbandingan Kekuatan lelah, Se dan kekuatan tarik, Su disebut rasio kelelahan. Jika pada spesimen tersebut memiliki takikan, maka rasio kelelahan akan menurun hingga 0,2÷0,3. Dengan demikian, semakin tinggi kekuatan tarik logam, maka akan semakin tinggi pula kekuatan Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 20
  • 23. lelahnya. Kekuatan tarik tersebut dapat ditingkatkan melalui mekanisme-mekanisme penguatan logam, yaitu antara lain:  Penguatan larutan padat  Penguatan fasa ke-2  Pengutan presipitasi  Penguatan regangan  Dan lain sebagainya Rasio kelelahan dari batas lelah karena pembebanan aksial hasil eksperimen adalah sebesar 0,6÷0,9 dan secara konsevatif diestimasi sebesar: Se (aksial) ≈ 0,7 Se (bending) (2.10) Sedangkan rasio kelelahan hasil eksperimen dengan uji lelah puntir dan bending atau lentur putar adalah sebesar 0,5÷0,6 dan hubungan tersebut secara teoritis dituliskan: Se (puntir) ≈ 0,577 Se (bending) (2.11) 2.2.3 Pengaruh Penguatan Larutan Padat Atom-atom asing akan menyebabkan distorsi kisi sehingga menghasilkan medan tegangan pada kisi kristal logam yang akan menghambat gerakan dislokasi yang pada akhirnya akan meningkatkan kekuatan logam termasuk batas lelahnya, apalagi jika atom asing tersebut yang larut padat interstisi, menimbulkan strain aging, maka akan lebih meningkatkan batas lelah logam seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 2.7 berikut ini. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 21
  • 24. Strain aging dari atom asing Efek atom asing Logam murni Gambar. 2.7 Pengaruh unsur paduan/atom asing terhadap batas lelah. 2.2.4 Pengaruh Fasa ke-2 Fasa ke-2 yang keras akan menghalangi gerakan dislokasi sehingga akan meningkatkan kekuatan logam. Parameter fasa ke-2 yang berpengaruh tersebut adalah: bentuk, ukuran dan distribusinya. Sebagai contoh baja yang memiliki struktur Ferit-Perlit dengan bentuk sementit lamelar dan speroidal, maka kekuatan statiknya relatif sama tetapi batas lelahnya dapat berbeda. Fasa ke-2 dengan bentuk lamelar akan memiliki batas lelah yang relatif lebih rendah (Gambar. 2.8), hal ini dikaitkan dengan bentuk tersebut akan lebih peka terhadap efek takikan, hal yang serupa terjadi pula pada fasa perlit atau karbida yang kasar, fasa alpha bebas dan austenit sisa. Sementit speroidal Sementit lamelar Gambar. 2.8 Pengaruh bentuk karbida terhadap batas lelah. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 22
  • 25. 2.2.5 Pengaruh Pengerasan Regangan Logam yang dikeraskan atau diperkuat melalui mekanisme pengerasan regangan, akan meningkatkan kekuatan statik dan sikliknya, hal ini dikarenakan penjalaran retakan akan menjadi lebih lambat pada logam yang telah mengalami pengerasan regangan (Gambar 2.9). Gambar. 2.9 Pengaruh pengerolan dingin terhadap kurva S-N baja. 2.2.6 Pengaruh Struktur Mikro Struktur mikro merupakan satu faktor disamping komposisi kimia yang sangat menentukan kekuatan logam, baik kekuatan statik maupun sikliknya (Gambar 2.10). Sebagai contoh baja yang memiliki struktur Martensit akan memiliki kekuatan statik yang relatif tinggi akan tetapi kekuatan lelahnya relatif lebih rendah (karena bersifat getas) dibandingkan baja dengan struktur Martensit temper (karena ada peristiwa strain aging pada ujung retakan). Batas lelah baja akan lebih tinggi lagi jika struktur yang dimilikinya adalah fasa Bainit. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 23
  • 26. Gambar. 2.10 Pengaruh struktur mikro terhadap rasio kelelahan. 2.2.7 Pengaruh Surface Finish Kelelahan logam merupakan suatu fenomena permukaan, sehingga kondisi permukaan (surface finish) logam akan sangat mempengaruhi batas lelahnya. Kondisi permukaan tersebut sangat ditentukan oleh perlakuan permukaan seperti:  Plating, dimana proses ini akan menghasilkan tegangan sisa tarik pada permukaan logam.  Thermal (proses diffusi), seperti karburisasi, nitriding, dan lainnya dapat menimbulkan tegangan sisa tekan pada permukaan logam.  Mechanical, misalnya shot peening, dapat menghasilkan tegangan sisa tekan pada permukaan logam. Dengan demikian proses perlakuan permukaan dapat menghasilkan tegangan sisa ataupun ketidakkontinyuan (takik, fillet, retak) pada permukaan logam yang akan sangat mempengaruhi batas lelah dari logam yang bersangkutan (Gambar 2.11 sampai 2.13). Disamping itu proses perlakuan permukaan yang dapat menghasilkan kekasaran permukaan tertentu pada baja akan menghasilkan suatu faktor Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 24
  • 27. koreksi permukaan dari komponen baja seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.14 dan 2.15. Gambar. 2.11 Pengaruh pelapisan chrom terhadap kurva S-N baja 4140. Gambar. 2.12 Pengaruh pelapisan nikel terhadap kurva S-N baja. Gambar. 2.13 Pengaruh shot peening terhadap kurva S-N baja lapis nikel. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 25
  • 28. Gambar. 2.14 Faktor koreksi kondisi permukaan pada komponen baja. Gambar. 2.15 Faktor koreksi kekasaran permukaan (RA : root mean square atau AA : Arithmetic Average) dan kekuatan dari komponen baja. Proses elektroplating nikel atau chrom dapat menyebabkan penurunan kekuatan lelah hingga 60 % dan semakin tebal lapisan akan semakin menurunkan kekuatan lelahnya, hal ini disebabkan oleh karena timbulnya tegangan sisa tarik pada permukaan logam yang dilapis yang relatif cukup tinggi. Solusi untuk menghindari pengaruh buruk dari proses ini adalah: Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 26
  • 29. 1. Dilakukan proses nitriding sebelum proses elektroplating. 2. Dilakukan proses shot peening sebelum atau setelah proses elektroplating. 3. Dilakukan proses stress relieving (baja = 260oC dan aluminium = 121oC) setelah proses elektroplating. Proses elektroplating cadmium dan seng tidak begitu berpengaruh terhadap kekuatan lelah, tetapi semua jenis proses elektroplating jika kurang kontrolnya dapat menimbulkan penggetasan hidrogen yang mempengaruhi kekuatan logamnya. Pada Gambar 2.16 dan 2.17 ditunjukkan skematis distribusi tegangan sisa pada batang yang dikenai pembebanan lentur (bending) dan beban aksial tarik. Gambar. 2.16 Tegangan sisa pada batang tanpa takikan yang dikenai beban lentur. Gambar. 2.17 Tegangan sisa pada batang bertakik yang dikenai beban tarik. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 27
  • 30. Berdasarkan Gambar 2.16 diatas dapat dijelaskan keadaan tegangan (Gambar 2.16e) pada permukaan batang yang mengalami beban lentur (Gambar 2.16d) yaitu sebagai berikut: 1. Pada titik1, permukaan batang mendekati titik luluh dan distribusi tegangan linier (Gambar 2.16a). 2. Jika beban lentur meningkat hingga titik 2, permukaan batang mulai mengalami luluh atau deformasi plastis (Gambar 2.16b). 3. Jika momen menurun hingga titik 3, maka batang akan memiliki distribusi tegangan sisa (Gambar 2.16c). Contoh lain dari tegangan sisa ini ditunjukkan pada Gambar. 2.17 dari batang pelat yang mengalami beban tarik siklik (Gambar 2.17d) dan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pada titik 1 akan menyebabkan luluh atau deformasi plastis pada ujung takikan dari material (Gambar 2.17b) dan jika beban dihilangkan (titik 2), maka material akan mendapat tegangan sisa tekan (Gambar 2.17c). 2. Jika terjadi beban siklik (titik 3 dan 4), maka tegangan pada ujung retakan akan mengalami siklik pula (Gambar 2.17e). Metoda lain untuk menghasilkan tegangan sisa adalah dengan pemberian teganga awal (prestressing atau presetting) yang dapat menyebabkan peningkatan kekuatan lelah dari batang bertakik dengan pembebanan aksial seperti ditunjukkan pada Tabel 2.3 berikut ini. Tabel.2.3 Batas lelah dari pelat berlubang dengan pembebanan aksial. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 28
  • 31. Presetting ini umumnya diterapkan pada komponen pegas ulir dan pegas daun dimana pemberian beban awal ini harus memiliki arah yang sama dengan pembebanan kerjanya. Presetting dapat pula menyebabkan penurunan kekuatan lelah 20÷50 % jika diterapkan pada pembebanan lentur putar. Proses perlakuan permukaan secara thermal misalnya karburising dan nitriding akan sangat menguntungkan terhadap ketahanan lelah seperti yang ditunjukkan pada Tabel. 2.4, hal ini dikarenakan proses tersebut menyebabkan peningkatan kekuatan permukaan material, dan menyebabkan pula timbulnya tegangan sisa tekan pada permukaannya yang disebabkan adanya perubahan volume. Demikian halnya pada proses perlakuan permukaan flame dan induction hardening. Tabel. 2.4 Pengaruh proses nitriding terhadap batas lelah. Selanjutnya proses perlakuan permukaan secara mekanis misalnya shot peening yang menyebabkan timbulnya tegangan sisa tekan pada permukaan material, akan sangat menguntungkan kekuatan atau lelah materialnya. Hal ini ditunjukkan pada Gambar. 2.18 dan 2.19 berikut ini. Gambar. 2.18 Pengaruh proses shot peening terhadap kurva S-N dari roda gigi yang dikarburisasi. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 29
  • 32. Gambar. 2.19 Pengaruh proses shot peening terhadap batas lelah dari baja baja kekuatan tinggi. 2.2.8 Pengaruh Ukuran Komponen Kelelahan merupakan fenomena permukaan, maka akan sangat ditentukan oleh ukuran permukaan. Semakin besar ukuran maka akan semakin besar pula kemungkinan terjadinya pembentukan awal retaknya, sehingga muncul faktor modifikasi batas lelah karena faktor ini yaitu sebagai berikut: Csize = 1 jika d ≤ 8 mm (2.12) Csize = 1,189 d-0,097 jika 8 mm < d ≤ 250 mm (2.13) Pengaruh ukuran ini berhubungan dengan lapisan tipis permukaan material yang terkena tegangan 95 % atau lebih. Gambar 2.20 menunjukkan semakin besar ukuran akan semakin besar pula volume dari permukaan material yang mengalami tegangannya. Gambar. 2.20 Gradien tegangan pada spesimen berukuran besar dan kecil. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 30
  • 33. Pengaruh ukuran ini ditunjukkan pada Tabel 2.5 berikut ini: Tabel. 2.5 Pengaruh ukuran terhadap batas lelah. Contoh Soal 2.1: Beberapa batang baja kekuatan tinggi akan dipergunakan sebagai lembaran pegas daun, pegas tersebut akan bekerja dengan kondisi tegangan zero to maximum (R=0) dengan 3 titik pembebanan. Lebar batang adalah 1 in dan tebal: 0,145 in. Pilihlah 2 kondisi perlakuan terhadap batang dibawah ini yang akan memberikan umur lelah tak berhingga dengan menggunakan persamaan Goodman sebagai perhitungannya. A. Kondisi as Heat Treated (Quench+Temper):  Kekerasan = 48 HRc (≈ 465 BHN).  Tegangan sisa pada permukaan = 0 ksi.  Kekasaran permukaan (AA) = 24 μin. B. Kondisi as Shot Peened:  Kekerasan = 49 HRc (≈ 475 BHN).  Tegangan sisa pada permukaan = -80 ksi.  Kekasaran permukaan (AA) = 125 μin. Jawab: * Untuk kondisi A: Kekuatan: Se = 100 ksi (BHN > 400) dan, Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 31
  • 34. Su = 0,5 BHN = 0,5 . 465 = 232 ksi Ukuran luas pelat pegas: A = w t = 1 . 0,145 = 0,145 in2 maka, Diameter ekuivalennya adalah: A = Л/4 dek2 = 0,145 dek = 0,43 in = 10.92 mm sehingga, *Faktor modifikasi pengaruh ukuran: Csize = 1,189 d-0,097 = 1,189 (10,92)-0,097 = 0,94 *Faktor modifikasi pengaruh pembebanan adalah 1 karena pembebanan berupa lentur atau bending. Karena kekasaran permukaannya = 24 μin, maka sesuai dengan Gambar 2.15 dapat diketahui; *Faktor modifikasi pengaruh kekasaran permukaan yaitu sebesar = 0,75 Dengan demikian batas lelah setelah memperhitungkan faktor-faktor modifikasinya adalah: S’e=Se . Csize . CLoad . Csurf finish=100 . 0,94 . 1 . 0,75= 70,5 ksi Maka tegangan yang diijinkan bekerja pada pegas tersebut: σa / Se + σm / Su = 1 Untuk pembebanan zero to max atau R=0 maka, σa = σm = σmax / 2 = σ sehingga, σ / Se + σ / Su = 1 σ / 70,5 + σ / 232 = 1 maka, σ = 54 ksi sehingga, σmax = 108 ksi Untuk kondisi A, pegas tersebut dapat bekerja dengan umur tak berhingga dengan siklus tegangan antara 0 ÷ 108 ksi. (aktualnya adalah antara 0 ÷ 100 ksi, dengan demikian perhitungan diatas memiliki faktor kesalahan: 8 %). Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 32
  • 35. * Untuk kondisi B: Kekuatan: Se = 100 ksi (BHN > 400) dan, Su = 0,5 BHN = 0,5 . 475 = 238 ksi Karena kekasaran permukaannya = 125 μin, maka sesuai dengan Gambar. 23 dapat diketahui; *Faktor modifikasi pengaruh kekasaran permukaan yaitu sebesar = 0,58 Dengan demikian batas lelah setelah memperhitungkan faktor-faktor modifikasinya adalah: S’e=Se . Csize . CLoad . Csurf finish=100 . 0,94 . 1 . 0,58= 54,5 ksi Karena pengaruh tegangan sisa dipermukaan sebesar -80 maka: σa / Se + σm / Su = 1 dan, σa = σm = σmax / 2 = σ sehingga, σ / Se + {(σ-80) / Su} = 1 σ / 54,5 + {(σ-80) / 238} = 1 maka, σ = 59,3 ksi sehingga, σmax = 118,6 ksi Untuk kodisi B, pegas tersebut dapat bekerja dengan umur tak berhingga dengan siklus tegangan antara 0÷118,6 ksi. (aktualnya adalah antara 0÷140 ksi, dengan demikian perhitungan diatas memiliki faktor kesalahan: 15 %). Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 33
  • 36. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 34
  • 37. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 35
  • 38. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 36
  • 39. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 37
  • 40. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 38
  • 41. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 39
  • 42. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 40
  • 43. 2.3 Pengaruh Proses Pengerjaan Pada dasarnya setiap ketidakkontinyuan dan ketidakseragaman pada material akan berpengaruh langsung terhadap penjalaran retak lelah atau ketahanan lelah material, ketidakkontinyuan ini dapat berupa takikan dari geometri komponen ataupun berupa retakan dan rongga sebagai akibat suatu proses pengerjaan. Selain itu ketidakseragaman yang berupa ketidakmohogenan struktur ataupun berupa segregasi dari suatu proses pengerjaan akan sangat berpengaruh pula terhadap ketahanan lelah material. 2.3.1 Pengaruh Proses Pengecoran Hal-hal yang berpengaruh terhadap ketahanan lelah logam sebagai akibat negatif dari proses pengecoran adalah:  Segregasi (terutama segregasi makro)  Cacat rongga  Porositas  Retak panas  Terak, slag atau inklusi  Dan lain-lain. Gambar. 2.21 Cacat-cacat coran. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 41
  • 44. 2.3.2 Pengaruh Proses Pembentukan Logam hasil proses pembentukan akan memiliki batas lelah yang lebih tinggi dari benda coran, namun cacat-cacat dari suatu proses pembentukan akan sangat merugikan pula terhadap batas lelah logam yang dihasilkan. Cacat-cacat tersebut antara lain:  Cacat laps atau seams (berupa lipatan) pada permukaan produk tempa atau roll.  Oksida yang terjebak pada lipatan di permukaan produk tempa atau roll.  Permukaan yang kasar.  Dan lain-lain. Pada Gambar 2.22, Tabel 2.6 dan Gambar 2.23 ditunjukkan pengaruh proses pembentukan terhadap ketahanan lelah baja, dan pada Gambar 2.24 ditunjukkan pula pengaruh anisotrop yang dihasilkan dari proses pembentukan logam serta Gambar 2.25 memperlihatkan jenis-jenis cacat proses pembentukan. Gambar. 2.22 Pengaruh pengerolan dingin terhadap kurva S-N baja. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 42
  • 45. Tabel. 2.6 Kekuatan lelah pada 105siklus dari baut baja AISI 8635 Gambar. 2.23 Pengaruh penempaan terhadap batas lelah baja. Gambar. 2.24 Pengaruh anisotrop terhadap ketahanan patah. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 43
  • 46. Gambar. 2.25 Cacat-cacat proses tempa dan ekstrusi. 2.3.2 Pengaruh Proses Pengelasan Proses pengelasan melibatkan pencairan dan pembekuan, maka segala jenis cacat-cacat coran dapat terjadi didaerah logam las. Sedangkan daerah terpengaruh panas (Heat Affected Zone) dapat terjadi perubahan struktur mikro yang menghasilkan fasa getas dan butir kasar, hal ini akan sangat merugikan ketahanan lelah sambungan lasan disamping adanya tegangan sisa tarik pada daerah tersebut. Pada Gambar 2.26 ditunjukkan jenis-jenis cacat lasan. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 44
  • 47. Gambar. 2.26 Cacat-cacat lasan. 2.3.3 Pengaruh Proses Pemesinan Kondisi permukaan logam sangat berpengaruh terhadap umur lelahnya, permukaan yang kasar merupakan tempat yang tegangan lokalnya tinggi sehingga dapat menjadi lokasi awal retak lelah. Dengan demikian proses pemesinan yang menentukan kekasaran permukaan logam akan menentukan pula terhadap ketahanan lelahnya disamping timbulnya tegangan sisa sebagai akibat deformasi plastis pada saat pembentukan geram dalam operasi pemesinan tersebut (Gambar. 2.27), bahkan jika tegangan sisa tarik muncul yang cukup besar seperti dalam proses penggerindaan yang cukup berat, dapat menimbulkan retak rambut (Gambar 2.28). Gambar. 2.27 Pengaruh proses penggerindaan terhadap kurva S-N baja. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 45
  • 48. Gambar. 2.28 Cacat-cacat proses pemesinan. 2.3.5 Pengaruh Proses Perlakuan Panas Pengaruh dari proses perlakuan panas yang dapat menurunkan kekuatan lelah adalah:  Over heating yang menyebabkan butir kasar.  Over heating yang menyebabkan pencairan fasa bertitik cair rendah.  Retak quench.  Tegangan sisa  Dekarburisasi (Tabel 2.7).  Dan lain-lain. Tabel. 2.7 Pengaruh dekarburisasi terhadap batas lelah. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 46
  • 49. 2.4 Pengaruh Temperatur Operasi Pada temperatur tinggi, kekuatan logam akan menurun sehingga deformasi plastis akan lebih mudah terjadi dan batas lelah menjadi tidak jelas (hilang) yang disebabkan oleh karena pengaruh mobilitas dislokasi (lihat Gambar 2.29). Room Temperature High Temperature (750oC) Gambar 2.29. Pengaruh temperatur terhadap batas lelah baja. 2.5 Pengaruh Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan yang korosif akan menyerang permukaan logam dan menghasilkan lapisan oksida atau produk korosi. Umumnya oksida adalah sebagai lapis lindung dan dapat mencegah kerusakan korosi selanjutnya, tetapi pembebanan siklik dapat menyebabkan pecahnya lapisan tersebut dan kerusakan korosi berikutnya sehingga timbul korosi sumuran yang berfungsi sebagai takikan. Hal itulah yang menyebabkan penurunan kekuatan lelah, pengaruh lingkungan korosif ini menurunkan kekuatan lelah logam hingga 10 % serta dapat menyebabkan batas lelah menjadi tidak jelas (hilang) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.30, 2.31 dan Tabel 2.8 dan 2.9 berikut ini. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 47
  • 50. Gambar 2.30. Pengaruh lingkungan terhadap kurva S-N baja. Gambar 2.31. Pengaruh kekuatan tarik terhadap korosi-lelah berbagai jenis baja. Tabel. 2.8 Kekuatan lelah baja pada beberapa kondisi lingkungan. Tabel. 2.9 Pengaruh perlakuan permukaan terhadap korosi-lelah baja. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 48
  • 51. Gambar. 2.32 Pengaruh lingkungan dan variabel metalurgis lainnya terhadap batas lelah. Latihan: 2.1 Batang silinder berdiameter 2,5 in dan memiliki kekasaran permukaan 125 μ in terbuat dari bahan baja AISI 1035 dengan kekuatan tarik, Su = 92 Ksi. Tentukanlah beban yang akan menghasilkan umur tak berhingga untuk kondisi: pembebanan aksial bolak-balik (R=-1) dan pembebanan puntir bolak-balik (R=-1). 2.2 Gambarlah grafik hubungan antara kekuatan lelah, Se dengan kekuatan tarik, Su dengan berbagai kondisi permukaan hasil perlakuan proses: Hot Rolling, Machining, Forging dan Poleshing. (Gunakanlah Gambar. 2.14). 2.3 Suatu baja paduan memiliki kekuatan tarik, Su = 100 ksi. Baja tersebut diproses shot peening sehingga menghasilkan tegangan sisa -50 ksi yang menyebabkan peningkatan kekerasan dari 200 BHN menjadi 250 BHN serta peningkatan kekasaran permukaan dari 5 menjadi 50 μ in. Estimasilah kekuatan lelah baja tersebut sebelum dan setelah perlakuan shot peening. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 49
  • 52. 2.4 Poros baja kondisi A hasil proses pemesinan akan diganti oleh poros baja kondisi B hasil proses forging. Tentukanlah diameter dari poros pengganti tersebut yang akan dipakai pada pembebanan puntir bolak-balik yang menghasilkan umur 106 siklus. Poros A: Su = 80 Ksi Surface finish, AA = 125 μ in (machined) Diameter = 1,5 in Poros B: Su = 90 Ksi Surface finish, AA = as forged Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 50
  • 53. III. KONSEP S-N Konsep tegangan-siklus (S-N) merupakan pendekatan pertama untuk memahami fenomena kelelahan logam. Konsep ini secara luas dipergunakan dalam aplikasi perancangan material dimana tegangan yang terjadi dalam daerah elastik dan umur lelah cukup panjang. Metoda S-N ini tidak dapat dipakai dalam kondisi sebaliknya (tegangan dalam daerah plastis dan umur lelah relatif pendek), hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Umur lelah yang diperhitungkan dalam metoda S-N ini adalah umur lelah tahap I (inisiasi retak lelah) dan umur lelah II (propagasi retakan). Total = Elastic and Plastic HCF Elastic LCF Plastic LCF atau PCS HCF atau ECS HCS=High Cycles Stress/Strain LCF=Low Cycles Fatigue LCS=Low Cycles Stress/Strain PCS=Plastic Cycles Strain HCF=High Cycles Fatigue ECS=Elastic Cycles Strain Gambar. 3.1 Pembagian daerah umur lelah dalam kurva S-N. Batas daerah pada Gambar 41 tersebut diatas adalah antara 10÷105 tergantung jenis materialnya (baja: ±104 siklus). Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 51
  • 54. Dasar dari metoda S-N ini adalah diagram Wohler atau diagram S-N yang secara experimen didapat dari pengujian lelah lentur putar dengan tegangan yang bekerja berfluktuasi secara sinusiodal antara tegangan tarik dan tekan, sebagai contoh adalah pada pengujian R.R Moore dengan 4 titik pembebanan pada frekwensi 1750 rpm terhadap spesimen silindris berdiameter 0,25÷0,3 in. Kurva hasil pengujian ini ditunjukkan pada Gambar 3.2, 3.3 dan 3.4 berikut ini. Gambar. 3.2 Kurva S-N baja AISI 1045. Gambar. 3.3 Kurva S-N aluminium 2024-T4. Gambar. 3.4 Kurva S-N beberapa baja yang diplot dalam rasio Se/Su. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 52
  • 55. Kekuatan lelah atau batas lelah (endurance limit), Se adalah tegangan yang memberikan umur tak berhingga. Sebagai Contoh pada nilai batas lelah baja AISI 1045 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2 diatas yaitu sebesar 50 ksi. Kebanyakan jenis baja dengan kekuatan tarik dibawah 200 ksi memiliki nilai batas lelah sebesar 0,5 dari kekuatan tariknya, hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.7 dan Gambar 3.4 diatas. Tegangan dibawah batas lelah akan menyebabkan logam aman terhadap kelelahan, hal ini disebabkan karena gerakan dislokasinya akan terhambat oleh atom-atom asing interstisi sehingga tidak akan menghasilkan PSB (Presistant Slip Band). Batas lelah logam-logam BCC (Body Centered Cubic) akan tidak jelas sehingga kurvanya menjadi kontinyu jika mengalami kondisi sebagai berikut:  Over load periodik (sehingga dislokasi mengalami unlock atau unpin).  Lingkungan yang korosif.  Temperatur tinggi (sehingga mobilitas dislokasi tinggi). Pada logam-logam FCC (Face centered Cubic), batas lelahnya tidak jelas atau kurvanya kontinyu (Gambar 3.5), sehingga kekuatan lelahnya ditentukan dari nilai tegangan yang memberikan umur: 5X108 siklus. BCC Metals FCC Metals Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 53
  • 56. Gambar. 3.5 Perbandingan kurva S-N pada logam BCC dan FCC. Kurva S-N baja dapat diestimasi dari rasio kelelahan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 dan 3.4 yaitu ditunjukkan pada Gambar 3.6 berikut ini. Gambar. 3.6 Estimasi kurva S-N untuk Baja. Hubungan tegangan siklik, S dan umur lelah, N (siklus): S = 10C Nb (untuk: 103 < N < 106) (3.1) atau: N = 10-C/b S1/b (untuk: 103 < N < 106) (3.2) Eksponen C dan b ditentukan sebagai berikut: b = - 1/3 log (S1000/Se) (3.3) C = log {(S1000)2/Se} (3.4) Batas lelah: Se = 0,5 Su (Su ≤ 200 ksi atau 1379 Mpa) (3.5) Se = 0,25 BHN (BHN ≤ 400) (3.6) Se = 100 ksi atau 689,5 Mpa (3.7) (Su > 200 ksi atau 1379 Mpa) Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 54
  • 57. Tegangan siklik yang menghasilkan umur 1000 siklus: S1000 = 0,9 Su (3.8) Estimasi hubungan S-N (untuk: 103 < N < 106) adalah: S = 1,62 Su N-0,085 (3.9) atau S = 0,81 BHN N-0,085 (3.10) Berdasarkan persamaan garis lurus (Y=mX+C) dari Gambar 3.6 diatas, estimasi hubungan S-N (untuk: 103 < N < 106 atau Se<S<S1000) adalah: S=-[(S1000 – Se)/(106 – 103)] N + S1000 =-(S1000 – Se) 10-6 N + S1000 =-(0,9 Su – 0,5 Su) 10-6 N + 0,9 Su =-0,4 Su 10-6 N + 0,9 Su =Su (0,9 – 0,4 10-6 N) S/Su=k=0,9 – 0,4 10-6 N 0,4 10-6 N = 0,9 – k maka: N = [(0,9-k)/0,4] 106 (3.11) Untuk N>106 siklus: Sa/Sb = (Nb/Na)R (3.12) dimana: Sa = Kekuatan lelah pada umur Na Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 55
  • 58. Sb = Kekuatan lelah pada umur Nb Na = Umur lelah pada kekuatan lelah Sa Nb = Umur lelah pada kekuatan lelah Sb R = Rasio tegangan = σmin / σmax Pada tegangan siklik, S atau SN sebesar tegangan patah sebenarnya, σf maka umur lelah adalah sebesar 1 atau ¼ siklus. Hubungan tegangan maksimum, σmax dengan batas lelah dan kekuatan tarik, dapat dirumuskan sebagai berikut: σmax = (2 Se Su) / {Se + Su + R (Se – Su)} (3.13) Contoh Soal 3.1: Suatu komponen baja dengan Su = 150 ksi dan Se = 60 ksi mengalami pembebanan siklik dengan tegangan maksimum 110 ksi dan tegangan minimum 10 ksi. Dengan menggunakan persamaan Goodman, tentukan umur komponen baja tersebut. Jawab: σmax = 110 Ksi σmin = 10 Ksi σa = ( 110 – 10 ) : 2 = 50 Ksi σm = (110 + 10 ) : 2 = 60 Ksi dari persamaan Goodman: σa /Se + σm /Su = 1 σa /SN + σm /Su = 1 50/SN + 60/150 = 1 SN = 83 Ksi Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 56
  • 59. Jika diplot pada Diagram haigh: σa S1000=0,9Su=110 83 Se=0,5Su=60 σm 60 Su=150 Maka umur komponen akan berada pada siklus antara 103 ÷ 106 dengan nilai tegangan siklik sebesar 83 Ksi. Jika diplot pada Diagram S-N: S (Ksi) 110 83 60 N (siklus) 103 106 dapat dihitung berdasarkan persamaan S-N: S = 1,62 . Su . N-0,085 Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 57
  • 60. 83 = 1,62 . 150 . N-0,085 N = 3,1 . 105 Siklus Contoh Soal 3.2: Suatu batang komponen baja dengan kekuatan tarik, Su = 114 Ksi memiliki lebar 1 inch dan tebal ¼ inch dan pada kedua sisinya terdapat takikan ½ lingkaran dengan radius 1/10 inch. Tentukan umur lelah komponen tersebut jika dikenai beban berulang (R=-1) dengan amplitudo beban 10 Kips. Jawab. Penampang sisa, Anet = ¼ . 0,8 = 0,2 in2 Maka: Snet = P/Anet = 10 Kips / 0,2 in2 = 50 Ksi Berdasarkan persamaan S-N, sehingga: S = 1,62 . Su . N-0,085 50 = 1,62 . 114 . N-0,085 N = 4,7 . 106 Siklus Latihan: 3.1 Baja dengan kekuatan tarik, Su = 100 Ksi. Prediksikanlah tegangan siklik yang diijinkan yang akan memberikan umur: 103 dan 106 siklus. Ulangi prediksi tersebut untuk baja dengan kekuatan tarik 220 Ksi. Gambarkan pula skematis kurva S-N nya. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 58
  • 61. 3.2 Estimasikanlah kekerasan minimum (BHN) dari baja yang akan dipakai sebagai suatu komponen yang mendapat tegangan siklik ± 100 Ksi dan harus berumur 500.000 siklus. 3.3 Estimasikanlah umur lelah (dalam siklus) yang direncanakan terhadap komponen: batang torak pada mesin otomotif, handle rem sepeda motor dan engsel pintu. Berikanlah penjelasannya. 3.4 Suatu baja dengan kekuatan tarik, Su = 70 Ksi dan kekuatan lelah, Se = 33 Ksi. Tentukanlah tegangan maksimum (zero to max, R = 0) yang memberikan umur lelah: 103 dan 106 siklus. Gunakanlah persamaan Goodman dalam prediksi tersebut. 3.5 Suatu komponen mengalami tegangan siklik: σmax = 75 Ksi dan σmin = -5 Ksi. Jika komponen tersebut terbuat dari baja dengan kekuatan tarik, Su = 100 Ksi, prediksikanlah umur lelahnya. 3.6 Pendekatan lain dalam memprediksi umur lelah adalah dengan persamaan Basquin (1910): σa = (σf - σm) (2Nf)b dimana: σf = kekuatan patah sebenarnya (true fracture strength) b = eksponen kekuatan lelah 2Nf = umur kegagalan (cycles to failure) Jika Su = 75 Ksi, σf = 120 Ksi dan b = -0,085. Tentukanlah tegangan siklik yang diijinkan (σa) yang dapat bergabung dengan σm sebesar 40 ksi dan memberikan umur lelah 5.105 siklus. Bandingkan pula hasilnya jika prediksi dilakukan melalui persamaan Goodman. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 59
  • 62. IV. KONSEP ε-N Metoda ε-N didasarkan pada observasi terhadap banyak komponen yang merupakan respon material pada lokasi-lokasi kritis (takikan). Metoda ε-N ini memprediksi umur lelah tahap I (pembentukkan awal retak) saja, hal ini berbeda dengan metoda S-N yang memprediksi umur lelah tahap I dan II (penjalaran retak). Pada kondisi pembebanan rendah (HCF/LCS/ECS) akan menghasilkan Load Controlled Test (S-N) dan Strain Controlled Test (ε-N) yang equivalen. Metoda ε-N ini merupakan suatu metoda yang sangat berguna untukmengevaluasi umur lelah dari komponen yang memeiliki takikan. 4.1 Perilaku Material 4.1.1 Perilaku Tegangan-Regangan Monotonik Suatu pengujian tarik monotonik pada spesimen uji, pada umumnya adalah untuk menentukan perilaku tegangan-regangan teknis dari suatu material (Gambar 4.1). Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 60 (a) (b)
  • 63. Gambar 4.1 (a) Spesimen uji tarik sebelum dan pada saat terdeformasi. (b) perbandingan tegangan-regangan teknis dan sebenarnya. Keterangan Gambar 4.1 diatas adalah: P=beban lo=panjang awal do=diameter awal Ao=luas penampang awal l=panjang sebenarnya d=diameter sebenarnya A=luas penampang sebenarnya Persamaan tegangan-regangan: Tegangan teknis, S = P/Ao (4.1) Regangan teknis, e = ∆l/lo = (l-lo)/lo (4.2) Tegangan sebenarnya, σ = P/A (4.3) Regangan sebenarnya, ε = ∫l dl/l = ln l/lo (4.4) lo Hubungan tegangan-regangan teknis dan sebenarnya: ∆l= l-lo l=lo - ∆l maka, ε=ln [(lo+∆l)/lo] = ln (1+∆l/lo) = ln (1+e) (4.5) Hubungan tersebut berlaku sampai titik maksimum (necking) dimana pada daerah tersebut deformasi yang terjadi secara homogen sehingga berlaku pula hubungan volume konstan. Maka hubungan tegangan teknis dan sebenarnya pada daerah ini adalah: Ao lo = Al Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 61
  • 64. Ao / A = l/lo ε = ln l/lo = ln Ao/A = ln (1+e) S = F/Ao σ = F/Ao = S Ao /A = S (1+e) (4.6) Regangan total yang terjadi pada saat deformasi adalah jumlah dari regangan elastis dan regangan plastis. εt = εe + εp (4.7) secara skematis, regangan total ini ditunjukkan pada Gambar 4.1 dibawah ini. Gambar 4.2 Regangan elastis dan plastis. Hubungan tegangan-regangan pada daerah elastis, dinyatakan oleh persamaan Hooke: εe = σ/E (4.8) dimana, E=Modulus elastisitas. Sedangkan hubungan tegangan-regangan plastis, mengikuti persamaan tegangan alir sebagai berikut: Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 62
  • 65. σ = K εpn εp = (σ/K)1/n (4.9) dimana, K=keofisien kekuatan n=exponen pengerasan regangan: Su/Sy = (n/offset)n exp (-n) Dari hubungan tegangan-regangan pada titik patah (fracture): σf = Ff/Af εf = ln Ao/Af = ln 1/(1-q) σf = K εfn maka, K = σf/εfn (4.10) sehingga: εp = [σ/ (σf/εfn )]1/n = [(σ εfn)/ σf]1/n = εf (σ/σf)1/n (4.11) dari Persamaan 4.7 dan 4.8 maka: εt = σ/E + (σ/K)1/n (4.12) 4.1.2 Perilaku Tegangan-Regangan Siklik Kurva tegangan-regangan monotonik telah lama dipergunakan dalam menentukan parameter desain untuk membatasi tegangan- tegangan yang terjadi pada struktur teknik dan komponen yang mengalami pembebanan statis. Demikian halnya dengan kurva tegangan-regangan siklik, adalah dipergunakan untuk memperkirakan ketahanan struktur dan komponen yang mengalami pembebanan siklik atau dinamis (beban berubah-ubah atau berulang-ulang). Gambar 4.3 menunjukkan kurva histerisis loop sebagai respon material terhadap pembebanan siklik. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 63
  • 66. Gambar 4.3 Diagram histerisis (hysteresis loop). Tegangan-regangan amplitudo: εa = ∆ε/2 (4.13) σa = ∆σ/2 (4.14) Regangan total: ∆ε = ∆εe + ∆εp (4.15) Regangan amplitudo total: ∆ε/2 = ∆εe/2 + ∆εp /2 (4.16) Dengan substitusi dari hukum Hooke, maka: ∆ε/2 = ∆σ /2 + ∆εp /2 (4.17) 4.1.2 Perilaku Transient: Regangan Siklik Hardening dan Regangan Siklik Softening Respon tegangan regangan dari logam, seringkali berubah secara drastis pada pembebanan siklik. Perubahan ini tergantung pada kondisi logamnya (hardening dan tempering atau annealing) yang meliputi:  Cyclically harden  Cyclically soften Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 64
  • 67. Stabil  Campuran antara soften dan harden Pada Gambar 4.4 ditunjukkan respon tegangan dari suatu material yang mengalami pembebanan regangan (b) dan respon regangan- regangan untuk dua siklus (c). Pada gambar tersebut terlihat peningkatan tegangan pada setiap siklus regangan, sebaliknya penurunan tegangan dari siklik sotening diperlihatkan pada Gambar 4.5. Gambar 4.4 Siklik hardening: (a) Amplitudo regangan konstan. (b) Respon tegangan. (c) Respon tegangan-regangan siklik. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 65
  • 68. Gambar 4.4 Siklik softening: (a) Amplitudo regangan konstan. (b) Respon tegangan. (c) Respon tegangan-regangan siklik. Respon tegangan-regangan siklik untuk terjadinya siklik hardening atau softening adalah tergantung pada kestabilan substruktur dislokasinya, secara umum:  Pada material lunak, awalnya kerapatan dislokasinya rendah, dengan adanya cyclic plastic straining maka kerapatan dislokasinya akan meningkat sehingga menjadi bertambah keras atau kuat (siklik hardening).  Pada material keras, adanya cyclic plastic straining akan menyebabkan terjadinya pengturan dislokasi sehingga menurunkan ketahanan terhadap deformasi (siklik softening). Manson memprediksi fenomena siklik hardening atau softening dari suatu material berdasarkan sifat-sifat monotoniknya (Gambar 4.6), yaitu:  σuts / σys > 1,4 maka material akan mengalami siklik hardening.  σuts / σys < 1,2 maka material akan mengalami siklik softening. Perilaku siklik ini dapat pula diprediksi bedasarkan nilai eksponen pengerasan regangan monotonik, yaitu:  n > 0,2 maka material akan mengalami siklik hardening.  n < 0,1 maka material akan mengalami siklik softening. Pada umumnya perilaku siklik hardening atau softening terjadi hanya pada awal kelelahan (±20÷40% umur lelah) dan selanjutnya adalah stabil (±50% umur lelah). Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 66
  • 69. Gambar 4.6 Kurva tegangan-regangan siklik dan monotonik. 4.2 Hubungan Tegangan-Regangan siklik Seperti halnya dalam kondisi monotonik, maka hubungan tegangan-regangan pada kondisi siklik dapt dinyatakan sebagai berikut: σ = K’ εpn’ (4.18) dimana, σ =tegangan amplitudo K’=konstanta tegangan siklik εp=regangan plastis siklik n’=koefisien pengerasan regangan siklik, ditentukan dari plot log-log tegangan-regangan siklik, secara umum untuk logam besarnya adalah: 0,1÷0,25 rata-rata: 0,15 sehingga: εp = (σ/K’)1/n (4.19) maka sesuai dengan Persamaan (4.7) dan (4.12): ε = σ/E + (σ/K’)1/n’ (4.20) Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 67
  • 70. Gambar 4.7 Plot log-log tegangan-regangan siklik. dan regangan amplitudonya sesuai dengan Persamaan (4.16) yaitu: ∆ε/2 = ∆σ/2E + (∆σ/2K’)1/n’ (4.21) Atau total regangannya adalah: ∆ε = ∆σ/E + 2(∆σ/2K’)1/n’ (4.22) Contoh Soal 4.1: Material dengan sifat-sifat mekanik sebagai berikut:  E=30. 103 ksi  n’=0,202  K’=174,6 ksi Material tersebut dikenai regangan berulang (fully reversed) dengan range regangan, ∆ε=0,04. Tentukan respon tegangan-regangan dari material tersebut. Jawab: Gambar dibawah ini menunjukkan sejarah regangannya, pada pembebanan awal (titik. 1): ε1 = σ1/E + (σ1/K’)1/n’ 0,02= σ1/30.103 + (σ1/174,6)1/0,202 Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 68
  • 71. σ1=77,1 ksi Regangan amplitudo: ∆ε = ∆σ/E + 2(∆σ/2K’)1/n’ 0,04= ∆σ/30.103 + 2(∆σ/(2. 174,6))1/0,202 ∆σ=154,2 ksi Tegangan pada titik. 2: ε2 = ε1 - ∆ε = 0,02 – 0,04 = -0,02 σ2 = σ1 - ∆σ = 77,1 – 154,2 = -77,1 ksi 4.3 Kurva ε-N (Regangan-Siklus) Tahun 1910, Basquin meneliti bahwa data S-N (regangan elastik) dapat di plot secara linier dalam skala log-log: ∆σ/2 = σ’f (2Nf)b (4.23) dimana, ∆σ/2 =amplitudo tegangan σ’f =konstanta kekuatan (tegangan) lelah 2Nf =jumlah siklus kegagalan (1 putaran=1/2 siklus) b =eksponen kekuatan (tegangan) lelah atau eksponen Basquin=-0,05÷-0,12 ; rata-rata=-0,085 Pada tahun 1950-an, Coffin dan Manson (sendiri-sendiri) menemukan data εp-N juga linier dalam koordinat log-log: Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 69
  • 72. ∆εp/2 = ε’f (2Nf)c (4.24) dimana, ∆εp/2 =amplitudo regangan plastis ε’f =konstanta keuletan (regangan) lelah (untuk logam ulet≈1 dan untuk logam keras≈0,5) c =eksponen keuletan (regangan) lelah=-0,5 (Coffin, untuk logam keras)÷-0,7(Manson, untuk logam ulet), rata-rata=-0,6 (Manson) Sehingga amplitudo regangannya sesuai dengan Persamaan (4.16) dan (4.17) adalah: ∆ε/2 = σ’f/E (2Nf)b + ε’f (2Nf)c (4.25) Persamaan (4.25) diatas jika di plot dalam sebuah diagram menghasilkan kurva seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8 (a) berikut ini. (a) (b) Gambar 4.8 Kurva ε-N. Umur transisi (Gambar 4.8 (b)) yang merupakan umur regangan elastis sama dengan umur regangan plastis dapat ditentukan sebagai berikut: ∆εe/2 = ∆εp/2 σ’f/E (2Nf)b = ε’f (2Nf)c dimana 2Nf=2Nt 2Nt = (ε’f E / σ’f )1/b-c (4.26) Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 70
  • 73. Berdasarkan Gambar 4.8 (b), dapat ditunjukkan bahwa jika kekuatan atau kekerasan material meningkat maka umur transisi akan menurun. Hal ini diperlihatkan pula pada Gambar 4.9 berikut ini. Gambar 4.9 Kurva ε-N untuk baja karbon medium kondisi quenching dan normalizing Pada baja karbon medium yang dinormalising (relatif ulet): 2Nt=90.000 siklus dan jika dalam kondisi dikeraskan (queching) akan memiliki 2Nt=15 siklus. Dengan demikian untuk regangan tertentu pada kondisi quenching akan memberikan umur lelah yang lebih lama pada daerah pembebanan regangan elastis atau siklus lelah tinggi. Sebaliknya pada kondisi normalising akan memberikan umur lelah yang lebih lama pada pembebanan regangan plastis atau siklus lelah rendah (lihat Gambar 3.1). Contoh Soal 4.1: Berikut ini diberikan data sifat mekanik monotonik dan siklik dari suatu spesimen baja yang dipoles, yaitu:  Data monotonik. Sy = 158 ksi Su = 168 ksi E = 28,4 X 103 ksi Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 71
  • 74. f = 228 ksi q = 52 % εf = 0,734  Data siklik. Tentukanlah konstanta tegangan-regangan dan regangan-siklus (K’, n’, σ’f , b, ε’f , c) untuk baja tersebut. Jawab:  Menentukan σ’f dan b dengan menggunakan hubungan antara tegangan amplitudo dengan siklus kegagalan (dari data siklik): ∆σ/2 = σ’f (2Nf)b  Menentukan ε’f dan c dengan menggunakan hubungan antara amplitudo regangan plastis dengan siklus kegagalan (dari data siklik): ∆εp /2 = ε’f (2Nf)c Kurva regangan-siklus berdasarkan data siklik: Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 72
  • 75. maka sifat-sifat sikliknya adalah: σ’f = 222 ksi (berdasarkan pendekatan = 228 ksi) b = -0,076 (berdasarkan pendekatan = -0,085) ε’f = 0,811 (berdasarkan pendekatan = 0,734) c = -0,732 (berdasarkan pendekatan = -0,6)  Menentukan K’ dan n’ dengan menggunakan hubungan antara tegangan amplitudo dengan amplitudo regangan plastis: σ = K’ (εp)n’ maka menghasilkan sifat-sifat siklik: K’ = 216 ksi n’ = 0,094 atau dapat ditentukan pula melalui persamaan: K’ = σ’f / (ε’f)n’ = 227 ksi dan n’ = b/c = 0,104 Contoh Soal 4.2: Suatu batang komponen baja dengan kekuatan tarik, Su = 114 Ksi memiliki lebar 1 inch dan tebal ¼ inch dan pada kedua sisinya terdapat takikan ½ lingkaran dengan radius 1/10 inch. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 73
  • 76. Tentukan umur lelah komponen tersebut jika dikenai beban berulang (R=-1) dengan amplitudo beban 10 Kips. Jawab: Penampang sisa, Anet = ¼ . 0,8 = 0,2 in2 Maka: Snet = P/Anet = 10 Kips / 0,2 in2 = 50 Ksi Berdasarkan persamaan ε-N: ∆ε/2 = σ’f (2Nf)b + ε’f (2Nf)c b=-0,085 (diambil nilai rata-ratanya) c =-0,6 (diambil nilai rata-ratanya) σ’f ≈ σf ≈ Su+50 (ksi) = 114+50=164 ksi ε’f ≈ εf =ln 1/(1-q)=1(diambil untuk logam ulet) ∆ε = ∆σ/E + 2(∆σ/2K’)1/n’  ∆σ=σmax- σmin=50-(-50)=100 ksi  n’ ≈ n atau n’=b/c=-0,085/-0,6=0.142  K’= σ’f/ε’fn’=154 ksi maka: ∆ε = 100/30.103 + 2(100/(2. 154))1/0,142 = 0,0042 sehingga: ∆ε/2 = σ’f/E (2Nf)b + ε’f (2Nf)c 0,0021= (164/30.103) (2Nf)-0,085 + 1 (2Nf)-0,6 maka: 2Nf = 70.000 siklus (dihitung dengan teknik iterasi) Umur tersebut merupakan umur fatik tahap satu yaitu pada tahap pembentukan awal retak. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 74
  • 77. Latihan: 4.1 Suatu logam memiliki sifat mekanik monotonik sebagai berikut:  E=193 Gpa  Su=650 Mpa  Sy=325 Mpa a. Pada kondisi pembebanan siklik, apakah material akan bertambah keras atau bertambah lunak? b. Hitung regangan yang dicapai pada ½ siklus pertama untuk tegangan amplitudo 200 Mpa. c. Tentukan regangan total (stabil) dan amplitudo regangan untuk tegangan amplitudo 200 Mpa. 4.2 Berikut ini disampaikan kurva beban-pertambahan panjang dari material kuningan dengan nilai modulus elastisitas, E = 100 Gpa dan data lainnya sebagai berikut: Panjang awal, lo = 167 mm Diameter awal, do = 3,17 mm Diameter akhir (pada daerah necking), df = 2,55 mm Tentukanlah: a. kekuatan luluh (0,2 % offset), Sy. b. Kekuatan tarik, Su. c. Prosentase reduksi penampang, % RA. d. Regangan patah sebenarnya, εf. e. Kekuatan patah sebenarnya, σf. f. Konstanta tegangan, K. g. Eksponen pengerasan regangan,n. h. Tegangan sebenarnya pada beban maksimum. i. Regangan sebenarnya pada beban maksimum. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 75
  • 78. 4.3 Berikut ini disampaikan data sifat mekanik monotonik beberapa logam-logam teknik. Manakah diantara logam-logam tersebut yang akan mengalami siklik hardening, softening atau stabil? Tunjukkan pula dari logam-logam tersebut yang menjadi pilihan terbaik untuk menentukan: a. Beban tarik maksimum (batang halus). b. Perpanjangan seragam maksimum sebelum necking pada saat pembebanan tarik. c. Energi maksimum yang diperlukan dari batang halus untuk terjadinya regangan sebesar 0,001. d. Energi maksimum yang diperlukan untuk terjadinya patah. e. Regangan elastis minimum pada saat terjadinya necking. f. Regangan totalmaksimum pada saat necking. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 76
  • 79. 4.4 Berikut ini disampaikan data parameter tegangan-regangan siklik dan regangan-siklus dari suatu baja. σ’f = 133 ksi b = -0,095 ε’f = 0,26 c = -0,47 n’ = 0,202 K’ = 174,6 ksi E = 30.103 ksi Tentukanlah umur fatik dari baja tersebut dengan kondisi regangan sepertiditunjukkan pada Gambar dibawah ini. Kondisi regangan A: amplitudo konstan. B dan C: memiliki overload awal sebagai tegangan sisa. Pergunakanlah persamaan regangan-siklus dari Morrow yang memperhitungkan tegangan rata-rata, σo yaitu sebagai berikut: ∆ε/2 = ((σ’f – σo) / E) (2Nf)b + ε’f (2Nf)c Dalam perhitungan umur fatik ini pergunakanlah juga persamaan Manson-Halford: ∆ε/2 = ((σ’f – σo) / E) (2Nf)b + ε’f ((σ’f – σo) / σ’f)c/b (2Nf)c Bandingkan pula hasilnya jika mempergunakan persamaan Smith-Watson-Topper: σmax (∆ε/2) = ((σ’f)2 / E) (2Nf)2b + σ’f ε’f (2Nf)b+c Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 77
  • 80. V. KONSEP da/dN Umur lelah suatu komponen adalah meliputi umur untuk terjadinya pembentukan awal retak (tahap inisiasi) dan umur untuk merambatkan retakan (tahap propagasi). Pada amplitudo tegangan atau regangan rendah, 90 % umur lelah didominasi oleh tahap inisiasi dan sebaliknya pada amplitudo tinggi, akan didominasi oleh propagasi retakan. Prediksi umur lelah pada tahap propagasi ini didekati dengan menggunakan konsep mekanika retakan atau konsep da/dN. Konsep mekanika retakan mempersyaratkan asumsi adanya retakan awal. Retak awalini dapat berupa cacat atau Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 78
  • 81. ketidaksempurnaan komponen (porositas,inklusi dan lain sebagainya). Konsep mekanika retakan inipun dapat diterapkan terhadapkomponen yang bebas cacat. Umur lelah yang diperoleh dari hasil prediksi dengan menggunakan konsep mekanika retakan (umur propagasi) ditambah umur lelah dengan menggunakan konsep regangan-siklus (umur inisiasi) akan menghasilkan umur total kelelahan dari suatu komponen (Gambar 5.1). Gambar 5.1 Umur inisiasi dan propagasi retakan dari total umur lelah. Konsep mekanika retakan dapat menjawab beberapa hal dari suatu komponen yaitu: 1. Berapa kekuatan sisa darisuatu komponen. 2. Berapa nilai panjang retak kritis atau ukuran retak maksimum yang diijinkan. 3. Berapa lama retak akan menjalar dari ukuran semula hingga ukuran kritisnya. 4. Berapa umur sisa dari suatu komponen struktur dalam service atau operasionalnya. 5. Berapa sering inspeksi harus dilakukan untukmemonitor penjalaran retkan. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 79
  • 82. Konsep tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.2 dibawah ini. Gambar 5.2 Umur service dari suatu komponen yang retak. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 80
  • 83. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 81
  • 84. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 82
  • 85. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 83
  • 86. VI. PENGARUH TAKIKAN TERHADAP KELELAHAN LOGAM Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 84
  • 87. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 85
  • 88. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 86
  • 89. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 87
  • 90. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 88
  • 91. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 89
  • 92. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 90
  • 93. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 91
  • 94. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 92
  • 95. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 93
  • 96. VII. KELELAHAN PADA AMPLITUDO BERUBAH (VARIABEL) Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 94
  • 97. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 95
  • 98. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 96
  • 99. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 97
  • 100. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 98
  • 101. Copyright © 2007 by Abrianto Akuan Teknik Metalurgi-UNJANI 99