Dokumen tersebut membahas tentang metode ε-N untuk memprediksi umur lelah tahap I berdasarkan observasi respon material pada lokasi kritis seperti takikan. Metode ini hanya memprediksi umur lelah tahap I sedangkan metode S-N memprediksi umur lelah tahap I dan II."
2. Sesi Metode
Pokok Bahasan Hasil Pembelajaran Penilaian Hasil Pembelajaran
Ke- Penilaian
Mahasiswa mampu menjelaskan
Karakteristik Mahasiswa mengetahui dan memahami
01 karakteristik dari patah lelah yang
kelelahan logam kegagalan patah lelah pada komponen logam.
terjadi pada komponen logam.
Aspek metalurgi Mahasiswa mengetahui dan memahami aspek Mahasiswa mampu menjelaskan aspek
02 pada kelelahan metalurgi yang mempengaruhi perilaku metalurgi yang mempengaruhi
logam kelelahan pada logam. perilaku kelelahan logam.
Mahasiswa mampu menjelaskan batas
Mahasiswa mengetahui dan memahami batas
03 batas lelah logam kelelahan logam serta cara
kelelahan logam serta cara menentukannya.
menentukannya.
Mahasiswa mampu menghitung
Mahasiswa mengetahui dan memahami
tegangan yang bekerja pada komponen
hubungan antara tegangan (S) yang bekerja
04 Konsep S-N logam serta mampu memprediksi
pada komponen logam dengan umur (N)
umur komponen tersebut berdasarkan ჱ Tugas
komponen tersebut.
Konsep S-N.
ჱ UTS
Mahasiswa mampu menghitung ჱ UAS
Mahasiswa mengetahui dan memahami
tegangan dan regangan yang bekerja
hubungan antara regangan () yang bekerja
05 Konsep -N pada komponen logam serta mampu
pada komponen logam dengan umur (N)
memprediksi umur komponen tersebut
komponen tersebut.
berdasarkan konsep -N.
Mahasiswa mampu menjelaskan dan
Pengaruh takikan Mahasiswa mengetahui dan memahami
menghitung pengaruh takikan ataupun
06 pada perilaku pengaruh takikan ataupun geometri
geometri komponen terhadap umur
kelelahan logam komponen terhadap kegagalan lelah.
lelahnya.
Mahasiswa mampu menjelaskan dan
Penjalaran retak Mahasiswa mengetahui dan memahami konsep penjalaran retak lelah serta
07
lelah konsep penjalaran retak lelah. mampu memprediksi umur lelah
berdasarkan konsep tersebut. 2
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI
3. Metoda ε-N didasarkan pada observasi terhadap
banyak komponen yang merupakan respon material
pada lokasi-lokasi kritis (takikan). Metoda ε-N ini
memprediksi umur lelah tahap I (pembentukkan awal
retak) saja, hal ini berbeda dengan metoda S-N yang
memprediksi umur lelah tahap I dan II (penjalaran
retak). Pada kondisi pembebanan rendah
(HCF/LCS/ECS) akan menghasilkan Load Controlled
Test (S-N) dan Strain Controlled Test (ε-N) yang
equivalen. Metoda ε-N ini merupakan suatu metoda
yang sangat berguna untuk mengevaluasi umur lelah
dari komponen yang memiliki takikan.
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI
3
4. 4.1 Perilaku Material
4.1.1 Perilaku Tegangan-Regangan Monotonik
Suatu pengujian tarik monotonik pada spesimen uji,
pada umumnya adalah untuk menentukan perilaku
tegangan-regangan teknis dari suatu material
(Gambar 4.1).
Gambar 4.1 (a)
Spesimen uji tarik
sebelum dan pada
saat terdeformasi.
(b) perbandingan
tegangan-regangan
teknis dan
sebenarnya.
(a)
(b) 4
5. Keterangan Gambar 4.1 diatas adalah:
P=beban
lo=panjang awal
do=diameter awal
Ao=luas penampang awal
l=panjang sebenarnya
d=diameter sebenarnya
A=luas penampang sebenarnya
Persamaan tegangan-regangan:
Tegangan teknis, S = P/Ao (4.1)
Regangan teknis, e = ∆l/lo = (l-lo)/lo (4.2)
Tegangan sebenarnya, σ = P/A (4.3)
Regangan sebenarnya, ε = ∫l dl/l = ln l/lo (4.4)
lo
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI
5
6. Hubungan tegangan-regangan teknis dan sebenarnya:
∆l= l-lo
l=lo - ∆l
maka, ε=ln [(lo+∆l)/lo] = ln (1+∆l/lo) = ln (1+e)
(4.5)
Hubungan tersebut berlaku sampai titik maksimum
(necking) dimana pada daerah tersebut deformasi
yang terjadi secara homogen sehingga berlaku pula
hubungan volume konstan. Maka hubungan tegangan
teknis dan sebenarnya pada daerah ini adalah:
Ao lo = Al
Ao /A = l/lo
ε = ln l/lo = ln Ao/A = ln (1+e)
S = F/Ao
σ = F/Ao = S Ao /A = S (1+e) (4.6)
6
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI
7. Regangan total yang terjadi pada saat deformasi
adalah jumlah dari regangan elastis dan regangan
plastis.
εt = εe + εp (4.7)
secara skematis, regangan total ini ditunjukkan pada
Gambar 4.1 dibawah ini.
Gambar 4.2 Regangan elastis dan plastis. 7
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI
8. Hubungan tegangan-regangan pada daerah elastis,
dinyatakan oleh persamaan Hooke:
εe = σ/E (4.8)
dimana, E=Modulus elastisitas.
Sedangkan hubungan tegangan-regangan plastis,
mengikuti persamaan tegangan alir sebagai berikut:
σ = K ε pn
εp = (σ/K)1/n (4.9)
dimana, K=keofisien kekuatan
n=exponen pengerasan regangan:
Su/Sy = (n/offset)n exp (-n)
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 8
9. Dari hubungan tegangan-regangan pada titik patah
(fracture):
σf = Ff/Af
εf = ln Ao/Af = ln 1/(1-q)
σf = K εfn
maka, K = σf/εfn (4.10)
sehingga:
εp = [σ/ (σf/εfn )]1/n= [(σ εfn)/ σf]1/n = εf (σ/σf)1/n
(4.11)
dari Persamaan 4.7 dan 4.8 maka:
εt = σ/E + (σ/K)1/n (4.12)
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 9
10. 4.1.2 Perilaku Tegangan-Regangan Siklik
Kurva tegangan-regangan monotonik telah lama
dipergunakan dalam menentukan parameter desain
untuk membatasi tegangan-tegangan yang terjadi
pada struktur teknik dan komponen yang mengalami
pembebanan statis. Demikian halnya dengan kurva
tegangan-regangan siklik, adalah dipergunakan untuk
memperkirakan ketahanan struktur dan komponen
yang mengalami pembebanan siklik atau dinamis
(beban berubah-ubah atau berulang-ulang).
Gambar 4.3 menunjukkan kurva histerisis loop
sebagai respon material terhadap pembebanan siklik.
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI
10
11. Gambar 4.3 Diagram histerisis (hysteresis loop).
11
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI
13. 4.1.2 Perilaku Transient: Regangan Siklik Hardening
dan Regangan Siklik Softening
Respon tegangan regangan dari logam, seringkali
berubah secara drastis pada pembebanan siklik.
Perubahan ini tergantung pada kondisi
logamnya (hardening dan tempering atau
annealing) yang meliputi:
• Cyclically harden
• Cyclically soften
• Stabil
• Campuran antara soften dan harden
Pada Gambar 4.4 ditunjukkan respon tegangan dari
suatu material yang mengalami pembebanan
regangan (b) dan respon regangan-regangan
untuk dua siklus (c). Pada gambar tersebut
terlihat peningkatan tegangan pada setiap
siklus regangan, sebaliknya penurunan
tegangan dari siklik sotening diperlihatkan pada13
Gambar 4.5.
15. Respon tegangan-regangan siklik untuk terjadinya
siklik hardening atau softening adalah tergantung
pada kestabilan substruktur dislokasinya, secara
umum:
Pada material lunak, awalnya kerapatan dislokasinya
rendah, dengan adanya cyclic plastic straining maka
kerapatan dislokasinya akan meningkat sehingga
menjadi bertambah keras atau kuat (siklik hardening).
Pada material keras, adanya cyclic plastic straining
akan menyebabkan terjadinya pengturan dislokasi
sehingga menurunkan ketahanan terhadap deformasi
(siklik softening).
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 15
16. Manson memprediksi fenomena siklik hardening atau softening
dari suatu material berdasarkan sifat-sifat monotoniknya
(Gambar 4.6), yaitu:
•σuts / σys > 1,4 maka material akan mengalami siklik hardening.
•σuts / σys < 1,2 maka material akan mengalami siklik softening.
Perilaku siklik ini dapat pula diprediksi bedasarkan nilai
eksponen pengerasan regangan monotonik, yaitu:
•n > 0,2 maka material akan mengalami siklik hardening.
•n < 0,1 maka material akan mengalami siklik softening.
Pada umumnya perilaku siklik hardening atau softening terjadi
hanya pada awal kelelahan (±20÷40% umur lelah) dan
selanjutnya adalah stabil (±50% umur lelah).
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 16
17. Gambar 4.6 Kurva tegangan-regangan siklik dan monotonik.
17
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI
18. 4.2 Hubungan Tegangan-Regangan siklik
Seperti halnya dalam kondisi monotonik, maka
hubungan tegangan-regangan pada kondisi siklik dapt
dinyatakan sebagai berikut:
σ = K’ εpn’ (4.18)
dimana, σ =tegangan amplitudo
K’=konstanta tegangan siklik
εp=regangan plastis siklik
n’=koefisien pengerasan regangan siklik, ditentukan
dari plot log-log tegangan-regangan siklik, secara
umum untuk logam besarnya adalah: 0,1÷0,25 rata-
rata: 0,15
sehingga:
εp = (σ/K’)1/n (4.19)
maka sesuai dengan Persamaan (4.7) dan (4.12):
ε = σ/E + (σ/K’)1/n’ (4.20)
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI
18
19. Gambar 4.7 Plot log-log
tegangan-regangan
siklik.
dan regangan amplitudonya sesuai dengan
Persamaan (4.16) yaitu:
∆ε/2 = ∆σ/2E + (∆σ/2K’)1/n’ (4.21)
Atau total regangannya adalah:
∆ε = ∆σ/E + 2(∆σ/2K’)1/n’ (4.22)
19
20. Contoh Soal 4.1:
Material dengan sifat-sifat mekanik sebagai berikut:
E=30. 103 ksi
n’=0,202
K’=174,6 ksi
Material tersebut dikenai regangan berulang (fully
reversed) dengan range regangan, ∆ε=0,04.
Tentukan respon tegangan-regangan dari material
tersebut.
Jawab:
Gambar dibawah ini menunjukkan sejarah
regangannya, pada pembebanan awal (titik. 1):
ε1 = σ1/E + (σ1/K’)1/n’
0,02= σ1/30.103 + (σ1/174,6)1/0,202
σ1=77,1 ksi abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 20
22. 4.3 Kurva ε-N (Regangan-Siklus)
Tahun 1910, Basquin meneliti bahwa data S-N
(regangan elastik) dapat di plot secara
linier dalam skala log-log:
∆σ/2 = σ’f (2Nf)b (4.23)
dimana, ∆σ/2 =amplitudo tegangan
σ’f =konstanta kekuatan (tegangan) lelah
2Nf =jumlah siklus kegagalan (1
putaran=1/2 siklus)
b =eksponen kekuatan (tegangan) lelah
atau eksponen Basquin=-0,05÷-0,12 ;
rata-rata=-0,085
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI
22
23. Pada tahun 1950-an, Coffin dan Manson (sendiri-
sendiri) menemukan data εp-N juga linier dalam
koordinat log-log:
∆εp/2 = ε’f (2Nf)c (4.24)
dimana, ∆εp/2 =amplitudo regangan plastis
ε’f =konstanta keuletan (regangan) lelah
(untuk logam ulet≈1 dan untuk logam keras≈0,5)
c =eksponen keuletan (regangan) lelah=
-0,5 (Coffin, untuk logam keras) ÷ -0,7(Manson,
untuk logam ulet), rata-rata= -0,6 (Manson)
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI
23
24. Sehingga amplitudo regangannya sesuai dengan
Persamaan (4.16) dan (4.17) adalah:
∆ε/2 = σ’f/E (2Nf)b + ε’f (2Nf)c (4.25)
Persamaan (4.25) diatas jika di plot dalam sebuah
diagram menghasilkan kurva seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.8 (a) berikut ini.
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI
24
25. (a) (b)
Gambar 4.8 Kurva ε-N.
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 25
26. Umur transisi (Gambar 4.8 (b)) yang merupakan
umur regangan elastis sama dengan umur regangan
plastis dapat ditentukan sebagai berikut:
∆εe/2 = ∆εp/2
σ’f/E (2Nf)b = ε’f (2Nf)c dimana 2Nf=2Nt
2Nt = (ε’f E / σ’f )1/b-c (4.26)
Berdasarkan Gambar 4.8 (b), dapat ditunjukkan
bahwa jika kekuatan atau kekerasan material
meningkat maka umur transisi akan menurun. Hal ini
diperlihatkan pula pada Gambar 4.9 berikut ini.
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 26
27. Gambar 4.9 Kurva ε-N untuk baja karbon medium kondisi quenching
dan normalizing
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 27
28. Pada baja karbon medium yang dinormalising
(relatif ulet): 2Nt=90.000 siklus dan jika
dalam kondisi dikeraskan (queching) akan
memiliki 2Nt=15 siklus. Dengan demikian
untuk regangan tertentu pada kondisi
quenching akan memberikan umur lelah yang
lebih lama pada daerah pembebanan
regangan elastis atau siklus lelah tinggi.
Sebaliknya pada kondisi normalising akan
memberikan umur lelah yang lebih lama pada
pembebanan regangan plastis atau siklus
lelah rendah (lihat Gambar 3.1).
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 28
29. Contoh Soal 4.2:
Berikut ini diberikan data sifat mekanik monotonik
dan siklik dari suatu spesimen baja yang dipoles,
yaitu:
Data monotonik.
Sy = 158 ksi
Su = 168 ksi
E = 28,4 X 103 ksi
σf = 228 ksi
q = 52 %
εf = 0,734
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 29
30. Data siklik:
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 30
31. Tentukanlah konstanta tegangan-regangan
dan regangan-siklus (K’, n’, σ’f , b, ε’f , c)
untuk baja tersebut.
Jawab:
Menentukan σ’f dan b dengan menggunakan
hubungan antara tegangan amplitudo dengan
siklus kegagalan (dari data siklik):
∆σ/2 = σ’f (2Nf)b
Menentukan ε’f dan c dengan menggunakan
hubungan antara amplitudo regangan plastis
dengan siklus kegagalan (dari data siklik):
∆εp /2 = ε’f (2Nf)c
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 31
32. Kurva regangan-siklus berdasarkan data siklik:
maka sifat-sifat sikliknya adalah:
σ’f = 222 ksi (berdasarkan pendekatan = 228 ksi)
b = -0,076 (berdasarkan pendekatan = -0,085)
ε’f = 0,811 (berdasarkan pendekatan = 0,734)
c = -0,732 (berdasarkan pendekatan = -0,6) 32
33. Menentukan K’ dan n’ dengan menggunakan
hubungan antara tegangan amplitudo dengan
amplitudo regangan plastis:
σ = K’ (εp)n’
maka menghasilkan sifat-sifat siklik:
K’ = 216 ksi
n’ = 0,094
atau dapat ditentukan pula melalui
persamaan:
K’ = σ’f / (ε’f)n’ = 227 ksi dan
n’ = b/c = 0,104
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 33
34. Contoh Soal 4.3:
Suatu batang komponen baja dengan
kekuatan tarik, Su = 114 Ksi memiliki lebar 1
inch dan tebal ¼ inch dan pada kedua sisinya
terdapat takikan ½ lingkaran dengan radius
1/10 inch.
Tentukan umur lelah komponen tersebut jika
dikenai beban berulang (R=-1) dengan
amplitudo beban 10 Kips.
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 34
36. ∆ε = ∆σ/E + 2(∆σ/2K’)1/n’
∆σ=σmax- σmin=50-(-50)=100 ksi
n’ ≈ n atau n’=b/c=-0,085/-0,6=0.142
K’= σ’f/ε’fn’=154 ksi
maka:
∆ε = 100/30.103 + 2(100/(2. 154))1/0,142 = 0,0042
sehingga:
∆ε/2 = σ’f/E (2Nf)b + ε’f (2Nf)c
0,0021= (164/30.103) (2Nf)-0,085 + 1 (2Nf)-0,6
maka:
2Nf = 70.000 siklus (dihitung dengan teknik iterasi)
Umur tersebut merupakan umur fatik tahap satu
yaitu pada tahap pembentukan awal retak.
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 36
38. 4.1 Suatu logam memiliki sifat mekanik
monotonik sebagai berikut:
E=193 Gpa
Su=650 Mpa
Sy=325 Mpa
Pada kondisi pembebanan siklik, apakah
material akan bertambah keras atau
bertambah lunak?
Hitung regangan yang dicapai pada ½ siklus
pertama untuk tegangan amplitudo 200 Mpa.
Tentukan regangan total (stabil) dan
amplitudo regangan untuk tegangan
amplitudo 200 Mpa.
abrianto_akuan@T.Metalurgi-UNJANI 38
39. 4.2 Berikut ini disampaikan kurva beban-
pertambahan panjang dari material kuningan dengan
nilai modulus elastisitas, E = 100 Gpa dan data
lainnya sebagai berikut:
Panjang awal, lo = 167 mm
Diameter awal, do = 3,17 mm
Diameter akhir (pada daerah necking), df = 2,55 mm
Tentukanlah:
•kekuatan luluh (0,2 % offset), Sy.
•Kekuatan tarik, Su.
•Prosentase reduksi penampang, % RA.
•Regangan patah sebenarnya, εf.
•Kekuatan patah sebenarnya, σf.
•Konstanta tegangan, K.
•Eksponen pengerasan regangan,n.
•Tegangan sebenarnya pada beban maksimum.
•Regangan sebenarnya pada beban maksimum. 39
41. 4.3 Berikut ini disampaikan data sifat mekanik
monotonik beberapa logam-logam teknik.
41
42. Manakah diantara logam-logam tersebut yang akan
mengalami siklik hardening, softening atau stabil?
Tunjukkan pula dari logam-logam tersebut yang
menjadi pilihan terbaik untuk menentukan:
•Beban tarik maksimum (batang halus).
•Perpanjangan seragam maksimum sebelum necking
pada saat pembebanan tarik.
•Energi maksimum yang diperlukan dari batang halus
untuk terjadinya regangan sebesar 0,001.
•Energi maksimum yang diperlukan untuk terjadinya
patah.
•Regangan elastis minimum pada saat terjadinya
necking.
•Regangan totalmaksimum pada saat necking.
42
43. 4.4 Berikut ini disampaikan data parameter
tegangan-regangan siklik dan regangan-siklus dari
suatu baja.
σ’f = 133 ksi
b = -0,095
ε’f = 0,26
c = -0,47
n’ = 0,202
K’ = 174,6 ksi
E = 30.103 ksi
Tentukanlah umur fatik dari baja tersebut dengan
kondisi regangan seperti ditunjukkan pada Gambar
dibawah ini. Kondisi regangan A: amplitudo konstan.
B dan C: memiliki overload awal sebagai tegangan
sisa.
43
44. Pergunakanlah persamaan regangan-siklus dari
Morrow yang memperhitungkan tegangan rata-rata,
σo yaitu sebagai berikut:
∆ε/2 = ((σ’f – σo) / E) (2Nf)b + ε’f (2Nf)c
Dalam perhitungan umur fatik ini pergunakanlah juga
persamaan Manson-Halford:
∆ε/2 = ((σ’f – σo) / E) (2Nf)b + ε’f ((σ’f – σo) / σ’f)c/b
(2Nf)c
Bandingkan pula hasilnya jika mempergunakan
persamaan Smith-Watson-Topper:
σmax (∆ε/2) = ((σ’f)2 / E) (2Nf)2b + σ’f ε’f (2Nf)b+c
44