Dokumen tersebut merangkum konsep belajar dan pembelajaran menurut para ahli, karakteristik pembelajaran IPA, ruang lingkup dan tujuan pembelajaran IPA di SD. Dibahas pula definisi IPA, proses dan produk IPA, serta fungsi pembelajaran IPA untuk memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam dan buatan serta mengembangkan sikap ilmiah.
1. BAB II
KAJIAN PUSTKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
A Kajian Pustaka
1 Hakikat Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di
sekitar individu. Belajar adalah proses yang dirancang dan diarahkan untuk
mencapai tujuan dengan berbuat melalui berbagai pengalaman. Hal ini sesuai
dengan teori belajar konstruktivisme kognitif yang di kemukakan oleh Jean Piaget
(Trianto, 2014:72), ‘bahwa anak membangun skemata-skemata dari pengalaman
sendiri dengan lingkungannya’. Merujuk Piaget, anak adalah pembelajar yang
pada dirinya sudah memiliki motivasi untuk mengetahui dan akan memahami
sendiri konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Pandangan-pandangan Jean Piaget
percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya
banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan
15
2. 2
lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Sedangkan Menurut M. Sobry Sutikno (2009:5) “Belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang
baru sebagai hasil pengalamannya”. Selaras dengan pendapat di atas Oemar
Hamalik (2011:27) mengemukakan bahwa “Belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Learning is defined as the
modification or strengthening of behavior through experiencing)”.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh
dari lingkunannya dalam bentuk perubahan tingkah laku. belajar merupakan suatu
proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya
mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan
suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Dalam Undang-
Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1
ayat 20 dinyatakan bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut
Gagne, Briggs, dan vager (M. Sobry Sutikno, 2014:11) mengemukakan bahwa
‘pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan
terjadinya proses belajar pada siswa’. Pembelajaran mengandung arti setiap
kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu
kemampuan dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta
guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi
kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang
3. 3
ekonominya, dan lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik
siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan
belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah suatu usaha sadar dari pendidik untuk membuat siswa belajar, yaitu
terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana
perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam
waktu yang relative lama dan karena adanya usaha. Aktifitas guru untuk
menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung
optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain
pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu
siswa belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat
belajar dengan mudah. Interaksi merupakan ciri utama dari kegiatan
pembelajaran, baik antara yang belajar dengan lingkungan belajarnya, baik
itu guru, teman-temannya, tutor, media pembelajaran, atau sumber-sumber
belajar yang lain. Ciri lain dari pembelajaran adalah yang berhubungan
dengan komponen-komponen pembelajaran. Fathurrohman dan Sutikno (2009:
13) mengemukakan bahwa “Kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah
komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar,
metode, alat dan suber, serta evaluasi.
2 Karakteristik Pembelajaran IPA
a Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
4. 4
Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri
dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sain yang semula berasa dari
Bahasa Inggris ‘science’. Kata ‘science’ sendiri berasal dari kata dalam Bahasa
latin ‘scientia’ yang berarti saya tahu. Wahyana (Trianto, 2014:136)
mengemukakan bahwa ‘IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara
sistematik, dan dalam penggunaanya secara umum terbatas pada gejala-gejala
alam’. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi
oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur,
dan sebagainya. IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada
dipermukaan bumi, didalam perut bumi dan diluar angkasa, baik yang dapat
diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. ‘IPA atau ilmu
kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati
yang diamati’, Kardi & Nur d (Tiranto, 2014:136).
5. 5
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa IPA atau sains
merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan dalam bentuk
fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenaranya melalui suatu rangkaian
kegiatan dalam metode ilmiah seperti observasi, eksperimen serta menuntut sikap
ilmiah yaitu rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.
b Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan
sikap ilmiah. Selain itu, ‘IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan
seagai prosedur’. Marsetia Donosepoetro (Trianto, 2014:137) mengemukakan
bahwa:
Sebagai proses diartikan semua kegiata ilmiah untuk menyempurnakan
pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru,
sebagai produk diartikan sebagai hasil proses berupa pengetahuan yang
diajarkan di sekolah atau diluar sekolah, sebagai prosedur dimaksudkan
metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada
umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method).
c Tujuan Pembelajaran IPA
Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara umum
sebagaimana termaktu dalam taksonomi Bloom (Trianto 2014:142) bahwa :
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang
merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang
dimaksud adalah pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang
bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Pengetahuan secara garis besar
tentang fakta yang ada dialam untuk dapat memahami dan memperdalam
lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan serta keteraturannya. Disamping
hal itu Pembelajaran sains diharapkan pula memberikan keterampilan
(psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan
dan apresiasi. Didalam mencari jawaban terhadap suatu permasalahan.
Karena ciri-ciri tersebut yang membedakan dengan pembelajaran lainnya.
6. 6
Pelaksanaan pembelajaran IPA seperti diatas dipengaruhi oleh tujuan apa
yang ingin dicapai melalui pembelajaran tersebut. Tujuan pembelajaran IPA di SD
dalam Kurikulum KTSP menurut Depdiknas, 2006 (Mulyasa, 2010:111) secara
terperinci adalah:
1 Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-
Nya.
2 Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3 Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4 Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5 Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan
6 Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.
Dengan demikian semakin jelaslah bahwa proses belajar mengajar IPA lebih
ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan
fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu
7. 7
sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses
pendidikan maupun produk pendidikan. Selama ini proses belajar mengajar IPA
hanya menghafalkan fakta, prinsip atau teori saja. Untuk itu perlu dikembangkan
suatu model pembelajaran IPA yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya. Guru hanya
memberi tangga yang membantu siswa untuk mencapai tingkat pemahaman yang
lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa dapat menaiki tangga tersebut.
Nur dan Wikandari (Trianto, 2014:143).
d- Fungsi Pembelajaran IPA SD
Menurut Depdiknas (2006:27) mata pelajaran sains di Sekolah Dasar
berfungsi untuk memahami konsep dan manfaat sains dalam kehidupan sehari-
hari serta untuk melanjutkan pendidikan ke SMP. Kurikulum Pendidikan Dasar,
mata pelajaran IPA berfungsi untuk:
1- Memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan perangai
lingkungan alam dan lingkungan buatan yang berkaitan dengan
pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
2- Mengembangkan keterampilan proses.
3- Mengembangkan wawasan,sikap dan nilai yang berguna bagi siswa
untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.
4- Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang
saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi dengan
keadaan lingkungan di sekitarnya dan pemanfaatannya bagi kehidupan
sehari-hari.
8. 8
5- Mengembangkan kemajuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan
6- Teknologi (IPTEK), serta keterampilan yang berguna dalam kehidupan
sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat
pendidikan yang lebih tinggi.
Fungsi IPA dalam penelitian ini adalah mengembangkan kemajuan untuk
menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta keterampilan yang
berguna dalam kehidupan sehari-hari dan masa depan. Berdasarkan fungsi dan
tujuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA tidak hanya pada dimensi
pengetahuan (keilmuan) tetapi juga menekankan pada dimensi nilai ukhrawi. Hal
ini berarti memperhatikan keteraturan di alam semesta akan semakin
meningkatkan keyakinan akan adanya sebuah kekuatan yang Mahadahsyat yang
tidak dapat dibantah lagi yaitu Allah SWT. Dengan dimensi ini, pada hakikatnya
IPA mentautkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual.
e- Ruang Lingkup dan Standar Kompetensi mata pelajaran IPA SD
Berdasarkan Kurikulum 2006 (Standar Isi) ruang lingkup bahan kajian IPA
untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
1- Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
2- tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
3- Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaanyameliputi: cair, padat, dan gas.
4- Energy dan perubahannya, yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.
5- Bumi dan alam semesta, yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
9. 9
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup
pembelajaran IPA di SD meliputi makhluk hidup serta proses kehidupannya,
benda/materi, energi serta perubahannya, dan bumi serta alam semesta.
Standar kompetensi mata pelajaran IPA untuk satuan pendidikan dasar
SD/MI/SDLB/Paket A yang tertuang dalam Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006
adalah sebagai berikut:
1- Melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil
pengamatannya secara lisan dan tertulis.
2- Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan,
dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelestariannya, dan interaksi antara
makhluk hidup dengan lingkungannya.
3- Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan, dan tumbuhan,
serta fungsinya dan perubahan pada makhluk hidup.
4- Memahami beragam sifat benda hubunganya denganpenyusunnya,
perubahan wujud benda, dan kegunaannya.
5- Memahami berbagai bentuk energy, perubahan dan manfaatnya.
6- Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan
perubahan permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan
kegiatan manusia.
3- Materi Sifat – Sifat Cahaya
Menurut fisikawan Skotlandia, James Clerk Maxwell (1831 – 1879) dalam
Ita Syuri dan Nurhasanah (2011:167) “Cahaya adalah rambatan gelombang yang
dihasilkan oleh gabungan medan listrik dan medan magnet. Gelombang yang
10. 10
dihasilkan dari gabungan medan listrik dan medan magnet disebut gelombang
elektrromagnetik. Cahaya adalah energi berbentuk gelombang electromagnet
dengan panjang gelombang sekitar 380-750 nanometer. Benda-benda yang dapat
menghasilkan cahaya disebut sumber cahaya. Cahaya dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu cahaya tampak dan cahaya tidak tampak. Cahaya tampak adalah
cahaya yang dapat ditangkap oleh mata, cahaya tidak tampak adalah cahaya yang
tidak dapat ditangkap oleh mata, misalnya sinar-X sinar ultraviolet, sinar gamma,
dan sinar inframerah. Cahaya mempunyai sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat cahaya
banyak manfaatnya bagi kehidupan.
1- Cahaya Merambat Lurus
Cahaya dari lampu senter arah rambatannya menurut garis lurus. Atau
ketika kita melihat cahaya matahari yang menerobos masuk melalui genting.
Kedua hal tersebut membuktikan bahwa cahaya merambat lurus.
2- Cahaya Dapat Menembus Benda Bening
Berdasarkan dapat tidaknya memancarkan cahaya, benda
dikelompokkan menjadi benda sumber cahaya dan benda gelap. Benda
sumber cahaya dapat memancarkan cahaya. Contohnya: Matahari, lampu,
dan nyala api. Sedangkan benda gelap tidak dapat memancarkan cahaya
contohnya: batu, kayu, dan kertas. Berdasarkan dapat tidaknya meneruskan
cahaya, benda dibedakan menjadi dua, yaitu benda tembus cahaya dan
benda tidak tembus cahaya. Benda tembus cahaya dapat meneruskan yang
mengenainya. Contoh benda tembus cahaya yaitu kaca dan gelas bening.
Benda tidak tembus cahaya tidak dapat meneruskan cahaya yang
11. 11
mengenainya. Apabila dikenai cahaya, benda ini akan membentuk
bayangan. Contoh benda tidak tembus cahaya, yaitu koran, kertas, kayu,
batu, dan hewan.
3- Cahaya dapat dipantulkan
Perubahan arah rambatan cahaya disebut pemantulan cahaya. Cahaya
yang mengenai permukaan mengkilap akan dipantulkan. Hukum
pemantulan cahaya menyatakan sudut sinar datang sama dengan sudut sinar
pantul. Sinar datang, sinar pantul, dan garis normal terletak pada sebuah
bidang datar.
Pemantulan cahaya ada dua jenis, yaitu pemantulan baur (difus) dan
pemantulan teratur. Pemantulan baur terjadi jika cahaya mengenai benda
yang permukaannya tidak rata atau bergelombang. Pada pemantulan ini,
arah sinar pantul tidak beraturan. Cahaya yang dipantulkan oleh permukaan
air yang bergelombang merupakan salah satu contoh pemantulan baur.
Pemantulan teratur terjadi jika cahaya mengenai benda yang permukaannya
sangat rata, licin, dan mengilap. Pada pemantulan ini, sinar pantul memiliki
arah yang teratur. Cahaya yang dipantulkan oleh cermin merupakan salah
satu contoh pemantulan teratur.
Berdasarkan bentuk permukaannya, cermin dibedakan menjadi cermin
datar dan cermin lengkung. Cermin lengkung dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu cermin cekung dan cermin cembung.
a- Cermin datar
Bayangan pada cermin datar memiliki sifat-sifat berikut.
12. 12
; Ukuran (besar dan tinggi) bayangan sama dengan ukuran benda.
; Jarak bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke cermin.
; Kenampakan bayangan berlawanan dengan benda. Misalnya tangan
kirimu akan menjadi tangan kanan bayanganmu.
; Bayangan tegak seperti bendanya.
; Bayangan bersifat semu atau maya. Artinya, bayangan dapat dilihat
dalam cermin, tetapi tidak dapat ditangkap oleh layar.
b- Cermin cekung
Cermin cekung merupakan cermin yang baagian mengilapnya berupa
cekungan. Salah satu contoh cermin cekung yaitu bagian depan sendok
makan, lampu mobil, dan lampu senter. Sifat bayangan pada cermin cekung
bergantung dari letak benda. Sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin
cekung adalah sebagai berikut :
1- Jika benda berada dekat dengan cermin cekung, bayangan benda
bersifat tegak, diperbesar, dan semu (maya)
2- Jika benda berada jauh dengan cermin cekung, bayangan benda
bersifat nyata (sejati), terbalik dan diperkecil.
c- Cermin cembung
Cermin cembung merupakan cermin yang baagian mengilapnya
berbentuk cembung. Contoh cermin cembung yaitu bagian belakang sendok
makanan dan spion. Sifat bayangan pada cermin cembung adalah semu
(maya), tegak dan diperkecil dari benda yang sesungguhnya.
4- Cahaya Dapat Dibiaskan
13. 13
Pembiasan adalah pembelokan arah rambat cahaya, saat melewati dua
medium yang berbeda kerapatannya. Pembiasan cahaya dimanfaatkan
manusia dalam pembuatan berbagai alat optik. Apabila cahaya merambat
dari zat yang kurang rapat ke zat yang lebih rapat, cahaya akan
dibiaskan mendekati garis normal.
4 Model Discovery Learning
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. ‘Model
pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan,
termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas’. Arrends
(Trianto, 2014:51). Hal ini sesuai pendapat Joyce & Weil yang disitir Rahman
(2011:7) ‘Mendefinisikan Model pembelajaran (Model of teaching) adalah suatu
perencanaan yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi
pembelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting
pengajaran ataupun setting lainnya’. Dalam penelitian yang dimaksud model
pembelajaran adalah suatu bentuk atau pola yang digunakan oleh guru dalam
mengajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai oleh siswa.
Model Discovery Learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang
terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi
diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner (Kemendikbud
,2014:30) “Discovery Learning can be defined as the learning that take place
when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather
14. 14
is required to organize it him self. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan
sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan
sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari
pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna. Didalam proses belajar mementingkan
partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan
kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa
ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Menurut Bruner perkembangan kognitif
seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara
lingkungan, yaiut: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enactive, seseorang
melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan
sekitarnya, artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan
pengetahuan motorik. Tahap iconic, seorang memahami objek-objek atau
dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Tahap symbolic,
seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang
sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. “Model
Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses
intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan” Budiningsih
(Kemendikbud, 2014:30).
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry).
Tidak ada perbedaan yang principal pada kedua istilah ini, pada Discovery
Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang
sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada
15. 15
discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang
direkayasa oleh guru, sedangakan inkuiry masalahnya bukan hasil rekayasa,
sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk
mendapatkan temuan-temuan didalam masalah itu melalui proses penelitian. Dari
teori belajar Bruner, intinya perolehan pengetahuan merupakan suatu proses
interaksi, dan orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan
informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan atau diperoleh
sebelumnya. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif
oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Model Discovery Learning adalah salah satu model Pembelajaran dengan
pendekatan saintifik yaitu proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa
agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip
melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan
masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik
kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang
“ditemukan”. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi
menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja,
kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu
kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong
peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan
bukan hanya diberi tahu.
16. 16
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Model Discovery
Learning (Penemuan Terbimbing) adalah model pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik agar secara aktif mengolah dan menemukan
data atau informasi yang telah direkayasa oleh guru sehingga menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna.
1 Kelebihan model Discovery Learning
Dalam penggunaan model Discovery Learning ini guru berusaha
meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Maka model ini
memiliki kelebihan sebagai berikut:
a Model ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan,
memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses
kognitif/pengenalan siswa.
b Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual
sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
c Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.
d Model ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berkembang dan maju sesuai dengankemampuannya masing-masing.
e Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi
yang kuat untuk belajar lebih giat.
f Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri
sendiri dengan proses penemuan sendiri.
2 Langkah-langkah operasional
17. 17
Menurut Syah (Kemendikbud, 2014:32) ‘dalam mengaplikasikan Discovery
Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam
kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut’.
1 Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan). Pertama-tama pada tahap
ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan tanda tanya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul
keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai
kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, dan aktivitas belajar
lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2 Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah). Setelah dilakukan
stimulation langkah selanjutnya adalah guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah
yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan
masalah). Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan
menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang
berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan
suatu masalah.
3 Data collection (pengumpulan data). Ketika eksplorasi berlangsung guru
juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak
18. 18
didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai
informasi yang relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara
dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
4 Data processing (pengolahan data). Data processing merupakan kegiatan
mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui
wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Data processing
disebut juga dengan pengkodean coding/kategorisasi yang berfungsi
sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut
siswa akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/
penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5 Verification (pentahkikan/pembuktian). Bertujuan agar proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
6 Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi). Tahap generalitation/
menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat
dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah
yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Atau tahap dimana
berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan
atau generalisasi tertentu. Akhirnya dirumuskannya dengan kata-kata
prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.
5 Penelitian yang relevan
19. 19
Kajian penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1 Titin Oktaviani Pamungkas. (2009) “Penerapan discovery learning pada mata
pelajaran akuntansi untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa
akuntansi keuangan (studi kasus pada siswa kelas X AK SMK Shalahuddin
Malang)”.http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=39957
diakses pada tanggal 14 Maret 2015.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I motivasi belajar siswa
sebesar 47% dengan kategori kurang dan mengalami peningkatkan menjadi
sebesar 96% dengan kategori baik pada siklus II. Sedangkan pada prestasi
belajar juga mengalami peningkatkan, sebelum diberikan tindakan skor rata-
rata hasil belajar sebesar 51,87% dengan ketuntasan belajar 74,56% pada
siklus II meningkat lagi dengan skor rata-rata 81,28% dengan ketuntasan
belajar sebesar 93,53%.
2 Rismayani (2013) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Discovery
Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar PKN Siswa”.
http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP/article/view/405 diakses pada
tanggal 12 Maret 2015.
Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan rata-rata hasil belajar siklus I
ke siklus II sebesari 9,2%. Peningkatan ketuntasan klasikal siklus I ke siklus
II sebesari 33,4%
B Kerangka Pemikiran
20. 20
Dalam pembelajaran materi sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN 1
Balandongan masih terdapat banyak permasalahan pembelajaran yang perlu
dicarikan jalan keluarnya sehingga usaha perbaikan hasil belajar dapat mencapai
hasil yang diharapkan (mencapai ketuntasan yang di tetapkan). Salah satunya
adalah dengan penerapan model Discovery Learning. Model Discovery Learning
diprediksi akan meningkatkan pembelajaran konsep Sifat-Sifat Cahaya pada mata
pelajaran IPA dengan alasan-alasan berikut :
Bagan 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
Kondisi Akhir
(Tujuan yang diharapkan)
Tindakan
Kondisi Awal
(Studi Pendahuluan)
Penerapan Model Discovery Learning di Kelas 5 SDN 1 Balandongan
1 Penerapan model pembelajaran yang kurang tepat dan berpusat pada guru
sehingga siswa bersikap pasif dalam pembelajaran
2 Peserta didik merasa kurang perhatian dan keseriusan selama mengikuti
pembelajaran
3 Rendahnya kualitas proses/hasil belajar siswa, tidak mencapai ketuntasan klasikal
Peningkatan Pembelajaran Sifat-Sifat Cahaya
Meliputi beberapa aspek
1 Kognitif
2 Afektif
3 Psikomotor
21. 21
SIKLUS 1
1 Plan
2 Action
3 Observation
4 Reflection
SIKLUS 2
1 Plan
2 Action
3 Observation
4 Reflection
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, Pada kondisi awal guru belum
menerapkan model pembelajaran yang tepat masih berpusat pada guru . Peserta
didik tidak aktif, merasa kurang perhatian, dan keseriusan selama mengikuti
pembelajaran hal ini mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa yang tidak
mencapai ketuntasan klasikal. Oleh karena itu dilakukan tindakan yaitu
22. 22
dengan menggunakan model discovery learning. Pada siklus I peneliti
menggunakan model discovery learning kemudian dilanjutkan dengan siklus II
dengan mengevaluasi dan memperbaiki kegiatan siklus I. Kelebihan dari Model
Discovery Learning diprediksi dapat meningkatkan pembelajaran sifat-sifat
cahaya pada mata pelajaran IPA yang nantinya akan berpengaruh pula pada hasil
pembelajaran peserta didik yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Karena pada Model Discovery Learning, menekankan agar peserta didik terlibat
langsung dalam pembelajaran sehingga peserta didik dapat mengalami dan
menemukan sendiri konsep-konsep yang harus ia kuasai. Dengan demikian materi
pembelajaran yang disampaikan dapat diproses dengan baik oleh peserta didik.
Kemudian pada pembelajaran dengan penerapan model discovery learning
dapat memberi pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan
pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah. Dalam model ini
pembelajaran IPA dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti pengamatan,
pengujian atau penelitian, diskusi, penggalian informasi melalui tugas baca,
disamping itu juga pendekatan ini dapat memberi peluang pada peserta didik agar
dapat belajar lebih bermakna.
Keberhasilan penggunaan model discovery learning dalam pembelajaran
konsep sifat-sifat cahaya dengan sendirinya akan dapat meningkatkan proses dan
hasil belajar (kognitif, afektif, dan psikomotor), terutama pada pemahaman
konsep. Untuk dapat mencapai tujuan perbaikan kualitas pembelajaran sifat-sifat
cahaya pada kelas V di SDN 1 Balandongan.
23. 23
C Hipotesis Penelitian
“Hipotesis merupakan jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian,
belum jawaban yang empirik dengan data” (Sugiyono, 2013:96). Berdasarkan
kerangka pemikiran diatas hipotesis yang digunakan dapat dirumuskan yaitu “Ada
peningkatan proses dan hasil pembelajaran sifat-sifat cahaya melalui model
discovery learning pada siswa kelas V SDN 1 Balandongan”.