3. PENGERTIAN DAN SEJARAH POLITIK
ISLAM
Polotik berarti kekuasaan.
Adapun kekuasaan menurut Miriam
adalah kemampuan kelompok yang
berkuasa untuk mempengaruhi
perilaku seseorang atau kelompok
lain, sehingga sesuai dengan
keinginan dari kelompok yang
berkuasa.
7. DEMOKRASI ISLAM
yaitu musyawarah (syura), persetujuan
(ijma), dan penilaian interpretatif yang
mandiri (ijtihad).
Musyawarah di dalam al Quran 42:28 yang
isinya berupa perintah kepada para pemimpin
dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan
urusan mereka dengan cara bermusyawarah.
Dengan demikian tidak terjadi kesewenang-
wenangan dari seorang terhadap rakyat yang
dipimpinnya.
8. Nilai-nilai Dasar Sistem Politik
dalam Al-Qur’an
Aplikasi dalam pengembangan sistem politik Islam :
1. Kemestian mewujudkan persatuan
dan kesatuan umat.
2. Kemestian bermusyawarah dalam
menyelesaikan masalah-masalah
ijtihadiyah,
3. Dalam kata al-Amr (urusan) mencakup
urusan ekonomi, politik, social,
budaya dan sebagainya.
9. 4. Keharusan menunaikan amanat
dan menetapkan hukum
secara adil (Q.S. Al-Nisa’:58)
5. Kemestian menaati Allah,
Rasulullah, dan Ulil al-Amr
(pemegang kekuasaan)
6. Mendamaikan konflik antar
kelompok dalam masyarakat Islam
7. Mempertahankan kedaulatan
Negara dan larangan melakukan
agresi dan invasi
8. Mementingkan perdamaian
daripada permusuhan
11. Pinsip-prinsip Dasar dan cita-
cita politik Islam
a) Prinsip amanat
kekuasaan politik yang dimiliki
oleh pemerintahan merupakan amanat
Allah dan juga amanat rakyat yang
telah mengangkatnya melalui baiat.
b) Prinsip Keadilan
Pemerintahan berkewajiban
mengatur masyarakatat dengan
membuat aturan-aturan hukum yang
adil.
12. c) Prinsip ketaatan
Maknanya bahwa wajib hukum-hukum yang
terkandung dalam al-Qur’qn dan sunnah ditaati.
Demikian pula hukum perundang-undangan dan
kewajiban pemerintahan wajib ditaati.
Q.S al-Nisa’:59 berikut.
“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada
Allah, taatlah kepada Rasul, dan para pemimpinu!”.
d) Prinsip musyawarah
Maknanya bahwa hukum UU dan kebijakan
politik diterapkan melalui musyawarah. harus
diselesaikan dengan menggunakan ajaran-ajaran dan
cara-cara yang terkandung alam al-Qur’an dan
sunnah Rasul Allah SAW.
13. Demokrasi Dalam Islam
Demokrasi lahir di Yunani dan
berkembang pesat di Eropa dan bumi bagian
Utara, sementara Islam terlahir di Arab dan
berkembang pesat di wilayah Selatan.
Demokrasi merupakan produk akal, sedangkan
Islam adalah wahyu yang difirmankan kepada
Rasulullah SAW.
Fakta sejarah menjukkan bahwa
pemerintahan yang dijalankan oleh Rasulullah
SAW dan Khulafa’ al-Rasyidin tidak
menyebutkan antara berlandaskan pada
demokrasi. Pertemuan Islam dan demokrasi
merupakan pertemuan peradaban, dan
ideologi saja.
14. Sisi Positif dan Negatif Demokrasi
Sisi Positif
Dalam sisi positif S.N. Dubey menjelaskan
”Demokrasi menjamin setiap keinginan seseorang
di dalam komunitas, bahkan menjadi
pertimbangan dalam pengambilan keputusan
atau ketetapan pemerintah”.
Sisi Negatif
Prinsip kedaulatan terletak di tangan rakyat,
Aristoteles menambahkan, “Pemerintah yang
didasarkan pada pilihan orang banyak akan
mudah di pengaruhi oleh para demagog, dan
akhirnya akan merosot jadi kediktatoran”.
15. Variasi Pandangan Umat Islam
Dalam Melihat Relasi Islam dan
Politik
1. “Islam Politik” (al-Islam al-siyasi)
Kelompok yang gigih menginginkan
diwujudkannya syariat Islam dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara
melalui pranata negara.
Tokoh : Muhammad ‘Abduh, Rasyid
Ridha, Hasan al-Banna, dan Abu al-
‘Ala al-Maududi.
16. 2. Kelompok “Moderat” (Al-Muttawassith)
Hubungan agama dengan politik-kenegaraan
adalah relasi etik dan moral. Negara
merupakan instrumen politik untuk
menegakkan nilai dan akhlak Islam yang
bersifat universal.
Tokoh :
Ahmad Amin, Muhammad Husein Haikal,
Muhammad ‘Imarah, Fazlur Rahman, Robert
N. Bellah, Amin Rais, dan Jalaluddin
Rahmat(Ghazali, 2002:175)
17. 3. “kiri Islam” (al-yasar al-Islami)
Yang menolak penerapan syariat dan
pembentukan negara Islam., Islam
adalah agama, bukan negara.
Tokoh :
‘Ali ‘Abd al-Raziq, Muhammad Sa’id
al-Asymawi, Muhammad Ahmad
Khalfallah, Faraj Faudah, dan
Abdurrahman Wahid(Khan, 1982:75-
76).