BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN; SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYA
Pengaruh taurin
1. PENGARUH PENGGUNAAN TAURIN PADA PEMELIHARAAN
BENIH BANDENG
Oleh:
Lisa Ruliaty, Siswanto dan Sahlan
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Upaya peningkatan tingkat kelangsungan hidup pada benih ikan selain dengan penggunaan
enzim dapat juga dengan memperkaya pakan alami Rotifer dengan bahan Taurin sehingga dapat
memperbaiki pada kualitas nutrisinya. Taurin merupakan turunan dari metabolisme metionin
dan cystein yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam fungsi fisiologi. Fungsi
metabolisme dari taurin meliputi konjugasi asam empedu, stabilisasi membran dan osmoregulasi
(Birdsall, 1998). Hasil penelitian Chen et al (2005) pada larva Red Sea Bream dan Javanese
flounder menunjukkan bahwa pemberian rotifer yang diperkaya dengan taurin dapat
meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Rotifer merupakan zooplankton yang
dapat mengambil makanan di sekitarnya yang tersedia dalam bentuk partikel mikroorganik yang
mikro karena sifatnya yang non selective filter feeder sehingga Rotifer dapat di perkaya.
Kandungan taurin yang terdapat dalam tubuh Rotifer tergolong rendah (0,8 – 1,8 mg/g)
bila dibandingkan dengan Artemia (6,9 mg/g) yang di pergunakan pada stadia yang lebih besar
(Takeuchi, 2001). Penelitian yang dilakukan Chen et al (2005) mendapatkan bahwa Rotifer yang
diperkaya dengan taurin 400 mg/L memberikan hasil pertumbuhan dan perkembangan yang
terbaik pada larva Javananese flounder. Demikian juga dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ruchyani (2006) yang mendapatkan bahwa pengkayaan Rotifer dengan taurin sebesar 0,5 g/10 L
memberikan sintasan dan pertumbuhan yang terbaik pada larva udang vaname.
1.2. Tujuan
2. II. METODA
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah larva bandeng, rotifer,pakan
buatan, taurin, bak larva dan peralatan kerja.
Metoda
Pemeliharaan larva bandeng di lakukan dengan runtutan kegiatan sebagai berikut:
1. Pemeliharaan larva dilakukan pada bak out door dengan kapasitas bak 5 – 10 m3
.
2. Mengatur kepadatan tebar telur. Kepadatan tebar telur sebesar 100.000 butir pada bak
bervolume 5 – 10 m3
.
3. Pengelolaan lingkungan yang optimal. Pengaturan salinitas pada 30 ppt pada saat penebaran
telur dan penggantian air setelah umur pemeliharaan > 10 hari. Penggantian air dilakukan
sebesar 10 – 20%, dilakukan dengan mengurangi volume air, kemudian baru di lakukan
penambahan air baru dengan salinitas yang sama.
4. Pemberian pakan alami rotifer yang optimal dengan kepadatan 5 – 20 ind/ml dan dilakukan
pengkayaan pada rotifer. Rotifer yang telah di panen di perkaya dengan asam amino Taurin
dengan dosis perlakuan 0,5 g/10 L selama 5 jam. Sebagai kontrol adalah pemeliharaan larva
tanpa memperkaya rotifer. Perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali. Tata cara : Untuk
perendaman 10 liter media rotifera di butuhkan 0,5 g bahan pengkaya yang kemudian
ditambah dengan 0,25 g ragi roti, 0,1 g kuning telur, 0,5 ml minyak cumi dan 400 ml air untuk
di emulsikan di dalam blender selama lebih kurang 2 – 5 menit. Bahan pengkaya kemudian
dilarutkan ke dalam media Rotifer. Perendaman dilakukan selama 5-6 jam. Sebelum
pemberian, rotifera di saring kembali dan di cuci bersih dengan air laut.
5. Pemberian pakan buatan berkualitas yang telah di campur dengan vitamin C sebanyak 3 g/kg
pakan pada umur pemeliharaan larva > 10 hari.
3. 6. Melakukan panen pada umur pemeliharaan larva >18 hari dengan panjang tubuh >1,6 cm.
Melakukan pendataan terhadap panjang tubuh dan umur pada saat panen.
7. Melakukan monitoring terhadap performa benih yang di hasilkan dengan melakukan
pengawalan terhadap pembudidaya yang menggunakan nener BBPBAP Jepara.
Selama kegiatan dilakukan pengamatan terhadap parameter : pengukuran panjang larva pada hari
ke-14, 18, 21 dan pada saat panen, sintasan benih dan parameter kualitas air.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Survival Rate
Pengkayaan rotifer dengan taurin memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai
Survival rate nener bandeng. Pada perlakuan pengkayaan dengan taurin memberikan survival
rate sebesar 27,71 % ± 1,02 % dan pada perlakuan tanpa pengkayaan dengan nilai survival rate
sebesar 21,86 % ±0,28 % (Grafik 1).
Grafikl 1. Survival Rate nener bandeng pada pengujian Taurin
4. Lebih baiknya nilai survival rate pada perlakuan pengkayaan rotifer dengan taurin di duga
berkaitan dengan kecukupankadar taurin yang di konsumsi oleh larva bandeng. Sehingga taurin
dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Taurin merupakan osmolyte organic yang penting
dalam otak dan ginjal dan mempunyai kontribusi yang penting di dalam pengaturan volume sel
khususnya pada tekanan hypo dan hiperosmolar, dimana pengaturan ini penting bagi
perkembangan saraf pusat dan retina (Kim et al, 2003). Fungsi metabolism dari taurin meliputi
konjugasi asam empedu, detoksifikasi, stabilisasi membrane dan osmoregulasi (Birdsall, 1998).
Dalam kaitannya sebagai sumber energy, menurut Ronnested (1999), asam amino bebas yang
terdapat pada kuning telur mencapai 50% dari total asam amino, kuning telur tersebut
digunakan oleh larva awal sebagai sumber energy. Pada larva ikan laut penyerapan asam amino
bebas lebih besar daripada penyerapan protein (Ronnested, 1999), hal ini disebabkan karena
asam amino bebas paling mudah di serap karena tidak membutuhkan enzim untuk memecah
ikatan peptide. Perlakuan pengkayaan rotifer dengan taurin di duga telah menyumbangkan
energy sesuai kebutuhan larva bandeng sehingga mampu meningkatkan nilai survival rate
nener.
2. Pertumbuhan Panjang
Pengkayaan rotifer dengan taurin membuat pertumbuhan panjang larva lebih cepat bila
dibandingkan dengan pertumbuhan tanpa pengkayaan. Panjang akhir nener pada perlakuan
pengkayaan rotifer adalah sebesar 1,40 % ± 0,01 % dan tanpa pengkayaan sebesar 1,18 % ±
0,06 % (Grafik 2)
5. Grafik 2. Rerata panjang akhir nener pada pengujian taurin
Lebih tingginya kandungan taurin pada rotifer yang di perkaya di duga memberikan
pengaruh terhadap pertumbuhan larva bandeng (Tabel 1). Hal ini sejalan dengan penelitian
yang di lakukan oleh Ruchyani (2006) pada larva udang vaname yang mendapatkan
perkembangan stadia larva vaname tanpa pengkayaan taurin lebih lambat bila dibandingkan
perlakuan dengan pengkayaan demikian juga hasil pada penelitan Chen et al (2005). Menurut
Birdsall (1998), kandungan taurin yang rendah akan menyebabkan pertumbuhan yang rendah,
deregenerasi retina dan keterlambatan dalam perkembangan stadia. Kemampuan ikan untuk
mensintesis taurin tergantung dari spesies ikan dan akan berpengaruh terhadap perkembangan
stadia. Hal ini dapat terjadao karena kurangnya aktifitas dari L-cysteine sulfinate decarboxilase
yang merupakan kunci enzim untuk mengkonversi dari cysteine menjadi taurin (Martines et al,
2005).
3. Kandunngan lemak, protein dan taurin
Hasil dari analisa kandungan lemak yang dilakukan pada penelitan Ruchyani (2006),
menunjukkan kandungan lemak pada rotifer sudah cukup tinggi, demikian juga dengan
kandungan protein. Namun, pengkayaan rotifer dengan taurin sebanyak 0,5 g/10 L media
mampu meningkatkan kandungan taurin pada rotifer sebesar 60 % (Tabel 6).
6. Tabel 1. Data kandungan lemak, protein dan taurin pada Rotifer yang diperkaya taurin 0,5
mg/10 L media dan rotifer tanpa pengkayaan (Ruchyani.S., 2006)
Parameter Non Taurin Taurin
Lemak (%) 19.2 19.3
Protein (%) 68.1 69.3
Taurin (mg/100 g) 170.6 283.8
Kandungan lemak pada rotifer yang diperkaya maupun yang tidak diperkaya sudah mencukupi
kebutuhan lemak larva bandeng. Hal ini dapat dilihat dari kandungan asam lemak pada bandeng
laut dewasa kandungan EPA dan DHA sebesar 1.76 dan 1.39 (g/100 g edible portion), dan pada
bandeng dewasa tambak, yaitu masing-masing 1.44 EPA dan 0.44 DHA (Rachmansyah dkk,
2002 dalam Rachmansyah, 2004). Menurut Muir dan Robert (1994), kebutuhan lemak untuk
udang adalah berkisar 9 – 15 %. Demikan juga untuk kebutuhan protein sudah mencukupi untuk
kebutuhan larva. Kebutuhan protein optimum untuk pertumbuhan udang penaeid berkisar 28 –
60% (Lovelli, 1998).
4. Kualitas Air
Parameter kualitas air tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara kedua perakuan pada
pengujian pengkayaan rotifer dengan taurin. Nilai pramater kualitas air selama pengujian dapat
di lihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rerata kualitas air
Perlakuan Suhu O2 Sal pH NH3 NO2 Bhn.org
Taurin
30.13 ±
0,75
5.16 ±
0,22
32.25 ±
0,79
8.14 ±
0,02
0.08 ±
0,02
0.03 ±
0,02
86.01 ±
1,44
Non
Taurin
32.05 ±
0,76
4.71 ±
0,22
32.20 ±
0,69
8.13 ±
0,03
0.08 ±
0,02
0.02 ±
0,00
66.90 ±
9,15
7. IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
Pengkayaan rotifer dengan taurin memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai
Survival rate nener bandeng. Pengkayaan rotifer dengan taurin dapat menjadi SOP di
dalam pemeliharaan larva bandeng.
IV. REFERENSI
Birdsall, TC. 1998. Therapeutic Application Of Taurine. www.thorne.com/alt
medrev/fulltext/taurine3-2.html. Dikutip 15 April 204.
Budji, R.G. 2010. Skrining senyawa antibakteri dari Caulerpa racemosa dan Caulerpa
sartularioides asal perairan Pulau Lae-Lae Makassar. Skripsi Fakultas MIPA Jurusan
Biologi Universitas Hasanuddin. Makassar
Brown, J.A., Minkoff, G. & Puvanendran, V., 2003. Larviculture of Atlantic cod (Gadus
morhua): progress, protocols and problems. Aquaculture, 227, 357 – 372.
Chen JN, Takeuchi T, Takahashi T, Tomoda T, Kaiso M, Kuwada H. 2005. Effect Of Rotifers
Enriched With Taurine on Growth In Larvae Of Javanese Flounder Paralichthys olivaceus.
www.miyagi.kopas.co.jp/JSFS/jsfs-english/E-PUB/71-3/p 342.html. Dikutip 10 Agustus
2014.
Craig, S. & Helfrich, L.A., 2002. Understanding Fish Nutrition, Feeds, and Feeding. Virginia
Polytechnic Institute and State University. 18 p.
Djunaidah,I.S dkk. 2001. Penampilan Reproduksi dan Kualitas Larva Kepiting Bakau Scylla
paramamosain Yang Diberi Pakan Biomasa Artemia. Makalah pada Seminar Akuakultur
Indonesia. Semarang. 30 – 31 Oktober 2001.
De Val, A.G., G. Platas, A. Basilio, A. Cabello, J. Gorrochategui, I. Suay, F. Vicente, E.
Portilllo, M.J. del Rio, G.G. Reina, F. Peláez. 2001. Screening of antimicrobial activities in
red, green and brown macroalgae from Gran Canaria (Canary Islands, Spain). Int.
Microbiol. 4: 35-40.
8. Furuita, H., Yamamoto, T., Shima, T., Suzuki, N., & Takeuchi, T., 2003. Effect of arachidonic
acid levels in broodstock diet on larval and egg quality of Japanese flounder Paralichthys
olivaceus. Aquaculture, 220, 725 – 735.
Furuita,H, Takeuchi,Watanabe,Fujimoto,H.Sehiya,s and Imazuki,K. 1996. Requirements of
Larva Yellowtail for Eicosapentaenoic Acid, Decosahexaenoic Acid and ω 3 Highly
Unsaturated Fatty Acid. Fisheries Science. Vol.63. pp 372 – 379.
Higgs, D.A. and Dong, F. M., 2000. Lipids and fatty acids. In: Encyclopedia of Aquaculture (ed.
R.R. Stickney), John Wiley and Sons, Inc., New York, 476 – 496.
Hutabarat, S. 2000. Produktivitas Perairan dan Plankton Telaah terhadap Ilmu Perikanan dan
kelautan. Badan Penerbit UNDIP, Semarang.
Ibeas, C., Rodriguez, C., Badia, P., Cejas, J.R., Santamaria, F.J., Lorenzo, A., 2000. Efficacy of
dietary methyl esters of n-3 HUFA vs. triacylglycerols of n-3 HUFA by gilthead seabream
(Sparus aurata L.) juveniles. Aquaculture, 190, 273 – 287.
Izquierdo, M. S., Fernandez-Palacios, H., and Tacon, A. G. J., 2001. Effect of aquaculture. Rev.
Fish. Sci., 16, 73 – 94.
Izquierdo, M., 2005. Essential fatty acid requirements in Mediterranean fish species. Cahiers
Options Mediterraneennes, 63, 91 – 102.
Kandhasamy, M. and K.D. Arunachalam. 2008. Evaluation of in vitro antibacterial property of
seaweeds of southeast coast of India. African Journal of Biotechnology 7(12): 1958-1961.
Kim SK, Takeuchi T, Masahito Y, Yuko M. 2003. Effect of Dietary Supplementation with
Taurine, ß-alanine and GABA on The Growth of Juvenile and Fingerling Javanese
Flounder Paralichthys olivaceus. Fisheries Science. 2003, 69 : 242-248.
Lane, R.L. and Kohler, C.C., 2006. Comparative Fatty Acid Composition of Eggs from White
Bass Fed Live Food or Commercial Feed. North American Journal of Aquaculture, 69, 11
– 15.
Lall, S.P., Milley, J.E., Higgs, D.A., and Balfry, S.K., 2002. Dietary lipids, immune function and
pathogenesis of disease in fish. http://www-heb.pac.dfo-mpo.gc.ca/congress/2002
/Biochem/Lall.pdf. diambil tanggal 18 Maret 2014, Jam 11.10 wib.
Leger, P., Bengston, D.A., Simpson, K.L. and Sorgeloos, P., 1986. The use and nutritional value
of artemia as a food source. Oceanog. Mar. Biol.. Ann. Rev., 24, 521 – 624.
Li, Y.Y., Chen, W.Z., Sun, Z.W., Chen, J.H. and Wu, K.G., 2005. Effects of n-3 HUFA content
in broodstock diet on spawning performance and fatty acid composition of eggs and larvae
in Plectorhynchus cinctus. Aquaculture,
9. Lindequist, U. and T. Schweder. 2001. Marine biotechnology. In: Rehm, H.J., Reed, G. (Eds.),
Biotechnology, vol. 10. Wiley-VCH, Weinheim, pp. 441–484.
Lovelli, 1998. Nutrition and Feeding of Fish. Auburn University Van Reinhold. New York. Hal
21 – 217.
Mahasneh, I., M. Jamal, M. Kashashneh, M. Zibdeh. 1995. Antibiotic activity of marine algae
against multiantibiotic resistant bacteria. Microbios 83: 23–26.
Manilal, A., S. Sujith, J. Selvin, G.S. Kiran, C. Shakir, A.P. Lipton. 2010. Antimicrobial
potential of marine organisms collected from the southwest coast of India against
multiresistant human and shrimp patogens. Scientia Marina 74(2): 287-296.
Mayer, A.M.S. and M.T. Hamann. 2002. Marine pharmacology in 1999: compounds with
antibacterial, anticoagulant, antifungal, anthelmintic, anti-inflammatory, antiplatelet,
antiprotozoal and antiviral activities affecting the cardiovascular, endocrine, immune and
nervous systems, and other miscellaneous mechanism of action. Comp. Biochem. Physiol.,
Part C 132, 315–339.
Martinez B, Stavrosh C, Pascal D and Toshio T. 2004. Effect of Dietary Taurine
Supplementation on Growth Performance and Feed Selection of Sea Bass Dicentrarchus
labrax Fry Fed with Demand-Feeder. Fisheries Science, 70 : 74 – 79.
Mazorra, C., Bruce M., Bell J. G., Davie A., Alorend E., Jordan, N., Rees J., Papanikos N.,
Porter M. and Bromage N., 2003. Dietary lipid enhancement of broodstock reproductive
performance and egg and larval quality in Atlantic halibut (Hippoglossus hippoglossus).
Aquaculture, 227, 21 – 33.
Muir JF dan Roberts RJ. 1994. Recent Advances in Aquacukture. Institute of Aquacuture.
Blackwell Science Hal. 25 – 167.
Mtolera, M.S.P.and A.K. Semesi. 1996. Antimicrobial activity of extraxts from six green algae
from Tanzania. Curr. Trends Mar. Bot. Res. East Afr.Reg. pp. 211-217.
Newman, D.J., G.M. Cragg, K.M. Snader. 2003. Natural products as source of new drugs over
the period 1981–2002. J. Nat. Prod. 66: 1022–1037
NRC (National Research Council), 1993. Nutrient Requirements of Fish. National Acad. Press,
Washington, DC. 114 p.
Place, A.R. and Harel, M., 2006. Use of arachidonic acid for enhanced culturing of fish larvae
and broodstock. University of Maryland Biotechnology Institute (Baltimore, MD, US).
Rachmansyah. 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange Kabupaten
Barru Sulawesi Selatan bagi Pengembangan Budidaya Bandeng dalam Keramba Jaring
Apung [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor
10. Rao, P.S. and K.S. Parekh. 1981. Antibacterial activity of Indian seaweed extracts. Botanica
Marina 24: 577-582.
Roo, F., Socorro, J., Izquierdo, M.S., Caballero, M.J., Hernandez-Cruz, C.M., Fernandez, A. and
Fernandez-Palacios, H., 1999. Development of red porgy Pagrus pagrus visual system in
relation with changes in the digestive tract and aquaculture. Aquaculture Research, 31, 703
– 711.
Ronnested, Thorsen A, Finn RN. 1999. Fish Larval Nutrition : A Review of Recent Advances in
The Roles of Amino Acids. Aquaculture 177, 210-216.
Ruchyani, S. 2006. Pengaruh Rotifera Yang Diperkaya dengan Taurin pada Kadar yang
Berbeda Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Udang Vaname. Skripsi.
IPB. 26 Hal.
Sachithananthan, K. and A. Sivapalan. 1975. Antibacterial properties of some marine algae of Sri
Lanka. Bulletin of Fisheries Research Station, Sri Lanka. 26: 5-9.
Saptasari, M. 2010. Variasi ciri morfologi dan potensi makroalga jenis Caulerpa di pantai
Kondang Merak Kabupaten Malang. Malang. Variasi Ciri Morfologi (19-22).
Sargent, J.R., Tocher, D.R., Bell, J.G., 2002. The lipids, In: Halver, J.E., Hardy, R.W. (Eds.),
Fish Nutrition, 3rd edition. Academic Press, San Diego, 181–257.
Sawanboonchun, J., 2009. Atlantic Cod (Gadus morhua L.) Broodstock Nutrition: The Role Of
Arachidonic Acid And Astaxanthin As Determinants Of Egg Quality. Institute of
Aquaculture, University of Stirling, Scotland. Doctoral Thesis, 212 p.
Serkedjieva, J. 2004. Antiviral activity of the red marine alga Ceramium rubrum. Phytotherapy
Research, 18(6): 480-483.
Seiffert, M.E.B., Cerqueira, V.R. and Madureira, L.A.S., 2001. Effect of dietary (n−3) highly
unsaturated fatty acids on growth and survival of fat snook (Centropomus parallelus,
Pisces: Centropomidae) larvae during first feeding. Brazilian Journal of Medical and
Biological Research, 34, 645 – 651.
Siddhanta, A.K, K.H. Mody, B.K. Ramavat, V.D. Chauhan, H.S. Garg, A.K. Goel, M. Jinandra
Doss, M.N. Srivastava, G.K. Patnaik, V.P. Kamboj. 1997. Bioactivity of marine
organisms: Part VIII-Screening of some marine flora of Western coast of India. Indian
Journal Experimental Biology 35: 638-643.
Sridhar, K.R. and N. Vidyavathi. 1991. Antimicrobial activity of seaweeds. Acta Hydrochim.
Hydrobiol. 5: 455-496.
11. Sunyoto, P, Waspada dan Mustahal. 1996. Peningkatan Gizi Nauplius Artemia Salina untuk
Larva Ikan Laut dengan Pengkayaan Menggunakan Emulsi Lemak Scott’s Emulsion.
Skripsi. Undip Semarang (tidak dipublikasikan). 67 hal.
Takeuchi, Toshio. 2010. A Review Of Feed Development For Early life Stage Of Marine Fin
Fish In Japan. Aquaculture.2001.: 200 (202 – 222).
Tuney, I., B.H. Cadirci, D. Unal, A. Sukatar. 2006. Antimicrobial activities of the extracts of
marine algae from the coast of Urla (zmir, Turkey). Turk. J. Biol. 30: 1-5
Tocher, D.R., 2003. Metabolism and functions of lipids and fatty acids in teleost fish. Rev. Fish
Sci., 11, 107 – 184.
Watanabe, T., and Vassallo-Agius, R., 2003. Broodstock nutrition research on marine finfish in
Japan. Aquaculture, 227, 35 – 61.
Yildiz, M., 2008. Fatty Acid Composition of Some Commercial Marine Fish Feeds Available in
Turkey. Turk. J. Vet. Anim. Sci, 32, 3, 151 – 158.
Zainuddin, E.N. 2010. Antibacterial potential of marine algae collected from South Sulawesi
coast against human patogens. Proceedings of International Conference and Talkshow on
Medicinal Plants. BPPT, Jakarta, Indonesia. ISBN 978-602-95911-1-8.