1. Kebudayaan logam terdiri atas kebudayaan tembaga,
Kebudayaan perunggu, dan kebudayaan besi. Kebudayaan logam
Di Indonesia disebut zaman perunggu sebab zaman tembaga tidak
dikenal di Indonesia. Kebudayaan logam di Asia Tenggara
Disebut kebudayaan Dongson nama daerah di Cina yang menyebar di
Nusantara 500 tahun SM. Perunggu merupakan
Perpaduan tembaga dan timah. Disebut zaman logam, karena
Manusia menggunakan logam sebagai alat kehidupan sehari-hari,
seperti peralatan rumah tangga, peralatan pertanian,
Berburu, berkebun. Pembuatan alat-alat dari perunggu memerlukan
seorang ahli yang disebut dengan Undagi.
Adapun teknik pembuatan alat ini ada dua cara, yaitu:
1. Bivalve, yaitu cetakan yang terdiri dari dua bagian, kemudian diikat
dan ke dalam rongga dalam cetakan itu dituangkan perunggu cair.
2. Cetakan ini kemudian dilepas dan jadilah barang yang dicetak.
Teknik ini, disebut juga teknik cetak ulang.
2. A cire perdue (membuat model dari lilin), benda yang akan
dicetak dibuat model dahulu dari lilin, kemudian dibungkus
dengan tanah liat yang diberi lubang. Setelah dibakar lilin
meleleh. Rongga bekas lilin tersebut diisi cairan perunggu,
setelah dingin tanah liat dipecah maka jadilah barang.
Disebut juga teknik tidak langsung.
Hasil-hasil kebudayaan perunggu antara lain :
1. Nekara perunggu
Bentuknya seperti genderang yang berpinggan di bagian tengah dan
sisi atasnya tertutup. Nekara yang ditemukan di Indonesia ada yang
berukuran besar ada yang ukuran kecil. Nekara yang berukuran besar
di temukan di Pejeng Bali, nekara
ini bergaris tengah 160 cm dan tinggi 186 cm. Benda ini disimpan
di Pura Penataran Sasih, Gianyar, Bali. Nekara ini dianggap suci hanya
3. digunakan pada waktu upacara. Sedangkan nekara yang kecil
disebut dengan Moko dan sangat dihargai penduduk sebagai
barang pusaka atau mas kawin. Banyak ditemukan di Sumatra,
Jawa, Bali, P. Sangean, Roti, Leti,Selayar dan kepulauan Kei.
2. Kapak Corong.
Bentuknya seperti sepatu tapi tangkainya berbentuk corong.
Ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Selatan, Pulau Selayar dan Irian. Kapak corong yang
salah satu sisinya panjang disebut candrasa. Fungsinya sebagai
tanda kebesaran dan alat upacara keagamaan.
3. Bejana Perunggu
Banyak ditemukan di tepi danau Kerinci ,Madura dan Pnom
Penh (Kamboja) bentuknya seperti periuk.
4. Arca Perunggu
Ditemukan di Bangkinang (Riau), Lumajang, Bogor dan
Palembang. Bentuknya berupa arca orang yang menari, berdiri,
4. Naik kuda dan lain-lain.
5. Perhiasan Perunggu
Perhiasan ini berupa gelang, binggel (gelang kaki), anting-anting,
kalung ,cincin. Ditemukan di Bogor, Bali, Malang. Perhiasan ini banyak
ditemukan sebagai bekal kubur
E. PERKEMBANGAN KEHIDUPAN SOSIAL, BUDAYA, EKONOMI
DAN
KEPERCAYAAN MASYARAKAT BERBURU HINGGA
MASYARAKAT
PERTANIAN.
1. Hidup Berburu dan Mengumpulkan Makanan (Food
Gathering)
a. Lingkungan Alam dan Kehidupan
Kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan
ini sangat sederhana. Kehidupan mereka tak ubahnya seperti
kelompok hewan, karena tergantung pada apa yang disediakan oleh
alam.
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, manusia tinggal
5. Di alam terbuka seperti di hutan, di tepi sungai, di gunung, di gua-gua
(abris souche roche) dan ceruk karang di daerah pantai
(rock shelter), tinggal di pohon-pohon besar yang dibenntuk
menyerupai rumah dengan titian tangga sebagai alat untuk
menaikinya. Rumah semacam ini dibuat untuk menghindari banjir dan
binatang buas.
Biasanya mereka hidup berkelompok, agar dapat mengatasi
tantangan alam, khususnya binatang buas. Masyarakat pada
tahap ini dataran rendah dan dekat sumber mata air, khususnya
lembah-lembah sungai yang besar. Karena di daerah ini sumber
kehidupan, seperti berbagai jenis ikan dan kerang-kerangan yang dapat
dikonsumsi. Tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan
banyak buah-buahan hidup di sekitar sungai. Selain itu, sungai
sering dikunjungi hewan-hewan yang memerlukan air. Hewan yang
diburu umumnya, hewan memamah biak, karena hewan ini
6. Cenderung jinak dan mereka menghindari binatang buas yang akan
melawan membabi buta jika ditangkap dan akan membahayakan jiwa
pemburunya.
Dengan keadaan alam yang sangat berbahaya itu, manusia dalam
melakukan perjalanan cenderung melalui atau menyusuri
sungai-sungai. Sehingga timbul pikiran untuk menciptakan rakit-
rakit. Bahkan, pada masa selanjutnya, mereka dapat menciptakan
perahu sebagai sarana perjalanan untuk melalui sungai.
Di dataran rendah, selain mencari makanan yang berupa
binatang buruan, manusia juga mengumpulkan makanan yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan. Hal ini, dilakukan dengan cara
memilih tumbuh-tumbuhan berdasarkan warna, bau, ataupun
kemudahan mengunyah atau menelan bahan makanan. Kemampuan
manusia yang mereka pelajari dari tindakan hewan
pemakan tumbuhan ini disebut meramu (food gathering). Api juga
sudah dikenal, dengan cara membenturkan dua buah batu disulutkan
pada rumput kering jadilah api, berfungsi memasak,penerangan dan
menghalau binatang buas.
7.
8. Hubungan antara anggota rekakelompok sangat erat. Mereka
bekerja bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
serta mempertahankan kelompok dari serangan kelompok yang
lain atau serangan binatang buas. Mereka sudah mengenal
pembagian tugas kerja. Kaum laki-laki biasanya bertugas untuk
berburu dan kaum perempuan bertugas untuk memelihara anak
serta mengumpulkan buah-buahan dari hutan. Masing-masing
kelompok ini memilki pemimpin yang ditaati dan dihormati oleh
anggota kelompoknya.
3. Kehidupan Budaya
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, manusia
senang memilih goa-goa sebagai tempat tinggalnya. Mereka
mulai membuat alat-alat berburu, alat pemotong, alat pengeruk
tanah. Para ahli menafsirkan bahwa pembuat alat-alat tersebut
adalah jenis manusia Pithecanthropus dan kebudayaanya adalah
9. Palaeolithiukum (batu tua). Benda-benda hasil kebudayaan zaman
tersebut, sebagai berikut :
kapak perimbas, kapak penetak yang berfungsi untuk membelah
kayu, pohon, bambu, kapak genggam, pahat genggam yang berfungsi
untuk menggemburkan tanah dan mencari ubi-ubian,
alat serpih yang digunakan sebagai pisau, gurdi dan alat penusuk,
alat-alat dari tulang yang digunakan sebagai pisau, belati, mata
tombak, mata panah dan lain-lain.
4. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan masa berburu dan mengumpulkan makanan sangat
dipengaruhi oleh keadaan alam. Mereka berpindah-pindah dari
daerah satu ke daerah lain hanya untuk mendapatkan makanan.
Dengan demikian, kebutuhan makanan hanya untuk bertahan
hidup. Jadi pada masa itu belum ada bukti-bukti alat penukar.
5. Kehidupan Kepercayaan
Masa ini telah mengenal penghormatan terhadap orang yang
10. Meninggal. Mereka sudah mengenal penguburan tehadap orang
yang meninggal. Mereka juga percaya kepada roh orang yang
meninggal, bahwa setelah mati ada perjalanan rohani bagi jiwa
orang yang meninggal.
2. Masa Bercocok Tanam
a. Lingkungan Alam dan Kehidupanya.
Munculnya bentuk kehidupan semacam ini berawal dari upaya
manusia untuk menyiapkan persediaan makanan yang cukup
dalam satu masa tertentu dan tidak menggembara lagi untuk
mencari makanan. Periode ini ditandai dengan perkembangan
tradisi Neolithikum, yaitu penggunaan alat-alat sudah mulai
dihaluskan dengan bentuk yang semakin baik. Manusia menetap
di desa-desa dengan jumlah penduduk antara 300-400 orang.
Karena tingginya angka kelahiran yang menyebabkan salah satu
alasan untuk menetap, tetapi juga masih ada manusia yang hidup
di gua-gua. Dalam kehidupan yang menetap ini manusia mulai
hidup dari hasil bercocok tanam dengan menanam jenis tanaman
yang semula
11. Tumbuh liar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Disamping
itu mereka mulai menjinakan hewan-hewan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, seperti kuda, anjing, sapi, kerbau dan babi.
Kehidupan bercocok tanam yang pertama kali di Indonesia
adalah berhuma. Berhuma adalah teknik bercocok tanam dengan
cara membersihkan hutan dan menanamnya, setelah tanah tidak
subur mereka pindah dan mencari hutan lain. Kemudian mereka
mengulang pekerjaan dengan membuka hutan, demikian seterusnya.
Namun dalam perkembanganya, manusia berusaha
untuk hidup bertahan lama, dalam waktu yang cukup lama. Bahkan hal
ini dapat berlangsung dari generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena
itu, manusia mulai menerapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah-
tanah persawahan.
b. Kehidupan Sosial
Manusia sudah memiliki tempat tinggal yang tetap, yang
menyebabkan hubungan antara manusia di dalam kelompok
12. Masyarakatnya semakin erat. Kehidupan ini nampak jelas melalui
cara bekerja dan bergotong royong. Setiap kegiatan yang ada di
masyarakat dilakukan dengan bergotong royong, di antaranya
bekerja di sawah, membangun rumah secara bersama,merambah
hutan untuk tanah perkebunan. Cara hidup bergotong royong ini
merupakan ciri masyarakat agraris.
Bahkan pada masa ini sudah terbentuk kampung atau desa
dengan model rumah dari panggung yang dihuni oleh beberapa
keluarga. Dalam perkumpulan masyarakat yang sangat sederhana
biasanya terdapat seorang pemimpin yang disebut kepala suku,
yang merupakan sosok yang dihormati dan ditaati. Pada masa ini
diperkirakan sudah menggunakan bahasa, yaitu bahasa melayu
polynesia atau rumpun bahasa austronesia.
c. Kehidupan Ekonomi
Pada masa kehidupan bercocok tanam, kebutuhan hidup masyarakat
semakin bertambah, namun tak ada satu anggota
13. Masyarakat pun yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya
sendiri. Oleh karena itu, mereka menjalin hubungan
yang erat lagi dengan sesama anggota masyarakat, bahkan mereka
juga menjalin dengan masyarakat yang berada di luar
daerah tempat tinggalnya. Misalnya, masyarakat di daerah pegunungan
menjalin hubungan dengan masyarakat daerah pantai. Masyarakat di
daerah pegunungan membutuhkan hasil yang diperoleh dari . Dengan
demikian munculah sistem barter
yang menandai adanya awal perdagangan. Bahkan untuk melancarkan
adanya perdagangan dibutuhkan tempat khusus
bertemunya pembeli dengan penjual, yang dikenal dengan pasar,
sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup.
d. Sistem Kepercayaan Masyarakat
Pada masyarakat ini, telah mempunyai konsep tentang apa
yang terjadi pada orang yang meninggal. Mereka percaya bahwa
orang-orang yang meninggal rohnya pergi ke suatu tempat yang
14. Tidak jauh dari tempat tinggalnya atau roh orang yang meninggal
itu berada disekitar wilayah tempat tinggalnya, sehingga sewaktu-waktu dapat
dipanggil untuk dimintai bantuanya dalam
kasus tertentu seperti menanggulangi wabah penyakit atau
mengusir pasukan-pasukan musuh yang ingin menyerang wilayah
tempat tinggalnya.
Di Indonesia, kepercayaan dan pemujaan kepada roh nenek
nenek moyang terlihat melalui peninggalan-peninggalan megalithikum.
Bangunan-bangunan megalithikum biasanya banyak ditemukan di tempat-
tempat yang tinggi yaitu di puncak-puncak bukit, lereng-lereng gunung atau
dataran tinggi. Karena
tempat yang tinggi dianggap tempat berseyamnya roh nenek
moyang.
e. Kehidupan Budaya
Hasil kebudayaan pada masyarakat bercocok tanam semakin banyak
dan beragam, baik yang terbuat dari tanah liat, batu maupun tulang.
15. Hasil-hasil kebudayaan pada masa kehidupan bercocok tanam
adalah sebagai berikut : beliung persegi, kapak lonjong, mata
panah, gerabah, perhiasan, menhir, dolmen, sarkofagus, punden
berundak-undak, waruga , arca.
3. Masa Perundagian
a. Keadaan Alam Lingkungan Kehidupan Manusia
Pada masa ini manusia telah mengenal teknologi, mekipun
teknologi yang terbatas pada upaya untuk memenuhi peralatan-
peralatan sederhana yang dibutuhkan dalam aktivitas kehidupanya.
Pengenalan teknologi dalam kehidupan manusia,
terlihat jelas pada teknik pembuatan tempat tinggal atau peralatan-peralatan
yang mereka gunakan untuk membantu upaya memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Dalam membuat alat-alat yang terbuat dari logam memerlukan seorang ahli
membuat alat-alat logam , yang disebut dengan undagi.
Dan tempat pembuatan alat tersebut adalah perundagian.
16. Logam yang dikenal waktu itu, disebut dengan perunggu, yang merupakan
campuran antara tembaga dengan timah.
b. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat
Masa perundagian sangat penting dalam perkembangan
sejarah Indonesia, karena pada masa itu sudah terjalin hubungan dengan
daerah-daerah di sekitar kepulauan Indonesia. Hubungan ini terjadi karena
bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat dari logam tersedia terbatas
di tempat tertentu, dan untuk mendapatkanya dilakukan dengan sistem tukar-
menukar.
Kemakmuran masyarakat diketahui melalui perkembangan
teknik pertanian. Mereka sudah mengenal berbagai alat-alat
pertanian seperti pisau, bajak, cangkul dan sebagainya. Hal ini
membuktikan bahwa masyarakat pada masa itu sudah mengenal
sistem bercocok tanam di sawah. Daerah-daerah yang sudah mengenal
persawahan tentu masyarakatnya lebih mampu menyediakan bahan
pangan yang cukup. Mereka sudah mengenal
17. Perdagangan yang dapat meningkatkan hidup mereka maupun
masyarakat lainya. Kegiatan perdagangan dan perekonomian ini
menjadi dasar perkembangan perdagangan bangsa Indonesia
pada masa selanjutnya.
c. Kehidupan Budaya Masyarakat
Peninggalan-peninggalan budaya masyarakat Indonesia terbuat dari
logam, diantaranya :
1) Nekara Perunggu
Berfungsi pelengkap upacara untuk memohon hujan dan
sebagai genderang perang. Nekara yang terbesar di Asia Tenggara di
temukan pulau Selayar (Sulawesi Selatan). Sedangkan nekara yang kecil
disebut dengan moko, yang dipakai
sebagai mas kawin.
2) Kapak perunggu
3) Bejana perunggu
4) Arca perunggu
5) Perhiasan
18. A. PROSES MIGRASI RAS PROTO MELAYU DAN DEUTRO MELAYU
KE ASIA DAN INDONESIA
1. Kebudayaan Bacson-Hoabinh
Di pegunungan Bacson dan propinsi Hoabinh dekat Hanoi,
Vietnam oleh peneliti Madelaine Colani ditemukan sejumlah
besar alat-alat yang kemudian dikenal dengan kebudayaan
Bacson Hoabinh. Jenis alat yang ditemukan di Thailand,
Semenanjung Melayu dan Sumatra. Peninggalan-peninggalan di
Sumatra berupa bukit-bukit kerang yang dinamakan
Kyokenmoddinger (sampah dapur) yang memanjang dari
Sumatra Utara sampai Aceh.
Ciri kebudayaan Bacson Hoabinh adalah penyerpihan pada
satu sisi permukaan batu kali yang berukuran satu kepalan dan
bagian tepi sangat tajam. Hasil penyerpihan menunjukan
berbagai bentuk seperti lonjong, segi empat dan ada yang
berbentuk berpinggang.
19. Di wilayah Indonesia alat-alat batu kebudayaan Bacson Hoabinh
ditemukan di Papua, Sumatara, Sulawesi, Jawa dan Nusa
Tenggara. Penyebaran Kebudayaan Bacson Hoabinh bersamaan
dengan perpindahan ras Papua Melanesoid ke Indonesia melalui
jalan barat dan jalan timur. Mereka datang ke nusantara dengan
perahu bercadik tinggal di pantai timur sumatra dan Jawa, tetapi
kemudian terdesak oleh bangsa Proto Melayu . Akibatnya mereka
menyingkir ke Indonesia bagian timur dan dikenal dengan ras papua
(papua melanesoide) yang berlangsung
pada jaman mesolithikum.
Ras Papua Melanesoide hidup dan tinggal-tinggal di gua-gua
(abris sous roche) dan bukit-bukit kerang atau dapur sampah
(kyokenmoddinger). Ras papua melanesoide sampai di nusantara
pada zaman holosen, di mana keadaan bumi kita sudah layak dihuni
sehingga menjadi tempat yang nyaman bagi manusia.
20. Penyelidikan kyokkenmoddinger dilakukan oleh Dr.P.V. Van
Stein Callenfels tahun 1925 banyak ditemukan :
a) Kapak genggam yang kemudian dinamakan kapak sumatra.
Bahan batu sungai dibelah, sisi luar tidak dihaluskan, sisi
dalam dikerjakan sesuai dengan keperluan.
b) Kapak pendek (hache courte), bentuk setengah lingkaran,
tajamnya pada sisi lengkung. Ditemukan pula batu penggiling
(pipisan) sebagai penggiling makanan atau cat merah.
c) Batu pipisan (batu penggiling) yang berfungsi melembutkan
benda.
d) Ujung mata panah dan flakes
e) Kapak proto neolithikum yang sudah dihaluskan kemudian.
Ras papua melanesoide hidup masih setengah menetap,
hidup berburu, bercocok tanam sederhana. Mereka hidup di gua-
gua dan ada yang di bukit sampah. Manusia yang hidup di zaman
mesolithikum sudah mengenal kesenian, seperti lukisan babi
hutan yang banyak di temukan di goa leang-leang, Sulsel.
21. Juga lukisan telapak tangan merah dan lukisan kapak berupa garis
sejajar yang ditemukan kyokenmoddinger. Mayat dikubur dalam
gua atau bukit kerang dengan sikap jongkok dan diolesi warna
merah. Merah adalah warna darah tanda hidup. Mayat yang
diolesi warna merah dengan maksud agar dapat mengembalikan
kehidupan sehingga dapat berdialog.
Kecuali alat dari batu, juga ditemukan sisa-sisa dari tulang dan
gigi binatang seperti gajah, badak, beruang dan rusa. Jadi selain
mengumpulkan binatang kerang, mereka juga memburu
binatang-binatang besar. Di daerah sumatra alat-alat jenis Bacson
Hoabinh di Lhok Seumawe dan Medan. Benda yang ditemukan
bukit-bukit sampah dari kerang. Di Jawa ditemukan disekitar
lembah sungai bengawan solo bersamaan dengan penemuan fosil
manusia purba.
22. 2. Perkembangan Kebudayaan Dongson
Disebut kebudayaan Dongson sebab kebudayaan tersebut
ditemukan di daerah Dongson, Tongkin sebelah selatan. Alat yang
paling dominan terbuat dari perunggu, sehingga kebudayaan
perunggu di Asia tenggara disebut dengan kebudayaan Dongson.
Dari sinilah datang gelombang kebudayaan logam ke Indonesia
melalui jalan barat lewat Malaysia barat.
Menurut para sarjana pembawa kebudayaan logam ini
sebangsa dengan pembawa kapak persegi yaitu bangsa
Austronesia. Dengan demikian, nenek moyang bangsa Indonesia
datang ke Indonesia dalam dua tahap :
a) Bangsa Proto Melayu ± 2000 SM membawa budaya
neolithikum
b) Deutro Melayu ± 500 SM membawa budaya logam.
Pembuatan alat dari perunggu dilakukan dengan dua cara
yaitu teknik bivalve dan cire perdue.
23. Dengan kenyataan diatas, menunjukan kepada kita adanya hubungan
yang erat antara Indonesia dengan Tongkin yakni kebudayaan logam di
Indonesia termasuk kelompok kebudayaan
logam di Asia yang berpusat di Dongson. Dari daerah inilah datang
kebudayaan logam secara bergelombang lewat jalur barat yaitu
Malaysia.
Benda hasil perunggu yakni nekara perunggu, kapak perunggu,
dan perhiasan perunggu. Sedangkan alat dari besi, yaitu kapak,
mata pisau, mata pedang dan cangkul. Pada zaman perunggu di
Indonesia masuk kebudayaan perundagian, dimana peranan
perunggu dan besi sangat besar terutama dalam penggunaan alat
kehidupan.
Budaya Dongson besar pengaruhnya terhadap perkembangan
budaya perunggu di Indonesia. Sebab banyak nekara perunggu di
Indonesia seperti di Sumatra, Jawa dan Maluku Selatan menunjukan
bukti pengaruh kuat dari Dongson. Beberapa nekara yang ditemukan
berisi gambar dinasti Han, sedangkan di Kei Maluku berisi berisi hiasan
lajur mendatar berisi gambar kijang. Berdasarkan kesimpulan para ahli
24. Kemungkinan nekara tersebut ada yang berasal dari Cina, karena
ada hiasan model dari Cina. Kemungkinan nekara yang ditemukan
di Sangeng dekat Sumbawa oleh Heine Geldern berasal dari
Funan.
Perkembangan budaya logam di Indonesia dapat diketahui
dengan jelas adanya pengaruh budaya Dongson yang menyebar
ke seluruh Nusantara, yaitu :
a. Budaya logam awal di Jawa. Seperti peti kubur batu
(sarkofagus) yang banyak ditemukan di Gunung Kidul,Yogya
b. Budaya logam awal di Sumatra. Ditemukan di Pasemah
Lampung seperti kubur batu, manik-manik,tombak besi dan
peniti emas.
c. Budaya logam di Sumba Nusa Tenggara Timur, seperti , tradisi
penguburan dengan membawa bekal kubur yang berupa
logam yang diletakan dekat peti mati, bejana dan tembikar
yang terbuat dari logam.