Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
1. DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF
OTONOMI DAERAH
DISUSUN OLEH :
Nama : Fuji Kurniawan
Nim : 1401035024
Kelas : Akuntansi 4A
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2016
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada masa sebelum 1998, kekuasaan Pemerintah Pusat Negara Republik
Indonesia sangat sentralistik dan semua daerah di republik ini menjadi
perpanjangan tangan kekuasaan Jakarta (pemerintah pusat). Dengan kata lain,
rezim Orde Baru mewujudkan kekuasaan sentripetal, yakni berat sebelah
memihak pusat bukan pinggiran (daerah).
Daerah yang kaya akan sumber daya alam, ditarik keuntungan
produksinya dan dibagi-bagi di antara elite Jakarta, alih-alih diinvestasikan
untuk pembangunan daerah. Akibatnya, pembangunan antara di daerah dengan
di Jakarta menjadi timpang. B.J. Habibie yang menggantikan Soeharto sebagai
presiden pasca-Orde Baru membuat kebijakan politik baru yang mengubah
hubungan kekuasaan pusat dan daerah dengan menerbitkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah atau yang biasa
disebut desentralisasi. Dengan terbitnya undang-undang ini, daerah tidak lagi
sepenuhnya bergantung pada Jakarta dan tidak lagi mau didikte oleh pusat.
Bahkan, beberapa daerah, seperti Aceh, Riau dan Papua menuntut merdeka dan
ingin berpisah dari Republik Indonesia.
Pada masa awal reformasi, selain adanya keinginan provinsi memisahkan
dari republik, juga bermuncukan aspirasi dari berbagai daerah yang
menginginkan dilakukannya pemekaran provinsi atau kabupaten. Dalam upaya
pembentukan provinsi dan kabupaten baru ini, tarik-menarik antara kelompok
yang setuju dan tidak setuju terhadap pemekaran daerah sebagai akibat dari
otonomi daerah meningkatkan suhu politik lokal. Indikasi ini tercermin dari
munculnya ancaman dari masing-masing kelompok yang pro dan kontra
terhadap terbentuknya daerah baru, mobilisasi massa dengan sentimen
kesukuan, bahkan sampai ancaman pembunuhan.
3. Berangsur-angsur, pemekaran wilayah pun direalisasikan dengan
pengesahannya oleh Presiden Republik Indonesia melalui undang-undang.
Sampai dengan tanggal 25 Oktober 2002, terhitung empat provinsi baru lahir di
negara ini, yaitu Banten, Bangka Belitung, Gorontalo, dan Kepulauan Riau.
Pulau Papua yang sebelumnya merupakan sebuah provinsi pun saat ini telah
mengalami pemekaran, begitu pula dengan Kepulauan Maluku. Terakhir, pada
4 Desember 2005 sejumlah tokoh dari 11 kabupaten di Nanggroe Aceh
Darussalam mendeklarasikan pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara dan
Provinsi Aceh Barat Selatan. Aceh Leuser Antara terdiri dari lima kabupaten,
yakni Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Gayo Lues, dan Bener
Meriah. Sedangkan Aceh Barat Selatan meliputi Kabupaten Aceh Selatan, Aceh
Barat Daya, Aceh Jaya, Semeulue, dan Nagan Raya.
4. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah berasal dari bahasa Yunani yaitu auto dan nomous yang
berarti sendiri dan peraturan atau hukum. Jadi dapat disimpulkan bahwa
otonomi daerah adalah hak kewenangan dan kewajiban daerah untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Sedangkan menurut UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah
adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan
mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tujuan utama otonomi daerah dalah membebaskan pemerintah pusat dari
beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan daerah. Adapun tujuan
otonomi daerah yaitu:
1. Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
2. Pengembangan kehidupan demokrasi
3. Keadilan
4. Pemerataan
5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar
daerah dalam rangka keutuhan NKRI
6. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat.
7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta
masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.
5. Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewajiban yang diberikan kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam
rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga
sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara
memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung
jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber
potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
2.2 Permasalahan Pokok Otonomi Daerah
Permasalahan pokok Otonomi Daerah yaitu :
1. Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang
belum mantap.
2. Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai dan
penyesuaian peraturan perundangan-undangan yang ada dengan UU 22/
1999 masih sangat terbatas.
3. Sosialisasi UU 22/1999 dan pedoman yang tersedia belum mendalam dan
meluas
6. 4. Manajemen penyelenggaraan otonomi daerah masih sangat lemahPengaruh
perkembangan dinamika politik dan aspirasi masyarakat serta pengaruh
globalisasi yang tidak mudah masyarakat serta pengaruh globalisasi yang
tidak mudah dikelola
5. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya
pelaksanaan otonomi daerah
6. Belum jelas dalam kebijakan pelaksanaan perwujudan konsep otonomi
yang proporsional kedalam pengaturan pembagian dan pemanfaatan
sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah
sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan
keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka NKRI
Permasalahan pokok tersebut terefleksi dalam 7 elemen pokok yang
membentuk pemerintah daerah yaitu:
1. Kewenangan
2. Kelembagaan
3. Kepegawaian
4. Keuangan
5. Perwakilan
6. Manajemen pelayanan public
7. Pengawasan.
2.3 Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah
2.3.1 Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah dari Segi Ekonomi
Dampak Positif :
Dari segi ekonomi banyak sekali keutungan dari penerapan otonomi daerah
diantaranya; pemerintahan daerah memberikan wewenang kepada masyarakat
7. daerah untuk mengelola sumber daya alam yang dimiliki di masing-masing
daerah, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelola
secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan
meningkat. Dengan begitu masyarakat akan mandiri dan berusaha untuk
mengembangkan suber daya alam yang mereka miliki, karena mereka lebih
mengetahui hal-hal apa saja yang terbaik bagi mereka. Pengelolaan sumberdaya
alam khususnya sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal sangatlah tepat
diterapkan di indonesia, selain karena efeknya yang positif juga mengingat
komunitas lokal di Indonesia memiliki keterikatan yang kuat dengan daerahnya
sehingga pengelolaan yang dilakukan akan diusahakan demi kebaikan
daerahnya.
Dampak Negatif :
Namun demikian, sejak orde lama sampai berakhirnya orde baru, pemerintah
pusat begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktivitas negara. Dominasi
pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan eksistensi
daerah sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan dinamika
sosial budaya tersendiri, keadaan ini dalam jangka waktu yang panjang
mengakibatkan ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya
mematikan kreasi dan inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnya. Dan
dengan adanya penerapan sistem ini membukan peluang yang sebesar-besarnya
bagi pejabat daerah (pejabat yang tidak benar) untuk melalukan praktek KKN.
2.3.2 Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah dari Segi Sosial Budaya
Dampak Positif :
Dengan diadakannya desentralisasi akan memperkuat ikatan sosial budaya pada
suatu daerah. Karena dengan diterapkannya desentralisasi ini pemerintahan
daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki
8. oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di
perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya bisa di jadikan symbol daerah
tersebut.
Dampak Negatif :
Dapat menimbulkan kompetisi yang tidak sehat anatar daerah karena setiap
ingin menonjolkan kebudayaan masing-masing dan merasa bahwa
kebudayaannya paling baik.
2.3.3 Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah dari Segi Keamanan Politik
Dampak Positif:
Dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk
mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya
kebijakna ini akan bisa meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri
dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa
saja yang menyangkut NKRI).
Dampak Negatif :
Disatu sisi otonomi daerah berpotensi menyulut konflik antar daerah satu
dengan yang lain.
2.3.4 Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah Secara Umum
Dampak Positif:
1. Setiap daerah bisa memaksimalkan potensi masing-masing.
2. Pembangunan untuk daerah yang punya pendapatan tinggi akan lebih cepat
berkembang.
9. 3. Daerah punya kewenangan untuk mengatur dan memberikan kebijakan
tertentu.
4. Adanya desentralisasi kekuasaan.
5. Daerah yang lebih tau apa yang lebih dibutuhkan di daerah itu, maka
diharapkan dengan otonomi daerah menjadi lebih maju.
6. Pemerintah daerah akan lebih mudah mengelola sumber daya alam yang
dimilikinya, jika SDA yang dimiliki daerah telah dikelola secara optimal
maka PAD dan pendapatan masyarakat akan meningkat.
7. Dengan diterapkannya sistem otonomi dareah, biaya birokrasi menjadi lebih
efisien.
8. Pemerintah daerah akan lebih mudah untuk mengembangkan kebudayaan
yang dimiliki oleh daerah tersebut. (Kearifan lokal yg terkandung dalam
budaya dan adat istiadat daerah).
Dampak Negatif :
1. Daerah yang miskin akan sedikit lambat berkembang.
2. Tidak adanya koordinasi dengan daerah tingkat satu karena merasa yang
punya otonomi adalah daerah Kabupaten/Kota.
3. Kadang-kadang terjadi kesenjangan sosial karena kewenangan yang di
berikan pemerintah pusat kadang-kadang bukan pada tempatnya.
4. Karena merasa melaksanakan kegiatannya sendiri sehingga para pimpinan
sering lupa tanggung jawabnya.
5. Adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk
melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat.
6. Otonomi daerah juga dapat menimbulkan persaingan antar daerah yang
terkadang dapat memicu perpecahan.
7. Membuat kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh antar daerah.
10. Adapun Kekurangan dan kelebihan adanya sistem otonomi daerah
diantaranya :
A. Kelebihan/keuntungan :
1. Pemerintah Prov/Kab/Kota mampu melihat kebutuhan yang mendasar
pada daerahnya untuk menjadi prioritas pembangunan.
2. Dengan dilaksanakannya Otoda maka pembangunan didaerah tersebut
akan maju, berkembang dalam pembangunan daerah, peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan rakyat.
3. Daerah dapat mengatur sendiri tata kelola pemerintahannya, PAD dengan
membentuk Perda sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
pemerintah yang lebih tinggi.
4. Pemerintah daerah bersama rakyat di daerah itu akan bersama-sama
membangun daerah untuk kemajuan dan kepentingan bersama.
B. Kekurangan/kerugian :
1. Pemda ada yg mengatur daerahnya dengan menetapkan Perda yang
bertentangan dengan peraturan yg lebih tinggi, sehingga berpotensi
menimbulkan kerawanan di daerah.
2. Kalau kontrol/pengawasan pemerintah pusat lemah, maka besar
peluangnya untuk munculnya raja-raja kecil yg berpotensi terjadinya
disintegrasi bangsa.
3. Bila terjadi permasalahan di daerah, misalnya KKN, maka bukan hanya
pemda yg disalahkan, akan tetapi pemerintah pusat akan kenah getahnya
(kurang pengawasan).
4. Peraturan yg ditetapkan pemerintah pusat, kadang-kadang tidak sesuai
dengan kondisi daerah tertentu, sehingga menimbulkan multi tafsir yang
dapat merugikan pemda dan rakyat didaerah itu.
11. BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Otonomi daerah telah memberi pengaruh positip dan negatip terhadap
sistem pemerintahan daerah. Adapun pengaruh positip dan negatip dari otonomi
daerah tersebut antara lain pemilihan kepala daerah langsung, hubungan antara
provinsi dengan kabupaten/kota, hubungan antara eksekutif dan legislatif,
distorsi putera daerah, dan kemunculan raja lokal, serta timbulnya konflik batas
wilayah.
”Mengeluarkan suatu kebijakan ibarat melemparkan batu kedalam air,
pasti akan menimbulkan riak, namun riaknya air akan hilang ketika batu telah
sampai kepada dasar atau kedalaman tertentu.” Begitu juga kebijakan otonomi
daerah yang menimbulkan pro dan kontra sebagai suatu konsekuensi logis yang
harus disikapi oleh seluruh masyarakat menuju proses pendewasaan bangsa.