1. Polymyositis dan Dermatomyositis
Rachmat Gunadi Wachjudi
Perhimpunan Reumatologi Indonesia Cabang Bandung
Polymyositis ditandai dengan peradangan dan degnerasi otot-otot. Dermatomyositis
adalah polymiositis yang disertai dengan peradangan kulit.
Kerusakan otot dapat menyebabkan nyeri otot dan kesulitan mengangkat lengan
keatas bahu, menaiki tangga, atau bangkit dari duduk.
Biasanya dilakukan pemeriksaan enzim otot (CPK) dari serum, dan pemeriksaan
elektrofisologik otot, magnetic resonance imaging (MRI) otot dan biopsy otot.
Steroid merupakan bagian dari pengobatan utama penyakit ini.
Penyakit ini dapat menimbulkan kelemahan otot yang sangat mengganggu sehingga tak
dapat melakukan kegiatan sehari-hari, kelemahan otot ini lebih sering megenai bahu dan
panggul, namun dapat pula mengenai seluruh otot rangka secara simetris.
Polymyositis dan dermatomyositis paling sering dijumpai pada usia 40 – 60 tahun atau
pada anak usia 5 - 15 tahun. Wanita dua kali lebih sering terkena kedua penyakit tersebut
disbanding pria.pada orang dewasa penyakit ini dapat terjadi secar tersendiri atau dapat pula
merupakan bagian dari penyakit jaringan ikat laiunnya seperti misalnya MCTD.
Penyebab pasti kedua penyakit ini belum diketahui. Diduga ada peran dari infeksi viru
dalam mencetuskan proses autoimun. Keganasan dapat pula mencetuskan dermatomyositis
dan polymyositis. Hal imni mungkin disebabkan reaksi imun terhadap kanker menjadi
diarahkan terhadap jaringan otot.
Bagan Patogenesis Polymiositis dan Dermatomyositis
2. Manifestasi Klinis
Polymyositis:
Polymyositis pada kelompok usia dewasa mempunyai perjalanan klinis yang kurang lebih
serupa, sedangkan pada anak-anak lebih sering onsetnya akut. Manifestasi klinis dapat
dimulai selama atau setelah terjadinya suatu infeksi. Gejala yang umumnya ditemukan
3. berupa kelemahan otot-otot yang terjadi secara simetris pada gelang bahu, lengan atas,
panggul dan paha. Gejala lain yang dialami adalah nyeri sendi, dan otot-otot periartikular,
sulit menelan, demam, fatigue dan penurunan berat badan. Raynaud's syndrome lebih sering
dialami oleh pasien dermato-polimyositis yang bersamaan dengan penyakit jaringan ikat
lainnya
Kelemahan otot dapat timbul mendadak atau secara berangsur, dapat memburuk dalam
beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian. Karena lebih sering mengenai otot
proksimal, maka gangguan fungsi yang terjadi berupa menurunnya kemampuan
mengangkat beban, menaiki tangga dan bangkit dari duduk ke berdiri. Jika mengenai otot
leher, maka penederita akan mengalami kesulitan mengangkat kepala. Kelemahan bahu dan
hip menyebabkan pasien harus menggunakan kursi roda atau bahkan terbaring tak berdaya
di tempat tidur. Kerusakan otot di proksimal esophagus akan menyebabkan dysfagia dan
bahkan terjadi regugitasi makanan. Namun demikian, penyakit ini hampir tak pernah
mengenai otot-otot tangan, kaki dan wajah. Nyeri dan peradangan sendi terdapat pada 30%
penderita, yang biasanya berlangsung ringan.
Polymyositis jarang mengenai organ selain organ dalam kecuali larynx dan pharynx,.namun
demikian, walaupun jarang dapat pula mengenai jantung dan paru sehingga mengakibatkan
pendek nafas dan batuk
Dermatomyositis:
Pada dermatomyositis, gejalanya sama seperti polymyositis. Sebagai tambahan, akan
dijumpai pula rash yang timbulnya bersamaan dengan kelemahan otot atau gejala lainnya.
Rash berupa bercak merah gelap agak ungu (heliotrope rash) dapat mengenai wajah berupa
tonjolan merah keunguan sekitar mata , bisa bersisik, halus, atau menimbul, dapat terjadi di
bagian manapun dari tubuh, namun terutama pada MCP dan pinggiran tangan. Nail beds
menjadi kemerahan. Pada saat rash memudar, maka muncullah pigmentasi kecoklatan,
mengeriput, atau terjadi bercak-bercak depigmentasi.kulit. Diagnosis
Kriteria diagnosis polymyositis dan dermatomyositis:
Muscle weakness at the shoulders or hips
A characteristic rash
Increased blood levels of certain muscle enzymes (especially creatine kinase) in the
blood, indicating muscle damage
Abnormalities in muscle electrical activity as measured by electromyography (see
Symptoms and Diagnosis of Brain, Spinal Cord, and Nerve Disorders:
Electromyography and Nerve Conduction Studies), or on appearance on a magnetic
resonance imaging (MRI) scan
Characteristic changes in muscle tissue obtained by biopsy and observed under a
microscope (the most conclusive evidence)
Pemeriksaan laboratorium dapat menunjang diagnosis, namun tidak spesifik. Muscle
4. enzymes diperiksa secara serial dari darah untuk memonitor perjalanan penyakit. Kadarnya
akan menurun seiring perbaikan klinis dengan terapi yang efektif. Magnetic resonance
imaging (MRI)dapat menunjukkan daerah yang menaglami inflammasi dan dapat mebantu
kita untuk menentukan bagian mana yang layak diambil sampel biopsy..pemeriksaan PA
khusus harus dilakukan untuk menyingkirkan kelainan otot lainnya.
Heliotrope rash dan Gottron’s sign
Sebagai ilustrasi dibawah ini disampaikan perbandingan antara dermatomyositis,
polymiositis dan inclusion body myositis
Manifestasi Deramatomyositis Polymyositis Inclusion bodyM’sitis
Age at onset Children/adults Adults (> 18 years) Adults (> 80 years)
Sex F=M F>M M>F
Ethnic group All All, HLA restriction Whites > blacks,
according to race ethnic clusters
Familial No No Yes
association
Other disorders Neoplasm, CTD, Autoimm. dis., viral CTD, viral infections
autoimm. dis. infections
Main clinical Cutaneous* and Muscle weakness: Muscle weakness:
manifestations muscle weakness: symmetrical prox. symmetrical prox. legs >
symmetrical prox. legs legs > arms neck arms asymmetric
> arms neck flexors > flexors > neck prox./distal leg and arm
neck extensors, extensors muscle, wrist/fingers
myalgia flexors ≥ deltoids
EMG Myopathic Myopathic Myopathic or
neurogenic
Muscle enzymes High or normal High Normal or high
Muscle biopsy Perifascicular atrophy Endomysial Endomysial
5. infiltrates, capillary inflammatory cell inflammatory cell
alterations non- infiltrates infiltrates surrounding
necrotic muscle fibers surrounding and and invading non-
invading necrotic muscle fibers,
vacuolated m. fibers
Response to Yes Yes No
immunosuppression
*Gottron's papules, heliotrope rash, and macular erythemas. F, female; M, male;
HLA, human leukocyte antigen; CTD, connective tissue disease.
Prognosis
Dalam kurun 5 tahun hampir 50% pasien terutama anak-anak yang mendapatkan terapi
yang adequate, mengalami remisi yang panjang (bahkan perbaikan secara nyata.namun
demikian penyakit ini dapat kambuh di sebarang waktu. Pada anak-anak survival 5 tahun
setelah terdiagnosis sekitar 75%, bahkan lebih tinggi lagi. Mortalitas pada penderita jika
didapatkan kelemahan otot progresif dan berat, kesulitan menelan, undernutrition, aspiration
pneumonia, dan gagal nafas yang sering menyertai pneumonia. Polymyositis cenderung
lebih berat dan tidak berespon baik terhadap terapi, pada pasien dengan pelibatan paru dan
jantung. Pada pasien dengan komorbid keganasan, maka mortalitas biasanyaterkait
keganasannya bukan karena PM DM nya.
Terapi
Pada saat penyakit sedang aktif aktivitas sebaiknya agak dibatasi. Terapi medikamentosa
biasanya menggunakan steroid misalnya methyl prednisolon dengan dosis 0,8mg/kgBB/
hari peroral. Dosis sedemikian dipertahankan selama 12 minggu sambil memantau respon
terapi berupa penurunan kadar enzyme otot, lalu dilakukan tap off. Sebagian penderita
terpaksa harus diberikan steroid dosis rendahdalam waktu yang lama untuk mencegah
terjadinya relapspenggunaan steroid ini dapat berlangsung bertahun-tahun, bahkan mungkin
seumur hidup. Lain halnya dengan pasien anak, biasanya pemberian steroid paling lama
selama 1 tahun, lalu dapat dihentikan tanpa terjadi flare
Pada sebagian penderita ada kemungkinan steroid tidak efektif atau harus diberikan dalam
dosis yang tinggi, bahkan pada sebagian lagi mengalami gangguan dan kelemahan otot.
Pada pasien-pasien dseperti ini, biasa akan diberikan obat-obatan imunosupresif seperti .
methotrexate , azathioprine atau cyclosporine
6. Jika obat-obatan inipun tidak efektif, maka diberikan gamma globulin yang diberikan secara
intravenous. Pada kasus polymyositis dermatomyositis yang refrakter dapat diberikan
Biologic agent seperti rituximab, infliximab dan etanercept
Pada polymyositis yang berkaitan dengan keganasan biasanya tidak memberikan respon
baik terhadap steroid. Kondisinya akan membaik seiring dengan perbaikan pada
keganasannya yang berespon terhadap terapi.
Untuk mengantisipasi efek samping steroid dosis tinggi dan jangka panjang pada pasien PM
DM, seperti ririko fraktur osteoporotik, maka harus dilakukan pemeriksaan BMD baseline,
antisapasi peningkatan tekanan darah dan pemeriksaan profil lipid.
Referensi
o Dalakas MC, Hohlfeld R. Polymyositis and dermatomyositis. Lancet.
2003;362:971–982. [PubMed: 14511932]
o Askanas V, Engel WK. Inclusion-body myositis and myopathies: Different
etiologies, possibly similar pathogenic mechanisms. Curr Opin Neurol.
2002;15:525–531. [PubMed: 12351995]
o Hoogendijk JE, Amato AA, Lecky BR. et al. 119th ENMC International
Workshop: Trial design in adult idiopathic inflammatory myopathies, with the
exception of inclusion body myositis. Neuromuscul Disord. 2004;14:337–345.
[PubMed: 15099594]
o Santmyire-Rosenberger B, Dugan EM. Skin involvement in dermatomyositis.
Curr Opin Rheumatol. 2003;15:714–722. [PubMed: 14569200]
o Askanas V, Engel WK. Proposed pathogenetic cascade of inclusion-body
myositis: Importance of amyloid-β, misfolded proteins, predisposing genes, and
aging. Curr Opin Rheumatol. 2003;15:737–744. [PubMed: 14569203]
o Shamin EA, Rider LG, Miller FW. Update on the genetics of the idiopathic
inflammatory myopathies. Curr Opin Rheumatol. 2000;12:482–491. [PubMed:
11092196]
o Hak AE, de Paepe B, de Bleecker JL, Tak PP, de Viser M Dermatomyositis and
Polymyositis: New Treatrment targets on the horizon. The Journal of Medicine,
2011: 69,10; 410-419
o