SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
Download to read offline
Bahasa dan Pikiran



Pengaruh Bahasa terhadap Pikiran
Kajian Hipotesis Benyamin Whorf dan Edward Sapir
Oleh : Wahyu Widhiarso
Fakultas Psikologi UGM (2005)


A. Pengantar

     “ To give a child an idea of scarlet or orange, of sweet or bitter, I present the
      objects, or in other words, convey to him these impressions; but proceed not
    so absurdly, as to endeavor to produce the impressions by exciting the ideas.”
                                                                       David Hume


       Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu di
dalamnya, yaitu segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan pemahaman
manusia. oleh karena itu memahami bahasa akan memungkinkan untuk
memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia. Bahasa adalah media manusia
berpikir secara abstrak dimana objek-objek faktual ditarnsformasikan menjadi
simbol-simbol bahasa yang abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka
manusia dapat berpikir mengenai tentang sebuah objek, meskipun objek itu tidak
terinderakan saat proses berpikir itu dilakukan olehnya (Suriasumantri, 1998).

       Ernst Cassier menyebut manusia sebagai animal symbolicum, makhluk
yang menggunakan simbol. Secara generik ungkapan ini lebih luas daripada
sekedar homo sapiens. Bagi Cassier, Keunikan manusia sebenarnya bukanlah
sekedar terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada
kemampuannnya berbahasa.          Seorang filosof kenamaan, H.G. Gadamer,
menyatakan bahwa status manusia tidak dapat melakukan apa-apa tanpa
menggunakan bahasa. Dalam satu pernyataannya yang terkenal, secara jelas pula
seorang filosof bahasa, Ludwid Van Wittgenstein, mengatakan bahwa batas dunia
manusia adalah bahasa mereka (Sumaryono, 1993)

       Sebuah uraian yang cukup menarik mengenai keterkaitan antara bahasa
dan pikir dinyatakan oleh Whorf dan Saphir. Whorf dan Sapir melihat bahwa
pikiran manusia ditentukan oleh sistem klasifikasi dari bahasa tertentu yang
digunakan manusia (Schlenker, 2004). Menurut hipotesis ini, dunia mental orang
Indonesia berbeda dengan dunia mental orang Inggris karena mereka
menggunakan bahasa yang berbeda. Hubungan antara bahasa dan pikiran adalah


                                         1
Bahasa dan Pikiran


sebuah tema yang sangat menantang dalam dunia kajian psikologi. Sejarah kajian
ini dapat ditilik dari psikolog kognitif, filosof dan ahli linguistik. Hipotesis Whorf
dan Sapir menyajikan sesuatu yang sangat menantang untuk ditelaah lebih lanjut.
Beberapa aspek bahasan yang mempengaruhi pikiran perlu diidentifikasi lebih
lanjut, misalnya identifikasi aspek bahasa yang mempengaruhi penalaran ruang
bidang (reasoning spatial) dan aspek bahasa yang mempengaruhi penalaran
terhadap pikiran lain (reasoning about other minds).



B. Selintas Konsep Saphir-Whorf tentang Bahasa dan Pikiran

      When I think in language, there aren’t ‘meanings’ going through my mind in
  addition to the verbal expressions: the language is itself the vehicle of thought.”
                                                              Ludwig Wittgenstein


       Beberapa ahli mencoba memaparkan hubungan antara bahasa dan pikiran,
atau lebih disempitkan lagi, bahasa mempengaruhi pikiran. Beberapa ahli tersebut
antara lain Von Humboldt, Edward Saphir, Benyamin Whorf dan Ernst Cassier.
Dari keempat tokoh tersebut hanya Edward Sapir dan Benyamin Whorf yang
banyak dikutip oleh berbagai peneliti.

       Sapir dan Worf mengatakan bahwa tidak ada dua bahasa yang memiliki
kesamaan untuk dipertimbangkan sebagai realitas sosial yang sama. Sapir dan
Worf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran.

1. Hipotesis pertama adalah lingusitic relativity hypothesis yang menyatakan
   bahwa perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan
   kognitif non bahasa (nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan
   perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut.

2. Hipotesis kedua adalah linguistics determinism yang menyatakan bahwa
   struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan menalar dunia
   perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh
   kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa.

       Pengaruh bahasa terhadap pikiran dapat terjadi melalui habituasi dan
melalui aspek formal bahasa, misalnya gramar dan leksikon. Whorf mengatakan



                                          2
Bahasa dan Pikiran


“grammatical and lexical resources of individual languages heavily constrain the
conceptual representations available to their speakers”. Gramar dan leksikon
dalam sebuah bahasa menjadi penentu representasi konseptual yang ada dalam
pengguna bahasa tersebut. Selain habituasi dan aspek formal bahasa, salah satu
aspek yang dominan dalam konsep Whorf dan Sapir adalah masalah bahasa
mempengaruhi kategorisasi dalam persepsi manusia yang akan menjadi premis
dalam berpikir, seperti apa yang dikatakan oleh Whorf berikut ini :
     “Kita membelah alam dengan garis yang dibuat oleh bahasa native kita.
     Kategori dan tipe yang kita isolasi dari dunia fenomena tidak dapat kita
     temui karena semua fenomena tersebut tertangkap oleh majah tiap observer.
     Secara kontras, dunia mempresentasikan sebuah kaleidoscopic flux yang
     penuh impresi yang dikategorikan oleh pikiran kita, dan ini adalah sistem
     bahasa yang ada di pikiran kita. Kita membelah alam, mengorganisasikannya
     ke dalam konsep, memilah unsur-unsur yang penting…(Whorf dalam
     Chandler, 2000)


       Untuk memperkuat hipotesisnya, Whorf dan Sapir memaparkan beberapa
contoh. Salah satu contoh yang diambil adalah kata salju. Whorf mengatakan
bahwa sebagian besar manusia memiliki kata yang sama untuk menggambarkan
salju. Salju yang baru saja turun dari langit, salju yang sudah mengeras atau salju
yang meleleh, semua objek salju tersebut tetap dinamakan salju. Berbeda dengan
kebanyakan masyarakat, orang eskimo memberi label yang berbeda pada objek
salju tersebut. Uraian tersebut kemudian disanggah oleh Pinker (dalam Schlenker,
2004) yang mengatakan bahwa orang pikiran eskimo tidak berbeda dengan
pikiran orang.

       Bahasa bagi Whorf pemandu realitas sosial. Walaupun bahasa biasanya
tidak diminati oleh ilmuwan sosial, bahasa secara kuat mengkondisikan pikiran
individu tentang sebuah masalah dan proses sosial. Individu tidak hidup dalam
dunia objektif, tidak hanya dalam dunia kegiatan sosial seperti yang biasa
dipahaminya, tetapi sangat ditentukan oleh bahasa tertentu yang menjadi medium
pernyataan bagi masyarakatnya. Tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk
mewakili realitas yang sama. Dunia tempat tinggal berbagai masyarakat dinilai
oleh Whorf sebagai dunia yang sama akan tetapi dengan karakteristik yang
berbeda. Singkat kata, dapat disimpulkan bahwa pandangan manusia tentag dunia
dibentuk oleh bahasa sehingga karena bahasa berbeda maka pandangan tentang



                                        3
Bahasa dan Pikiran


dunia pun berbeda. Secara selektif individu menyaring sensori yangmasuk seperti
yang diprogramkan oleh bahasa yang dipakainya. Dengan begitu, masyarakat
yang menggunakan bahasa yang berbeda memiliki perbedaan sensori pula
(Rakhmat, 1999).



C. Beberapa Dukungan terhadap Konsep Saphir-Whorf

                                  “The fact of the matter is that the 'real world' is
      to a large extent unconsciously built upon the language habits of the group”
                                                                   Edward Saphir


       Hipotesis Sapir dan Worf didukung oleh beberapa temuan dalam bidang
terutama dalam bidang antropologi. Seorang antropologis bernama Lucy menulis
mengenai perbedaan bahasa yang berkaitan dengan aktifitas perseptual. Sebagai
contoh, dua individu yang memiliki kosa kata tentang warna dasar (basic color)
yang berbeda, akan mengurutkan warna sekunder dengan cara yang berbeda.
Language relativistics melihat bahwa kategori yang ada dalam bahasa menjadi
dasar dari aktifitas mental, seperti kategorisasi, ingatan dan pengambilan
keputusan. Jika asumsi ini benar maka studi tentang bahasa mengarah pada
perbedaan pikiran yang diakibatkan sistem tersebut. Di samping bahasa
merefleksikan perkembangan kognitif, bahasa mempengaruhi akuisisi bahasa dan
juga memiliki memberikan potensi pada transformasi kognitif.

       Lucy mencoba menengahi pertentangan yang ada dengan memberikan
beberapa petunjuk apabila seorang peneliti hendak mengkaji relativitas bahasa.
Peneliti harus mengidentifikasi performansi kognitif individu yang beriringan
dengan konteks verbal secara eksplisit (explicitly verbal contexts) dan
menekankan pada struktur kognitif individu yang dideteksi yang ditunjukkan
dalam perilaku keseharian. Melalui pandangan ini secara tidak langsung, Lucy
telah melihat bahwa kognisi adalah sekumpulan konsep dan prosedur yang hadir
dalam aktifitas individu yang berkaitan dengan perilaku verbal seperti berkata,
mendengar dan berpikir secara verbal.

       Penggunaan konteks dalam pengkajian bahasa ini mendapat dukungan dari
Gumperz dan Levinson, yang melalui tulisannya dengan judul rethinking




                                         4
Bahasa dan Pikiran


linguistic relativity mencatat pentingnya theories of use in context yang memuat
teori semantik formal yang berkaitan dengan situasi semantik, discourse
representation theory dan teori pragmatis yang memuat relevance theory dan
gricean theories. Hipotesis Whorf juga didukung oleh Olson (1983) yang melihat
bahwa kategori perseptual dan struktur kognitif individu merefleksikan dunia
pengalaman. Sebuah peristiwa selalu dipersepsi dan dikategorisasi secara relatif
tergantung pada konteksnya.

       Berkaitan dengan kata-kata emosi, Levi (1973, dalam Wierzbicka, 1995)
melalui studinya di Tahiti menjelaskan bahwa tidak ada kesamaan antara perasaan
buruk (bad feelings) dalam pemahaman orang Tahiti dengan kata sedih (sad)
dalam kosa kata Bahasa Inggris. Orang Tahiti lebih menonjolkan perasaan
mo’emo’e (sebuah perasaan kesepian dan kesendirian) daripada rasa sedih yang
oleh kosa kata Inggris dinamakan dengan sad. Levi menambahkan bahwa hal ini
tidak menandakan bahwa orang Inggris tidak dapat merasakan mo’emo’e dan juga
sebaliknya, orang Tahiti tidak bisa merasakan sad, tetapi menandakan bahwa
kedua perasaan itu mempunyai status yang berbeda sehingga tidak dapat
diparalelkan. Jika perasaan buruk (bad feeling) bagi orang Inggris adalah sad,
maka bagi orang Tahiti adalah mo’emo’e.

       Manusia hanya akan dapat berkata dan memahami satu dengan lainnya
dalam kata-kata yang terbahasakan. Bahasa yang dipelajari semenjak anak-anak
bukanlah bahasa yang netral dalam mengkoding realitas objektif. Bahasa memiliki
orientasi yang subjektif dalam menggambarkan dunia pengalaman manusia.
Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi bagaimana manusia berpikir dan
berkata.

       Melalui paparan di muka dapat diuraikan beberapa derivasi dari pengaruh
bahasa terhadap pikiran manusia. Derivasi tersebut tercermin dari beberapa
pernyataan beberapa ahli antara lain :

1. Language creates awareness (Macphail, Dennett)
2. Language creates self-consciousness (Edelman)
3. Language creates structures of thought and symbolic representation
   (Vygotsky, Tomasello)
4. Language serves as one possible cue for memory (Lucy, Pedersen)



                                         5
Bahasa dan Pikiran


5. Language provides “Thinking for speaking” (Slobin, 2003)


D. Beberapa Keberatan terhadap Konsep Saphir-Whorf

           Konsep Sapir dan Whorf mengudang beberapa keberatan di kalangan ahli
bahasa dan peneliti psikolinguistik. Dasar yang dipakai sebagai bentuk keberatan
tersebut adalah bahwa pikiran yang sama dapat diekspresikan dalam beberapa
cara. Manusia dapat mengatakan apa saja yang dimauinya dalam sebuah bahasa
sehingga antara satu bahasa dengan bahasa lainnya memiliki karakter yang
paralel.




            Gambar 1. Eksperimen Penguasaan Aritmatika dasar pada anak



           Salah satu fakta yang dipaparkan untuk menunjukkan keberatan ini adalah
dalam bidang perkembangan. Beberapa kasus di kehidupan sehari-hari
menunjukkan bahwa bayi yang belum memiliki bahasa secara optimal sudah
mampu menalar lebih dari hal-hal yang menarik bagi mereka. Misalnya usia 3-4
bulan bayi dapat memahami jarak dan menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan jarak. Usia 5 bulan bayi sudah mampu menalar aritmatika sederhana.
Setelah sebelumnya bayi diperlihatkan dua buah objek di tangan, mereka mencoba
mencari dua objek tersebut ketika dua objek tersebut disembunyikan (lihat gambar
1).




                                          6
Bahasa dan Pikiran


       Bukti kedua yang menunjukkan bahwa manusia dapat berpikir meski
tanpa menggunakan bahasa adalah kasus anak-anak tuna rungu yang tidak mampu
memahami struktur simbol bahasa. Anak-anak ini dapat menemukan isyarat dan
gerak mereka sendiri untuk mengkomunikasikan pikiran dan keinginan mereka.
Bukti ketiga adalah kasus penggunaan mental image yang diperagakan oleh
beberapa individu. Seniman dalam bidang visual memiliki kemampuan menalar
yang dapat disejajarkan dengan penulis ataupun ilmuwan. Francis Cricks dengan
berpikir secara visual mampu menemukan struktur double helix DNA, Albert
Einstein yang terkenal dengan penalar visual (visual thinker) mampu menelurkan
rumus-rumus fisika yang spektakuler.

       Kontroversi tentang pendapat Whorf juga diarahkan pada contoh yang
dikemukakan, misalnya salju. Orang Eskimo hidup di tengah-tengah salju
sehingga mereka memiliki banyak kata tentang salju. Unta sangat penting bagi
orang Arab sehingga mereka memiliki banyak cadangan kosa kata dalam
menggambarkan unta. Bahasa dikembangkan sesuai dengan tantangan kultural
dan tidak benar bahwa manusia tidak dapat membedakan beberapa objek persepsi
karena tidak ada kata yang mampu menggambarkannya. Walaupun dalam bahasa
ada hanya menggunakan kata ‘dia’ akan tetapi orang Indonesia juga memahami
arti ‘he’ dan ’she’ dalam Bahasa Inggris (Rakhmat, 1999).
       Manusia dapat berpikir tanpa menggunakan bahasa, tetapi bahasa
mempermudah kemampuan belajar dan mengingat, memecakan persoalan dan
menarik kesimpulan. Bahasa memungkinkan individu menyandi peristiwa dan
objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa individu mampu mengabstraksikan
pengalamannya dan mengkomunikasikannya pada orang lain karena bahasa
merupakan sistem lambang yang tidak terbatas yang mampu mengungkapkan
segala pemikiran.
       Sementara sebagian besar ilmuwan berpendapat bahwa bahasa adalah
objek sosial yang berdiri di atas kesepakatan untuk memudahkan adanya
komunikasi, Chomsky (dalam Ludlow, 2000) memiliki konsep yang berbeda.
Menurutnya bahasa “a natural object that is part of human biological
endowment”. Bahasa adalah objek natural yang merupakan bagian dari kelebihan
yang dimiliki manusia. Bahasa bagi Chomsky adalah cerminan dari pikiran dan




                                       7
Bahasa dan Pikiran


produk dari kecerdasan manusia. Dengan memahami properti bahasa alami seperti
struktur, organisasi, dan tata cara penggunaannya peneliti akan dapat memahami
karakteristik manusia secara alami (human nature). Pandangan Chomsky ini
selain bertentangan dengan pandangan Skiner mengenai proses akuisisi bahasa
pada anak, juga berseberangan dengan konsep Sapir dan Whorf. Dengan adanya
hal-hal yang bersifat bawaan maka secara tidak langsung dapat disimpulkan
bahwa bahasa tidak memiliki keterkaitan dengan pikiran.
       Konsep Paul Kay mengenai bahasa secara tidak langsung juga
berseberangan dengan konsep Sapir dan Whorf. Dikatakan olehnya bahwa
perbedaan mengekspresikan fenomena dan objek dalam bahasa yang berbeda
tidak berarti menunjukkan perbedaan dalam konsep. Untuk memahami relatifitas
bahasa, individu menyadari layaknya menterjemahkan bahasa bahwa ada
beberapa skema alternatif yang ada di dalam bahasa dan individu pemakai bahasa
tersebut. (Jaszczolt, 2001).

       Beberapa ahli melihat bahwa language relativistics kurang memiliki
dukungan secara ilmiah, karena belum ada penelitian yang membuktikan
keterkaitan tersebut (Schlenker, 2004). Menurut Schlenker (2004), manusia tidak
secara eksak menggunakan kata-kata dalam berpikir (think in world), karena jika
menggunakan manusia berpikir dengan menggunakan kata-kata maka pasien yang
memiliki keterbatasan bahasa (language deficits) otomatis akan mengalami
hambatan dalam berpikir. Bahasa verbal dan pikiran memiliki perbedaan secara
prinsip. Namun demikian ini tidak berarti bahwa pikiran bukan sistem yang
memanipulasi simbol dalam bahasa. Sebagai contoh, konsep computational model
of the mind memperlihatkan bahwa pikiran dapat dianalogikan dengan komputer
yang mampu memanipulasi simbol abstrak.


E. Tinjauan terhadap Konsep Whorf dan Sapir

   Hipotesis Whorf dan Sapir tidak dapat dilepaskan dari apa yang diartikan oleh
mereka sebagai bahasa. Melalui struktur terkecil dari bahasa yaitu kata-kata akan
dapat diketahui bahwa bahasa dapat mempengaruhi pikiran individu. Berikut ini
akan dipaparkan beberapa pengertian dari kata yang memungkinkan kata dapat
berkaitan dengan pikiran manusia. Pertama, kata sebagai simbol (words as



                                       8
Bahasa dan Pikiran


symbols). Kata sebagai simbol berarti kata lebih mewakili suatu objek daripada
dirinya sendiri. Hubungan antara kata dan simbol ini dibangun oleh konvensi
sosial dalam sebuah budaya. Kedua, kata sebagai atribut objek (words as
attribute). Kata dan objek adalah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan. Piaget
dan Vigotsky melaporkan bahwa penerimaan anak-anak terhadap nama sebuah
objek tidak dapat dibedakan lagi. Bagi mereka nama meja atau kursi adalah
bagian dari objek meja. Kata dan objek yang diatribusikan adalah satu bagian.
Kata meja menjadi milik sebuah meja. Ketiga, kata sebagai objek (words as
object). Kata-kata adalah bagian dari dunia manusia. Kata diterima sebagai
sesuatu yang dalam dalam pikiran. Ketika individu mendengar sebuah kata
terucap, ia akan mereaksi ucapan ini dengan berpikir objek itu ada di dalam dunia
nyatanya. Kata-kata adalah bagian dari bahasa yang digunakan oleh manusia
untuk menerima, mengolah, serta menyampaikan informasi. Segala sesuatu yang
berkaitan dengan manusia selalu menggunakan media bahasa. Manusia tidak
mungkin melakukan apa-apa tanpa menggunakan bahasa dalam hal ini
direpresentasikan dalam kata-kata (Sumaryono, 1993).
       Pikiran, bahasa, dan budaya memiliki keterkaitan yang sangat erat,
masing-masing konstrak tersebut mencerminkan satu konstrak yang lain (Frawley
dalam Forrester, 1996). Keterkaitan antara bahasa dan budaya terletak pada
asumsi bahwa setiap budaya telah memilih jalannya sendiri-sendiri dalam
menentukan apa yang harus dipisahkan dan apa harus diperhatikan untuk memberi
nama pada realitas (Goldschmidt, 1960). Di sisi yang lain, keterkaitan antara
bahasa dan pikiran terletak pada asumsi bahwa bahasa mempengaruhi cara
pandang manusia terhadap dunia, serta mempengaruhi pikiran individu pemakai
bahasa tersebut (Whorf dalam Rakhmat, 2000). Keterkaitan antara bahasa dan
pikiran dimungkinkan karena berpikir adalah upaya untuk mengasosiasikan kata
atau konsep untuk mendapatkan satu kesimpulan melalui media bahasa. Beberapa
uraian para ahli mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran antara lain:

1. Bahasa mempengaruhi pikiran
   Pemahaman terhadap kata mempengaruhi pandangannya terhadap realitas.
   Pikiran dapat manusia terkondisikan oleh kata yang manusia digunakan.
   Tokoh yang mendukung hubungan ini adalah Benyamin Whorf dan gurunya,




                                        9
Bahasa dan Pikiran


   Edward Saphir. Whorf mengambil contoh Bangsa Jepang. Orang Jepang
   mempunyai pikiran yang sangat tinggi karena orang Jepang mempunyai
   banyak kosa kata dalam mejelaskan sebuah realitas. Hal ini membuktikan
   bahwa mereka mempunyai pemahaman yang mendetail tentang realitas.

2. Pikiran mempengaruhi bahasa
   Pendukung pendapat ini adalah tokoh psikologi kognitif yang tak asing bagi
   manusia, yaitu Jean Piaget. Melalui observasi yang dilakukan oleh Piaget
   terhadap perkembangan aspek kognitif anak. Ia melihat bahwa perkembangan
   aspek kognitif anak akan mempengaruhi bahasa yang digunakannya. Semakin
   tinggi aspek tersebut semakin tinggi bahasa yang digunakannya.

3. Bahasa dan pikiran saling mempengaruhi
    Hubungan timbal balik antara kata-kata dan pikiran dikemukakan oleh
    Benyamin Vigotsky, seorang ahli semantik berkebangsaan Rusia yang
    teorinya dikenal sebagai pembaharu teori Piaget mengatakan bahwa bahasa
    dan pikiran saling mempengaruhi. Penggabungan Vigotsky terhadap kedua
    pendapat di atas banyak diterima oleh kalangan ahli psikologi kognitif.

       Kata-kata adalah bentuk pemberian pakaian pada realita faktual yang
terjadi secara nyata. Pemberian ini dipengaruhi oleh faktor subjektifitas
kebudayaan dan individu. Subjektifitas ini terlihat ketika manusia dari latar
belakang yang berbeda memotong realita menurut kehendaknya sendiri. Manusia
memotong dunia realitas dan mengklasifikasikan ke dalam kategori yang sama
sekali berbeda berdasarkan prinsip yang sama sekali berbeda dalam tiap budaya.
Kata Inggris, misalnya table (meja), meskipun bentuknya bundar atau persegi, di
dalam pikiran orang Inggris menyatakan bahwa kedua benda tersebut esensinya
merupakan satu dan sama karena melayani fungsi yang sama. Orang non Indo-
Eropa tidaklah memotong realitas berdasarkan fungsinya, melainkan pada bentuk
dasarnya: bundar, persegi, padat, atau cair. Bagi orang non Indo-Eropa kriteria
tentang bentuk dan rupa adalah pasti, dalam menentukan apakah sebuah benda itu
menjadi milik kategori ini atau kategori atau. Di mata masyarakat ini, meja bundar
dan meja persegi adalah dua benda yang sama sekali berbeda sehingga harus
ditunjukkan dengan nama yang berbeda pula.




                                        10
Bahasa dan Pikiran


       Bahasa yang diwujudkan dalam kata-kata adalah representasi realitas.
Untuk menyimbolkannya dalam bentuk kata-kata manusia memotong dunia
realitas dan mengklasifikasikannya ke dalam kategori yang berbeda antara satu
budaya dengan budaya lainnya. Cara yang digunakan oleh tiap budaya dalam
memotong realitas adalah dengan subjektif (arbitrary) seperti halnya memotong
sebuah kue sehingga fenomena ini terkenal dengan nama cookie cutter effect
(Albrecht, 1986).

       Seorang ahli antropologi yang sedang mencoba mencacah jumlah
penduduk sebuah suku di pedalaman Afrika. Ia bertanya kepada salah seorang
penduduk di sana. “Berapa anak laki-laki ibu?”. “Dua” jawab sang ibu. Sang
antropolog itu kemudian terkejut karena sebelumnya ia bertanya kepada
suaminya, yang menjawab bahwa anaknya berjumlah tiga orang. Peneliti
menemukan bahwa anak bagi penduduk di sana, adalah keturunan mereka yang
berjenis kelamin sama dengan mereka. Ketika sang antropolog mengumpulkan
mereka berdua kemudian bertanya berapa jumlah anak laki-laki dan perempuan
mereka, mereka menjawab sembilan. Tak kalah dengan keterkejutan yang
pertama, antropolog itu menemukan bahwa bagi suku tersebut, anak mereka yang
telah meninggal dunia juga mereka masukkan dalam hitungan. Anak mereka yang
telah meninggal harus tetap diperkenalkan kepada orang yang bertanya jumlah
anak mereka (Albrecht, 1986). Peristiwa di atas merupakan salah satu bukti bahwa
sebuah kebudayaan mempunyai cara sendiri dalam mengkategorikan realitas.
       Setiap budaya memiliki cara tersendiri dalam memilih satu wilayah
tertentu dari keseluruhan realitas untuk diwujudkan dalam sebuah kata-kata.
Aktifitas ini kemudian paralel dengan konsep kategorisasi yang dilibatkan dalam
hipotesis linguistic determinism melalui apa yang dinamakan dengan frame of
reference. Frame of reference adalah sebuah sistem yang membantu manusia
mengklasifikasikan objek.



E. Implikasi Konsep Saphir-Whorf

       Lepas dari kontradiksi pendapat mengenai keterkaitan antara bahasa dan
pikiran, bahasa memang mempunyai pengaruh atas pengalaman manusia. Bahasa
memberikan pandangan perseptual dan sekaligus memaksakan pandangan



                                      11
Bahasa dan Pikiran


konseptual tertentu. Bahasa memaksakan pandangan perseptual manusia karena
bahasa adalah kaca mata yang dipakai untuk melihat realitas. Manusia sama saja
dengan orang yang buta yang tak mampu mengenali realita semanusiar ketika
manusia manusia memiliki bahasa.
1. Fenomenologi.
       Bukti keterkaitan antara bahasa dan pikiran dapat dilihat pada kasus
beberapa orang fenomenolog. Dengan berbahasa yang fasih yang didukung
dengan penguasaan kosa kata yang baik maka mereka dapat berargumentasi
dengan baik pula. Oleh karena itu mengapa ahli-ahli besar dalam bidang
fenomenologi juga terkenal sebagai ahli bahasa, penulis novel, puisi, serta artikel.
Jean Paul Sartre, Leo Tolstoy, Martin Heidegger, adalah contohnya. Ketika para
peneliti sibuk dengan penjelasan statistika sebagai bukti teorinya, orang-orang ini
menggunakan media bahasa untuk menjelaskan teorinya. Para fenomenolog telah
langsung masuk ke dalam realitas dan mengambarkan apa yang dapat mereka
kenali. Banyak yang mereka kenali dari realitas itu karena mereka mempunyai
kosa kata yang banyak. Dalam kasus CAT, penguasaan bahasa seorang anak
menjadi faktor yang berpengaruh, jika yang dikenali hanyalah gambar kuda, maka
ia hanya menyebut gambar kuda. Jika kartu CAT itu diberikan kepada Sartre
maka tidak hanya kuda, pigura, kalung, sampai tatapan mata kuda, ekspresi
wajahnya, dan posisi tubuh kuda mungkin ikut diceritakan.
       Bahasa memberikan satu nuansa tertentu pada sebuah ide (Valsiner, 1996).
Bahasa adalah instrumen yang membentuk dan membangun ide kreatif dari
pikiran. Melalui bahasa ide menjadi objektif. Yang semula ia berada di awan-
awan angan-angan, ide menjadi konkret dan turun ke bumi. Sekali individu
memberikan bentuk berupa kata-kata pada idenya dengan kata-kata, ide ini akan
menjadi objek bagi dirinya sendiri sebagai kata-kata yang terdengar (audible)
sehingga mudah diakses oleh masyarakat.
2. Penguasaan melalui Bahasa
       Bahasa juga memaksakan pandangan konseptual pemakai bahasa karena
secara tak langsung manusia mengevaluasi realita berdasarkan bahasa yang
manusia miliki. Dengan cara seperti inilah bahasa mempengaruhi pikiran dan
tindakan manusia. Sebuah desa miskin yang sedang banyak penduduknya susah




                                        12
Bahasa dan Pikiran


mencari makanan, hal tersebut bagi pemerintah bukanlah kelaparan, tetapi “rawan
pangan”. Pelonjakan harga, bukanlah “kenaikan harga”, tetapi “penyesuaian
harga”. Upaya rakyat Palestina lepas dari “penjajahan” Israel adalah tindakan
“agresi” , sedangkan tindakan Israel adalah “pembalasan”.
       Filosof barat, Harold Titus, bahkan mengatakan bahwa bahasa mencetak
pikiran-pikiran orang yang memakainya. Pernyataan ini meskipun belum terbukti
dalam kancah penelitian ilmiah akan tetapi memuat sebuah gagasan yang orisinal.
Komunikasi manusia bersifat intensional. Dengan kata lain, dasar komunikasi
yang dilakukan oleh manusia adalah mengubah pola pikir dan sikap orang lain.
Transmisi informasi ini sangat penting bagi sebuah kebudayaan mempertahankan
bentuk pengetahuan (known forms) yang dimilikinya. Satu rumusan yang
dikeluarkan oleh Michael Foucoult dan Thomas Szas tentang bahasa kiranya
menjadi kata kunci dari pengaruh bahasa dalam merekayasa perilaku. Foucoult
mengatakan bahwa “Siapa yang mampu memberi nama, dialah yang menguasai”,
sedangkan Szas mengatakan bahwa “Kalau di dunia hewan berlaku hukum makan
atau dimakan, maka dalam dunia manusia berlaku hukum membahasakan atau
dibahasakan”
       Jika kita berani untuk melangkah lebih jauh lagi, kita akan mendapatkan
hipotesis bahwa bahasa mencetak sebuah kepribadian. Ketika satu bahasa
memproduksi satu perilaku tertentu, serta ketika perilaku tersebut diulang-ulang
menjadi kebiasaan maka yang tercipta adalah kepribadian. Hal ini dikarenakan
bahwa pada mulanya manusia membentuk kebiasaan, tetapi setelah itu
kebiasaanlah yang membentuk manusia.
3. Masalah penerjemahan.

       Menurut pandangan Whorfian, muatan (content) berdiri di atas bentuk
bahasa yang merupakan medium dalam menentukan sebua makna. Oleh karena itu
translasi satu bahasa ke bahasa lain sangat problematik dan kadang menjadi tidak
mungkin. Translasi kadang hanya mampu memindahkan bahasa akan tetapi tidak
mampu memindahkan muatan dan makna, karena ada semacam unverbalized
thought yang harus juga diterjemahkan. Beberapa sastrawan yang karyanya
diterjemahkan ke dalam bahasa lain merasa ada sesuatu yang kurang dari hasil
terjemahan tersebut.




                                       13
Bahasa dan Pikiran


4. Keterbatasan Kata Emosi

       Implikasi lain dari hipotesis Whorf dan Sapir adalah keterbatasan kosa
kata yang menyebabkan gangguan psikologis. Sedikitnya kosa kata emosi yang
dimiliki oleh banyak orang membuat mereka lemah dalam menggambarkan emosi
mereka dengan kata-kata mereka. Padahal kemampuan untuk verbalisasi emosi ini
sangat berguna untuk kesehatan mental mereka. Mampu memberi nama emosi
berarti dapat memilikinya untuk digunakan sesuai dengan fungsinya dan tidak
terganggu dengan kehadirannya. Daniel Goleman (1995) sudah mendeteksi
pentingnya masalah ini sejak awal. Kemampuan memberi nama pada emosi
adalah salah satu bagian integral Kecerdasan Emosi dalam aspek Self Awarenes.
Di sini individu mampu mengamati diri, menghimpun kosa kata untuk melabeli
perasaannya, serta mengetahui hubungan antara pikiran, perasaan, dan reaksi.
Mengetahui aneka ragam perasaan yang muncul memungkinkan individu untuk
mengenal diri mereka sendiri.

       Dengan membahasakannya dalam kata-kata, mereka menjadi tahu bahwa
emosi itu benar-benar nyata ada dalam diri mereka. Seorang ahli psikolinguistik,
Alfred Korzybsky mengatakan beberapa gangguan jiwa disebabkan oleh
keterbatasan penggunaan kata oleh individu yang tidak sanggup mengungkapkan
realitas dengan cermat. Yang diketahuinya hanya dua pilihan yang ekstrem.
Gembira-sedih, tersanjung-marah, atau sehat-sakit.      Padahal realitas tidaklah
demikian. Hidup tidak terpisah menjadi kutub ekstrim negatif dan ekstrim positif.
Realitas sangat kaya sekali dengan warna-warna emosi.

       Perasaan atau emosi sedih muncul tanpa pemaknaan yang jelas. Mereka
belum mengetahui apa yang menyebabkan emosi tersebut muncul dan bagaimana
hubungannya dengan reaksi yang mereka lakukan. Pelajar belum dibina dan
dibimbing untuk mengenal emosi mereka dan cara-cara mengekspresikannya
dengan baik. Dengan mengenal emosi yang sedang berlangsung, maka emosi
tersebut dapat dinikmati dan dikendalikan.

       Melalui uraian di muka dapat disimpulkan bahwa bahasa mampu
mengubah pikiran melalui beberapa formulasi, antara lain:

1. Bahasa meningkatkan komunikasi




                                       14
Bahasa dan Pikiran


2. Bahasa memperluas pikiran dengan adanya abstraksi
3. Bahasa membentuk kebudayaan
4. Bahasa dapat membangun verbal sef-concept


F. PENUTUP

       Bahasa dan pikiran memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi
(resiprokal). Variabel berupa domain-domain kognitif dapat dipertimbangkan
sebagai pendahulu perkembangan struktur bahasa pada awal tahap perkembangan
anak. Namun demikian, ada proses tahapan produksi bahasa (production of
language) mungkin lepas atau tidak tergantung pada domain kognitif yang lain.
Sebagai bukti misalnya, beberapa individu yang memiliki gangguan keterbatasan
bahasa memiliki anterior aphasics di dalam otaknya dengan performansi yang
optimal. Misalnya adanya temuan hubungan yang signifikan antara kemampuan
mengklasifikasikan (classificatory ability) and pemahaman makna kata (word
meaning) pada individu yang memiliki gangguan bahasa atau individu yang
menderita skizofren.
       Wacana yang dilontarkan oleh Whorf dan Sapir cukup menantang peneliti
yang hendak mengkaji tema tersebut. Beberapa pandangan yang moderat terhadap
konsep tersebut perlu dipertimbangkan daripada pandangan yang menentangnya.
Beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan pertimbangan antara lain:

1. Determinasi bahasa dapat dimodifikasi dengan asumsi bahwa bahasa
   memfasilitasi potensi dalam menalar daripada sebagai penentu mutlak
   penalaran.

2. Proses satu arah tersebut dapat diubah menjadi proses dua arah dengan
   menambahkan bahwa macam bahasa yang digunakan manusia juga
   dipengaruhi oleh cara manusia memandang dunia dan juga sebaliknya.

3. Studi komparasi antar bahasa yang berbeda dalam mencerminkan pikiran yang
   berbeda lebih diarahkan untuk mengidentifikasi keragaman di dalam satu
   bahasa daripada perbandingan bahasa utama sebuah masyarakat.




                                      15
Bahasa dan Pikiran


                                 Daftar Pustaka

Albrecht, K. 1986. Brain Power. London: John Willey & Sons.
Forrester, M.A., 1996. Psychology of Language : A Critical Introduction. London:
       Sage Publication
Gleitman, L & Papafragou, A. 2000. Language and thought. To appear in K.
       Holyoak and B. Morrison (eds.), Cambridge Handbook of Thinking and
       Reasoning. Cambridge: Cambridge University Press.
Jaszczolt, K. 2000. Language and Thought. www.cam.ac.uk
Ludlow, P. 2000. Language and Thought. Martinich and D. Sosa (eds.) A
      Companion to Analytic Philosophy, Oxford: Basil Blackwell
Olson D R, 1970 Language and thought: aspects of a cognitive theory of
       semantics. Psycho! Review. 77:257-73, 1970.
Rakhmat, J. 1999. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosdakarya.
Rakhmat, J. 2000. Catatan Kang Jalal. Bandung: Rosda Karya.
Slobin, l. Language and thought online: Cognitive consequences of linguistic
        relativity Published in d. Gentner & s. Goldin-meadow (eds.), (2003).
        Language in mind: advances in the study of Language and thought.
        Cambridge Press.
Sumaryono, H. 1993. Hermeneutik. Yogyakarta : Kanisius
Suriasumantri, J. 1998. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor
Wierzbicka, 1995. Emotion and Facial Expression: A Semantic Perspective.
      Journal Culture & Psychology. Vol I: 227-258. London: Sage Publication
Wierzbicka, 1999. Emotions Across Language and Culture. Cambridge :
      Cambridge University Press




                                       16

More Related Content

What's hot

Ihwal psikolinguistik
Ihwal psikolinguistikIhwal psikolinguistik
Ihwal psikolinguistikkholid harras
 
Sejarah perkembangan psikolinguistik
Sejarah perkembangan psikolinguistikSejarah perkembangan psikolinguistik
Sejarah perkembangan psikolinguistikkholid harras
 
Performansi dan kompetensi Chomsky
Performansi dan kompetensi ChomskyPerformansi dan kompetensi Chomsky
Performansi dan kompetensi Chomskykholid harras
 
Filsafat Bahasa Pnd.Bhs dan Sastra Indonesia Smst.2
Filsafat Bahasa Pnd.Bhs dan Sastra Indonesia Smst.2Filsafat Bahasa Pnd.Bhs dan Sastra Indonesia Smst.2
Filsafat Bahasa Pnd.Bhs dan Sastra Indonesia Smst.2Nailun Najah
 
Bahasa sebagai alat berpikir,filsafat,representatif
Bahasa sebagai alat berpikir,filsafat,representatifBahasa sebagai alat berpikir,filsafat,representatif
Bahasa sebagai alat berpikir,filsafat,representatifidapurnama7475
 
Berbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistikBerbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistikUchy Fahrel
 
bahasa, budaya dan pemikiran
bahasa, budaya dan pemikiranbahasa, budaya dan pemikiran
bahasa, budaya dan pemikiranWardathul Jannah
 
Konsep dasar psikolinguistik
Konsep dasar psikolinguistikKonsep dasar psikolinguistik
Konsep dasar psikolinguistiksashiera armhie
 
Perkembangan studi psikolinguistik
Perkembangan studi psikolinguistikPerkembangan studi psikolinguistik
Perkembangan studi psikolinguistikkholid harras
 
Pengantar linguistik umum
Pengantar linguistik umumPengantar linguistik umum
Pengantar linguistik umumDidikparavisi
 
Tugasan bahasa melayu
Tugasan bahasa melayuTugasan bahasa melayu
Tugasan bahasa melayuElyn Eveline
 
Filsafat ilmu dan bahasa
Filsafat ilmu dan bahasaFilsafat ilmu dan bahasa
Filsafat ilmu dan bahasapramithasari27
 

What's hot (20)

Kajian linguistik-umum-bab-3
Kajian linguistik-umum-bab-3Kajian linguistik-umum-bab-3
Kajian linguistik-umum-bab-3
 
Bbm3201 minggu02
Bbm3201 minggu02Bbm3201 minggu02
Bbm3201 minggu02
 
Ihwal psikolinguistik
Ihwal psikolinguistikIhwal psikolinguistik
Ihwal psikolinguistik
 
Psikolinguistik
PsikolinguistikPsikolinguistik
Psikolinguistik
 
Sejarah perkembangan psikolinguistik
Sejarah perkembangan psikolinguistikSejarah perkembangan psikolinguistik
Sejarah perkembangan psikolinguistik
 
Performansi dan kompetensi Chomsky
Performansi dan kompetensi ChomskyPerformansi dan kompetensi Chomsky
Performansi dan kompetensi Chomsky
 
Filsafat Bahasa Pnd.Bhs dan Sastra Indonesia Smst.2
Filsafat Bahasa Pnd.Bhs dan Sastra Indonesia Smst.2Filsafat Bahasa Pnd.Bhs dan Sastra Indonesia Smst.2
Filsafat Bahasa Pnd.Bhs dan Sastra Indonesia Smst.2
 
Bahasa powerpoint
Bahasa powerpointBahasa powerpoint
Bahasa powerpoint
 
Bahasa sebagai alat berpikir,filsafat,representatif
Bahasa sebagai alat berpikir,filsafat,representatifBahasa sebagai alat berpikir,filsafat,representatif
Bahasa sebagai alat berpikir,filsafat,representatif
 
Berbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistikBerbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistik
 
Psikolinguistik
PsikolinguistikPsikolinguistik
Psikolinguistik
 
Makalah filsafat
Makalah filsafatMakalah filsafat
Makalah filsafat
 
bahasa, budaya dan pemikiran
bahasa, budaya dan pemikiranbahasa, budaya dan pemikiran
bahasa, budaya dan pemikiran
 
Konsep dasar psikolinguistik
Konsep dasar psikolinguistikKonsep dasar psikolinguistik
Konsep dasar psikolinguistik
 
Perkembangan studi psikolinguistik
Perkembangan studi psikolinguistikPerkembangan studi psikolinguistik
Perkembangan studi psikolinguistik
 
Pengantar linguistik umum
Pengantar linguistik umumPengantar linguistik umum
Pengantar linguistik umum
 
C. Linguistik umum P.U
C. Linguistik umum P.UC. Linguistik umum P.U
C. Linguistik umum P.U
 
Tugasan bahasa melayu
Tugasan bahasa melayuTugasan bahasa melayu
Tugasan bahasa melayu
 
3107 linguistik 2013
3107 linguistik 20133107 linguistik 2013
3107 linguistik 2013
 
Filsafat ilmu dan bahasa
Filsafat ilmu dan bahasaFilsafat ilmu dan bahasa
Filsafat ilmu dan bahasa
 

Similar to BAHASA DAN PIKIRAN

Pembentangan Sapir Whorf
Pembentangan Sapir WhorfPembentangan Sapir Whorf
Pembentangan Sapir WhorfCikgu Ib
 
Kelompok 1 Psikolinguistik - Teori Psikolinguistik
Kelompok 1 Psikolinguistik - Teori PsikolinguistikKelompok 1 Psikolinguistik - Teori Psikolinguistik
Kelompok 1 Psikolinguistik - Teori PsikolinguistikRicky Subagya
 
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKAUAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKAMETA GUNAWAN
 
BAHASA DAN PIKIRAN.pptx
BAHASA DAN PIKIRAN.pptxBAHASA DAN PIKIRAN.pptx
BAHASA DAN PIKIRAN.pptxPGMIIIQ2020
 
Asal usul Munculnya Bahasa.ppt
Asal usul Munculnya Bahasa.pptAsal usul Munculnya Bahasa.ppt
Asal usul Munculnya Bahasa.pptMengBaong
 
Sosiolinguistik_2.ppt
Sosiolinguistik_2.pptSosiolinguistik_2.ppt
Sosiolinguistik_2.pptSlemAdi
 
Falsafah bahasa melayu
Falsafah bahasa melayuFalsafah bahasa melayu
Falsafah bahasa melayuMohammad Yaqin
 
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptx
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptxYoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptx
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptxayyuubi
 
Bahasa sebagai kajian_linguistik
Bahasa sebagai kajian_linguistikBahasa sebagai kajian_linguistik
Bahasa sebagai kajian_linguistikkhotimatul
 
Psikolingistik-pengenalan dasar-abdul chaer
Psikolingistik-pengenalan dasar-abdul chaerPsikolingistik-pengenalan dasar-abdul chaer
Psikolingistik-pengenalan dasar-abdul chaerAjengIlla
 
Discourse Analysis
Discourse AnalysisDiscourse Analysis
Discourse Analysisjuniato
 
Paper 1 Discourse Analysis
Paper 1 Discourse AnalysisPaper 1 Discourse Analysis
Paper 1 Discourse Analysisjuniato
 
Discourse Analysis
Discourse AnalysisDiscourse Analysis
Discourse Analysisjuniato
 
Bab 3-keragaman-linguistik-presentasi-antropolinguistik
Bab 3-keragaman-linguistik-presentasi-antropolinguistikBab 3-keragaman-linguistik-presentasi-antropolinguistik
Bab 3-keragaman-linguistik-presentasi-antropolinguistikRohaidah Mustafa
 
Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2
Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2
Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2Orangpintar Smartist
 
ENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docx
ENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docxENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docx
ENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docxssuserc83cb6
 
Linguistik baru
Linguistik baruLinguistik baru
Linguistik baru68su01niza
 
Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2Imam Suwandi
 

Similar to BAHASA DAN PIKIRAN (20)

Pembentangan Sapir Whorf
Pembentangan Sapir WhorfPembentangan Sapir Whorf
Pembentangan Sapir Whorf
 
Kelompok 1 Psikolinguistik - Teori Psikolinguistik
Kelompok 1 Psikolinguistik - Teori PsikolinguistikKelompok 1 Psikolinguistik - Teori Psikolinguistik
Kelompok 1 Psikolinguistik - Teori Psikolinguistik
 
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKAUAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
 
BAHASA DAN PIKIRAN.pptx
BAHASA DAN PIKIRAN.pptxBAHASA DAN PIKIRAN.pptx
BAHASA DAN PIKIRAN.pptx
 
makalah Transformasi generatif
makalah Transformasi generatif makalah Transformasi generatif
makalah Transformasi generatif
 
Asal usul Munculnya Bahasa.ppt
Asal usul Munculnya Bahasa.pptAsal usul Munculnya Bahasa.ppt
Asal usul Munculnya Bahasa.ppt
 
Sosiolinguistik_2.ppt
Sosiolinguistik_2.pptSosiolinguistik_2.ppt
Sosiolinguistik_2.ppt
 
Ilmu dan bahasa.
Ilmu dan bahasa.Ilmu dan bahasa.
Ilmu dan bahasa.
 
Falsafah bahasa melayu
Falsafah bahasa melayuFalsafah bahasa melayu
Falsafah bahasa melayu
 
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptx
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptxYoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptx
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptx
 
Bahasa sebagai kajian_linguistik
Bahasa sebagai kajian_linguistikBahasa sebagai kajian_linguistik
Bahasa sebagai kajian_linguistik
 
Psikolingistik-pengenalan dasar-abdul chaer
Psikolingistik-pengenalan dasar-abdul chaerPsikolingistik-pengenalan dasar-abdul chaer
Psikolingistik-pengenalan dasar-abdul chaer
 
Discourse Analysis
Discourse AnalysisDiscourse Analysis
Discourse Analysis
 
Paper 1 Discourse Analysis
Paper 1 Discourse AnalysisPaper 1 Discourse Analysis
Paper 1 Discourse Analysis
 
Discourse Analysis
Discourse AnalysisDiscourse Analysis
Discourse Analysis
 
Bab 3-keragaman-linguistik-presentasi-antropolinguistik
Bab 3-keragaman-linguistik-presentasi-antropolinguistikBab 3-keragaman-linguistik-presentasi-antropolinguistik
Bab 3-keragaman-linguistik-presentasi-antropolinguistik
 
Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2
Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2
Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2
 
ENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docx
ENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docxENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docx
ENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docx
 
Linguistik baru
Linguistik baruLinguistik baru
Linguistik baru
 
Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2
 

More from syukursalman

More from syukursalman (6)

Silabus bipa
Silabus bipaSilabus bipa
Silabus bipa
 
Makalah bahasa bugis
Makalah bahasa bugisMakalah bahasa bugis
Makalah bahasa bugis
 
Peta konsep masalah
Peta konsep masalahPeta konsep masalah
Peta konsep masalah
 
Bahan ajar ict
Bahan ajar ictBahan ajar ict
Bahan ajar ict
 
Fungsi pembelajaran bahasa
Fungsi pembelajaran bahasaFungsi pembelajaran bahasa
Fungsi pembelajaran bahasa
 
Bahan ajar puisi
Bahan ajar puisiBahan ajar puisi
Bahan ajar puisi
 

Recently uploaded

Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 

Recently uploaded (20)

Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 

BAHASA DAN PIKIRAN

  • 1. Bahasa dan Pikiran Pengaruh Bahasa terhadap Pikiran Kajian Hipotesis Benyamin Whorf dan Edward Sapir Oleh : Wahyu Widhiarso Fakultas Psikologi UGM (2005) A. Pengantar “ To give a child an idea of scarlet or orange, of sweet or bitter, I present the objects, or in other words, convey to him these impressions; but proceed not so absurdly, as to endeavor to produce the impressions by exciting the ideas.” David Hume Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu di dalamnya, yaitu segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan pemahaman manusia. oleh karena itu memahami bahasa akan memungkinkan untuk memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia. Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak dimana objek-objek faktual ditarnsformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai tentang sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan saat proses berpikir itu dilakukan olehnya (Suriasumantri, 1998). Ernst Cassier menyebut manusia sebagai animal symbolicum, makhluk yang menggunakan simbol. Secara generik ungkapan ini lebih luas daripada sekedar homo sapiens. Bagi Cassier, Keunikan manusia sebenarnya bukanlah sekedar terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuannnya berbahasa. Seorang filosof kenamaan, H.G. Gadamer, menyatakan bahwa status manusia tidak dapat melakukan apa-apa tanpa menggunakan bahasa. Dalam satu pernyataannya yang terkenal, secara jelas pula seorang filosof bahasa, Ludwid Van Wittgenstein, mengatakan bahwa batas dunia manusia adalah bahasa mereka (Sumaryono, 1993) Sebuah uraian yang cukup menarik mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikir dinyatakan oleh Whorf dan Saphir. Whorf dan Sapir melihat bahwa pikiran manusia ditentukan oleh sistem klasifikasi dari bahasa tertentu yang digunakan manusia (Schlenker, 2004). Menurut hipotesis ini, dunia mental orang Indonesia berbeda dengan dunia mental orang Inggris karena mereka menggunakan bahasa yang berbeda. Hubungan antara bahasa dan pikiran adalah 1
  • 2. Bahasa dan Pikiran sebuah tema yang sangat menantang dalam dunia kajian psikologi. Sejarah kajian ini dapat ditilik dari psikolog kognitif, filosof dan ahli linguistik. Hipotesis Whorf dan Sapir menyajikan sesuatu yang sangat menantang untuk ditelaah lebih lanjut. Beberapa aspek bahasan yang mempengaruhi pikiran perlu diidentifikasi lebih lanjut, misalnya identifikasi aspek bahasa yang mempengaruhi penalaran ruang bidang (reasoning spatial) dan aspek bahasa yang mempengaruhi penalaran terhadap pikiran lain (reasoning about other minds). B. Selintas Konsep Saphir-Whorf tentang Bahasa dan Pikiran When I think in language, there aren’t ‘meanings’ going through my mind in addition to the verbal expressions: the language is itself the vehicle of thought.” Ludwig Wittgenstein Beberapa ahli mencoba memaparkan hubungan antara bahasa dan pikiran, atau lebih disempitkan lagi, bahasa mempengaruhi pikiran. Beberapa ahli tersebut antara lain Von Humboldt, Edward Saphir, Benyamin Whorf dan Ernst Cassier. Dari keempat tokoh tersebut hanya Edward Sapir dan Benyamin Whorf yang banyak dikutip oleh berbagai peneliti. Sapir dan Worf mengatakan bahwa tidak ada dua bahasa yang memiliki kesamaan untuk dipertimbangkan sebagai realitas sosial yang sama. Sapir dan Worf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran. 1. Hipotesis pertama adalah lingusitic relativity hypothesis yang menyatakan bahwa perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan kognitif non bahasa (nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut. 2. Hipotesis kedua adalah linguistics determinism yang menyatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan menalar dunia perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa. Pengaruh bahasa terhadap pikiran dapat terjadi melalui habituasi dan melalui aspek formal bahasa, misalnya gramar dan leksikon. Whorf mengatakan 2
  • 3. Bahasa dan Pikiran “grammatical and lexical resources of individual languages heavily constrain the conceptual representations available to their speakers”. Gramar dan leksikon dalam sebuah bahasa menjadi penentu representasi konseptual yang ada dalam pengguna bahasa tersebut. Selain habituasi dan aspek formal bahasa, salah satu aspek yang dominan dalam konsep Whorf dan Sapir adalah masalah bahasa mempengaruhi kategorisasi dalam persepsi manusia yang akan menjadi premis dalam berpikir, seperti apa yang dikatakan oleh Whorf berikut ini : “Kita membelah alam dengan garis yang dibuat oleh bahasa native kita. Kategori dan tipe yang kita isolasi dari dunia fenomena tidak dapat kita temui karena semua fenomena tersebut tertangkap oleh majah tiap observer. Secara kontras, dunia mempresentasikan sebuah kaleidoscopic flux yang penuh impresi yang dikategorikan oleh pikiran kita, dan ini adalah sistem bahasa yang ada di pikiran kita. Kita membelah alam, mengorganisasikannya ke dalam konsep, memilah unsur-unsur yang penting…(Whorf dalam Chandler, 2000) Untuk memperkuat hipotesisnya, Whorf dan Sapir memaparkan beberapa contoh. Salah satu contoh yang diambil adalah kata salju. Whorf mengatakan bahwa sebagian besar manusia memiliki kata yang sama untuk menggambarkan salju. Salju yang baru saja turun dari langit, salju yang sudah mengeras atau salju yang meleleh, semua objek salju tersebut tetap dinamakan salju. Berbeda dengan kebanyakan masyarakat, orang eskimo memberi label yang berbeda pada objek salju tersebut. Uraian tersebut kemudian disanggah oleh Pinker (dalam Schlenker, 2004) yang mengatakan bahwa orang pikiran eskimo tidak berbeda dengan pikiran orang. Bahasa bagi Whorf pemandu realitas sosial. Walaupun bahasa biasanya tidak diminati oleh ilmuwan sosial, bahasa secara kuat mengkondisikan pikiran individu tentang sebuah masalah dan proses sosial. Individu tidak hidup dalam dunia objektif, tidak hanya dalam dunia kegiatan sosial seperti yang biasa dipahaminya, tetapi sangat ditentukan oleh bahasa tertentu yang menjadi medium pernyataan bagi masyarakatnya. Tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk mewakili realitas yang sama. Dunia tempat tinggal berbagai masyarakat dinilai oleh Whorf sebagai dunia yang sama akan tetapi dengan karakteristik yang berbeda. Singkat kata, dapat disimpulkan bahwa pandangan manusia tentag dunia dibentuk oleh bahasa sehingga karena bahasa berbeda maka pandangan tentang 3
  • 4. Bahasa dan Pikiran dunia pun berbeda. Secara selektif individu menyaring sensori yangmasuk seperti yang diprogramkan oleh bahasa yang dipakainya. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda memiliki perbedaan sensori pula (Rakhmat, 1999). C. Beberapa Dukungan terhadap Konsep Saphir-Whorf “The fact of the matter is that the 'real world' is to a large extent unconsciously built upon the language habits of the group” Edward Saphir Hipotesis Sapir dan Worf didukung oleh beberapa temuan dalam bidang terutama dalam bidang antropologi. Seorang antropologis bernama Lucy menulis mengenai perbedaan bahasa yang berkaitan dengan aktifitas perseptual. Sebagai contoh, dua individu yang memiliki kosa kata tentang warna dasar (basic color) yang berbeda, akan mengurutkan warna sekunder dengan cara yang berbeda. Language relativistics melihat bahwa kategori yang ada dalam bahasa menjadi dasar dari aktifitas mental, seperti kategorisasi, ingatan dan pengambilan keputusan. Jika asumsi ini benar maka studi tentang bahasa mengarah pada perbedaan pikiran yang diakibatkan sistem tersebut. Di samping bahasa merefleksikan perkembangan kognitif, bahasa mempengaruhi akuisisi bahasa dan juga memiliki memberikan potensi pada transformasi kognitif. Lucy mencoba menengahi pertentangan yang ada dengan memberikan beberapa petunjuk apabila seorang peneliti hendak mengkaji relativitas bahasa. Peneliti harus mengidentifikasi performansi kognitif individu yang beriringan dengan konteks verbal secara eksplisit (explicitly verbal contexts) dan menekankan pada struktur kognitif individu yang dideteksi yang ditunjukkan dalam perilaku keseharian. Melalui pandangan ini secara tidak langsung, Lucy telah melihat bahwa kognisi adalah sekumpulan konsep dan prosedur yang hadir dalam aktifitas individu yang berkaitan dengan perilaku verbal seperti berkata, mendengar dan berpikir secara verbal. Penggunaan konteks dalam pengkajian bahasa ini mendapat dukungan dari Gumperz dan Levinson, yang melalui tulisannya dengan judul rethinking 4
  • 5. Bahasa dan Pikiran linguistic relativity mencatat pentingnya theories of use in context yang memuat teori semantik formal yang berkaitan dengan situasi semantik, discourse representation theory dan teori pragmatis yang memuat relevance theory dan gricean theories. Hipotesis Whorf juga didukung oleh Olson (1983) yang melihat bahwa kategori perseptual dan struktur kognitif individu merefleksikan dunia pengalaman. Sebuah peristiwa selalu dipersepsi dan dikategorisasi secara relatif tergantung pada konteksnya. Berkaitan dengan kata-kata emosi, Levi (1973, dalam Wierzbicka, 1995) melalui studinya di Tahiti menjelaskan bahwa tidak ada kesamaan antara perasaan buruk (bad feelings) dalam pemahaman orang Tahiti dengan kata sedih (sad) dalam kosa kata Bahasa Inggris. Orang Tahiti lebih menonjolkan perasaan mo’emo’e (sebuah perasaan kesepian dan kesendirian) daripada rasa sedih yang oleh kosa kata Inggris dinamakan dengan sad. Levi menambahkan bahwa hal ini tidak menandakan bahwa orang Inggris tidak dapat merasakan mo’emo’e dan juga sebaliknya, orang Tahiti tidak bisa merasakan sad, tetapi menandakan bahwa kedua perasaan itu mempunyai status yang berbeda sehingga tidak dapat diparalelkan. Jika perasaan buruk (bad feeling) bagi orang Inggris adalah sad, maka bagi orang Tahiti adalah mo’emo’e. Manusia hanya akan dapat berkata dan memahami satu dengan lainnya dalam kata-kata yang terbahasakan. Bahasa yang dipelajari semenjak anak-anak bukanlah bahasa yang netral dalam mengkoding realitas objektif. Bahasa memiliki orientasi yang subjektif dalam menggambarkan dunia pengalaman manusia. Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi bagaimana manusia berpikir dan berkata. Melalui paparan di muka dapat diuraikan beberapa derivasi dari pengaruh bahasa terhadap pikiran manusia. Derivasi tersebut tercermin dari beberapa pernyataan beberapa ahli antara lain : 1. Language creates awareness (Macphail, Dennett) 2. Language creates self-consciousness (Edelman) 3. Language creates structures of thought and symbolic representation (Vygotsky, Tomasello) 4. Language serves as one possible cue for memory (Lucy, Pedersen) 5
  • 6. Bahasa dan Pikiran 5. Language provides “Thinking for speaking” (Slobin, 2003) D. Beberapa Keberatan terhadap Konsep Saphir-Whorf Konsep Sapir dan Whorf mengudang beberapa keberatan di kalangan ahli bahasa dan peneliti psikolinguistik. Dasar yang dipakai sebagai bentuk keberatan tersebut adalah bahwa pikiran yang sama dapat diekspresikan dalam beberapa cara. Manusia dapat mengatakan apa saja yang dimauinya dalam sebuah bahasa sehingga antara satu bahasa dengan bahasa lainnya memiliki karakter yang paralel. Gambar 1. Eksperimen Penguasaan Aritmatika dasar pada anak Salah satu fakta yang dipaparkan untuk menunjukkan keberatan ini adalah dalam bidang perkembangan. Beberapa kasus di kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa bayi yang belum memiliki bahasa secara optimal sudah mampu menalar lebih dari hal-hal yang menarik bagi mereka. Misalnya usia 3-4 bulan bayi dapat memahami jarak dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan jarak. Usia 5 bulan bayi sudah mampu menalar aritmatika sederhana. Setelah sebelumnya bayi diperlihatkan dua buah objek di tangan, mereka mencoba mencari dua objek tersebut ketika dua objek tersebut disembunyikan (lihat gambar 1). 6
  • 7. Bahasa dan Pikiran Bukti kedua yang menunjukkan bahwa manusia dapat berpikir meski tanpa menggunakan bahasa adalah kasus anak-anak tuna rungu yang tidak mampu memahami struktur simbol bahasa. Anak-anak ini dapat menemukan isyarat dan gerak mereka sendiri untuk mengkomunikasikan pikiran dan keinginan mereka. Bukti ketiga adalah kasus penggunaan mental image yang diperagakan oleh beberapa individu. Seniman dalam bidang visual memiliki kemampuan menalar yang dapat disejajarkan dengan penulis ataupun ilmuwan. Francis Cricks dengan berpikir secara visual mampu menemukan struktur double helix DNA, Albert Einstein yang terkenal dengan penalar visual (visual thinker) mampu menelurkan rumus-rumus fisika yang spektakuler. Kontroversi tentang pendapat Whorf juga diarahkan pada contoh yang dikemukakan, misalnya salju. Orang Eskimo hidup di tengah-tengah salju sehingga mereka memiliki banyak kata tentang salju. Unta sangat penting bagi orang Arab sehingga mereka memiliki banyak cadangan kosa kata dalam menggambarkan unta. Bahasa dikembangkan sesuai dengan tantangan kultural dan tidak benar bahwa manusia tidak dapat membedakan beberapa objek persepsi karena tidak ada kata yang mampu menggambarkannya. Walaupun dalam bahasa ada hanya menggunakan kata ‘dia’ akan tetapi orang Indonesia juga memahami arti ‘he’ dan ’she’ dalam Bahasa Inggris (Rakhmat, 1999). Manusia dapat berpikir tanpa menggunakan bahasa, tetapi bahasa mempermudah kemampuan belajar dan mengingat, memecakan persoalan dan menarik kesimpulan. Bahasa memungkinkan individu menyandi peristiwa dan objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa individu mampu mengabstraksikan pengalamannya dan mengkomunikasikannya pada orang lain karena bahasa merupakan sistem lambang yang tidak terbatas yang mampu mengungkapkan segala pemikiran. Sementara sebagian besar ilmuwan berpendapat bahwa bahasa adalah objek sosial yang berdiri di atas kesepakatan untuk memudahkan adanya komunikasi, Chomsky (dalam Ludlow, 2000) memiliki konsep yang berbeda. Menurutnya bahasa “a natural object that is part of human biological endowment”. Bahasa adalah objek natural yang merupakan bagian dari kelebihan yang dimiliki manusia. Bahasa bagi Chomsky adalah cerminan dari pikiran dan 7
  • 8. Bahasa dan Pikiran produk dari kecerdasan manusia. Dengan memahami properti bahasa alami seperti struktur, organisasi, dan tata cara penggunaannya peneliti akan dapat memahami karakteristik manusia secara alami (human nature). Pandangan Chomsky ini selain bertentangan dengan pandangan Skiner mengenai proses akuisisi bahasa pada anak, juga berseberangan dengan konsep Sapir dan Whorf. Dengan adanya hal-hal yang bersifat bawaan maka secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa bahasa tidak memiliki keterkaitan dengan pikiran. Konsep Paul Kay mengenai bahasa secara tidak langsung juga berseberangan dengan konsep Sapir dan Whorf. Dikatakan olehnya bahwa perbedaan mengekspresikan fenomena dan objek dalam bahasa yang berbeda tidak berarti menunjukkan perbedaan dalam konsep. Untuk memahami relatifitas bahasa, individu menyadari layaknya menterjemahkan bahasa bahwa ada beberapa skema alternatif yang ada di dalam bahasa dan individu pemakai bahasa tersebut. (Jaszczolt, 2001). Beberapa ahli melihat bahwa language relativistics kurang memiliki dukungan secara ilmiah, karena belum ada penelitian yang membuktikan keterkaitan tersebut (Schlenker, 2004). Menurut Schlenker (2004), manusia tidak secara eksak menggunakan kata-kata dalam berpikir (think in world), karena jika menggunakan manusia berpikir dengan menggunakan kata-kata maka pasien yang memiliki keterbatasan bahasa (language deficits) otomatis akan mengalami hambatan dalam berpikir. Bahasa verbal dan pikiran memiliki perbedaan secara prinsip. Namun demikian ini tidak berarti bahwa pikiran bukan sistem yang memanipulasi simbol dalam bahasa. Sebagai contoh, konsep computational model of the mind memperlihatkan bahwa pikiran dapat dianalogikan dengan komputer yang mampu memanipulasi simbol abstrak. E. Tinjauan terhadap Konsep Whorf dan Sapir Hipotesis Whorf dan Sapir tidak dapat dilepaskan dari apa yang diartikan oleh mereka sebagai bahasa. Melalui struktur terkecil dari bahasa yaitu kata-kata akan dapat diketahui bahwa bahasa dapat mempengaruhi pikiran individu. Berikut ini akan dipaparkan beberapa pengertian dari kata yang memungkinkan kata dapat berkaitan dengan pikiran manusia. Pertama, kata sebagai simbol (words as 8
  • 9. Bahasa dan Pikiran symbols). Kata sebagai simbol berarti kata lebih mewakili suatu objek daripada dirinya sendiri. Hubungan antara kata dan simbol ini dibangun oleh konvensi sosial dalam sebuah budaya. Kedua, kata sebagai atribut objek (words as attribute). Kata dan objek adalah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan. Piaget dan Vigotsky melaporkan bahwa penerimaan anak-anak terhadap nama sebuah objek tidak dapat dibedakan lagi. Bagi mereka nama meja atau kursi adalah bagian dari objek meja. Kata dan objek yang diatribusikan adalah satu bagian. Kata meja menjadi milik sebuah meja. Ketiga, kata sebagai objek (words as object). Kata-kata adalah bagian dari dunia manusia. Kata diterima sebagai sesuatu yang dalam dalam pikiran. Ketika individu mendengar sebuah kata terucap, ia akan mereaksi ucapan ini dengan berpikir objek itu ada di dalam dunia nyatanya. Kata-kata adalah bagian dari bahasa yang digunakan oleh manusia untuk menerima, mengolah, serta menyampaikan informasi. Segala sesuatu yang berkaitan dengan manusia selalu menggunakan media bahasa. Manusia tidak mungkin melakukan apa-apa tanpa menggunakan bahasa dalam hal ini direpresentasikan dalam kata-kata (Sumaryono, 1993). Pikiran, bahasa, dan budaya memiliki keterkaitan yang sangat erat, masing-masing konstrak tersebut mencerminkan satu konstrak yang lain (Frawley dalam Forrester, 1996). Keterkaitan antara bahasa dan budaya terletak pada asumsi bahwa setiap budaya telah memilih jalannya sendiri-sendiri dalam menentukan apa yang harus dipisahkan dan apa harus diperhatikan untuk memberi nama pada realitas (Goldschmidt, 1960). Di sisi yang lain, keterkaitan antara bahasa dan pikiran terletak pada asumsi bahwa bahasa mempengaruhi cara pandang manusia terhadap dunia, serta mempengaruhi pikiran individu pemakai bahasa tersebut (Whorf dalam Rakhmat, 2000). Keterkaitan antara bahasa dan pikiran dimungkinkan karena berpikir adalah upaya untuk mengasosiasikan kata atau konsep untuk mendapatkan satu kesimpulan melalui media bahasa. Beberapa uraian para ahli mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran antara lain: 1. Bahasa mempengaruhi pikiran Pemahaman terhadap kata mempengaruhi pandangannya terhadap realitas. Pikiran dapat manusia terkondisikan oleh kata yang manusia digunakan. Tokoh yang mendukung hubungan ini adalah Benyamin Whorf dan gurunya, 9
  • 10. Bahasa dan Pikiran Edward Saphir. Whorf mengambil contoh Bangsa Jepang. Orang Jepang mempunyai pikiran yang sangat tinggi karena orang Jepang mempunyai banyak kosa kata dalam mejelaskan sebuah realitas. Hal ini membuktikan bahwa mereka mempunyai pemahaman yang mendetail tentang realitas. 2. Pikiran mempengaruhi bahasa Pendukung pendapat ini adalah tokoh psikologi kognitif yang tak asing bagi manusia, yaitu Jean Piaget. Melalui observasi yang dilakukan oleh Piaget terhadap perkembangan aspek kognitif anak. Ia melihat bahwa perkembangan aspek kognitif anak akan mempengaruhi bahasa yang digunakannya. Semakin tinggi aspek tersebut semakin tinggi bahasa yang digunakannya. 3. Bahasa dan pikiran saling mempengaruhi Hubungan timbal balik antara kata-kata dan pikiran dikemukakan oleh Benyamin Vigotsky, seorang ahli semantik berkebangsaan Rusia yang teorinya dikenal sebagai pembaharu teori Piaget mengatakan bahwa bahasa dan pikiran saling mempengaruhi. Penggabungan Vigotsky terhadap kedua pendapat di atas banyak diterima oleh kalangan ahli psikologi kognitif. Kata-kata adalah bentuk pemberian pakaian pada realita faktual yang terjadi secara nyata. Pemberian ini dipengaruhi oleh faktor subjektifitas kebudayaan dan individu. Subjektifitas ini terlihat ketika manusia dari latar belakang yang berbeda memotong realita menurut kehendaknya sendiri. Manusia memotong dunia realitas dan mengklasifikasikan ke dalam kategori yang sama sekali berbeda berdasarkan prinsip yang sama sekali berbeda dalam tiap budaya. Kata Inggris, misalnya table (meja), meskipun bentuknya bundar atau persegi, di dalam pikiran orang Inggris menyatakan bahwa kedua benda tersebut esensinya merupakan satu dan sama karena melayani fungsi yang sama. Orang non Indo- Eropa tidaklah memotong realitas berdasarkan fungsinya, melainkan pada bentuk dasarnya: bundar, persegi, padat, atau cair. Bagi orang non Indo-Eropa kriteria tentang bentuk dan rupa adalah pasti, dalam menentukan apakah sebuah benda itu menjadi milik kategori ini atau kategori atau. Di mata masyarakat ini, meja bundar dan meja persegi adalah dua benda yang sama sekali berbeda sehingga harus ditunjukkan dengan nama yang berbeda pula. 10
  • 11. Bahasa dan Pikiran Bahasa yang diwujudkan dalam kata-kata adalah representasi realitas. Untuk menyimbolkannya dalam bentuk kata-kata manusia memotong dunia realitas dan mengklasifikasikannya ke dalam kategori yang berbeda antara satu budaya dengan budaya lainnya. Cara yang digunakan oleh tiap budaya dalam memotong realitas adalah dengan subjektif (arbitrary) seperti halnya memotong sebuah kue sehingga fenomena ini terkenal dengan nama cookie cutter effect (Albrecht, 1986). Seorang ahli antropologi yang sedang mencoba mencacah jumlah penduduk sebuah suku di pedalaman Afrika. Ia bertanya kepada salah seorang penduduk di sana. “Berapa anak laki-laki ibu?”. “Dua” jawab sang ibu. Sang antropolog itu kemudian terkejut karena sebelumnya ia bertanya kepada suaminya, yang menjawab bahwa anaknya berjumlah tiga orang. Peneliti menemukan bahwa anak bagi penduduk di sana, adalah keturunan mereka yang berjenis kelamin sama dengan mereka. Ketika sang antropolog mengumpulkan mereka berdua kemudian bertanya berapa jumlah anak laki-laki dan perempuan mereka, mereka menjawab sembilan. Tak kalah dengan keterkejutan yang pertama, antropolog itu menemukan bahwa bagi suku tersebut, anak mereka yang telah meninggal dunia juga mereka masukkan dalam hitungan. Anak mereka yang telah meninggal harus tetap diperkenalkan kepada orang yang bertanya jumlah anak mereka (Albrecht, 1986). Peristiwa di atas merupakan salah satu bukti bahwa sebuah kebudayaan mempunyai cara sendiri dalam mengkategorikan realitas. Setiap budaya memiliki cara tersendiri dalam memilih satu wilayah tertentu dari keseluruhan realitas untuk diwujudkan dalam sebuah kata-kata. Aktifitas ini kemudian paralel dengan konsep kategorisasi yang dilibatkan dalam hipotesis linguistic determinism melalui apa yang dinamakan dengan frame of reference. Frame of reference adalah sebuah sistem yang membantu manusia mengklasifikasikan objek. E. Implikasi Konsep Saphir-Whorf Lepas dari kontradiksi pendapat mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran, bahasa memang mempunyai pengaruh atas pengalaman manusia. Bahasa memberikan pandangan perseptual dan sekaligus memaksakan pandangan 11
  • 12. Bahasa dan Pikiran konseptual tertentu. Bahasa memaksakan pandangan perseptual manusia karena bahasa adalah kaca mata yang dipakai untuk melihat realitas. Manusia sama saja dengan orang yang buta yang tak mampu mengenali realita semanusiar ketika manusia manusia memiliki bahasa. 1. Fenomenologi. Bukti keterkaitan antara bahasa dan pikiran dapat dilihat pada kasus beberapa orang fenomenolog. Dengan berbahasa yang fasih yang didukung dengan penguasaan kosa kata yang baik maka mereka dapat berargumentasi dengan baik pula. Oleh karena itu mengapa ahli-ahli besar dalam bidang fenomenologi juga terkenal sebagai ahli bahasa, penulis novel, puisi, serta artikel. Jean Paul Sartre, Leo Tolstoy, Martin Heidegger, adalah contohnya. Ketika para peneliti sibuk dengan penjelasan statistika sebagai bukti teorinya, orang-orang ini menggunakan media bahasa untuk menjelaskan teorinya. Para fenomenolog telah langsung masuk ke dalam realitas dan mengambarkan apa yang dapat mereka kenali. Banyak yang mereka kenali dari realitas itu karena mereka mempunyai kosa kata yang banyak. Dalam kasus CAT, penguasaan bahasa seorang anak menjadi faktor yang berpengaruh, jika yang dikenali hanyalah gambar kuda, maka ia hanya menyebut gambar kuda. Jika kartu CAT itu diberikan kepada Sartre maka tidak hanya kuda, pigura, kalung, sampai tatapan mata kuda, ekspresi wajahnya, dan posisi tubuh kuda mungkin ikut diceritakan. Bahasa memberikan satu nuansa tertentu pada sebuah ide (Valsiner, 1996). Bahasa adalah instrumen yang membentuk dan membangun ide kreatif dari pikiran. Melalui bahasa ide menjadi objektif. Yang semula ia berada di awan- awan angan-angan, ide menjadi konkret dan turun ke bumi. Sekali individu memberikan bentuk berupa kata-kata pada idenya dengan kata-kata, ide ini akan menjadi objek bagi dirinya sendiri sebagai kata-kata yang terdengar (audible) sehingga mudah diakses oleh masyarakat. 2. Penguasaan melalui Bahasa Bahasa juga memaksakan pandangan konseptual pemakai bahasa karena secara tak langsung manusia mengevaluasi realita berdasarkan bahasa yang manusia miliki. Dengan cara seperti inilah bahasa mempengaruhi pikiran dan tindakan manusia. Sebuah desa miskin yang sedang banyak penduduknya susah 12
  • 13. Bahasa dan Pikiran mencari makanan, hal tersebut bagi pemerintah bukanlah kelaparan, tetapi “rawan pangan”. Pelonjakan harga, bukanlah “kenaikan harga”, tetapi “penyesuaian harga”. Upaya rakyat Palestina lepas dari “penjajahan” Israel adalah tindakan “agresi” , sedangkan tindakan Israel adalah “pembalasan”. Filosof barat, Harold Titus, bahkan mengatakan bahwa bahasa mencetak pikiran-pikiran orang yang memakainya. Pernyataan ini meskipun belum terbukti dalam kancah penelitian ilmiah akan tetapi memuat sebuah gagasan yang orisinal. Komunikasi manusia bersifat intensional. Dengan kata lain, dasar komunikasi yang dilakukan oleh manusia adalah mengubah pola pikir dan sikap orang lain. Transmisi informasi ini sangat penting bagi sebuah kebudayaan mempertahankan bentuk pengetahuan (known forms) yang dimilikinya. Satu rumusan yang dikeluarkan oleh Michael Foucoult dan Thomas Szas tentang bahasa kiranya menjadi kata kunci dari pengaruh bahasa dalam merekayasa perilaku. Foucoult mengatakan bahwa “Siapa yang mampu memberi nama, dialah yang menguasai”, sedangkan Szas mengatakan bahwa “Kalau di dunia hewan berlaku hukum makan atau dimakan, maka dalam dunia manusia berlaku hukum membahasakan atau dibahasakan” Jika kita berani untuk melangkah lebih jauh lagi, kita akan mendapatkan hipotesis bahwa bahasa mencetak sebuah kepribadian. Ketika satu bahasa memproduksi satu perilaku tertentu, serta ketika perilaku tersebut diulang-ulang menjadi kebiasaan maka yang tercipta adalah kepribadian. Hal ini dikarenakan bahwa pada mulanya manusia membentuk kebiasaan, tetapi setelah itu kebiasaanlah yang membentuk manusia. 3. Masalah penerjemahan. Menurut pandangan Whorfian, muatan (content) berdiri di atas bentuk bahasa yang merupakan medium dalam menentukan sebua makna. Oleh karena itu translasi satu bahasa ke bahasa lain sangat problematik dan kadang menjadi tidak mungkin. Translasi kadang hanya mampu memindahkan bahasa akan tetapi tidak mampu memindahkan muatan dan makna, karena ada semacam unverbalized thought yang harus juga diterjemahkan. Beberapa sastrawan yang karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa lain merasa ada sesuatu yang kurang dari hasil terjemahan tersebut. 13
  • 14. Bahasa dan Pikiran 4. Keterbatasan Kata Emosi Implikasi lain dari hipotesis Whorf dan Sapir adalah keterbatasan kosa kata yang menyebabkan gangguan psikologis. Sedikitnya kosa kata emosi yang dimiliki oleh banyak orang membuat mereka lemah dalam menggambarkan emosi mereka dengan kata-kata mereka. Padahal kemampuan untuk verbalisasi emosi ini sangat berguna untuk kesehatan mental mereka. Mampu memberi nama emosi berarti dapat memilikinya untuk digunakan sesuai dengan fungsinya dan tidak terganggu dengan kehadirannya. Daniel Goleman (1995) sudah mendeteksi pentingnya masalah ini sejak awal. Kemampuan memberi nama pada emosi adalah salah satu bagian integral Kecerdasan Emosi dalam aspek Self Awarenes. Di sini individu mampu mengamati diri, menghimpun kosa kata untuk melabeli perasaannya, serta mengetahui hubungan antara pikiran, perasaan, dan reaksi. Mengetahui aneka ragam perasaan yang muncul memungkinkan individu untuk mengenal diri mereka sendiri. Dengan membahasakannya dalam kata-kata, mereka menjadi tahu bahwa emosi itu benar-benar nyata ada dalam diri mereka. Seorang ahli psikolinguistik, Alfred Korzybsky mengatakan beberapa gangguan jiwa disebabkan oleh keterbatasan penggunaan kata oleh individu yang tidak sanggup mengungkapkan realitas dengan cermat. Yang diketahuinya hanya dua pilihan yang ekstrem. Gembira-sedih, tersanjung-marah, atau sehat-sakit. Padahal realitas tidaklah demikian. Hidup tidak terpisah menjadi kutub ekstrim negatif dan ekstrim positif. Realitas sangat kaya sekali dengan warna-warna emosi. Perasaan atau emosi sedih muncul tanpa pemaknaan yang jelas. Mereka belum mengetahui apa yang menyebabkan emosi tersebut muncul dan bagaimana hubungannya dengan reaksi yang mereka lakukan. Pelajar belum dibina dan dibimbing untuk mengenal emosi mereka dan cara-cara mengekspresikannya dengan baik. Dengan mengenal emosi yang sedang berlangsung, maka emosi tersebut dapat dinikmati dan dikendalikan. Melalui uraian di muka dapat disimpulkan bahwa bahasa mampu mengubah pikiran melalui beberapa formulasi, antara lain: 1. Bahasa meningkatkan komunikasi 14
  • 15. Bahasa dan Pikiran 2. Bahasa memperluas pikiran dengan adanya abstraksi 3. Bahasa membentuk kebudayaan 4. Bahasa dapat membangun verbal sef-concept F. PENUTUP Bahasa dan pikiran memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi (resiprokal). Variabel berupa domain-domain kognitif dapat dipertimbangkan sebagai pendahulu perkembangan struktur bahasa pada awal tahap perkembangan anak. Namun demikian, ada proses tahapan produksi bahasa (production of language) mungkin lepas atau tidak tergantung pada domain kognitif yang lain. Sebagai bukti misalnya, beberapa individu yang memiliki gangguan keterbatasan bahasa memiliki anterior aphasics di dalam otaknya dengan performansi yang optimal. Misalnya adanya temuan hubungan yang signifikan antara kemampuan mengklasifikasikan (classificatory ability) and pemahaman makna kata (word meaning) pada individu yang memiliki gangguan bahasa atau individu yang menderita skizofren. Wacana yang dilontarkan oleh Whorf dan Sapir cukup menantang peneliti yang hendak mengkaji tema tersebut. Beberapa pandangan yang moderat terhadap konsep tersebut perlu dipertimbangkan daripada pandangan yang menentangnya. Beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan pertimbangan antara lain: 1. Determinasi bahasa dapat dimodifikasi dengan asumsi bahwa bahasa memfasilitasi potensi dalam menalar daripada sebagai penentu mutlak penalaran. 2. Proses satu arah tersebut dapat diubah menjadi proses dua arah dengan menambahkan bahwa macam bahasa yang digunakan manusia juga dipengaruhi oleh cara manusia memandang dunia dan juga sebaliknya. 3. Studi komparasi antar bahasa yang berbeda dalam mencerminkan pikiran yang berbeda lebih diarahkan untuk mengidentifikasi keragaman di dalam satu bahasa daripada perbandingan bahasa utama sebuah masyarakat. 15
  • 16. Bahasa dan Pikiran Daftar Pustaka Albrecht, K. 1986. Brain Power. London: John Willey & Sons. Forrester, M.A., 1996. Psychology of Language : A Critical Introduction. London: Sage Publication Gleitman, L & Papafragou, A. 2000. Language and thought. To appear in K. Holyoak and B. Morrison (eds.), Cambridge Handbook of Thinking and Reasoning. Cambridge: Cambridge University Press. Jaszczolt, K. 2000. Language and Thought. www.cam.ac.uk Ludlow, P. 2000. Language and Thought. Martinich and D. Sosa (eds.) A Companion to Analytic Philosophy, Oxford: Basil Blackwell Olson D R, 1970 Language and thought: aspects of a cognitive theory of semantics. Psycho! Review. 77:257-73, 1970. Rakhmat, J. 1999. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosdakarya. Rakhmat, J. 2000. Catatan Kang Jalal. Bandung: Rosda Karya. Slobin, l. Language and thought online: Cognitive consequences of linguistic relativity Published in d. Gentner & s. Goldin-meadow (eds.), (2003). Language in mind: advances in the study of Language and thought. Cambridge Press. Sumaryono, H. 1993. Hermeneutik. Yogyakarta : Kanisius Suriasumantri, J. 1998. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Wierzbicka, 1995. Emotion and Facial Expression: A Semantic Perspective. Journal Culture & Psychology. Vol I: 227-258. London: Sage Publication Wierzbicka, 1999. Emotions Across Language and Culture. Cambridge : Cambridge University Press 16