2. BAB I
PENDAHULUAN
• Latar Belakang Masalah : . Pondok pesantren, sekolah dan madrasah adalah
instansi yang mempunyai tujuan sama, namun berbeda dalam pengelolaannya.
Diantara ketiga lembaga ini masing-masing mempunyai ciri khas. Ditengah-
tengah perbedaan dan kesamaan dari lembaga pendidikan yang ada, tidak
sedikit diantara lembaga pendidikan yang ada terjadi persaingan. Kenyataan di
lapangan perebutan dan kompetisi memang benar terjadi, dan tidak jarang juga
kita temukan dilapangan kompetisi antar lembaga pendidikan yang ada sering
tidak fair dan menimbulkan kecemburuan satu sama lainnya.
• Sekolah dan madrasah pun tak luput dari stigma negatif yang muncul pada
sebagian masyarakat. Sekolah sering mendapatkan pandangan sebagai lembaga
pencetak kader kapitalis, mementingkan kehidupan sekuler dan masih banyak
lainnya. Kualitas tidak jelas, berpikir mundur, banyak beban pelajaran dan
sekolahnya anak desa adalah beberapa stigma negatif yang muncul terhadap
madrasah.
3. TUJUAN PEMBAHASAN
• Mengetahui Pondok Pesantren dari tinjauan
Historis, Kritis dan Filosofis serta peran dan
fungsinya
• Mengetahui Madrasah dari berbagai tinjauan
Historis, Kritis dan Filosofis serta peran dan
fungsinya
• Mengetahui Sekolah dari berbagai tinjauan
Historis, Kritis dan Filosofis serta peran dan
fungsinya
4. RUMUSAN MASALAH
• Bagaimana Pondok Pesantren dari Tinjauan
Histori, Kritis Filosofi, peran dan fungsinya?
• Bagaimana Madrasah dari Tinjauan Histori,
Kritis Filosofi, peran dan fungsinya?
• Bagaimana Sekolah dari Tinjauan Histori, Kritis,
Filosofi peran dan fungsinya?
5. BAB II PEMBAHASAN
PONDOK PESANTREN DARI TINJAUAN HISTORIS,
KRITIS DAN FILOSOFIS SERTA PERAN DAN
FUNGSINYA
Karel A. Steenbrink Menyatakan dari segi bentuk dan sistemnya
berasal dari India dan dari masyarakat Hindu. Sebelum proses
penyebaran Islam di Indonesia, sistem tersebut telah dipergunakan
untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu di Jawa. Setelah
Islam masuk dan banyak tersebar di Pulau Jawa, sistem tersebut
kemudian diambil alih oleh Islam
Mahmud Yunus menyatakan, bahwa asal-usul pendidikan yang
digunakan pondok pesantren berasal dari Baghdad dan merupakan
bagian dari sistem pendidikan saat itu
6. Pondok pesantren adalah gabungan dari dua kata, yakni Pondok dan
pesantren. Masing-masing kata ini mengandung makna yang berbeda satu
sama lainnya, namun kedua-duanya memiliki hubungan yang sangat erat
sehingga dikemudian hari membentuk satu kesatuan pemahaman yang
tidak dapat dipisahkan. Istilah pondok berasal dari Bahasa
Arab fundug, yang berarti hotel atau asrama, atau dalam pengertian lain
pondok adalah asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau
tempat tinggal yang dibuat dari bambu. Sedangkan istilah Pesantren
berasal dari kata santri, yang dengan awalan Pe di depan dan
akhiran an berarti tempat tinggal para santri Zamaksyari Dhofier, Tradisi
Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta : LP3ES, Cet.III,
1982), hlm.18
7. menurut Profesor Johns, santri berasal dari bahasa Tamil, yang
berarti guru mengaji, sedangkan menurut C.C. Berg istilah Santri
berasal dari bahasa India, Shastri yang berarti adalah orang yang
tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab
suci agama Hindu. Kata Shastri berasal dari kata shastra yang
berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang
ilmu Pengetahuan C.C. Berg, seperti halnya di kutip oleh
Zmakhsyari Dhofier, Ibid.
8. Lima varian`
Lima varian tersebut meliputi Kyai (Ulama), pondok (asrama),
masjid (mushola), santri dan proses pembelajaran dan pengkajian
kitab-kitab klasik atau biasa dikenal dengan istilah Kitab Kuning
9. KIYAI
Kyai sebenarnya istilah lain dari kata Ulama, namun orang jawa dan
madura khususnya sering mengistilahkan dan menyebut orang yang
mengasuh pondok pesantren dan sangat mendalam ilmu agamanua
(Islam) adalah kyai. Sebagian besar pondok pesantren di daerah
jawa dan madura sosok Kyai merupakan sosok yang sangat
berpengaruh, kharismatik, berwibawa dan peduli dengan derita
umatnya
10. PONDOK
Yang menjadi salah satu Ciri khas dari pondok pesantren adalah
semua murid (santri) yang mencari ilmu tinggal bersama dan
belajar dibawah bimbingan seorang kyai dengan model menginap.
Tempat tinggal sesaat untuk para santri ini yang kemudian oleh
orang jawa dipopulerkan dengan istilah pondok
11. MASJID
Kedudukan masjid sebgai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren
merupakan manifestasi univesalisme dari sistem pendidikan Islam
yang pernah dipraktekan oleh Nabi Muhammad SAW. Artinya, telah
terjadi proses yang berkesinambungan fungsi masjid sebagai pusat
aktifitas kaum muslim
12. SANTRI
Santri adalah istilah lain dari murid atau siswa yang mencari ilmu
pada lembaga pendidikan formal, bedanya santri ini mencari ilmu
pada pondok pesantren
13. KITAB KUNING
Kitab kuning adalah ungkapan dari beberapa kitab klasik yang
sering dikaji dan dipelajari oleh para santri dan kyai. Biasanya
kertas-kertas pada kitab yang dikaji sudah lama usianya akan
berubah menjadi kuning, oleh karenanya istilah kitab kuning ini
muncul. Yang biasanya dikaji dalam dunia pesantren adalah kitab-
kitab klasik madzhab syafi’i dalam bentuk bahasa arab tanpa
disertai harakat, kitab ini juga sering disebut dengan kitab gundul.
Hal ini adalah merupakan satu-satunya metode yang secara formal
diajarkan dalam komunitas pesantren di Indonesia khususnya Jawa
dan Madura
14. PERAN DAN FUNGSI PESANTREN
Peran dan keberadaan pondok pesantren sebagai salah satu lembaga
pendidikan asli Indonesia memang harus tetap dilestarikan dan
diperhatikan perkembangannya, karena kehadiran pondok
pesantren di tengah-tengah masyarakat adalah selain untuk
memberdayakan masyarakat juga sebagai wadah untuk
menyiapkan kader-kader Ulama yang mampu menguasai dan
memahami Al-Qur’an dan al hadis secara baik dan benar dan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat
15. MADRASAH DARI TINJAUAN HISTORIS, KRITIS DAN
FILOSOFIS SERTA PERAN DAN FUNGSINYA
• Setidaknya hal ini dapat dilihat dari para pendiri awal lembaga pendidikan Madrasah yang sebagian besar
didirikan oleh para Ulama yang menjadi pengasuh dan sekaligus pendiri Pondok Pesantren pada
lembaganya masing-masing. Diawali oleh Syekh Amrullah Ahmad (1907) di Padang mendirikan Madrasah,
KH. Ahmad Dahlan (1912) di Yogyakarta, KH Wahab Hasbullah bersama KH Mansyur (1914) dan KH. Hasym
asy’ari yang pada tahun 1919 mendirikan Madrasah Salafiyah di Tebuireng Jombang.
• Instutisi ini memang lahir pada kurun awal abad 20 M, yang saat itu dapat dianggap sebagai periode
pertumbuhan madrasah dalam sejarah pendidikan Islam di Indonesia. Memasuki abad 20 M, banyak orang-
orang Islam Indonesia mulai menyadari bahwa mereka tidak akan mungkin berkompetisi dengan kekuatan-
kekuatan yang menantang dari pihak kolonialisme Belanda, penetrasi Kristen dan perjuangan untuk maju
di bagian-bagian lain di Asia, apabila mereka terus melanjutkan kegiatan dengan cara-cara tradisional
dalam menegakkan Islam. Munculnya kesadaran kritis tersebut di kalangan umat Islam di Indonesia tidak
bisa dilepaskan dari kiprah kaum terdidik lulusan pendidikan Mesir atau Timur Tengah yang telah banyak
menyerap semangat pembaruan (modernisme) di sana, sekembalinya ke tanah air mereka melakukan
pengembangan pendidikan barr yang lazim disebut madrasah dengan menerapkan metode dan kurikulum
baru Abdul Rachman Saleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan Visi, Misi dan Aksi, (Jakarta : PT.
Gemawindu Pancaperkasa, 2000), hal 112
• Maksum, Madrasah : Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), p.98
16. • Munculnya madrasah menurut para sejarawan pendidikan sebagai salah satu bentuk
pembaruan pendidikan Islam di Indonesia. Alasannya adalah secara historis awal kemunculan
madrasah dapat dilihat pada dua situasi; adanya pembaruan Islam di Indonesia dan adanya
respon pendidikan Islam terhadap kebijakan pendidikan Hindia Belanda. Dari sini dapat
diartikan bahwa munculnya madrasah mengandung kritik pada lembaga pendidikan
sebelumnya, yakni pondok pesantren. Dapat dikatakan munculnya madrasah sebagai usaha
untuk pembaruan dan menjembatani hubungan antara sistem tradisional (pesantren) dengan
sistem pendidikan modern. Dan hal ini juga merupakan sebagai upaya penyempurnaan
terhadap sistem pendidikan di pondok pesantren kearah suatu sistem pendidikan yang lebih
memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah yang umum.
Maka tak heran belakangan banyak bermunculan madrasah dilingkungan pondok pesantren.
• Selain bentuk dari kritikan atas pesantren, Berdirinya madrasah pada lingkungan pondok
pesantren ini awal mulanya adalah untuk menampung keinginan dari para santri yang tidak
hanya ingin mengaji semata namun juga ingin sekolah pada lembaga pendidikan formal yang
kemudian pada akhirnya mendapatkan ijazah. Setidaknya hal ini dapat dilihat dari beberapa
wilayah di pulau jawa, madura, sumatera dan kalimantan yang banyak sekali bermunculan
madrasah pada lingkungan pondok pesantren Maksum, Madrasah, : Sejarah….hlm 82.
17. Kemunculan madrasah dipandang menjadi salah satu indikator
penting bagi perkembangan positif kemajuan prestasi budaya
umat Islam, mengingat realitas pendidikan, sebagaimana terlihat
pada fenomena madrasah yang sedemikian maju saat itu, adalah
cerminan dari keunggulan capaian keilmuan, intelektual dan
kultural
18. Selanjutnya setelah kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945 melalui Badan Pekerja Nasional Pusat (BPNIP) sebaga badan
legislatif pada saat itu, dalam pengumumannya tertanggal 22 Desember
1945 (berita RI tahun II No. 4 dan 5 halaman 20 kolom 1) berbunyi, ”
Dalam memajukan pendidikan dan pengajaran sekurang-kurangnya
diusahakan agar pengajaran di lamggar-langgar dan madrasah tetap
berjalan terus dan di perpesat”. Setelah pengumuman di bacakan, BPNIP
memberi masukan kepada pemerintah saat itu agar madrasah dan
pondok pesantren mendapatkan perhatian dan bantuan materil dari
pemerintah guna memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan
pada lembaga tersebut, karena madrasah dan pondok pesantren pada
hakekatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan
rakyat jelata yang sudah berakar dalam masyarakat Indonesia pada
umumnya
19. Guna merespon apa yang telah diumumkan dan masukan dari BPNIP
kepada pemerintah yang terbentuk, maka pada tanggal 3 Januari 1946
pemerintah membentuk kementerian Agama, kementrian yang baru ini
dalam sturktur organisasinya pada bagian C memuat tentang tugas pada
bagian pendidikan adalah mengurusi masalah-masalah pendidikan agama
di sekolah umum dan masalah-masalah pendidikan di sekolah agama
(madrasah dan pondok pesantren). Dan tidak lama kemudian Mentri
Agama yang pada saat itu di jabat oleh K.H. Wahid Hasym mengeluarkan
peraturan Mentri Agama No. 1 tahun 1946 tentang pemberian bantuan
kepada madrasah yang kemudian di sempurnakan dan terakihr dengan
peraturan Mentri Agama no. 3 tahun 1979 tentang pemberian bantuan
kepada Perguruan Agama Islam
20. Kemudian guna memajukan dan peningkatan mutu pendidikan
madrasah dan mengembangkan sistem pendidikan nasional yang
integral, kementrian Agama yang saat itu dijabat oleh Mukti Ali
pada tahun 1975 mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB)
antara Mentri Agama, Mentri Pendidikan dan Kebudayaan dan
Mentri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1975 037/U/1975 dan No. 36
Tahun 1975 pada tanggal 24 Maret 1975 beserta Instruksi Presiden
no. 15 Tahun 1974 pada sidang kabinet terbatas tertanggal 26
November 1974
21. Kalau kita lihat dari sejarah sosial pendidikan, dinamika munculnya
madrasah adalah merupakan manifestasi dari perubahan tuntutan sosial
umat Islam dari waktu ke waktu untuk menuntut adanya kualitas
pendidikan yang baik dan bermutu dengan tidak melepas pada akarnya
yakni sistem pendidikan pondok pesantren. Sudah menjadi keharusan
bagi pemerintah yang ada untuk peduli dan memperhatikan eksistensi
dari lembaga pendidikan yang asli pribumi (Pondok Pesantren) dengan
lembaga yang merupakan hasil dialektika antara pendidikan tradisional
dengan pengaruh pendidikan modern barat, yakni madrasah, kita perlu
jujur bahwa keberadaan lembaga pendidikan Islam ini sampai sekarang
masih tergolong kelas rendahan dengan mutu dan kualitas yang jauh
berbeda dengan lembaga pendidikan umum
22. SEKOLAH DARI TINJAUAN HISTORIS, KRITIS DAN
FILOSOFIS SERTA PERAN DAN FUNGSINYA
Sebelum masa penjajahan, pendidikan yang ada di Indonesia berupa
pendidikan non formal. Pendidikan ini telah ada sejak Zaman Kerajaan
Hindu (atau sebelumnya), sekolah/pendidikan dilangsungkan di tempat
Ibadah, perguruan atau padepokan. Ketika Belanda mulai memporak-
porandakan Nusantara (Indonesia) dengan bentuk penjajahan dengan
mengambil semua kekayaan dan rempah-rempah pada sebagian besar
wilayah Indonesia, Belanda pun mulai melakukan penjajahan terhadap
dunia pendidikan yang saebelumnya banyak dilakukan oleh warga
pribumi pada tempat-tempat ibadah dan pondok pesantren. Penjajahan
yang dilakukan dengan membentuk lembaga pendidikan baru yang
dinamakan Sekolah.
23. Adalah pada tanggal 8 Maret 1819, Gubernur Belanda yang ditugaskan
mengawasi Indonesia dengan nama lengkapnya Jenderal Vander Capellen
memerintahakan kepada anak buahnya untuk mengadakan penelitian
tentang pendidikan masyarakat jawa, tujuan dari adanya penelitian saat
itu adalah guna meningkatkan kemampuan membaca dan menulis di
kalangan mereka. Dengan hasil penelitain tersebut diharapkan,
pelaksanaan undang-undang dan peraturan pendidikan dapat diperbaiki,
secara khusus juga diteliti apakah saebaiknya guru yang ada
dimanfaatkan dan diberikan motivasi melalui peraturan yang sesuai,
atau perlu menciptakan suatu keadaan yang berbeda sama sekali
24. Satu abad kemudian, Brugmans membicarakan penelitan tersebut
dan menduga bahwa Gubernur Jenderal Van der Capellen hendak
melaksanakan satu jenis pendidikan yang berdasarkan pribumi
murni, secara teratur dan disesuaikan dengan masyarakat desa,
yang dihubungkan erat pada pendidikan Islam yang sudah ada pada
sebelumnya
25. Dan pada akhir abad yang lalu, beberapa kali terdapat usulan agar
lembaga pendidikan Islam yang ada dimanfaatkan pada
kebijaksanaan untuk mengembangkan system pendidikan umum.
Akan tetapi pada reorganisasi dan pengembangan system
pendidikan colonial, dalam kenyataannya pemerintah selalu
memilih jalan lain dari pada menyesuaikan diri dengan pendidikan
Islam. Kemudian pada saat yang sama, di Minahasa dan Maluku
berdiri sekolah yang dikelola oleh zending
26. Sekolah ini mendapatkan subsidi dari pemerintah Belanda. Sekolah
yang dibentuk ini tidak jauh beda dengan lembaga pendidikan
tradisional yang sudah ada apda pulau jawa, yakni 100 %
memusatkan diri pada pendidikan agama, bedanya sekolah yang
dikelola oleh zending ini memusatkan pada pendidikan Kristen.
Tahap awal yang ia lakukan adalah, menterjemahkan Bybel ke
dalam bahasa Melayu. Bagi sekolah-sekolah yang dikelola oleh
zending buku terjemahan Bybel kedalam bahasa Melayu adalah
buku yang amat penting. Harapannya dengan diterjemahkannya
Bybel ini masyarakat setempat dapat memiliki kemampuan dalam
membaca dan menulis
27. Akibat inspeksi pendidikan colonial yang dilakukan oleh Gubernur
Van der Chijs pada tahun 1867, sekolah yang dikelola oleh zending
ini kemudian masuk kedalam system pendidikan umum
gubernemen, masuknya sekolah tersebut secara otomatis sekolah
yang dikelola oleh zending tersebut masuk kedalam system
sekolah umum. Masuknya sekolah yang dikelola oleh zending ini
kedalam system sekolah umum bila dibandingkan dengan Pondok
Pesantren yang masuk kedalam system pendidikan umum ini lebih
mudah
28. Disaat pergantian abad 20, beberapa tokoh berfikir untuk mencari
kemungkinan melibatkan pendidikan Islam dalam pengembangan
pendidikan. Hal itu disebabkan karena pendidikan Islam tersebut dibiayai
oleh rakyat sendiri, dan dengan demikian pendidikan umum akan dapat
direalisasikan dengan biaya yang relatif lebih murah. Akan tetapi karena
alasan politis, penggabungan sistem tersebut tidak terlaksana, sebagai
akubat konsekwensi logis dari kebijaksanaan pemerintah kolonial
Belanda yang tidak mau campur tangan dalam persoalan Islam.
Kemudian pada tahun 1888 Mentri kolonial menolak memberikan subsidi
kepada sekolah-sekolah Islam karena campur tangan Gubernur Jenderal
yang tidak mau mengorbankan keuangan negarauntuk sekolah-sekolah
tersebut, yang pada akhirnya hanya berhasol mengembangkan suatu
sistem pendidikan yang sebenarnya tidak menguntungkan pengaruh dan
kewajiban kira (Belanda)
29. Disaat pergantian abad 20, beberapa tokoh berfikir untuk mencari
kemungkinan melibatkan pendidikan Islam dalam pengembangan
pendidikan. Hal itu disebabkan karena pendidikan Islam tersebut dibiayai
oleh rakyat sendiri, dan dengan demikian pendidikan umum akan dapat
direalisasikan dengan biaya yang relatif lebih murah. Akan tetapi karena
alasan politis, penggabungan sistem tersebut tidak terlaksana, sebagai
akubat konsekwensi logis dari kebijaksanaan pemerintah kolonial
Belanda yang tidak mau campur tangan dalam persoalan Islam.
Kemudian pada tahun 1888 Mentri kolonial menolak memberikan subsidi
kepada sekolah-sekolah Islam karena campur tangan Gubernur Jenderal
yang tidak mau mengorbankan keuangan negarauntuk sekolah-sekolah
tersebut, yang pada akhirnya hanya berhasol mengembangkan suatu
sistem pendidikan yang sebenarnya tidak menguntungkan pengaruh dan
kewajiban kira (Belanda)
30. Memang Pendidikan formal di Indonesia mulai dikenal pada masa
penjajahan, pada awal masa penjajahan sampai tahun 1903
sekolah formal masih dikhususkan bagi warga Belanda di Hindia
Belanda