Kegiatan samsarah (permakelaran) dalam masyarakat adalah hal yang umum terjadi. Seringkali masyarakat melakukan hal tersebut. Baik di kota maupun di desa.
Ketika terjadi perkembangan usaha dalam dunia digital atau online. Kegiatan makelar tambah semakin marak.
Sebagai seorang muslim yang baik, layaknya kita mengetahui bagaimana hukum makelar dalam Islam. Sehingga tidak terjebak dalam dosa.
4. PENGERTIAN SAMSARAH
Samsarah (brokerage) adalah suatu
profesi (pekerjaan) dimana pelakunya
menjadi perantara antara penjual dan
pembeli.
Simsar (pelaku samsarah, broker)
adalah perantara antara penjual dan
pembeli.
Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al Fuqaha, hlm. 191.
5. PENGERTIAN SAMSARAH
Para fuqoha (ahli fiqih) mendefinisikan
simsar (pelaku samsarah) sebagai orang
yang bekerja untuk orang lain dengan upah
baik untuk menjual maupun untuk membeli.
Definisi simsar juga berlaku untuk dallaal,
yaitu orang yang bekerja untuk orang lain
dengan upah baik menjual maupun
membeli.
Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/310
6. HUKUMSAMSARAH
Samsarah adalah pekerjaan yang halal
menurut Syariah Islam.
Dalilnya hadits Nabi SAW yang men-
taqrir samsarah pada masa Nabi SAW.
Dari Qais bin Abi Gharazah Al Kinani
RA, dia berkata :
7. HUKUMSAMSARAH
“Dahulu kami (para shahabat) berjual beli di
pasar-pasar di Madinah dan kami menyebut diri
kami samasirah (para simsar/makelar).
Keluarlah Rasululullah SAW kepada kami
kemudian beliau menamai kami dengan nama
yang lebih baik daripada nama dari kami.
Rasulullah SAW bersabda,’Wahai golongan
para pedagang, sesungguhnya jual beli sering
kali disertai dengan ucapan yang sia-sia dan
sumpah, maka bersihkanlah itu dengan
shadaqah.”
(HR Abu Dawud no 3326; Ibnu Majah no 2145; Ahmad 4/6; Al
Hakim dalam Al Mustadrak no 2138, 2139, 2140, dan 2141).
(Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah, 2/311; Yusuf
Qaradhawi, Al Halal wal Haram fi al Islam, hlm.226).
9. HUKUMSAMSARAH
Hanya saja dalam samsarah disyaratkan
beberapa hal sbb antara lain :
(1) Pekerjaan simsar itu harus jelas
(ma’lum),
(2) Upah (ujrah) atau komisi (‘umulah) yang
diterima oleh simsar harus jelas (ma’lum)
(3) Upah bagi samsarah tersebut tidak
terlalu tinggi (ghaban fahisy) atau
mengeksploitir kebutuhan masyarakat.
(4) Samsarah yang dilakukan tidak
termasuk samsarah yang diharamkan,
misalnya samsarah dalam jual beli antara
orang kota dengan orang dusun.
10. HUKUMSAMSARAH
Keterangan masing-masing syarat di
atas :
Keterangan syarat (1) : pekerjaan
simsar itu harus jelas (ma’lum), baik
dengan menjelaskan barang yang akan
diperjual-belikan, atau dengan
menjelaskan berapa lama simsar
bekerja.
Jika pekerjaan simsar tidak jelas, maka
akad samsarahnya fasid.
(Taqiyuddin An Nabhani, Syakhshiyyah Islamiyyah,
2/311)
11. HUKUMSAMSARAH
Contoh ucapan penjual untuk
memperjelas pekerjaan atau lama
kerja simsar.
Penjual berkata kepada
simsar,”Juallah rumahku yang itu,
yang alamatnya di sini, dst.”
(menjelaskan barang yang akan
diperjual-belikan).
Atau,”Juallah rumahku dalam waktu
satu minggu ini.” (menjelaskan
berapa lama simsar akan bekerja).
12. HUKUMSAMSARAH
Keterangan syarat (2) : upah (ujrah) atau
komisi (‘umulah) yang diterima oleh simsar
harus jelas (ma’lum).
Besarnya upah boleh ditetapkan sbb :
(1) berupa jumlah uang tertentu,
(2) berupa persentase dari laba,
(3) berupa persentase dari harga barang,
(4) berupa kelebihan harga dari harga yang
ditetapkan penjual,
(5) atau berupa ketentuan yang lainnya
sesuai kesepakatan.
Yusuf Al Qardhawi, Al Halal wal Haran fil Islam hlm. 226, Taqiyuddin An Nabhani, Al
Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/310
13. HUKUMSAMSARAH
Syaikh Yusuf Al Qaradhawi dalam
kitabnya Al Halal wal Haram fil Islam
hlm. 226 menjelaskan mengenai upah
bagi simsar sbb :
14. HUKUMSAMSARAH
Imam Bukhari berkata dalam kitabnya
Shahih Bukhari,”Ibnu Sirin, Atha`,
Ibrahim [An Nakha`i], Al Hasan [Al
Bashri], memandang tidak masalah
mengenai upah bagi simsar [hukumnya
boleh].
Ibnu Abbas berkata, “Tidak masalah
[penjual] berkata [kepada
simsar],’Juallah olehmu baju ini
dengan harga sekian, maka apa yang
lebih dari harga sekian itu, menjadi
milikmu.”
15. HUKUMSAMSARAH
Ibnu Sirin berkata,”Jika [penjual]
berkata [kepada simsar],’Juallah olehmu
barang ini dengan harga sekian. Apa
yang menjadi keuntungannya, itu
menjadi milikmu, atau dibagi antara aku
dan kamu.’ maka hal itu tidak masalah.’
Telah bersabda Nabi SAW,”Kaum
muslimin [bermuamalah] menurut
syarat-syarat di antara mereka.”
(Lihat Yusuf Al Qaradhawi, Al Halal wal
Haram fil Islam hlm. 226.).
16. HUKUMSAMSARAH
Keterangan syarat (3) : upah bagi
samsarah tersebut tidak boleh terlalu tinggi
(ghaban fahisy) atau mengeksploitir
kebutuhan masyarakat.
Sebab menjual belikan barang dengan
terlalu tinggi (ghaban fahisy) telah
diharamkan syariah,
Mengeksploitir kebutuhan masyarakat akan
menimbulkan dharar (bahaya) bagi
penjual / pembeli.
(Lihat Yusuf Al Qaradhawi, Al Halal wal
Haram fil Islam hlm. 226.)
17. HUKUMSAMSARAH
Keterangan syarat (4) : Samsarah yang
dilakukan tidak termasuk samsarah
yang diharamkan,
misalnya samsarah dalam jual beli
antara orang kota dengan orang dusun
Dimana orang dusun tidak tahu harga
kota
Atau samsarah yang mengandung unsur
penipuan (al khidaa’).
Ziyad Ghazal, Masyru’ Qanun Al Buyu’, hlm. 59.
Taqiyuddin An Nabhani, As Syakhshiyyah Al
Islamiyyah, 2/314-315.
19. FAKTA DROPSHIPPER
DEFINISI DROPSHIPPER
Dropshipper adalah orang yang
melakukan jual beli dengan sistem
dropshipping,
yaitu sistem jual beli yang
memungkinkan dropshipper menjual
barang secara langsung dari
supplier/toko kepada pembeli tanpa
harus menstok/membeli barangnya
terlebih dulu.
(M. Shiddiq Al Jawi, Hukum Dropshipper, Media Umat, edisi 102).
20. FAKTA DROPSHIPPER
MEKANISME DROPSHIPPING :
(1) Dropshipper menawarkan
barangnya (biasanya secara on line)
kepada pembeli, bermodalkan foto
barang dari supplier/toko, disertai
deskripsi barang tersebut, dengan
harga yang ditentukan oleh
dropshipper sendiri.
(2) Pembeli yang berminat
menghubungi dropshipper.
21. FAKTA DROPSHIPPER
(3) Setelah ada kesepakatan (akad)
antara pembeli dan dropshipper,
pembeli mentransfer uang ke
rekening dropshipper.
(4) Lalu dropshipper membayar
kepada supplier sesuai dengan
harga beli dropshipper (ditambah
dengan ongkos kirim ke pembeli)
dengan memberikan data-data
pembeli (nama, alamat, nomor
ponsel) kepada supplier.
22. FAKTA DROPSHIPPER
(5) Supplier langsung mengirim
barang pesanan dropshipper
langsung ke pembeli, dengan nama
pengirim tetap atas nama
dropshipper, bukan atas nama
supplier.
23. FAKTA DROPSHIPPER
DUA MODEL KERJASAMA
DROPSHIPPER - SUPPLIER:
Model Pertama, supplier memberikan
harga ke dropshipper, lalu dropshipper
menjual barang dengan harga yang
ditetapkan dropshipper itu sendiri,
dengan memasukkan keuntungan
dropshipper.
Misal : Supplier memberikan harga kpd
dropshipper Rp 100.000 utk 1 unit
barang. Dropshipper menjual kpd
pembeli dgn harga Rp 150.000.
24. FAKTA DROPSHIPPER
Model Kedua, Supplier sudah
menetapkan harga sejak awal kepada
dropshipper, termasuk besaran fee
untuk dropshipper bagi setiap barang
yang terjual.
Misal : supplier menetapkan harga
kepada dropshipper Rp 150.000 untuk 1
unit barang, dan memberi fee Rp 50.000
kpd dropshipper per 1 unit barang yang
laku terjual.
Dropshipper menjual kepada pembeli
tetap dengan harga Rp 150.000.
25. HUKUMDROPSHIPPER
HUKUM SYARA’ UNTUK
DROPSHIPPING MODEL PERTAMA
Yaitu dropshipper berlaku sebagai
penjual karena menetapkan harga
sendiri.
Hukumnya boleh selama memenuhi
syarat-syarat jual beli salam (bai’ as
salam).
Mengapa diberlakukan hukum jual
beli salam untuk model pertama ini?
26. HUKUMDROPSHIPPER
Karena pada saat akad, dropshipper
tidak memiliki barangnya.
Padahal dropshipper adalah
penjual, dengan dua bukti :
Pertama, karena dropshipper
menetapkan sendiri harga
barangnya.
Kedua, karena pengirim barang
diatasnamakan dropshipper (bukan
atas nama supplier).
27. HUKUMDROPSHIPPER
Jual beli barang yang tidak dimiliki
oleh penjual hukumnya haram,
kecuali jual beli salam dan jual beli
istishna’ (al muqaawalah / bai’ al
istishnaa’).
Maka dari itu, hukum syara’ yang
diterapkan untuk model pertama ini
adalah hukum jual beli salam.
Bukan jual beli kontan (cash and
carry), atau jual beli utang/kredit
(bai’ ad dain).
28. HUKUMDROPSHIPPER
Jual beli salam adalah jual beli pada
barang yang belum dimiliki penjual
pada saat akad dengan pembayaran
uang di depan sedang barang
diserahkan belakangan.
Dalil bolehnya bai’ as salam antara
lain riwayat Ibnu Abbas RA
bahwasanya :
29. HUKUMDROPSHIPPER
”Nabi SAW datang ke Madinah sedang
mereka [orang-orang Madinah]
melakukan salaf (jual beli salam) pada
buah-buahan untuk jangka waktu satu
atau dua tahun.
Maka Rasulullah SAW
bersabda,’Barangsiapa yang melakukan
salaf (jual beli salam), maka hendaklah
dia melakukan salaf pada takaran yang
diketahui dan timbangan yang diketahui
hingga tempo yang diketahui.” (HR
Muslim, Shahih Muslim no 1604).
(Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah, 2/293).
30. HUKUMDROPSHIPPER
Jadi, jika pembeli membayar harga
di depan secara keseluruhan kepada
dropshipper, jual belinya sah.
Adapun jika harga dibayar
belakangan (setelah barang
diterima), atau dibayar sebagian,
atau dibayar dengan sistem DP
(uang muka), jual belinya tak sah.
Dgn DP hanya sah pada sebagian
harga yang sudah dibayar.
(Yusuf As Sabatin, Al Buyu’ Al Qadimah wa Al Mu’ashirah, hlm. 48).
31. HUKUMDROPSHIPPER
Namun jenis barang yang boleh
dijualbelikan dalam jual beli salam
bukan semua jenis barang,
melainkan hanya jenis barang-
barang tertentu saja, yaitu barang
yang ditimbang (al makiil), ditakar (al
mauzun), dan dihitung (al ma’duud),
Misal : bahan-bahan pangan, seperti
beras, gula, kecap, minyak goreng,
dsb.
32. HUKUMDROPSHIPPER
Dalilnya hadits Nabi SAW dari Ibnu
Abbas RA di atas dengan lafal :
“Barangsiapa yang melakukan salaf
(jual beli salam), maka hendaklah dia
tidak melakukan salaf kecuali pada
takaran yang diketahui dan
timbangan yang diketahui.” (HR
Muslim, Shahih Muslim no 1604)
33. HUKUMDROPSHIPPER
Adapun barang-barang yang tak
ditimbang, ditakar, dan dihitung, seperti
tanah, rumah, dan mobil,
tak boleh hukumnya dijualbelikan
secara jual beli salam (bai’ as salam),
melainkan harus dengan jual beli
kontan (cash and carry), atau jual beli
utang/kredit (bai’ ad dain), yaitu barang
diserahkan di depan dan uang dibayar
belakangan.
(Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah, 2/293; Yusuf As
Sabatin, Al Buyu’ Al Qadimah wa Al Mu’ashirah, hlm. 57).
34. HUKUMDROPSHIPPER
Implikasi dropshipper sebagai
penjual dalam akad bai’us salam :
(1) Uang wajib dibayar di depan oleh
pembeli kpd dropshipper secara
keseluruhan,
Tidak boleh dibayar di depan
sebagian (DP) (bai’ al urbuun),
Juga tidak boleh dibayar belakangan
(jual-beli utang/angsuran) (bai’ ad
dain / al bai’ bi at taqsiith).
35. HUKUMDROPSHIPPER
(2) Barang yang dijual terbatas pada
yang ditimbang, ditakar, dan
dihitung,
Misal : bahan pangan (beras, gula,
dll)
Tidak boleh pada barang yang tidak
ditimbang, ditakar, dan dihitung
Misal : tanah, mobil, rumah, dll
36. HUKUMDROPSHIPPER
(3) Barang yang dikirim harus
diatasnamakan dropshipper,
Tidak boleh diatasnamakan supplier
Karena dalam akad bai’us salam ini, yang
menjadi pihak penjual adalah
dropshipper bukan supplier
37. HUKUMDROPSHIPPER
HUKUM SYARA’ UNTUK
DROPSHIPPING MODEL KEDUA
yaitu dropshipper tak berlaku
sebagai penjual karena tak
menetapkan harga sendiri
hukumnya boleh selama memenuhi
syarat-syarat akad samsarah
(perantara jual-beli / makelar),
Samsarah sendiri dibolehkan
menurut syariah Islam.
38. HUKUMDROPSHIPPER
Dalil syar’i yang membolehkan
samsarah adalah hadits Nabi SAW
(HR Abu Dawud no 3326; Ibnu Majah
no 2145; Ahmad 4/6; Al Hakim dalam
Al Mustadrak no 2138, 2139, 2140,
dan 2141).
Jadi pada model kedua ini,
dropshipper bukan penjual,
melainkan simsar (perantara) antara
pembeli dengan supplier/toko
(penjual).
39. HUKUMDROPSHIPPER
Implikasi kedudukan dropshipper
sebagai simsar :
(1) Barang yang dikirim wajib diatas
namakan supplier, tidak boleh diatas
namakan dropshipper.
Karena dalam akad samsarah ini
yang menjadi penjual adalah
supplier, bukan dropshipper.
(2) Dropshipper tak boleh mencari
perantara lagi (kadang disebut
reseller), karena...
40. HUKUMDROPSHIPPER
...karena ini bertentangan dengan
hukum samsarah.
Dalam hukum samsarah, simsar
adalah perantara (yang sifatnya
langsung / satu level) antara penjual
dan pembeli.
Akadnya : penjual > simsar >
pembeli.
Jika simsar mencari simsar lagi,
maka ini tidak sesuai dengan
pengertian syar’i dari simsar.
41. HUKUMDROPSHIPPER
Karena akadnya menjadi sbb :
Penjual > simsar > simsar > pembeli.
Ini tidak boleh, karena tidak sesuai
dengan pengertian syar’i dari
simsar,
Pengertian syar’i simsar mewajibkan
simsar itu adalah perantara
langsung antara penjual dan
pembeli, tanpa ada perantara lagi. [ ]