SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 16
FLU BURUNG
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Flu burung adalah penyakit influenza (disebabkan oleh virus influenza tipe A)
yang terdapat pada unggas dan umumnya tidak menular pada manusia. Namun
beberapa tipe diantaranya ternyata dapat menyerang manusia khususnya virus
influenza subtipe H5N1. ( Tamher, Noorkasiani. 2008 : 6)
B. ETIOLOGI
Dikenal 3 tipe virus influenza, yaitu tipe A, tipe B, tipe C. Virus influenza tipe A terdiri dari
beberapa tipe (strain) yaitu H1N1, H3N2, H5N1, H7N7, H9N2, dan lainnya. Saat ini
penyebab flu burung adalah Highly Pathogenic Avian Influenza Virus, strain H5N1
bahwa unggas mengeluarkan virus influenza tipe A (H5N1) dengan jumlah besar dalam
kotorannya. Virus influenza tipe A merupakan penyebab flu burung.
Penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui :
1. Binatang : Kontak langsung dengan unggas atau binatang lain yang sakit atau produk
unggas yang sakit.
2. Lingkungan : Udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut baik yang berasal dari
tinja atau sekret unggas yang terserang Flu Burung.
3. Manusia : Sangat terbatas dan tidak efisien (ditemukannya beberapa kasus dalam
kelompok / cluster).
4. Makanan : Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan
sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang
terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir.
(Tamher & Noorkasiani. 2008)
C. PATOFISIOLOGI
Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi ketika manusia kontak
dengan kotoran unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan permukaan atau benda-
benda yang terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang mengandung virus H5N1.
Orang yang berisiko tinggi tertular flu burung adalah pekerja di peternakan ayam
,pemotong ayam ,orang yang kontak dengan unggas hidup yang sakit atau terinfeksi flu
burung orang yang menyentuh produk unggas yang terinfeksi flu burung ,populasi
dalam radius 1 km dari lokasi terjadinya kematian unggas akibat flu burung.
berkelanjutan.(Radji,2006)
Penyakit dimulai dari infeksi virus pada sel epitel saluran napas Pada dasarnya sampai
saat ini, H5N1 tidak mudah untuk menginfeksi manusia dan apabila seseorang
terinfeksi, akan sulit virus itu menulari orang lain. Pada kenyataannya, penularan
manusia ke manusia, terbatas, tidak efisien dan tidak. Virus ini kemudian bereplikasi
sangat cepat hingga menyebabkan lisis sel epitel & terjadi deskuamasi lapisan epitel
saluran napas.Pada tahap infeksi awal, respons imun innate akan menghambat replikasi
virus. Apabila kemudian terjadi re-eksposure, respons imun adaptif yang bersifat antigen
spesific mengembangkan memori imunologis yang akan memberikan respons yang
lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan sitokinin termasuk IL-1, IL-6
dan TNF-Alfa yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik & pada gilirannya
menyebabkan gejala sistemik seperti demam, malaise, myalgia dll. Pada keadaan
tertentu seperti kondisi sistem imun yang menurun virus dapat lolos masuk sirkulasi
darah & ke organ tubuh lain. Bila strain/subtipe virus baru yang menginfeksi maka
situasi akan berbeda. Imunitas terhadap virus subtipe baru yang sama sekali belum
terbentuk dapat menyebabkan keadaan klinis yang lebih berat. Sistem imunitas belum
memiliki immunological memory terhadap virus baru. Apalagi bila virus subtipe baru ini
memiliki tingkat virulensi atau patogenisitas yang sangat tinggi seperti virus H5N1. Tipe
virus yang berbeda akan menyebabkan respons imun & gejala klinis yang mungkin
berbeda. Diketahui bahwa pada infeksi oleh virus influenza A H5N1 terjadi pembentukan
sitokin yang berlebihan (cytokine storm) untuk menekan replikasi virus, tetapi justru hal
ini yang menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas & berat. Terjadi pneumonia
virus berupa pneumonitis intertitial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi &
edema intraalveolar, mobilisasi sel sel radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar,
pembentukan membran hyalin dan juga fibroblast. Sel radang akan memproduksi
banyak sel mediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan ARDS
(Acute Respiratory Distress Syndrome). Difusi oksigen terganggu, terjadi
hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain. Proses ini biasanya terjadi secara
cepat & penderita dapat meninggal dalam waktu singkat karena proses yang ireversibel.
(Emedicine,2009)
D. MASA INKUBASI
1. Pada Unggas : 1 minggu
2. Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah
timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari
E. KLASIFIKASI
Penderita Konfirm H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit :
Derajat I : Penderita tanpa Pneumonia
Derajat II : Penderita dengan Pneumonia Derajat Sedang dan tanpa Gagal Nafas
Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat dan dengan Gagal Nafas
Derajat IV : Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) atau dengan Multiple Organ Failure (MOF)
(MOPH Thailand, 2005)
F. MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejala yang terdapat pada manusia antara lain:
a. Demam (suhu bdan diatas 38C)
b. Lemas
c. Perdarahan hidung dan gusi
d. Sesak napas
e. Muntah dan nyeri perut serta diare
f. Batuk dan nyeri tenggorokan
g. Radang saluran pernapasan atas
h. Pneumonia
i. Infeksi mata
j. Sakit kepala
k. Nyeri otot
(Widoyono. 2008 : 97)
G. KOMPLIKASI
a. Bronkhitis
b. Infeksi sekunder (radang telinga)
c. Radang paru-paru (pneumonia)
(Tamher, Noorkasiani. 2008 : 4)
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium
1. Mengisolasi virus ( usap tenggorok, tonsil ,faring)
2. Pemeriksaan PCR (merupakan suatu metode diagnosis biologi molekuler yang
mendasarkan pada deteksi fragmen DNA yang spesifik untuk kuman tertentu)
3. Uji serologi
1. Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen
konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil <7 hari setelah awitan gejala
penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula >1/80.
2. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil pada
hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya
titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif.
3. Uji penapisan
a. Rapid test untuk mendeteksi Influensa A.
b. ELISA untuk mendeteksi H5N1.
4. Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan
leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni.
5. Pemeriksaan Kimia darah
Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah.
Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan
ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau
abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi
yang ditemukan.
4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu
burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia.
Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan
gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini.
5. Pemeriksaan Post Mortem
Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan
untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi),
specimen dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah istirahat, peningkataan daya tahan
tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotic, perawatan respirasi, anti inflamasi,
imunomodulators.
Untuk penatalaksanaan umum dapat dilakukan pelayanan di fasilitas kesehatan non
rujukan dan di rumah sakit rujukan flu burung.
1. Untuk pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan flu burung diantaranya adalah:
a. Pasien suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai
dengan berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu burung.
b. Untuk puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir sesuai skoring
di bawah ini, sementara pada puskesmas yang tidak terpencil pasien langsung dirujuk
ke RS rujukan.
2. Pelayanan di Rumah Sakit Rujukan
Pasien Suspek H5N1, probabel, dan konfirmasi dirawat di ruang isolasi.
Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke ruang
pemeriksaan.
a. Petugas yang masuk ke ruang pemeriksaan tetap mengunakan APD dan melakukan
kewaspadaan standar.
b. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik.
c. Setelah pemeriksaan awal, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang setiap
hari sedangkan HI diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang.
d. Pemeriksaan PCR dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga perawatan.
e. Pemeriksaan serologi dilakukan pada hari pertama dan diulang setiap lima hari.
f. Penatalaksanaan diruang rawat inap Klinis.
J. PENGOBATAN
1. Suportif : vitamin, misalnya vitamin C dan B kompleks
2. Simtomatik : analgesik ,antitusif ,mukolitik
3. Profilaksis : antibiotik
4. Pengobatan antivirus dengan Olsetamifir 75mg. Dosis profilaksis adalah 1 x 75 mg
selama 7 hari yang diberikan pada semua kasus suspect.
Dosis terapi adalah 2 x 75mg selama 5 hari yang diberikan pada semua kasus suspect
yang dirawat. Dosis anak tergantung dari berat badannya.
Panggunaan antivirus sangat membantu ,terutama 48jam pertama ,karena virus akan
menghilang sekitar 7 hari setelah masuk kedalam tubuh.
BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)
A. PENGERTIAN
BPH merupakan dimana kelenjar prostatnya mengalami pembesaran,
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyambut aliran urin dengan
menutupi orifisium uretra.
B. ETIOLOGI
Penyebab BPH tidak dapat dimengerti, berbagai hubungan antara diet, obesitas,
aktivitas sexsual dan suku etnik telah diselidiki, tak satupun memberikan pengetahuan
yang spesifik pada etiologi. Penyebabnya tidak pasti, tetapi bukti-bukti menunjukan
bahwa hormon menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal damn elemen
glandular pada prostat.
1. Dihydrotestosteron Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron Pada proses
penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma - epitel Peningkatan epidermal gorwth factor atau
fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta
menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan
peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
C. PATOFISIOLOGI
Hormon androgen yang memperantarai pertumbuhan prostat pada semua usia
adalah dihirosteron (DHT), DHT dibentuk dalam prostat dari testosteron. Meskipun
produksi androgen menurun pada pria lansia, tetapi prostat menjadi lebih sensitif
terhadap DHT. Pada preia estrogen dipropduksi dalam jumlah kecil dan memperlihatkan
kepekaannya pada kelenjar prostat dan berpengaruh terhadap DHT. Jumlah estrogen
yang meningkat dihubungkan dengan penuaan atau relatif meningkat dihubungkan
dengan jumlah testosteron yang berkontribusi terhadap hiperplasia prostat.
Wilayah prostat, BPH dimulai dengan nodul-nodul kecil dalam transisi wilayah
prostat, disebelah uretra. Nodul-nodul dengan glanular ini dibentuk dari jaringan
hiperplastilk. Jaringan yang berkembang akan menekan jaringan yang disekitarnya, dan
menyebabkan penyempitan uretra. BPH yang menekan atau tidak, dapat menimbulkan
gejala. Gejala-gejala tersebut bergantung pada kekuatan kapsul prostat, jika kapsul
prostat ini kuat, maka kelenjar akan berkembang sedikit dan menimbulkan obstruksi
pada uretra. Penyempitan postrat uretra menyebabkan gejala BPH. Hipertropi otot
mengkonpensasi perningkatan.
D. MANIFESTASI KLINIK
Keluhan dan Gejala
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai
Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
a. Gejala Obstruktif
1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna
mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
2) Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi.
3) Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
4) Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
b. Gejala Iritasi
1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
2) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
3) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar
gula.
b. Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
c. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai
kewaspadaan adanya keganasan.
d. Pemeriksaan UroflowmetriSalah satu gejala dari BPH adalah
melemahnya pancaran urin.
E. PENATALAKSANAAN
Perawatan pada klien dengan BPH difokuskan pada diagnosa dari kerusakan,
memperbaiki atau meminimalkan obstruksi urinaria dan mencegah atau mengobati
komplikasi yang terjadi sekarang ini. Pembedahan dan pengobatan BPH mengalami
perubahan yang cepat dengan berbagai pengobatan yang baru. Saat ini, pengobatan
dan perawatan lebih difokuskan pada beratnya gejala. Beberapa pria di diagnosa
dengan BPH selama pemeriksaan fisik secara urin sebelum gejala berkembang.
Beberapa diantaranya menunggu sampai timbul ketidaknyamanan dari dysuria, urgensi,
dan retensi urin hampir tidak dapat diatasi. Sebelum mencari pertolongan.
1. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun
tergantung keadaan klien
2. Farmakologi
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa
disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis
rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
3. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
b. Klien dengan residual urin > 100 m
c. Klien dengan penyulit.
d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e. Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
FACIAL PALSY
A. DEFINISI
Facial palsy atau kelumpuhan saraf fasial merupakan gejala kelumpuhan otot – otot
wajah yang tampak pada waktu penderita berbicara dan dalam keadaan emosi.
(Soepardi,dkk. 2003)
Facial Palsy adalah suatu kelainan, kongenital maupun didapat, yang menyebabkan
paralisis seluruh ataupun sebagian pada pergerakan wajah. Aksi gerakan pada wajah
dimulai dari otak dan berjalan melalui saraf facialis menuju otot-otot di wajah. Otot-otot
ini selanjutnya berkontraksi sebagai respon terhadap stimulus. Di dalam tengkorak
kepala, saraf facialis adalah suatu saraf tunggal. Setelah keluar dari tengkorak kepala,
bercabang menjadi banyak cabang yang menuju ke berbagai otot pada wajah. Otot-otot
ini mengendalikan ekspresi wajah. Aktivitas yang terkoordisnasi dari saraf dan otot-otot
menyebabkan pergerakan seperti tersenyum, mengedip, menyimak, dan cakupan
penuh dari pergerakan wajah normal. Penyakit ataupun cedera yang menyerang otak,
nervus facialis ataupun otot-otot pada wajah dapat menyebabkan facial palsy
Facial palsy disebut juga dengan paresis. Paresis menunjukkan suatu kelemahan dalam
pergerakan wajah. Palsy biasanya digunakan pada berkurangnya pergerakan sampai
hilang sama sekali. (Iwantono, 2008)
Facial palsy adalah paralisis wajah karena keterlibatan perifer saraf kranial yang
mengakibatkan kelemahan atau paralisis otot wajah (Brunner & Suddarth, 2002).
B. ETIOLOGI
Ada berbagai macam keadaan yang dapat menyebabkan fasial palsy. Fasial palsy
congenital adalah suatu kondisi yang timbul pada saat lahir. Moebius syndrome adalah
suatu kelainan congenital. Dalam kebanyakan kasus penyebab pasti dari congenital
palsy adalah tidak jelas. Kurangnya saraf yang cukup dan/atau perkembangan otot
menyebabkan kasus congenital palsy. Penyebab dari keadaan tersebut belum diketahui.
Kelumpuhan yang lainnya dapat disebabkan karena peregangan dari otot-otot atau
saraf selama proses kelahiran. Kebanyakan congenital palsies melibatkan satu sisi
wajah dengan pengecualian pada Moebius, yang khasnya bilateral. Sejumlah besar
kasus fasial palsy berkembang ketika kelemahan atau kelumpuhan total terjadi
selanjutnya dalam kehidupan meskipun suatu pergerakan wajah yang normal pada saat
lahir.
Penyebab dari acquired palsy termasuk trauma pada nervus facialis dan otot-otot,
peradangan atau infeksi tertentu seperti Lyme disease, dan tumor di dan sekitar daerah
kepala dan leher.
Dari beberapa penyebab tersebut, penyebab yang paling sering dari facial palsy adalah:
1. Bell’s palsy
Bell's palsy disebabkan oleh pembengkakan n. facialis sesisi, akibatnya pasokan
darah ke saraf tersebut terhenti, menyebabkan kematian sel sehingga fungsi
menghantar impuls/rangsangnya terganggu dan perintah otak untuk menggerakkan
otot-otot wajah tidak dapat diteruskan.
2. Herpes zoster oticus (Ramsay Hunt Syndrome)
Virus tersebut dapat dormant (tidur) selama beberapa tahun, dan akan aktif jika yang
bersangkutan terkena stres fisik ataupun psikik. Reaktivasi virus herpes zoster yang
menyerang saraf kranialis dapat menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang
herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga
menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.
3. Otitis media
Bakteri akut maupun kronik dari infeksi telinga tengah dapat menyerang kanal fasialis.
Seperti halnya virus, bakteri tersebut dapat menyebabkan respon inflamasi dan terjadi
kompresi pada saraf fasial.
4. Lyme disease
Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh yang dianggap sebagai benda asing dalam
tubuh sehingga terjadi respon inflamasi dan menyebabkan kompresi pada saraf fasial
5. Neoplasma dan trauma
Tumor yang menyerang otak dan trauma pada tengkorak dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan dari saraf fasial sehingga penghantaran impuls dari otak ke otot –
otot wajah tidak dapat disampaikan dan terjadi kelumpuhan dari otot wajah.
C. MANIFESTASI KLINIS
Kelemahan pada otot-otot ekspresi wajah dan ptosis. Wajah seperti terjatuh dan
tertarik ke sisi lainnya saat tersenyum. Kelopak mata tidak dapat menutup sempurna
dan dapat menyebabkan keruasakan pada konjungtiva dan kornea.
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses
inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis
sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal.
Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang
mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen
mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi
atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang
dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan
supranuklear,nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah
korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang
berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.
E. DIAGNOSIS
Umumnya diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik adanya kelumpuhan.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan
derajat kerusakan fasialis sbb:
1) Uji kepekaan saraf (nerve excitability test)
Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan setelah
diberi rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan
patologik dan jika lebih 20 mA menunjukkan kerusakan it fasialis ireversibel.
2) Uji konduksi saraf (nerve conduction test)
Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur
kecepatan hantaran listrik pada n. fasialis kiri dan kanan.
3) Elektromiografi
Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot
wajah.
4) Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah Gilroy dan Meyer (1979)
menganjurkan pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis
(gula), rasa asin dan rasa pahit (pil kina).
5) Uji Schirmer
Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang
kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air
mata pada kertas filter;berkurang atau mengeringnya air mate menunjukkan lesi n.
fasialis setinggi ggl. Genikulatum.
F. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat terutama pada keadaan akut
2. Medikamentosa
3. Fisioterapi
4. Operasi
G. KOMPLIKASI
Kira-kira 30% pasien Bell’s palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti fungsi
motorik dan sensorik yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf parasimpatik.
Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau ageusia, spasme nervus
fasialis yang kronik dan kelemahan sarag parasimpatik yang menyebabkan lakrimalis
tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi infeksi pada kornea.
H. PROGNOSIS
Penyembuhan spontan terlihat beberapa hari setelah onset penyakit dan pada anak
90% akan mengalami penyembuhan tanpa gejala sisa.Jika dengan prednison dan
fisioterapi selama 3 minggu belum mengalami penyembuhan, besar kemungkinan akan
terjadi gejala sisa berupa kontraktur otot-otot wajah, sinkinesis, tik-fasialis dan sindrom
air mata buaya.
SPINA BIFIDA
A.DEFENISI
Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang
(vertebra) yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup
atau gagal terbentuk secara utuh (http : //WWW.medicastore.com)
B.ETIOLOGI
Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui,tetapi di duga akibat:
 Genetik
 Kekurangan asam folat pada masa kehamilan
C.KLASIFIKASI
 Spina bifida okulta
Merupaka spina bifida yang paling ringan satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk
secara normal, tetapi korda spinalis dan selaput otak ( meningitis ) tidak menonjol.
Gejalanya:
 Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
 Lekukan pada daerah sacrum .
 Spina bifida aperta
Bentuk cacat tabung saraf tempat kantong selaput otak menonjol melalui lobang. Kulit
diatas pembengkakan biasanya tipis, tekanan pada kantong menyebabkan fontanella
menonjol. Spina Bifida Aperta dapat terjadi 2 keadaan :
 Meningokel
ketika kantung berisi cairan cerebro-tulang belakang (cairan yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang) dan meninges (jaringan yang meliputi sumsum tulang
belakang), tidak ada keterlibatan saraf. meningens menonjol melalui vertebra yang tidak
utuh dan teraba sebagai suatu benjolan dari cairan dibawah kulit.
 Myelomeningokel
Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana korda
spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan merah.
D.MANIFESTASI KLINIS
Gejala bervariasi tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan
akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala,
sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh
korda spinalis maupun nakar saraf yang terkena.
Gejalanya dapat berupa :
 Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru
lahir.
 Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.
 Kelumpuhan / kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.
 Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
 Lekukan pada daerah sakrum.
G.PATOFISIOLOGI
Spina bifida disebabkan oleh kegagalan dari tabung saraf untuk menutup selama
bulan pertama embrio pembangunan (sering sebelum ibu tahu dia hamil). Biasanya
penutupan tabung saraf terjadi pada sekitar 28 hari setelah pembuahan. Namun, jika
sesuatu yang mengganggu dan tabung gagal untuk menutup dengan baik, cacat tabung
saraf akan terjadi. Obat seperti beberapa Antikonvulsan, diabetes, setelah seorang
kerabat dengan spina bifida, obesitas, dan peningkatan suhu tubuh dari demam atau
sumber-sumber eksternal seperti bak air panas dan selimut listrik dapat meningkatkan
kemungkinan seorang wanita akan mengandung bayi dengan spina bifida. Namun,
sebagian besar wanita yang melahirkan bayi dengan spina bifida tidak punya faktor
risiko tersebut, sehingga meskipun banyak penelitian, masih belum diketahui apa yang
menyebabkan mayoritas kasus. Beragam spina bifida prevalensi dalam populasi
manusia yang berbeda dan bukti luas dari strain tikus dengan spina bifida menunjukkan
dasar genetik untuk kondisi. Seperti manusia lainnya penyakit seperti kanker, hipertensi
dan aterosklerosis (penyakit arteri koroner), spina bifida kemungkinan hasil dari interaksi
dari beberapa gen dan faktor lingkungan. Penelitian telah menunjukkan bahwa
kekurangan asam folat (folat) adalah faktor dalam patogenesis cacat tabung saraf,
termasuk spina bifida.
I.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester
pertama wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut Triple Screen. Tes ini
merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma down dan kelainan bawaan
lainnya. 85 % wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida akan memiliki kadar
serum alfa feytoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi,
karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat
diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida.
Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban)
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut :
 Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
 USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis
maupun vertebra.
CT-Scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan
luasnya kelainan.
J.PENATALAKSANAAN
 Penatalaksanaan Medis
Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah
ruptur. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi
hidrocefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan pada kulit diperlukan bila
lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi
keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya
disfungsi tersebut pada berbagai sistem tubuh.
Berikut ini adalah obat-obat yang dapat diberikan :
 Antibiotic digunakan sebagai profilaktik untuk mencegah infeksi saluran kemih
(seleksi tergantung hasil kultur dan sensitifitas).
 .Antikolinergik digunakan untuk meningkatkan tonus kandung kemih.
 . Pelunak feces dan laksatif digunakan untuk melatih usus dan pengeluaran feces.
(Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002, halaman 469)
K.PENCEGAHAN
 Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi
asam folat.
 Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus ditangani sebelum
wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.
 Pada wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak
0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
L.FAKTOR RESIKO
 Umur (bayi baru lahir)
 Kekurangan asam folat
M.KOMPLIKASI
Komplikasi lain dari spina bifida yang berkaitan yang berkaitan dengan kelahiran
antara lain adalah :
 Paralisis Cerebri
 Retardasi Mental
 Atrofi Otot
 Osteoporosis
 Fraktur (akibat penurunan massa otot).
VARICOCELE
A.Pengertian
varicocele, adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15%
pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan
didapatkan 21-41% pria yang mandul menderita varikokel.
B. Etiologi dan anatomi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada
sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini disebabkan karena vena
spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus,
sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu
vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih
sedikit dan inkompeten.
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya:
kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara
vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus.
C. Patogenesis
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa
cara, antara lain:
1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia
karena kekurangan oksigen.
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan prostaglandin)
melalui vena spermatika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis.
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan
zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga
menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya terjadi
infertilitas.
D. Gambaran klinis dan diagnosis
Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa
tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang
terasa nyeri.
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum
kemudian dilakukan palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta untuk melakukan manuver
valsava atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada inspeksi dan papasi terdapat
bentukan seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di sebelah
kranial testis.
Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat:
1. Derajat kecil: adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien melakukan
manuver valsava
2. Derajat sedang: adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan manuver
valsava
3. Derajat besar: adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa melakukan
manuver valsava.
E. Terapi
Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan
operasi pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang telah
menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi
untuk mendapatkan suatu terapi.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Was ist angesagt? (20)

Ppt campak
Ppt campakPpt campak
Ppt campak
 
pemberian-oksigen
pemberian-oksigenpemberian-oksigen
pemberian-oksigen
 
Laporan kasus tetanus (slide)
Laporan kasus tetanus (slide)Laporan kasus tetanus (slide)
Laporan kasus tetanus (slide)
 
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolitKeseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolit
 
Asuhan keperawatan pada klien dengan gangren
Asuhan keperawatan pada klien dengan gangrenAsuhan keperawatan pada klien dengan gangren
Asuhan keperawatan pada klien dengan gangren
 
Miastenia Gravis
Miastenia GravisMiastenia Gravis
Miastenia Gravis
 
Anatomi dan Fisiologi Jantung Keperawatan Medikal Bedah
Anatomi dan Fisiologi Jantung Keperawatan Medikal BedahAnatomi dan Fisiologi Jantung Keperawatan Medikal Bedah
Anatomi dan Fisiologi Jantung Keperawatan Medikal Bedah
 
Askep stroke
Askep strokeAskep stroke
Askep stroke
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
0 modul sesak
0 modul sesak0 modul sesak
0 modul sesak
 
Asma bronkial
Asma bronkialAsma bronkial
Asma bronkial
 
Hematothorak
HematothorakHematothorak
Hematothorak
 
Makalah sistem persarafan AKPER PEMKAB MUNA
Makalah sistem persarafan AKPER PEMKAB MUNA Makalah sistem persarafan AKPER PEMKAB MUNA
Makalah sistem persarafan AKPER PEMKAB MUNA
 
SISTEM SARAF PUSAT DAN SARAF TEPI LENGKAP
SISTEM SARAF PUSAT DAN SARAF TEPI LENGKAPSISTEM SARAF PUSAT DAN SARAF TEPI LENGKAP
SISTEM SARAF PUSAT DAN SARAF TEPI LENGKAP
 
Kegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala &amp; cedera
Kegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala &amp; cederaKegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala &amp; cedera
Kegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala &amp; cedera
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Referat pneumothorax
Referat pneumothoraxReferat pneumothorax
Referat pneumothorax
 
Flu singapura
Flu singapuraFlu singapura
Flu singapura
 
ASKEP HIPERTENSI
ASKEP HIPERTENSIASKEP HIPERTENSI
ASKEP HIPERTENSI
 
Hand foot mouth disease - flu singapur
Hand foot mouth disease - flu singapurHand foot mouth disease - flu singapur
Hand foot mouth disease - flu singapur
 

Ähnlich wie FLU BURUNG

penyakit flu burung
penyakit flu burung penyakit flu burung
penyakit flu burung mertayasa
 
Flu+singapore+&+flu+babi. bag.11
Flu+singapore+&+flu+babi.   bag.11Flu+singapore+&+flu+babi.   bag.11
Flu+singapore+&+flu+babi. bag.11tristyanto
 
flusingaporeflubabi-140605181349-phpapp01.pptx
flusingaporeflubabi-140605181349-phpapp01.pptxflusingaporeflubabi-140605181349-phpapp01.pptx
flusingaporeflubabi-140605181349-phpapp01.pptxJemsOtniel1
 
10 djs kehamilan dgn penyakit infeksi
10 djs kehamilan dgn penyakit infeksi10 djs kehamilan dgn penyakit infeksi
10 djs kehamilan dgn penyakit infeksiVrilisda Sitepu
 
Hasil laporan seven jump demam tifoid amee
Hasil laporan seven jump demam tifoid ameeHasil laporan seven jump demam tifoid amee
Hasil laporan seven jump demam tifoid ameeAmee Hidayat
 
Asuhan Keperawatan Imunodefisiensi
Asuhan Keperawatan ImunodefisiensiAsuhan Keperawatan Imunodefisiensi
Asuhan Keperawatan ImunodefisiensiFransiska Oktafiani
 
Asuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
Asuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuAsuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
Asuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuOperator Warnet Vast Raha
 
Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA
Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA
Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA
Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA
Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Ringkasan singkat-soal-soal-biologi-umum
Ringkasan singkat-soal-soal-biologi-umumRingkasan singkat-soal-soal-biologi-umum
Ringkasan singkat-soal-soal-biologi-umumYogi Pratama
 
Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA
Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA
Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Asuhan keperawatan pada pasien AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada pasien  AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada pasien  AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada pasien AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Asuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 

Ähnlich wie FLU BURUNG (20)

penyakit flu burung
penyakit flu burung penyakit flu burung
penyakit flu burung
 
Flu+singapore+&+flu+babi. bag.11
Flu+singapore+&+flu+babi.   bag.11Flu+singapore+&+flu+babi.   bag.11
Flu+singapore+&+flu+babi. bag.11
 
flusingaporeflubabi-140605181349-phpapp01.pptx
flusingaporeflubabi-140605181349-phpapp01.pptxflusingaporeflubabi-140605181349-phpapp01.pptx
flusingaporeflubabi-140605181349-phpapp01.pptx
 
10 djs kehamilan dgn penyakit infeksi
10 djs kehamilan dgn penyakit infeksi10 djs kehamilan dgn penyakit infeksi
10 djs kehamilan dgn penyakit infeksi
 
Lp dan askep hiv
Lp dan askep hivLp dan askep hiv
Lp dan askep hiv
 
Hasil laporan seven jump demam tifoid amee
Hasil laporan seven jump demam tifoid ameeHasil laporan seven jump demam tifoid amee
Hasil laporan seven jump demam tifoid amee
 
Tugas pa saad
Tugas pa saadTugas pa saad
Tugas pa saad
 
Saad askep sistem imunitas hiv
Saad askep sistem imunitas hivSaad askep sistem imunitas hiv
Saad askep sistem imunitas hiv
 
Asuhan Keperawatan Imunodefisiensi
Asuhan Keperawatan ImunodefisiensiAsuhan Keperawatan Imunodefisiensi
Asuhan Keperawatan Imunodefisiensi
 
Asuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
Asuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuAsuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
Asuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
 
demam tifoid amee
demam tifoid ameedemam tifoid amee
demam tifoid amee
 
Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA
Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA
Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA
 
Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA
Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA
Makalah kesehatan tentang epidemiologi penyakit menular AKPER PEMKAB MUNA
 
Makalah imunologi
Makalah imunologiMakalah imunologi
Makalah imunologi
 
Makalah imunologi
Makalah imunologiMakalah imunologi
Makalah imunologi
 
Ringkasan singkat-soal-soal-biologi-umum
Ringkasan singkat-soal-soal-biologi-umumRingkasan singkat-soal-soal-biologi-umum
Ringkasan singkat-soal-soal-biologi-umum
 
Tugas pa saad AKPER PEMKAB MUNA
Tugas pa saad AKPER PEMKAB MUNA Tugas pa saad AKPER PEMKAB MUNA
Tugas pa saad AKPER PEMKAB MUNA
 
Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA
Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA
Saad askep sistem imunitas hiv AKPER PEMKAB MUNA
 
Asuhan keperawatan pada pasien AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada pasien  AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada pasien  AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada pasien AKPER PEMKAB MUNA
 
Asuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada pasien fluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu AKPER PEMKAB MUNA
 

Mehr von Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

Mehr von Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

FLU BURUNG

  • 1. FLU BURUNG KONSEP DASAR A. DEFINISI Flu burung adalah penyakit influenza (disebabkan oleh virus influenza tipe A) yang terdapat pada unggas dan umumnya tidak menular pada manusia. Namun beberapa tipe diantaranya ternyata dapat menyerang manusia khususnya virus influenza subtipe H5N1. ( Tamher, Noorkasiani. 2008 : 6) B. ETIOLOGI Dikenal 3 tipe virus influenza, yaitu tipe A, tipe B, tipe C. Virus influenza tipe A terdiri dari beberapa tipe (strain) yaitu H1N1, H3N2, H5N1, H7N7, H9N2, dan lainnya. Saat ini penyebab flu burung adalah Highly Pathogenic Avian Influenza Virus, strain H5N1 bahwa unggas mengeluarkan virus influenza tipe A (H5N1) dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus influenza tipe A merupakan penyebab flu burung. Penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui : 1. Binatang : Kontak langsung dengan unggas atau binatang lain yang sakit atau produk unggas yang sakit. 2. Lingkungan : Udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut baik yang berasal dari tinja atau sekret unggas yang terserang Flu Burung. 3. Manusia : Sangat terbatas dan tidak efisien (ditemukannya beberapa kasus dalam kelompok / cluster). 4. Makanan : Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir. (Tamher & Noorkasiani. 2008) C. PATOFISIOLOGI Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi ketika manusia kontak dengan kotoran unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan permukaan atau benda- benda yang terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang mengandung virus H5N1. Orang yang berisiko tinggi tertular flu burung adalah pekerja di peternakan ayam ,pemotong ayam ,orang yang kontak dengan unggas hidup yang sakit atau terinfeksi flu burung orang yang menyentuh produk unggas yang terinfeksi flu burung ,populasi dalam radius 1 km dari lokasi terjadinya kematian unggas akibat flu burung. berkelanjutan.(Radji,2006) Penyakit dimulai dari infeksi virus pada sel epitel saluran napas Pada dasarnya sampai saat ini, H5N1 tidak mudah untuk menginfeksi manusia dan apabila seseorang
  • 2. terinfeksi, akan sulit virus itu menulari orang lain. Pada kenyataannya, penularan manusia ke manusia, terbatas, tidak efisien dan tidak. Virus ini kemudian bereplikasi sangat cepat hingga menyebabkan lisis sel epitel & terjadi deskuamasi lapisan epitel saluran napas.Pada tahap infeksi awal, respons imun innate akan menghambat replikasi virus. Apabila kemudian terjadi re-eksposure, respons imun adaptif yang bersifat antigen spesific mengembangkan memori imunologis yang akan memberikan respons yang lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan sitokinin termasuk IL-1, IL-6 dan TNF-Alfa yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik & pada gilirannya menyebabkan gejala sistemik seperti demam, malaise, myalgia dll. Pada keadaan tertentu seperti kondisi sistem imun yang menurun virus dapat lolos masuk sirkulasi darah & ke organ tubuh lain. Bila strain/subtipe virus baru yang menginfeksi maka situasi akan berbeda. Imunitas terhadap virus subtipe baru yang sama sekali belum terbentuk dapat menyebabkan keadaan klinis yang lebih berat. Sistem imunitas belum memiliki immunological memory terhadap virus baru. Apalagi bila virus subtipe baru ini memiliki tingkat virulensi atau patogenisitas yang sangat tinggi seperti virus H5N1. Tipe virus yang berbeda akan menyebabkan respons imun & gejala klinis yang mungkin berbeda. Diketahui bahwa pada infeksi oleh virus influenza A H5N1 terjadi pembentukan sitokin yang berlebihan (cytokine storm) untuk menekan replikasi virus, tetapi justru hal ini yang menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas & berat. Terjadi pneumonia virus berupa pneumonitis intertitial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi & edema intraalveolar, mobilisasi sel sel radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan juga fibroblast. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Difusi oksigen terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain. Proses ini biasanya terjadi secara cepat & penderita dapat meninggal dalam waktu singkat karena proses yang ireversibel. (Emedicine,2009) D. MASA INKUBASI 1. Pada Unggas : 1 minggu 2. Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari E. KLASIFIKASI Penderita Konfirm H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit : Derajat I : Penderita tanpa Pneumonia
  • 3. Derajat II : Penderita dengan Pneumonia Derajat Sedang dan tanpa Gagal Nafas Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat dan dengan Gagal Nafas Derajat IV : Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) atau dengan Multiple Organ Failure (MOF) (MOPH Thailand, 2005) F. MANIFESTASI KLINIK Gejala-gejala yang terdapat pada manusia antara lain: a. Demam (suhu bdan diatas 38C) b. Lemas c. Perdarahan hidung dan gusi d. Sesak napas e. Muntah dan nyeri perut serta diare f. Batuk dan nyeri tenggorokan g. Radang saluran pernapasan atas h. Pneumonia i. Infeksi mata j. Sakit kepala k. Nyeri otot (Widoyono. 2008 : 97) G. KOMPLIKASI a. Bronkhitis b. Infeksi sekunder (radang telinga) c. Radang paru-paru (pneumonia) (Tamher, Noorkasiani. 2008 : 4) H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan laboratorium 1. Mengisolasi virus ( usap tenggorok, tonsil ,faring) 2. Pemeriksaan PCR (merupakan suatu metode diagnosis biologi molekuler yang mendasarkan pada deteksi fragmen DNA yang spesifik untuk kuman tertentu) 3. Uji serologi 1. Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil <7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula >1/80.
  • 4. 2. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif. 3. Uji penapisan a. Rapid test untuk mendeteksi Influensa A. b. ELISA untuk mendeteksi H5N1. 4. Pemeriksaan Hematologi Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni. 5. Pemeriksaan Kimia darah Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan. 4. Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini. 5. Pemeriksaan Post Mortem Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), specimen dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR. I. PENATALAKSANAAN Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah istirahat, peningkataan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotic, perawatan respirasi, anti inflamasi, imunomodulators. Untuk penatalaksanaan umum dapat dilakukan pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan dan di rumah sakit rujukan flu burung. 1. Untuk pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan flu burung diantaranya adalah: a. Pasien suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai dengan berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu burung. b. Untuk puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir sesuai skoring di bawah ini, sementara pada puskesmas yang tidak terpencil pasien langsung dirujuk ke RS rujukan.
  • 5. 2. Pelayanan di Rumah Sakit Rujukan Pasien Suspek H5N1, probabel, dan konfirmasi dirawat di ruang isolasi. Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke ruang pemeriksaan. a. Petugas yang masuk ke ruang pemeriksaan tetap mengunakan APD dan melakukan kewaspadaan standar. b. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik. c. Setelah pemeriksaan awal, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang setiap hari sedangkan HI diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang. d. Pemeriksaan PCR dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga perawatan. e. Pemeriksaan serologi dilakukan pada hari pertama dan diulang setiap lima hari. f. Penatalaksanaan diruang rawat inap Klinis. J. PENGOBATAN 1. Suportif : vitamin, misalnya vitamin C dan B kompleks 2. Simtomatik : analgesik ,antitusif ,mukolitik 3. Profilaksis : antibiotik 4. Pengobatan antivirus dengan Olsetamifir 75mg. Dosis profilaksis adalah 1 x 75 mg selama 7 hari yang diberikan pada semua kasus suspect. Dosis terapi adalah 2 x 75mg selama 5 hari yang diberikan pada semua kasus suspect yang dirawat. Dosis anak tergantung dari berat badannya. Panggunaan antivirus sangat membantu ,terutama 48jam pertama ,karena virus akan menghilang sekitar 7 hari setelah masuk kedalam tubuh.
  • 6. BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA) A. PENGERTIAN BPH merupakan dimana kelenjar prostatnya mengalami pembesaran, memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyambut aliran urin dengan menutupi orifisium uretra. B. ETIOLOGI Penyebab BPH tidak dapat dimengerti, berbagai hubungan antara diet, obesitas, aktivitas sexsual dan suku etnik telah diselidiki, tak satupun memberikan pengetahuan yang spesifik pada etiologi. Penyebabnya tidak pasti, tetapi bukti-bukti menunjukan bahwa hormon menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal damn elemen glandular pada prostat. 1. Dihydrotestosteron Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi . 2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. 3. Interaksi stroma - epitel Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel. 4. Berkurangnya sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat. C. PATOFISIOLOGI Hormon androgen yang memperantarai pertumbuhan prostat pada semua usia adalah dihirosteron (DHT), DHT dibentuk dalam prostat dari testosteron. Meskipun produksi androgen menurun pada pria lansia, tetapi prostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT. Pada preia estrogen dipropduksi dalam jumlah kecil dan memperlihatkan kepekaannya pada kelenjar prostat dan berpengaruh terhadap DHT. Jumlah estrogen yang meningkat dihubungkan dengan penuaan atau relatif meningkat dihubungkan dengan jumlah testosteron yang berkontribusi terhadap hiperplasia prostat. Wilayah prostat, BPH dimulai dengan nodul-nodul kecil dalam transisi wilayah prostat, disebelah uretra. Nodul-nodul dengan glanular ini dibentuk dari jaringan hiperplastilk. Jaringan yang berkembang akan menekan jaringan yang disekitarnya, dan menyebabkan penyempitan uretra. BPH yang menekan atau tidak, dapat menimbulkan gejala. Gejala-gejala tersebut bergantung pada kekuatan kapsul prostat, jika kapsul prostat ini kuat, maka kelenjar akan berkembang sedikit dan menimbulkan obstruksi pada uretra. Penyempitan postrat uretra menyebabkan gejala BPH. Hipertropi otot mengkonpensasi perningkatan.
  • 7. D. MANIFESTASI KLINIK Keluhan dan Gejala Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu : a. Gejala Obstruktif 1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. 2) Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi. 3) Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing. 4) Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra. 5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas. b. Gejala Iritasi 1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan. 2) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari. 3) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula. b. Pemeriksaan urin lengkap dan kultur. c. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan. d. Pemeriksaan UroflowmetriSalah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. E. PENATALAKSANAAN Perawatan pada klien dengan BPH difokuskan pada diagnosa dari kerusakan, memperbaiki atau meminimalkan obstruksi urinaria dan mencegah atau mengobati komplikasi yang terjadi sekarang ini. Pembedahan dan pengobatan BPH mengalami perubahan yang cepat dengan berbagai pengobatan yang baru. Saat ini, pengobatan dan perawatan lebih difokuskan pada beratnya gejala. Beberapa pria di diagnosa
  • 8. dengan BPH selama pemeriksaan fisik secara urin sebelum gejala berkembang. Beberapa diantaranya menunggu sampai timbul ketidaknyamanan dari dysuria, urgensi, dan retensi urin hampir tidak dapat diatasi. Sebelum mencari pertolongan. 1. Observasi Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien 2. Farmakologi Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen. 3. Pembedahan Indikasi pembedahan pada BPH adalah : a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut. b. Klien dengan residual urin > 100 m c. Klien dengan penyulit. d. Terapi medikamentosa tidak berhasil. e. Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
  • 9. FACIAL PALSY A. DEFINISI Facial palsy atau kelumpuhan saraf fasial merupakan gejala kelumpuhan otot – otot wajah yang tampak pada waktu penderita berbicara dan dalam keadaan emosi. (Soepardi,dkk. 2003) Facial Palsy adalah suatu kelainan, kongenital maupun didapat, yang menyebabkan paralisis seluruh ataupun sebagian pada pergerakan wajah. Aksi gerakan pada wajah dimulai dari otak dan berjalan melalui saraf facialis menuju otot-otot di wajah. Otot-otot ini selanjutnya berkontraksi sebagai respon terhadap stimulus. Di dalam tengkorak kepala, saraf facialis adalah suatu saraf tunggal. Setelah keluar dari tengkorak kepala, bercabang menjadi banyak cabang yang menuju ke berbagai otot pada wajah. Otot-otot ini mengendalikan ekspresi wajah. Aktivitas yang terkoordisnasi dari saraf dan otot-otot menyebabkan pergerakan seperti tersenyum, mengedip, menyimak, dan cakupan penuh dari pergerakan wajah normal. Penyakit ataupun cedera yang menyerang otak, nervus facialis ataupun otot-otot pada wajah dapat menyebabkan facial palsy Facial palsy disebut juga dengan paresis. Paresis menunjukkan suatu kelemahan dalam pergerakan wajah. Palsy biasanya digunakan pada berkurangnya pergerakan sampai hilang sama sekali. (Iwantono, 2008) Facial palsy adalah paralisis wajah karena keterlibatan perifer saraf kranial yang mengakibatkan kelemahan atau paralisis otot wajah (Brunner & Suddarth, 2002). B. ETIOLOGI Ada berbagai macam keadaan yang dapat menyebabkan fasial palsy. Fasial palsy congenital adalah suatu kondisi yang timbul pada saat lahir. Moebius syndrome adalah suatu kelainan congenital. Dalam kebanyakan kasus penyebab pasti dari congenital palsy adalah tidak jelas. Kurangnya saraf yang cukup dan/atau perkembangan otot menyebabkan kasus congenital palsy. Penyebab dari keadaan tersebut belum diketahui. Kelumpuhan yang lainnya dapat disebabkan karena peregangan dari otot-otot atau saraf selama proses kelahiran. Kebanyakan congenital palsies melibatkan satu sisi wajah dengan pengecualian pada Moebius, yang khasnya bilateral. Sejumlah besar kasus fasial palsy berkembang ketika kelemahan atau kelumpuhan total terjadi selanjutnya dalam kehidupan meskipun suatu pergerakan wajah yang normal pada saat lahir. Penyebab dari acquired palsy termasuk trauma pada nervus facialis dan otot-otot, peradangan atau infeksi tertentu seperti Lyme disease, dan tumor di dan sekitar daerah kepala dan leher. Dari beberapa penyebab tersebut, penyebab yang paling sering dari facial palsy adalah: 1. Bell’s palsy Bell's palsy disebabkan oleh pembengkakan n. facialis sesisi, akibatnya pasokan darah ke saraf tersebut terhenti, menyebabkan kematian sel sehingga fungsi menghantar impuls/rangsangnya terganggu dan perintah otak untuk menggerakkan
  • 10. otot-otot wajah tidak dapat diteruskan. 2. Herpes zoster oticus (Ramsay Hunt Syndrome) Virus tersebut dapat dormant (tidur) selama beberapa tahun, dan akan aktif jika yang bersangkutan terkena stres fisik ataupun psikik. Reaktivasi virus herpes zoster yang menyerang saraf kranialis dapat menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. 3. Otitis media Bakteri akut maupun kronik dari infeksi telinga tengah dapat menyerang kanal fasialis. Seperti halnya virus, bakteri tersebut dapat menyebabkan respon inflamasi dan terjadi kompresi pada saraf fasial. 4. Lyme disease Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh yang dianggap sebagai benda asing dalam tubuh sehingga terjadi respon inflamasi dan menyebabkan kompresi pada saraf fasial 5. Neoplasma dan trauma Tumor yang menyerang otak dan trauma pada tengkorak dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dari saraf fasial sehingga penghantaran impuls dari otak ke otot – otot wajah tidak dapat disampaikan dan terjadi kelumpuhan dari otot wajah. C. MANIFESTASI KLINIS Kelemahan pada otot-otot ekspresi wajah dan ptosis. Wajah seperti terjatuh dan tertarik ke sisi lainnya saat tersenyum. Kelopak mata tidak dapat menutup sempurna dan dapat menyebabkan keruasakan pada konjungtiva dan kornea. D. PATOFISIOLOGI Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear,nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. E. DIAGNOSIS Umumnya diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik adanya kelumpuhan. Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan derajat kerusakan fasialis sbb:
  • 11. 1) Uji kepekaan saraf (nerve excitability test) Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik dan jika lebih 20 mA menunjukkan kerusakan it fasialis ireversibel. 2) Uji konduksi saraf (nerve conduction test) Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan hantaran listrik pada n. fasialis kiri dan kanan. 3) Elektromiografi Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah. 4) Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah Gilroy dan Meyer (1979) menganjurkan pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asin dan rasa pahit (pil kina). 5) Uji Schirmer Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter;berkurang atau mengeringnya air mate menunjukkan lesi n. fasialis setinggi ggl. Genikulatum. F. PENATALAKSANAAN 1. Istirahat terutama pada keadaan akut 2. Medikamentosa 3. Fisioterapi 4. Operasi G. KOMPLIKASI Kira-kira 30% pasien Bell’s palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti fungsi motorik dan sensorik yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf parasimpatik. Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau ageusia, spasme nervus fasialis yang kronik dan kelemahan sarag parasimpatik yang menyebabkan lakrimalis tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi infeksi pada kornea. H. PROGNOSIS Penyembuhan spontan terlihat beberapa hari setelah onset penyakit dan pada anak 90% akan mengalami penyembuhan tanpa gejala sisa.Jika dengan prednison dan fisioterapi selama 3 minggu belum mengalami penyembuhan, besar kemungkinan akan terjadi gejala sisa berupa kontraktur otot-otot wajah, sinkinesis, tik-fasialis dan sindrom air mata buaya.
  • 12. SPINA BIFIDA A.DEFENISI Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra) yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh (http : //WWW.medicastore.com) B.ETIOLOGI Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui,tetapi di duga akibat:  Genetik  Kekurangan asam folat pada masa kehamilan C.KLASIFIKASI  Spina bifida okulta Merupaka spina bifida yang paling ringan satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaput otak ( meningitis ) tidak menonjol. Gejalanya:  Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)  Lekukan pada daerah sacrum .  Spina bifida aperta Bentuk cacat tabung saraf tempat kantong selaput otak menonjol melalui lobang. Kulit diatas pembengkakan biasanya tipis, tekanan pada kantong menyebabkan fontanella menonjol. Spina Bifida Aperta dapat terjadi 2 keadaan :  Meningokel ketika kantung berisi cairan cerebro-tulang belakang (cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang) dan meninges (jaringan yang meliputi sumsum tulang belakang), tidak ada keterlibatan saraf. meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan dari cairan dibawah kulit.  Myelomeningokel Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan merah. D.MANIFESTASI KLINIS Gejala bervariasi tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun nakar saraf yang terkena. Gejalanya dapat berupa :  Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir.  Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.  Kelumpuhan / kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.  Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).  Lekukan pada daerah sakrum. G.PATOFISIOLOGI Spina bifida disebabkan oleh kegagalan dari tabung saraf untuk menutup selama bulan pertama embrio pembangunan (sering sebelum ibu tahu dia hamil). Biasanya penutupan tabung saraf terjadi pada sekitar 28 hari setelah pembuahan. Namun, jika sesuatu yang mengganggu dan tabung gagal untuk menutup dengan baik, cacat tabung saraf akan terjadi. Obat seperti beberapa Antikonvulsan, diabetes, setelah seorang kerabat dengan spina bifida, obesitas, dan peningkatan suhu tubuh dari demam atau sumber-sumber eksternal seperti bak air panas dan selimut listrik dapat meningkatkan kemungkinan seorang wanita akan mengandung bayi dengan spina bifida. Namun, sebagian besar wanita yang melahirkan bayi dengan spina bifida tidak punya faktor
  • 13. risiko tersebut, sehingga meskipun banyak penelitian, masih belum diketahui apa yang menyebabkan mayoritas kasus. Beragam spina bifida prevalensi dalam populasi manusia yang berbeda dan bukti luas dari strain tikus dengan spina bifida menunjukkan dasar genetik untuk kondisi. Seperti manusia lainnya penyakit seperti kanker, hipertensi dan aterosklerosis (penyakit arteri koroner), spina bifida kemungkinan hasil dari interaksi dari beberapa gen dan faktor lingkungan. Penelitian telah menunjukkan bahwa kekurangan asam folat (folat) adalah faktor dalam patogenesis cacat tabung saraf, termasuk spina bifida. I.PEMERIKSAAN PENUNJANG Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut Triple Screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma down dan kelainan bawaan lainnya. 85 % wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida akan memiliki kadar serum alfa feytoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban) Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut :  Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.  USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra. CT-Scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan. J.PENATALAKSANAAN  Penatalaksanaan Medis Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah ruptur. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrocefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan pada kulit diperlukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai sistem tubuh. Berikut ini adalah obat-obat yang dapat diberikan :  Antibiotic digunakan sebagai profilaktik untuk mencegah infeksi saluran kemih (seleksi tergantung hasil kultur dan sensitifitas).  .Antikolinergik digunakan untuk meningkatkan tonus kandung kemih.  . Pelunak feces dan laksatif digunakan untuk melatih usus dan pengeluaran feces. (Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002, halaman 469) K.PENCEGAHAN  Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat.  Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus ditangani sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.  Pada wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari. L.FAKTOR RESIKO  Umur (bayi baru lahir)  Kekurangan asam folat M.KOMPLIKASI Komplikasi lain dari spina bifida yang berkaitan yang berkaitan dengan kelahiran antara lain adalah :
  • 14.  Paralisis Cerebri  Retardasi Mental  Atrofi Otot  Osteoporosis  Fraktur (akibat penurunan massa otot).
  • 15. VARICOCELE A.Pengertian varicocele, adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul menderita varikokel. B. Etiologi dan anatomi Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten. Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus. C. Patogenesis Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara, antara lain: 1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia karena kekurangan oksigen. 2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis. 3. Peningkatan suhu testis.
  • 16. 4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya terjadi infertilitas. D. Gambaran klinis dan diagnosis Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri. Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum kemudian dilakukan palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta untuk melakukan manuver valsava atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada inspeksi dan papasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di sebelah kranial testis. Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat: 1. Derajat kecil: adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien melakukan manuver valsava 2. Derajat sedang: adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan manuver valsava 3. Derajat besar: adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa melakukan manuver valsava. E. Terapi Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan operasi pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang telah menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi.