Dokumen tersebut membahas tujuan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan publik dan daya saing daerah. Otonomi daerah diharapkan dapat mendekatkan pemerintahan ke masyarakat dan meningkatkan partisipasi masyarakat.
1. Bunga Rampai Administrasi Publik
PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH :
Analisis Atas Tujuan Otonomi Daerah
Samiaji
Peneliti Muda pada Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah-LAN
Email : mas_samiaji@yahoo.com
Pendahuluan
Pemerintahan yang sentralistik di masa lalu terbukti menghasilkan
kesenjangan pembangunan yang sangat mencolok antara pusat dan daerah.
Dengan adanya otonomi daerah terbuka peluang untuk mempersempit
“gap” tersebut dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Gairah
pembangunan yang meningkat dan pelayanan yang semakin baik di daerah
memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk meningkatkan
kemampuan berusaha. Meningkatnya kesempatan berusaha yang mampu
dijaga secara berkelanjutan pada akhirnya akan meningkatkan standar
hidup masyarakat. Dengan kesejahteraan yang membaik inilah yang
menjadi final outcome dari otonomi daerah.
Oleh karena itu tidak berlebihan jika otonomi daerah dijadikan
instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan
pelayanan umum, dan meningkatkan daya saing daerah. Melalui prinsip
otonomi seluas-luasnya, daerah diberikan kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan yang telah ditentukan. Daerah
memiliki local discretion (keleluasaan bertindak) yang lebih untuk membuat
kebijakan daerah guna memberikan pelayanan, meningkatkan peran serta,
prakarsa, dan memberdayakan masyarakat. Prinsip tersebut dilaksanakan
Lembaga Administrasi Negara, 2010 | 71
2. Bunga Rampai Administrasi Publik
secara bertanggung jawab dalam arti bahwa penyelenggaraan otonomi
daerah harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian
otonomi.
Akan tetapi disain otonomi daerah tentu saja tidak dengan sendirinya
akan menghasilkan tujuan ideal yang diharapkan dari pelaksanaan otonomi
daerah. Otonomi daerah juga meningkatkan berbagai resiko yang mengarah
pada bad practices yang memungkinkan hasil yang dicapai tidak sejalan
dengan apa yang dicita-citakan. Oleh karena itu penilaian atas pelaksanaan
otonomi daerah perlu dilakukan untuk menilai keselarasan antara hasil
yang dicapai dengan tujuan yang dicita-citakan.
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa
otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Sedangkan daerah otonom, selanjutnya disebut daerah adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh
karena itu desentralisasi diyakini dapat meningkatkan kemampuan daerah
untuk mengatasi permasalahan mereka.
Secara empiris maupun teoritis proses desentralisasi dapat terjadi
untuk berbagai macam tujuan. Berbagai macam tujuan desentralisasi dapat
dikategorikan sebagai berikut (Leemans,1970)
1) Sebagai instrumen dari nation building ,
2) Demokrasi,
3) Kebebasan (freedom) ,
4) Efisiensi administrasi,
5) Pembangunan sosial ekonomi
72 | Lembaga Administrasi Negara, 2010
3. Bunga Rampai Administrasi Publik
Di Indonesia desentralisasi diimplementasikan untuk berbagai tujuan.
Latar belakang sejarah maupun kondisi yang dialami bangsa Indonesia yang
mendorong terlaksananya proses desentralisasi mempengaruhi tujuan yang
diharapkan dapat dicapai melalui desentralisasi di Indonesia.
Undang-Undang No 32 Tahun 2004 pasal 2 ayat 3 menyebutkan
bahwa ” Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
menjadi urusan Pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah”.
Mengingat kondisi geografis Indonesia yang sedemikian luas dan
dipisahkan dalam gugusan pulau-pulau besar dan kecil tentunya
menyulitkan rentang kendali dan pengurusan hanya oleh Pemerintah Pusat,
sedemikian sehingga desentralisasi kepada Pemerintahan Daerah adalah
jawaban yang terbaik.
Pemberian otonomi luas tersebut lebih jauh dalam penjelasan UU No.
32 Tahun 2004 adalah : ”... diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan,
dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah
diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan
serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia…”
Untuk mencapai tujuan tersebut, disain otonomi daerah menghendaki
adanya pembagian kewenangan antara pusat dan daerah.
Implementasinya sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004, yang
selanjutnya dijabarkan pada PP 38 tahun 2007 memberikan masing-masing
31 urusan wajib yang menjadi kewenangan propinsi dan kewenangan
kabupaten/kota.
Lembaga Administrasi Negara, 2010 | 73
4. Bunga Rampai Administrasi Publik
Kemampuan daerah dalam mencapai tujuan dan mengelola urusan-
urusan yang menjadi urusan daerah akan memperlihatkan performa
(kinerja) pembangunan daerah. Dalam menjalankan urusan-urusan
tersebut, Pemerintah daerah tidak menjadi satu-satunya pelaku.
Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tersebut tidak hanya
ditentukan oleh pemerintah daerah saja, melainkan perlu adanya sinergi
antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Hal ini sejalan dengan
paradigma Good Governance yang mengedepankan keterpaduan antara
Pemerintah (state), swasta (private) , dan masyarakat (society) sebagai
suatu sistem. Sehingga kinerja daerah tersebut merupakan hasil sinergi
antara pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat sebagai suatu
sistem dalam menjalankan fungsinya.
Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Di Indonesia kebijakan desentralisasi didesain untuk terciptanya
empowering welfare (PKKOD,2005). Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam
penjelasan UU No 32 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa
" ..penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan
kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat".
Suatu pemerintahan yang terdesentralisir dianggap lebih mampu
mendorong proses pemberdayaan dan perbaikan kesejahteraan. Pembuat
keputusan di tingkat lokal dituntut untuk lebih bertanggung jawab kepada
para masyarakat pemilihnya. Oleh karena itu kebijakan desentralisasi
menjadi sarana utama untuk menjadikan negara lebih tanggap dalam
memenuhi kebutuhan kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, desentralisasi
akan membuka akses partisipasi masyarakat yang lebih besar dalam
perumusan kebijakan pemerintahan.
74 | Lembaga Administrasi Negara, 2010
5. Bunga Rampai Administrasi Publik
Empowering welfare memiliki arti bahwa kesejahteraan harus
dikaitkan dengan proses pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan kapasitas dan potensi seluruh anggota masyarakat.
Dengan pandangan ini, setiap orang dianggap membutuhkan orang lain
untuk berkembang. Konsekuensi dari pandangan ini adalah, pertama,
perlunya pengakuan umum adanya pluralisme dan kekhasan kebutuhan
setiap orang menurut kondisi khas yang berasal dari latar belakang kultural,
geografis, ekonomis, demografis, gender dsb. Kedua, penekanan adanya
solidaritas sosial. Empowering welfare menekankan adanya solidaritas
antar berbagai kategori sosial. Kemampuan individu atau sekelompok
masyarakat dalam mengembangkan potensinya tidak mungkin dilakukan
tanpa dukungan aktif dari individu dan kelompok masyarakat lainnya.
Solidaritas ini diperlukan untuk memperkuat posisi civil society berhadapan
dengan pengaruh kekuatan pasar dan politik atau pemerintahan. Ketiga,
berkaitan dengan ide yang kedua, guna memperkuat civil society
dibutuhkan peran negara yang berorientasi kepada pemberdayaan.
Model empowering welfare tentu saja menghendaki adanya human
capability (kemampuan manusia). Pendekatan dari sisi income saja
seringkali tidak mencukupi, hal ini karena masalah kesejahteraan bukan
saja dalam domain ekonomi tetapi juga menyentuh kehidupan sosial yang
lain. Kemampuan suatu masyarakat untuk mengembangkan dirinya dalam
mencapai kondisi sejahtera menjadi suatu penting untuk ditingkatkan.
Dengan pandangan tersebut, maka pendekatan peningkatan kesejahteraan
dapat dinilai kemampuan mengeliminir sebab-sebab yang memungkinkan
menurunnya kemampuan manusia untuk mencapai taraf kesejahteraan
tertentu. Untuk itu penilaian kesejahteraan masyarakat saat ini mulai
berkembang dilakukan dengan menilai penyebab dari permasalahan
kemiskinan tersebut.
Lembaga Administrasi Negara, 2010 | 75
6. Bunga Rampai Administrasi Publik
Dengan pendekatan ini dapat dikatakan pula bahwa peningkatan
kesejahteraan adalah upaya untuk mengeliminir penyebab kondisi tidak
sejahtera melalui peningkatan kemampuan manusia. Untuk itu
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (basic needs) menjadi prasyarat
untuk mencapai kondisi sejahtera. Kebutuhan dasar manusia yang terkait
dengan kemampuan manusia dapat dikategorikan sebagai kebutuhan
materiil maupun non materiil. Kemampuan produktivitas manusia sangat
terkait dengan kemampuannya mendapatkan apa yang menjadi kebutuhan
dasarnya.
Usaha untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat merupakan
salah satu dasar dari pembentukan negara dan penyelenggaraan
pemerintahan. Secara formal, bagi Republik Indonesia, Pembukaan UUD
1945 menegaskan misi kesejahteraan sosial sebagai salah satu raison
d'etre penyelenggaraan pemerintahan :
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa.......".
Pokok pikiran tersebut kemudian tertuang dalam Bab XIV tentang
"Kesejahteraan Sosial" terutama pasal 33 :
”(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan
atas azas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat".
Pasal 34
”Fakir miskin dan anak anak terlantar diperlihara oleh negara”
76 | Lembaga Administrasi Negara, 2010
7. Bunga Rampai Administrasi Publik
Bab XIV UUD 1945 lebih menekankan ide kesejahteraan sosial dari
kedudukan manusia dalam sistem produksi dan mekanisme pasar. Hal ini
sebagaimana ditegaskan oleh penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang
menyatakan bahwa "perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi,
kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang
penting bagi Negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus
dikuasai oleh Negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-
orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya". Dari penjelasan
tersebut terlihat bahwa Negara memiliki tugas utama untuk menjamin agar
mekanisme pasar tidak menimbulkan ekses negatif berupa ketidakadilan
dan penindasan sekelompok orang yang menguasai alat alat produksi.
Berdasarkan uraian di atas, pembangunan daerah dari sisi
kesejahteraan masyarakat akan terlihat dari tingkat kemiskinan yang
rendah, terpenuhinya kebutuhan dasar manusia untuk meningkatkan
kualitas hidupnya. Kebutuhan tersebut antara lain dalam hal air bersih,
sanitasi,listrik, perumahan, dan kondisi lingkungan yang baik.
Peningkatan Pelayanan Publik
Pelayanan umum diartikan sebagai suatu proses kegiatan penyediaan
pelayanan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang
pelaksanaannya dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri dan/atau pihak
swasta serta masyarakat (PKKOD,2005).
Sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar 1945, pemerintah
daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian
otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan
dan peran serta masyarakat". Dari penegasan tersebut dapat dipahami
bahwa kesejahteraan masyarakat merupakan ultimate goal dari pemberian
Lembaga Administrasi Negara, 2010 | 77
8. Bunga Rampai Administrasi Publik
otonomi. Sementara itu pelayanan kepada dan pemberdayaan masyarakat
adalah instrumental/intermediate goal yang menjadi sarana dan kondisi
utama bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Penerapan kualitas dalam sektor publik dalam konteks sistem
pemerintahan secara konseptual dapat dipahami dari dua level: Makro dan
mikro. Pada level makro, penerapan kualitas dipahami sebagai upaya
perbaikan hubungan antara masyarakat dan negara. Hal ini berkaitan
dengan perbaikan kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak pengguna
layanan sebagai warga negara berhadapan dengan negara. Dalam konteks
ini maka kualitas sering diartikan sebagai pemberian pilihan, akses
partisipasi dalam penentuan kebijakan layanan, dan transparansi kepada
pengguna layanan. Pada level mikro, penerapan kualitas berkaitan dengan
perbaikan hubungan antara birokrasi penyedia layanan dengan pengguna
layanan. Ini berkaitan dengan usaha memuaskan harapan dan kebutuhan
pengguna layanan melalui perbaikan dalam proses penyedia layanan
(PKKOD,2005).
Dalam konteks otonomi daerah, pelayanan yang wajib diberikan
pemerintah daerah sebagaimana termaktub didalam pasal 22 UU No 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dapat dikelompokkan ke dalam
pelayanan yang bersifat langsung dan tidak langsung terkait dengan
kesejahteraan masyarakat. Pelayanan yang bersifat langsung tersebut dapat
dibedakan lagi menjadi jenis pelayanan administratif dan pelayanan sosial.
Pelayanan minimal yang harus disediakan oleh pemerintah adalah jenis
pelayanan yang menjamin proses reproduksi sistem sosial dan ekonomi
suatu masyarakat. Pelayanan minimal dalam hal ini terkait langsung dengan
sarana masyarakat sebagai suatu social entity untuk mempertahankan
(means of survival) dan mengembangkan daya hidupnya. Dari serangkaian
kewajiban pemerintah daerah menurut pasal 22 UU No 32 tahun 2004,
yang dimaksud pelayanan minimal adalah pelayanan keamanan,
78 | Lembaga Administrasi Negara, 2010
9. Bunga Rampai Administrasi Publik
pendidikan, kesehatan dan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Untuk jenis pelayanan terakhir ini secara minimal diartikan sebagai fasilitas
yang mendukung kemampuan interaksional dan komunikasional para
anggota-anggota masyarakat untuk mengembangkan diri melalui berbagai
kegiatan transaksi sosial dalam rangka memperkuat solidaritas kultural dan
ekonomi (PKKOD,2005).
Otonomi daerah memberikan peluang untuk terpenuhinya pelayanan
minimal di daerah. Kewenangan yang dimiliki daerah untuk
menyelenggarakan pelayanan umum sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
daerah akan mendekatkan pelayanan tersebut pada masyarakat. Dengan
demikian diharapkan aspirasi masyarakat lebih terakomodir sehingga pada
akhirnya akan meningkatkan kualitas pelayanan umum.
Terpenuhinya pelayanan menurut standar dan kualitas tertentu
merupakan hak bagi setiap warga negara. Penyediaan layanan ini
merupakan kewajiban bagi pemerintah baik Pusat maupun Daerah.
Penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dalam pelaksanaanya
terkait dengan sistem pemerintahan yang berlaku. Dengan sistem
pemerintahan yang terdesentralisasi, sebagian besar fungsi pelayanan
telah diserahkan kepada daerah. (PKKOD, 2008)
Fungsi pelayanan yang telah diserahkan kepada daerah wajib untuk
dilaksanakan oleh daerah. Meski telah didesentralisasikan kepada daerah,
tidak berarti bahwa Pemerintah Pusat tidak memiliki tanggung jawab
terhadap terselenggaranya pelayanan tersebut. Kegagalan Pemerintah
Daerah dalam memberikan pelayanan yang baik bagi warganya berarti juga
kegagalan Pemerintah Pusat dalam menjalankan amanat untuk menjamin
hak-hak warganya. Pemerintah Pusat wajib melakukan pembinaan dan
pengawasan berupa pemberian pedoman, standar, arahan, bimbingan,
pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, serta monitoring dan
evaluasi dalam pelaksanaan pelayanan tersebut.
Lembaga Administrasi Negara, 2010 | 79
10. Bunga Rampai Administrasi Publik
Untuk menjamin pelaksanaannya, Pemerintah Pusat telah
mengeluarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk berbagai bidang
pelayanan. Terminologi standar minimal telah mendapat perhatian serius
dalam reformasi pelayanan publik. Standar Pelayanan Minimal merupakan
standar minimal pelayanan publik yang wajib disediakan oleh pemerintah
daerah kepada masyarakat. Standar minimal ini tidak berarti
memberlakukan keseragaman. Landasan yang dapat menjelaskan perlunya
disepakati suatu ukuran minimal adalah adanya hak-hak yang secara
merata semestinya dirasakan oleh masyarakat. Sebagaimana diamanatkan
dalam PP No. 25 Tahun 2000, Standar minimal ini ditetapkan oleh
Pemerintah provinsi dengan mengacu kepada arahan dari pusat dan
standar nasional. SPM disusun untuk menjamin pelayanan minimal yang
berhak diperoleh mayarakat Indonesia dari pemerintah daerah.
Untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah, telah pula
disusun model perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Meskipun demikian dalam pelaksanaannya, dari berbagai kajian
yang telah dilakukan oleh berbagai lembaga penelitian, dapat ditunjukkan
bahwa penyelenggaraan pelayanan tersebut tidak kunjung terwujud secara
optimal (PKKOD, 2008).
Selain itu, penerapan Standar Pelayanan Minimal di daerah juga
masih belum seragam/sama, karena pemerintah daerah
menginterpretasikannya secara berbeda sesuai dengan kondisi masing-
masing. Hal ini karena terdapat berbagai kendala dalam pelaksanaan SPM.
Kegagalan dalam mengatasi kendala-kendala tersebut mengakibatkan
ketidak akuratan pengukuran, sehingga pelaksanaan SPM tidak akan
mencerminkan kondisi yang sesungguhnya.
Standar Pelayanan Minimal diterapkan pada urusan wajib daerah.
Dalam UU 32 Tahun 2004 telah ditentukan berbagai hal yang menjadi
urusan wajib daerah. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang
80 | Lembaga Administrasi Negara, 2010
11. Bunga Rampai Administrasi Publik
berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara yang
penyelenggaraannya diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
kepada daerah untuk perlindungan hak konstitusional, kepentingan
nasional, kesejahteraan masyarakat, serta ketentraman dan ketertiban
umum dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia serta pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan
perjanjian dan konvensi internasional.
Untuk menilai peningkatan pelayanan publik, antara lain dapat dilihat
dari pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM). Hal ini karena SPM
disusun sebagai alat pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin
akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam
rangka penyelenggaraan urusan wajib. SPM bersifat dinamis dan bisa
disesuaikan dengan perubahan kebutuhan nasional dan kemampuan
daerah. Mengingat penerapan SPM disesuaikan dengan perkembangan
kebutuhan, prioritas, dan kemampuan keuangan daerah serta kemampuan
kelembagaan dan personil daerah dalam bidang terkait, maka penerapan
SPM di daerah dapat berbeda-beda. Dapat dijumpai standar lokal yang
berbeda antar satu daerah dengan daerah lain. Sehingga pencapaian SPM
lokal sebagai salah satu kriteria penilaian kinerja diharapkan mampu
mengakomodir perbedaan karakteristik daerah.
Peningkatan Daya Saing Daerah
Dalam abad ke 21 ini Indonesia berada dalam persaingan global,
dimana tidak ada lagi batas antar negara. Globalisasi yang memperpendek
batas ruang dan waktu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap daerah
sebagai sub sistem dalam negara tersebut. Kecenderungan perubahan
yang terjadi mengharuskan daerah melakukan penyesuaian. Otonomi
daerah memberikan peluang yang lebih besar bagi daerah untuk lebih
resposif terhadap tantangan dan hambatan yang timbul saat ini. Organisasi
Lembaga Administrasi Negara, 2010 | 81
12. Bunga Rampai Administrasi Publik
yang terdesentralisasi diyakini akan meningkatkan daya saingnya sehingga
tidak berlebihan jika otonomi daerah dikatakan bertujuan untuk
meningkatkan daya saing daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah memberikan batasan
tentang daya saing. Dalam penjelasan pasal 2 ayat 3 Undang-Undang No
32 Tahun 2004 disebutkan bahwa daya saing daerah merupakan kombinasi
antara faktor kondisi ekonomi daerah, kualitas kelembagaan publik daerah,
sumber daya manusia, dan teknologi yang secara keseluruhan membangun
kemampuan daerah untuk bersaing dengan daerah lain. Namun penjelasan
terbatas ini belum memuaskan untuk menjelaskan bagaimana sebenarnya
daerah bersaing dengan daerah lain.
Porter (1998), salah seorang penggagas Global Competitiveness
Report, menyampaikan gagasan mengenai berbagai sumber daya saing
daerah. Disebutkan bahwa daya saing dan standar hidup (kesejahteraan)
suatu daerah ditentukan oleh produktivitas yang dicapai dengan
memberdayakan sumber daya manusia, modal (capital), dan sumber daya
alam. Dari terminologi daya saing tersebut perlu ditegaskan siapa yang
bersaing dan apa yang dipersaingkan. Porter lebih lanjut menjelaskan
bahwa daerah bersaing dalam menawarkan lingkungan bisnis yang paling
produktif bagi kegiatan usaha. Sektor publik dan sektor swasta memainkan
peran yang berbeda namun saling terkait dalam usaha menciptakan
perekonomian yang produktif. Pendeknya, dalam konteks daerah,
persaingan diperlukan untuk menarik atau menjaga agar para pelaku usaha
tetap melakukan kegiatan ekonomi di daerah tersebut.
Dari berbagai studi yang mengukur daya saing disimpulkan bahwa
pendekatan yang dilakukan dalam mengukur daya saing terutama
ditekankan pada faktor-faktor yang membentuk daya saing dan output dari
kemampuan ekonomi suatu daerah. Berdasarkan penjelasan UU 32 Tahun
2004 mengenai daya saing daerah tersebut, terdapat kelompok besar
82 | Lembaga Administrasi Negara, 2010
13. Bunga Rampai Administrasi Publik
indikator daya saing yakni perekonomian daerah, kelembagaan publik,
infrastruktur, dan sumberdaya manusia. Dapat dikatakan bahwa faktor-
faktor pembentuk daya saing adalah indikator input dari daya saing suatu
daerah dan sebagai outputnya adalah produktivitas. Kualitas kelembagaan
publik, infrastruktur yang memadai dan sumber daya manusia yang terdapat
di daerah berpengaruh terhadap pilihan-pilihan untuk melakukan aktivitas
ekonomi di daerah karena dapat berdampak pada efisiensi produksi.
Pilihan-pilihan untuk melakukan aktivitas ekonomi dapat terpengaruh
oleh kualitas kelembagaan publik daerah. Ketidakprofesionalan aparatur
publik daerah ditambah rantai birokrasi yang panjang pada akhirnya
berujung pada inefisiensi dan berakibat pada biaya ekonomi yang semakin
tinggi. Dengan kebijakan otonomi daerah diharapkan mampu meningkatkan
kualitas kelembagaan publik daerah. Pendelegasian kewenangan diyakini
dapat membuat birokrat daerah semakin efisien dan efektif dalam
menjalankan tugasnya. Infrastruktur, sumber daya manusia, dan kualitas
kelembagaan mungkin menentukan atau mempengaruhi hasil, tetapi bukan
menjadi bagian dari hasil tersebut. Ketiga aspek tersebut adalah faktor
penjelas mengapa hasil yang diperoleh mencapai tingkat tertentu. Adapun
hasilnya adalah meningkatnya perekonomian daerah. Dan sebagai hasil
akhir atau outcomes dari daya saing daerah adalah meningkatnya standar
hidup atau kesejahteraan masyarakat.
Catatan Penutup :
Sebagai sebuah kebijakan, otonomi daerah tentunya memiliki tujuan
akhir yang ingin dicapai. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa tujuan dari pemberian otonomi
daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan
Lembaga Administrasi Negara, 2010 | 83
14. Bunga Rampai Administrasi Publik
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan
suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Melalui prinsip otonomi seluas-luasnya, daerah diberikan kewenangan
mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan yang telah ditentukan.
Dengan local discretion, daerah lebih memiliki keleluasaan untuk membuat
kebijakan guna memberikan pelayanan, meningkatkan peran serta,
prakarsa, dan memberdayakan masyarakat. Prinsip tersebut dilaksanakan
secara bertanggung jawab dalam arti bahwa penyelenggaraan otonomi
daerah harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian
otonomi. Kebijakan otonomi daerah juga meningkatkan berbagai resiko
yang mengarah pada bad practices yang memungkinkan hasil yang dicapai
tidak sejalan dengan apa yang dicita-citakan. Oleh karena itu penilaian atas
pelaksanaan otonomi daerah perlu dilakukan untuk menilai keselarasan
antara hasil yang dicapai dengan tujuan yang dicita-citakan.
Daftar Pustaka
Leemans, Changing Patterns of Local Government., IULIA: The Hangnes,
1970.
Porter, M.E., The Global Competitiveness Report 2004-2005, Oxford
University Press, 1998.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Jo Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah
Otonom.
Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah-Lembaga Administrasi Negara,
Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Daerah, Jakarta, 2005.
84 | Lembaga Administrasi Negara, 2010
15. Bunga Rampai Administrasi Publik
Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah-Lembaga Administrasi Negara,
Strategi Penerapan Standar Pelayanan Minimal di Daerah, Jakarta,
2008.
Lembaga Administrasi Negara, 2010 | 85