2,sm, salam imam taifur, hapzi ali, vision and company mission, longterm objective,universitas mercu buana, 2018
1. VISION AND COMPANY MISSION
LONG TERM OBJECTIVE
MODUL 02
Di rangkum oleh:
Salam Imam Taifur (55117120045)
Dosen pengampu : Prof. Dr.Ir. Hapzi Ali, MM,CMA
FAKULTAS PASCA SARJANA
JURUSAN MAGISTER MANAGEMENT
MATA KULIAH STRATEGIC MANAGEMENT
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2. 1. Pengertian Visi dan Misi
Visi adalah suatu pandangan jauh ke depan mengenai cita dan citra yang
ingin diwujudkan suatu institusi/organisasi pada masa yang akan datang,
sehingga dapat menjawab pertanyaan institusi/organisasi ingin menjadi
seperti apakah kita? (David, Fred R.,Strategic Management 2012)
Sedangkan misi mempunyai pengertian sesuatu yang harus diemban oleh
suatu institusi/organisasi sesuai dengan visinya. (David, Fred R., Strategic
Management 2012).
2. longterm Objective
Menurut Fred R. David (2009:18) tujuan dapat didefinisikan sebagaihasil-
hasil spesifik yang ingin diraih oleh suatu organisasi terkait dengan misi
dasarnya. Jangka panjang berarti lebih dari satu tahun. Tujuan sangat
penting bagi keberhasilan organisasional sebab ia menyatakan arah,
membantu dalam evaluasi, menciptakan sinergi, menjelaskan prioritas,
memfokuskan koordinasi, dan menyediakan landasan bagi aktifitas
perencanaan,pengorganisasian, pemotivasian, serta pengontrolan. Tujuan
sebaiknya menantang, terukur, konsisten, masuk akal, serta jelas
3. Corporate Culture
adalah "pola nilai-nilai dan keyakinan bersama yang membantu individu
memahami fungsi organisasi dan dengan demikian menyediakan mereka
norma-norma perilaku dalam organisasi "(Deshpande an Webster 1989,
ppp.4). Lalu bagaimana caranya membentuk Budaya Perusahaan yang
kuat dan mampu membawa perusahaan bertahan lama? Terdapat
sejumlah langkah yang dapat ditempuh dalam membentuk dan
memelihara Budaya Perusahaan. Langkah awal adalah usaha mengenali,
menemukan, menyadari dan menguraikan Budaya Perusahaan yang
build-in di dalam organisasi. Hal-hal yang ditemukan pada usaha itu
sendiri dari: norma-norma positif dan norma-norma negatif, atau hal-hal
yang hendak dipertahankan atau diperkuat dan hal-hal yang merupakan
perselisihan antara apa yang ditemukan dengan Budaya Perusahaan
yang dikehendaki.
Langkah selanjutnya adalah menetapkan sasaran-sasaran yang jelas dan
dapat iukur, mengenai bagaimanakah perselisihan dapat dikurangi dan
norma-norma positif dipertahankan. Sasaran-sasaran program, dan
sasaran kultural yang berupa keyakinan, sikap maupun perilaku.Kegiatan
itu disusul dengan perencanaan dan penerapan dari tindakan-tindakan
yang secara ideal akan mewujudkan perubahan pada empat dimensi,
yaitu pada setiap individu, pada anggota tim sekerja, pada pimpinan, dan
pada organisasi secara proses, sistem, kebijakan dan struktur. Karena
3. “cara bekerja” sebuah perusahaan harus disesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang terus berubah, maka usaha untuk membentuk Budaya
Perusahaan sebaiknya ditinjau sebagai suatu sistem. Timbal balik
sebaiknya diperoleh secara berkala guna meninjau kembali kecocokan
dari asumsi-asumsi semula dan menyesuaikan tindakan selanjutnya.
4. Corporate Governance
Soekrisno Agoes (2006), Tata Kelola Perusahaan yang baik adalah :
Sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi,
pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Disebut juga
sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan
perusahaan, pencapaiannya dan penilaian kinerjanya. Wahyudi Prakarsa
(dalam Sukrisno Agoes,2006) menjelaskan tatakelola perusahaan yang
baik adalah “Mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan
antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan
kelompok-kelompok kepentingan yang lain. Dimana hubungan ini
dimanifestasikan dalam bentuk aturan permainan dan sistem insentif
sebagai kerangka kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan
perusahaan, cara pencapaian tujuan serta pemantauan kinerja yang
dihasilkan
Dalam penerapannya sebuah tatakelola perusahaan yang baik Menurut
Cadbury Commitee of United Kingdom (1922) :” Seperangkat peraturan
yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang
kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-
hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”. Muh. Effendi (2009)
dalam bukunya The Power of Good Corporate Governance, pengertian
GCG adalah suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang
memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi
tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan
nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang.
Agency Theory
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham
(shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.
Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham
untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih,
maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua
pekerjaannya kepada pemegang saham.
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai
“agency relationship as a contract under which one or more person (the
4. principals) engage another person (the agent) to perform some service on
their behalf which involves delegating some decision making authority to
the agent”.
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih
orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu
jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen
membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak
tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai
perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai
dengan kepentingan prinsipal.
Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer
atas saham perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005).
Dengan proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan
membuat manajer cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi dan
bukan untuk memaksimumkan perusahaan. Inilah yang nantinya akan
menyebabkan biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling
(1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari biaya yang
dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen.
Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero agency cost dalam
rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari
pandangan shareholders karena adanya perbedaan kepentingan yang
besar diantara mereka.
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi
dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran
kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan
untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan
memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung
manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan
dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan
kepentingan manajemen melalui program mengikat manajemen dalam
modal perusahaan
1. Visi dan misi perusahaan
Sebagai perusahaan yang berlandaskan inovasi untuk terus tumbuh dan
berkembang, BBI berkomitmen hanya memberikan yang terbaik bagi
seluruh stakeholder.
Visi
Menjadi salah satu Solution Company regional yang terdepan di bidang
bahan bangunan dan konstruksi, yang memimpin dalam hal inovasi serta
semangat untuk efisiensi energi serta perlindungan lingkungan.
5. Misi
Menciptakan nilai tambah jangka panjang bagi semua stakeholder dengan
menyediakan akses untuk berbagi peluang yang digerakkan oleh
pertumbuhan ekonomi dan konsumen yang kuat.
Selain visi dan misi yang ada corporate juga mencanangkan dan
menanamkan core value perusahan dengan istilah VERSA yang
merupakan merk salah satu produk sekaligus menjadi inisial atas
objective yang akan di capai, yaitu Value Creation, Efficient, Reliable,
Social Responsibility, Agile
2. Long Term Objective
Dalam hal objective jangka panjang corporate telah menyusun Corporate
Milestone yang akan dicapai secara bertahap dalam waktu 5 tahun
kedepan yang menyangkut seluruh aspek
3. Corporate Culture
Untuk perwujudan corporate culture yang di bangun atas culture personal
terus di wujudkan dengan pendekatan standardisasi yang harus di capai.
Pencapaian culture perusahaan akan seiring terbentuk dengan kepatuhan
dan awareness seluruh karyawan terhadap objective perusahaan, untuk
mewujudkan culture yang baik maka perusaahan menerapkan beberapa
sertifikasi baik atas untuk manajemen mutu n (ISO 9000 ) manajemen
lingkungan (ISO 14000) ataupun keselamatan Kerja (OHSASS). Dan juga
membudayakan seluruh karyawan untuk menjadi pemrakarsa
Improvement dengan pembentukan gugus ataupun taskforce
4. Corporate Governance
Tata kelola perusahaan dalam proporsinya sudah melakukan kaidah
akuntabilitas keadilan, transparansi dan kemerdekaan, karena
perusahaan belum menjadi
perusahaan terbuka tata kelola corporate tidak seperti perusaahan
terbuka yang transparansinya masih ada batasan batasan yang tidak
kesemuanya di publikasikan.
5. Agency Theory
Salah satu definisi agency theory menjelaskan bahwa Agency theory
(teori keagenan) merupakan mengasumsikan bahwa semua individu
bertindak untuk kepentingannya sendiri. Pemegang saham sebagai
diasumsikan hanya bertindak terhadap hasil keuangan perusahaan
sebagai peningkat investasi, sedangkan agendiasumsikan sebagai
6. penerima kepuasan yang berupa kompensasi keuangan beserta syarat-
syaratnya.
Dalam hal ini untuk mengendalikan konflik interset setiap tahun ditentukan
hal yang harus di capai direksi dan manajemen sebagai penerima amanat
dari pemiliki saham dan dilakukan pembahasan secara rutin oleh pemilik
saham dan direksi (manajemen) untuk meminimasi informasi yang
asimetris
daftar pustaka
Fred R. 2002. Manajemen Strategis: Konsep. Edisi Ketujuh. Jakarta: PT.
Prenhallindo. Dirgantoro, Crown. (2001).
Erni Masdupi.2005, Analisa dampak struktur kepemilikan hutang dalam
mengontrol konflik keagenan, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol
20, No1,57 - 59