Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Estimasi Penderita Diabetes...
Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan tentang Jumlah Penderita Diabetes Melitus di Wilayah 1 Kabupaten Sukabumi 2017
1. MAKALAH
“PENYAJIAN DATA SISTEM INFORMASI KESEHATAN TENTANG
JUMLAH PENDERITA PENYAKIT DIABETES MELITUS
DI WILAYAH 1 KABUPATEN SUKABUMI
TAHUN 2017”
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sistem Informasi Kesehatan
Disusun Oleh:
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
SUKABUMI
2019
Dido Royadi C1AA16023
Dyana Eka Fuzi Y. C1AA16025
Fatimah K. Mulyadi C1AA16033
Nadia Silpiana H. C1AA16067
Rini Wahyuni C1AA16085
2. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat
ditentukan oleh kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta
kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan sebelumnya
(Kemenkes RI, 2015).
Upaya-upaya kesehatan tersebut sesuai dengan Bab VI Pasal 47 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan meliputi pencegahan
penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), penyembuhan penyakit
(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitative) (Depkes RI, 2009 dalam
Putri, 2017).
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program
Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi
masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan
kesehatan. Salah satu sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah meningkatnya
3. 2
pengendalian penyakit, baik penyakit menular ataupun penyakit tidak menular
(Kemenkes, 2015).
Kecenderungan penyakit menular terus meningkat dan telah mengancam
sejak usia muda. Selama dua dekade terakhir ini, telah terjadi transisi
epidemiologis yang signifikan, penyakit tidak menular telah menjadi beban
utama, meskipun beban penyakit menular masih berat juga. Indonesia sedang
mengalami double burden penyakit, yaitu penyakit tidak menular dan penyakit
menular sekaligus (Kemenkes, 2015). Data mortalitas menurut kelompok
penyakit berdasarkan kajian hasil survey kesehatan nasional 1995-2007
menunjukan bahwa ada pergeseran pola penyakit penyebab kematian (Depkes,
2008). Data WHO menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit tidak menular
pada tahun 2004 yang mencapai 48,30% sedikit lebih besar dari angka kejadian
penyakit menular, yaitu sebesar 47,50%. Bahkan penyakit tidak menular
menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia (63,50%) (Kemenkes RI,
2019). Penyakit tidak menular utama yang masih banyak menjadi
permasalahan meliputi hipertensi, kanker, Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) dan diabetes melitus (Kemenkes RI, 2015).
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena
pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah
atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin
yang dihasilkannya (Kemenkes RI, 2019). International Diabetes Federation
(IDF), 2015 dalam Bistara & Ainiyah, 2018 menyebutkan bahwa: diabetes
melitus (DM) merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan kadar
4. 3
glukosa darah melebihi normal.Keadaan ini disebabkan akibat kelainan kerja
padainsulin, sehingga terjadi penumpukan karbohidrat dalam bentuk glukosa
yang mengakibatkan peningkatan gula dalam darah (Smeltzer & Bare, 2010
dalam Bistara & Ainiyah, 2018).
Klasifikasi diabetes mellitus dibedakan menjadi dua jenis yang berbeda
berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan terapinya yaitu Diabetes tipe I
atau disebut juga Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan Diabetes
tipe II atau lebih dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) (Nathan & Delahanty, 2010 dalam Melinda, 2018).
Diabetes mellitus sering kali tidak terdeteksi sebelum diagnosis
dilakukan, sehingga morbiditas (terjadinya penyakit atau kondisi yang
mengubah kesehatan dan kualitas hidup) dan mortalitas (kematian) dini terjadi
pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka
yang menunjukkan gejala/tanda dengan salah satu risiko DM yaitu usia ≥ 45
tahun dan usia lebih muda yang disertai dengan faktor risiko seperti kebiasaan
tidak aktif (tidak banyak bergerak), turunan pertama dari orang tua dengan DM,
riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram, atau riwayat DM-
gestasional, hipertensi, kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250
mg/dL, menderita keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin,
adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu atau glukosa darah puasa
terganggu sebelumnya, dan memiliki riwayat penyakit kardiovaskular
(Soegondo dkk, 2013 dalam Isnaini & Saputra, 2017).
5. 4
Diabetes mellitus disebabkan karena faktor keturunan, pola hidup yang
salah, pola makan yang sudah berubah, aktivitas yang kurang dan faktor
lingkungan. Faktor lingkungan seperti adanya fast food yang mendorong
masyarakat mengkonsumsi makanan tersebut secara berlebih, kurangnya
aktivitas, juga menyebabkan prevalensi DM menjadi tinggi dengan persentase
sekitar 60%-70%. Selain menimbulkan banyak keluhan bagi penderitanya, DM
juga sangat berpotensi menimbulkan komplikasi yang berat yang membuat
penderita tidak mampu lagi beraktivitas atau bekerja seperti biasa, dan
memberikan beban bagi keluarga, dan merupakan penyakit yang paling
merugikan dari segi ekonomi, karena memerlukan perawatan dan pengobatan
seumur hidup (Kwek, 2013 dalam Purwandari & Susanti, 2017).
Diabetes Mellitus ditandai dengan peningkatan glukosa dalam darah
melebihi normal (70 – 140 mg/dL). Gejala lain yang sering dirasakan penderita
diabetes antara lain poliphagi (sering merasa lapar), polidipsi (rasa haus yang
berlebihan), poliuri (sering kencing) (Kemenkes, 2013 dalam Yulia, 2015).
Penyakit diabetes mellitus ini jika tidak ditangani dengan baik di
takutkan akan terjadi komplikasi. Komplikasi yang sering dialami oleh
penderita DM antara lain stroke dengan prevalensi 5,30%, ulkus kaki 8,70%,
kebutaan 1-2%, penyakit ginjal 20%, gagal jantung 2,70%, neuropati 54,00%
dan bahkan 50% mengalami kematian (Kemenkes RI, 2013 dalam Bistara &
Ainiyah, 2018.
Berdasarkan uraian diatas, maka kami tertarik untuk membuat makalah
“Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan Tentang Jumlah Penderita
6. 5
Penyakit Diabetes Melitus di Wilayah 1 Kabupaten Sukabumi Tahun
2017”.
B. Rumusan Masalah
Atas dasar penentuan latar belakang di atas, maka kami dapat
mengambil rumusan masalah yaitu: bagaimana jumlah penderita penyakit
diabetes melitus di Wilayah 1 Kabupaten Sukabumi Tahun 2017?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam makalah ini adalah untuk mengetahui jumlah
penderita penyakit diabetes delitus di Wilayah 1 Kabupaten Sukabumi
Tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui bagaimana konsep diabetes mellitus.
b. Untuk mengetahui seberapa banyak jumlah penderita penyakit diabetes
melitus di Wilayah 1 Kabupaten Sukabumi Tahun 2017.
7. 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Diabetes Mellitus
1. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes melitus adalah suatu kelainan pada seseorang yang ditandai
dengan naiknya kadar glukosa dalam darah dikarenakan akibat dari
kekurangan insulin dalam tubuh (Soegondo, Sidartawan, Pradana, & Imam
Subek, 2009). Menurut American Diabetes Association (2017), diabetes
Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang memiliki
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena ganguan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes melitus merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan
peningkatan konsentrasi glukosa darah disertai munculnya gejala utama
yang khas, yakni urine yang berasa manis dalam jumlah yang besar.
Kelainan yang menjadi penyebab mendasar dari penyakit diabetes mellitus
adalah kekurangan hormon insulin dalam tubuh. Insulin merupakan satu-
satunya hormon yang dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah (Levitt,
2008).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes
melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan
kenaikan kadar glukosa dalam darah karena gangguan sekresi insulin, kerja
8. 7
insulin, atau keduanya disertai munculnya gejala utama yang khas, yakni
urine yang berasa manis dalam jumlah yang besar.
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi Diabetes Melitus dapat dibedakan berdasarkan
penyebab, perjalanan klinik dan lamanya mendapat terapi. Secara garis
besar Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Tipe 1, yaitu Diabetes Melitus tergantung insulin
Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) adalah diabetes melitus yang
tergantung insulin untuk mengatur metabolisme glukosa dalam darah.
Pada DMT 1 terjadi kerusakan sel beta dalam menghasilkan insulin
karena proses autoimun, sebagai akibatnya pasien kekurangan insulin
bahkan tidak ada insulin, sehingga memerlukan insulin supaya glukosa
darah dalam batas terkontrol (Smeltzer & Bare, 2013).
b. Tipe 2, yaitu tidak tergantung insulin
DMT2 merupakan jenis penyakit diabetes melitus dimana
individu mengalami sensitivitas terhadap insulin atau lebih dikenal
dengan resistensi insulin dan kegagalan fungsi sel beta sehingga
mengakibatkan penurunan produksi sel beta. Pada sebagian
penyandang DMT2, obat oral tidak mengendalikan kondisi
hiperglikemia, sehingga diperlukan penyuntikan insulin (Smeltzer &
Bare, 2013).
9. 8
c. Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya
Beberapa Diabetes Melitus tipe lain seperti defek genetik fungsi
sel beta, defek genetik kerja insuslin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi dan
sindrom genetik (Smeltzer & Bare, 2013).
d. Diabetes Melitus gestasional
Diabetes Melitus gestasional adalah terjadi intoleransi tingkat
glukosa darah pada masa kehamilan. Hiperglikemia terjadi karena
sekresi hormon placenta sehingga menyebabkan resistensi insulin
(Smeltzer & Bare, 2013).
3. Etiologi
Diabetes terjadi karena produksi insulin yang kurang (defisiensi
insulin) atau insulin yang tidak efektif (insulin yang resisten). Fungsi insulin
adalah memasukkan glukosa ke dalam sel tubuh sehingga bisa diubah
menjadi energi. Ketika insulin tidak mampu memasukkan glukosa ke dalam
sel maka jumlah glukosa dalam darah akan meningkat yang nantinya akan
menyebabkan hiperglisemia. Diabetes Melitus dapat disebabkan oleh faktor
genetik, resistensi insulin, dan faktor lainnya. Selain itu ada faktor-faktor
yang mencetuskan diabetes yaitu obesitas, kurang bergerak/olahraga,
makan berlebihan dan penyakit hormonal yang kerjanya berlawanan dengan
insulin (American Diabetes Association;, 2017).
10. 9
4. Faktor Resiko Diabetes Melitus
a. Faktor Resiko yang dapat dirubah
1) Obesitas
Obesitas menjadi salah satu faktor resiko utama untuk
terjadinya penyakit DM. Obesitas dapat membuat sel tidak sensitif
terhadap insulin (retensi insulin). Semakin banyak jaringan lemak
dalam tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila
lemak tubuh terkumpul di daerah sentral atau perut (Fathmi, 2012).
Makan - makanan yang berlebihan dapat menyebabkan gula darah
dan lemak mengalami penumpukan dan menyebabkan kelenjar
pankreas berkerja lebih ekstra memproduksi insulin untuk
mengolah gula darah yang masuk (Lanywati, 2011). Seseorang
yang mengalami obesitas apabila memiliki Indeks Massa Tubuh
(IMT) lebih dari 25, maka dapat meningkatkan resiko untuk
terkena DM. Jaringan lemak yang banyak menyebabkan jaringan
tubuh dan otot akan menjadi resisten terhadap kerja insulin, lemak
tersebut akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa darah tidak
dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah
(Sustrani, 2010).
2) Gaya Hidup
Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditujukkan
dalam aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji (junk food),
kurangnya berolahraga dan minum-minuman yang bersoda
11. 10
merupakan faktor pemicu terjadinya diabetes melitus tipe 2
(Abdurrahman, 2014). Penderita diabetes melitus diakibatkan oleh
pola makan yang tidak sehat dikarenakan pasien kurang
pengetahuan tentang bagaimanan pola makan yang baik dimana
mereka mengkonsumsi makanan yang mempunyai karbohidrat dan
sumber glukosa secara berlebihan, kemudian kadar glukosa darah
menjadi naik sehingga perlu pengaturan diet yang baik bagi pasien
dalam mengkonsumsi makanan yang bisa diterapkan dalam
kehidupan sehari-harinya (Bertalina, 2016) .
b. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah
1) Usia
Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi resiko
terkena diabetes melitus tipe 2 terjadi pada orang dewasa setengah
baya, paling sering setelah usia 45 tahun. Kategori usia menurut
Hurlock (2005), usia dewasa madya (dewasa setengah baya) antara
usia 41-59 tahun dan usia dewasa lanjut antara usia 60 tahun
sampai akhir hayat. Meningkatnya resiko diabetes melitus seiring
dengan bertambahnya usia dikaitkan dengan terjadinya penurunan
fungsi fisiologi tubuh (AHA, 2012).
2) Riwayat keluarga Diabetes Melitus
Ibu yang menderita diabetes melitus tingkat resiko terkena
diabetes melitus sebesar 3,4 kali lipat lebih tinggi dan 3,5 kali lipat
lebih tinggi jika memiliki ayah penderita diabetes melitus. Apabila
12. 11
kedua menderita diabetes melitus, maka akan memiliki resiko
terkena diabetes melitus sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi.
3) Riwayat Diabetes pada kehamilan (Gestational)
Seorang ibu yang hamil akan menambah konsumsi
makanannya, sehingga berat badannya mengalami peningkatan 7-
10 kg, saat makanan ibu ditambah konsumsinya tetapi produksi
insulin kurang mencukupi maka akan terjadi diabetes melitus
(Lanywati, 2011). Memiliki riwayat diabetes gestational pada ibu
yang sedang hamil dapat meningkatkan resiko DM, diabetes
selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat
meningkatkan resiko diabetes melitus tipe II (Ehsa, 2010).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis berhubungan dengan defisiensi relatif insulin.
Akibat defisiensi insulin ini pasien tidak dapat mempertahankan KGD
normal. Apabila hiperglikemia melebihi ambang ginjal (180mg/dl), maka
timbul tanda dan gejala glukosuria yang akan menyebabkan diuresis
osmotik. Akibat diuresis osmotik akan meningkatkan pengeluaran urin
(poliuri), timbul rasa haus yang menyebabkan banyak minum (polidipsi).
Pasien juga banyak makan (polifagi) akibat katabolisme yang dicetuskan
oleh defisiensi insulin dan pemecahan protein serta lemak. Karena glukosa
hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif,
akibatnya berat badan menurun. Pasien juga mengalami gejala lain seperti
keletihan, kelemahan, tiba-tiba terjadi perubahan pandangan, kebas pada
13. 12
tangan atau kaki, kulit kering, luka yang sulit sembuh, dan sering muncul
infeksi (Smeltzer & Bare, 2013).
6. Komplikasi Diabetes Mellitus
Menurut Price dan Wilson komplikasi penyakit Diabetes Melitus
dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu komplikasi yang terjadi secara akut
(komplikasi metabolik akut) dan komplikasi yang terjadi secara kronis
(komplikasi vaskuler jangka panjang). Sedangkan komplikasi seperti halnya
hipoglikemia dan hiperglikemia merupakan keadaan gawat darurat yang
pada akhirnya dapat menimbulkan koma hipoglikemia dan hiperglikemia
ketoasidosis atau non ketoasidosis (Boedisantoso & Subekti, 2009).
7. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Dalam mengelola Diabetes Melitus langkah pertama yang harus
dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan
makanan dan kegiatan jasmani. Bilamana dengan langkah-langkah tersebut
sasaran pengendalian diabetes yanag ditentukan belum tercapai, dilanjutkan
dengan penggunaan obat/pengelolaan farmakologis. Pengelolaan Diabetes
Melitus terdiri atas empat pilar utama menurut Perkeni (2015) mencakup
sebagai berikut :
a) Edukasi
Edukasi yang bertujuan sebagai promosi kesehatan agar
tercapainya hidup yang sehat, maka perlu dilakukannya edukasi sebagai
14. 13
upaya pencegahan dan juga merupakan bagian terpenting dalam
pengelolaan Diabetes Melitus secara holistik.
Edukasi tingkat awal dilaksanakan di pelayanan kesehatan
primer yang meliputi materi mengenai perjalanan penyakit DM,
perlunya pengendalian dan pemantauan Diabetes Melitus secara
berkelanjutan, penyulit Diabetes Melitus dan resikonya, intervensi
farmakologis dan non farmakologis, interaksi antara asupan makanan,
aktivitas fisik dan obat antihiperglikemia, mengenal tanda dan gejala,
pentingnya melakukan latihan jasmani yang teratur, pentingnya
perawatan kaki dan cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
b) Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Terapi ini merupakan bagian penting dari penatalaksanaan
Diabetes Melitus tipe 2 secara komprehensif. Kunci keberhasilannya
adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota kesehatan seperti
(dokter, ahli gizi, perawat, petugas kesehatan yang lain dan
keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM sebaiknya diberikan
sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang DM.
Prinsip pengaturan makanan pada penyandang Diabetes Melitus
hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi masing-masing individu. Penyandang Diabetes Melitus perlu
diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan,
jenis, dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang
15. 14
menggunakan obat yang menigkatkan sekresi insulin atau terapi insulin
itu sendiri.
c) Latihan Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
Diabetes Melitus tipe 2 apabila tidak disertai adanya nefropat. Kegiatan
jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara teratur
sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit dengan total
150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-
turut.
d) Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan
makanan dan latihan jasmani (gaya hidup yang sehat). Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntik. Obat oral meliputi
obat antihiperglikemia oral (Sulfonilurea, Glinid, Metformin,
Tiazolidindion, Penghambat Alfa Glukosidase, Penghambat DPP-IV,
pengahambat SGLT-2, dan obat antihiperglikemia suntik meliputi obat
insulin dan agonis GLP-1/Incretin Mimetic.
16. 15
BAB III
TABEL DAN GRAFIK
A. Penyajian Data Sistem Informasi Kesehatan Jumlah Penderita Penyakit
Diabetes Melitus di Wilayah 1 Kabupaten Sukabumi Tahun 2017
Tabel 3.1 Laporan Jumlah Penderita Penyakit Diabetes Melitus di
Wilayah 1 Kabupaten Sukabumi Tahun 2017
No Puskesmas
Jumlah Penderita
Diabetes Mellitus
%
1 Cisaat 493 39,92
2 Selajambe 203 16,44
3 Sukaraja 128 10,36
4 Karawang 13 1,05
5 Gegerbitung 52 4,21
6 Kadudampit 32 2,59
7 Gunung Guruh 55 4,45
8 Cireunghas 48 3,89
9 Kebonpedes 114 9,23
10 Sukalarang 19 1,54
11 Cibolang 55 4,45
12 Limbangan 23 1,86
Jumlah 1235 100,00
Sumber : ( Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, 2017)
17. 16
Grafik 3.1 Laporan Jumlah Penderita Penyakit Diabetes Melitus di
Wilayah 1 Kabupaten Sukabumi Tahun 2017
Sumber : ( Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, 2017)
493 (39,92%)
203 (16,44%)
128 (10,36%)
13 (1,05%)
52 (4,21%)
32 (2,59%)
55 (4,45%)
48 (3,89%)
114 (9,23%)
19 (1,54%)
55 (4,45%)
23 (1,86%)
0 100 200 300 400 500 600
Cisaat
Selajambe
Sukaraja
Karawang
Gegerbitung
Kadudampit
Gunung Guruh
Cireunghas
Kebonpedes
Sukalarang
Cibolang
Limbangan
Jumlah Penderita Diabetes Mellitus
di Wilayah 1 Kabupaten Sukabumi
Tahun 2017
18. 17
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan Program Pengendalian Penyakit Tidak Menular Dinkes
Kabupaten Sukabumi Tahun 2017 menyatakan bahwa penyakit Diabetes Mellitus
selama satu dekade sudah masuk menjadi 10 besar penyakit penyakit tidak menular.
Diabetes Melitus ini menempati posisi peringkat kedua dari 10 besar penyakit
tersebut adalah penyakit Hipertensi, Diabetes Melitus, Asma, Penyakit Jantung
Koroner, Stroke, PPOK, Penyakit Tiroid, Cedera akibat kecelakaan lalu lintas,
Osteoporosis dan Obesitas. Adapun jumlah kasus penderita Diabetes Melitus Per
Wilayah Kabupaten Sukabumi tahun 2017 menunjukan bahwa terdapat 3 wilayah
Kabupaten Sukabumi yang memiliki kasus Diabetes Mellitus tertinggi, yaitu
Wilayah I, Wilayah IV dan Wilayah VI dari total kasus 9014 kasus. Wilayah I
Kabupaten Sukabumi terdapat 1235 kasus dari total penduduk 496.856 jiwa
(Dinkes Kabupaten Sukabumi, 2017).
Berdasarkan data pada Tabel 3.1 menunjukan bahwa Puskesmas Cisaat
menduduki peringkat Ke-1 dengan kasus Diabetes Mellitus tertinggi di Wilayah I
Kabupaten Sukabumi pada Tahun 2017 yaitu sebanyak 493 orang (39,92%) dan
jumlah penderita diabetes mellitus terendah di Wilayah I Kabupaten Sukabumi
adalah Puskesmas Karawang di peringkat Ke-12 yaitu sebanyak 13 orang (1,05%).
Penyebab tingginya angka kejadian diabetes melitus di Puskesmas Cisaat bisa
disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya gaya hidup, obesitas, usia dan riwayat
keluarga.
19. 18
Puskesmas Cisaat sendiri memiliki suatu program untuk mengendalikan
meningkatnya penderita Diabetes Mellitus yaitu dengan adanya Program Prolanis.
Prolanis atau disebut dengan program pengelolaan penyakit kronis merupakan
suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan
secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS kesehatan
dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita
penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya
pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Program prolanis ini khusus bagi
penderita Diabetes Mellitus yang memiliki kartu BPJS. Kegiatan prolanis yaitu
edukasi, senam, pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan gula darah, penimbangan
berat badan dan pengukuran tinggi badan.
20. 19
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah karena gangguan sekresi
insulin, kerja insulin, atau keduanya disertai munculnya gejala utama yang
khas, yakni urine yang berasa manis dalam jumlah yang besar.
Klasifikasi diabetes mellitus dibedakan menjadi dua jenis yang berbeda
berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan terapinya yaitu Diabetes tipe I
atau disebut juga Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan Diabetes
tipe II atau lebih dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM). Diabetes terjadi karena produksi insulin yang kurang
(defisiensi insulin) atau insulin yang tidak efektif (insulin yang resisten).
Adapun jumlah kasus penderita Diabetes Melitus Per Wilayah
Kabupaten Sukabumi tahun 2017 menunjukan bahwa terdapat 3 wilayah
Kabupaten Sukabumi yang memiliki kasus Diabetes Mellitus tertinggi, yaitu
Wilayah I, Wilayah IV dan Wilayah VI dari total kasus 9014 kasus. Wilayah I
Kabupaten Sukabumi terdapat 1235 kasus dari total penduduk 496.856 jiwa
(Dinkes Kabupaten Sukabumi, 2017).
Puskesmas Cisaat menduduki peringkat Ke-1 dengan kasus Diabetes
Mellitus tertinggi di Wilayah I Kabupaten Sukabumi pada Tahun 2017 yaitu
sebanyak 493 orang (39,92%) dan jumlah penderita diabetes mellitus terendah
21. 20
di Wilayah I Kabupaten Sukabumi adalah Puskesmas Karawang di perintas,
gkat Ke-12 yaitu sebanyak 13 orang (1,05%).
Penyebab tingginya angka kejadian diabetes melitus di Puskesmas
Cisaat bisa disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya gaya hidup, obesitas,
usia dan riwayat keluarga. Puskesmas Cisaat sendiri memiliki suatu program
untuk mengendalikan meningkatnya penderita Diabetes Mellitus yaitu dengan
adanya Program Prolanis. Prolanis atau disebut dengan program pengelolaan
penyakit kronis merupakan suatu program yang diberikan kepada penderita
penyakit kronis termasuk penderita diabetes melitus. Kegiatan prolanis yaitu
edukasi, senam, pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan gula darah,
penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Dengan adanya
program ini diharapkan jumlah penderita DM lambat laun bisa berkurang.
B. Saran
Semoga makalah dari kelompok kami dapat berguna bagi rekan-rekan dan
semoga makalah kami dapat menjadi suatu acuan untuk kedepannya. Untuk
kritik dan saran akan kami terima untuk membentuk makalah yang lebih baik
lagi kedepannya.
22. 19
DAFTAR PUSTAKA
Bistara & Ainiyah. 2018. Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Diet
pada Penderita Diabetes Mellitus di Posyandu Lansia Cempaka
Kelurahan Tembok Dukuh Kecamatan Bubutan Surabaya. Surabaya:
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
Isnaini & Saputra. 2017. Pengetahuan dan Motivasi Meningkatkan Kepatuhan
Diet Pasien Diabetes Mellitus Tipe II. Purwokerto: Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
Kemenkes RI. 2015. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-
2019. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2019. Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018. Jakarta: Pusat Data
dan Informasi Kemenkes RI.
Melinda, F. 2018. Pengaruh Relaksasi Autogenik terhadap Kadar Glukosa
Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas
Cisaat Kabupaten Sukabumi. Sukabumi: Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Sukabumi.
Purwandari & Susanti. 2017. Hubungan Kepatuhan Diet dengan Kualitas
Hidup Pada Penderita DM di Poli Penyakit Dalam RSUD Kertosono.
STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan p-ISSN: 2252-3847 Vol. 6 No. 2.
Yulia, S. 2015. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan dalam
Menjalankan Diet pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 (Studi Kasus
di Puskesmas Kedungmundu Tahun 2015).