SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 102
COASTAL ZONE MANAGEMENT:
RESOURCES UTILIZATION
Oleh:
Prof Dr Ir Soemarno M.S., dkk.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah pertemuan antara darat dan
laut; kearah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun
terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin
laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup
wilayah dengan ciri-ciri yang dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi
di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh
kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Definisi diatas memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan
ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam dan
saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar,
wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak
kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembanguna secara langsung maupun
tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir.
Dalam sautu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan
(ekosistem) dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir bersifat alami ataupun
buatan. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah
terumbu karang (coral reefs), hutan mangroves, padang lamun, pantai berpasir
(sandy beach), formasi pascaprea, formasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta.
Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa : tambak, sawah pasang surut,
kawasan pariwisata, kawasan industri, agroindustri dan kawasan pemukiman.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kawasan pesisir pantai
merupakan suatu kawasan yang mempunyai kerawanan dan sekaligus potensi
strategis ditinjau dari aspek penataan ruang, yaitu suatu kawasan yang secara
geografis spasial penting, namun belum banyak dilakukan upaya penataan
permanfaatan ruangnya secara terintegrasi/ terpadu, baik antar kawasan dalam
suatu wilayah administratif maupun antar wilayah administratif. Kerawanan yang
1
terdapat pada kawasan pesisir berkaitan dengan fungsi lindung/ekologis, dimana
posisi geografisnya merupakan peralihan antara ekosistem daratan dan ekosistem
perairan/ lautan, sehingga seringkali dijumpai sumberdaya alam yang spesifik,
seperti terumbu karang, hutan bakau, resting area, untuk berbagai satwa dan
sebagainya.
Potensi strategis yang dimiliki oleh kawasan pesisir berkaitan dengan
nilai ekonomis yang terdapat di kawasan ini, baik yang berbasis pemanfaatan
sumber daya alam, seperti perikanan budidaya (tambak), kehutanan, pariwisata,
dan sebagainya, maupun yang tidak berbasis pada sumber daya alam seperti
perhubungan (pelabuhan). Beberapa pemanfaatan yang berhubungan dengan
fungsi budidaya ini cenderung bersifat ekspansif sehingga kawasan ini rentan/
rawan terhadap terjadinya perubahan penggunaan lahan, khususnya konflik peng-
gunaan lahan (landuse conflicts) antara fungsi lindung dengan fungsi budi daya
1.2. Permasalahan
Beberapa permasalahan penting yang dapat di ungkapkan dalam
penelitianini diantaranya adalah seperti berikut:
a) Sumber daya alam dan lingkungan hidup
Keadaan geografis perairan pantai dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
wilayah pantai utara dan wilayah pantai selatan. Perairan selat Madura dan
pantai utara merupakan daerah selasar benua yang dangkal dan landai,dengan
komoditi yang dominan adalah iakan dasar dan ikan permukaan. Perairan
pantai selatan merupakan perairan dalam dengan komoditi yang dominan
adalah ikan pelagis seperti Lemuru dan Tuna.
Perairan pantai utara Jawa Timur masih sangat dipengaruhi oleh “Musim
Barat” yang berlangsung sekitar bulan Desember hingga Maret. Selama
musim ini gelombang laut sangat besar sehingga aktivitas penangkapan ikan
berkurang dan akibatnya produksi ikan rendah.
Perairan pantai, khususnya di tempat-tempat pendaratan ikan, telah
mengalami pendangkalan dan pencamaran bahan organik yang berasal dari
limbah rumah tangga dan limbah industri pengolhan hasil ikan.
Situasi perkampungan nelayan pantai umumnya tampak kumuh, rumah-
rumah penduduk berhempitan satu sama lain. Sumber air bersih relatif
terbatas, sehingga memenuhi kebutuhan sehari-hari biasanya penduduk
membeli air bersih (air PDAM atau air sumur) dari penjualan air.
b) Teknologi Alat Tangkap Dan Penangkapan
Sistem perikanan demersal elah berkembang di perairan pantai utara Jawa
Timur dengan alat tangkap berupa purse-seine, dogol, gil-nen dan trammel-
2
net. Jenis ikan tangkapan yang dominan adalah iakan layang, llemuru/-
tembang, udang dan teri. Sistem perikanan samudera telah berkembang di
perairan pantai selatan dengan alat tangkap yang dominan berupa purseseine,
gillnet permukaan, dan pancing prawe. Jenis ikan tangkapan yang dominan
adalah tuna (tongkol), lemuru, cucut.
Ditinjau dari kelayakan ekonominya dan dengan mempetimbangkan
pendapatan pendeganya, ternyata alat tankap yang layak untuk
dikembangkan ialah purse-seine, gillnet, dan payang sangat layak untuk
dikembangkan disemua lokasi. Pengenalan tipe alat yang sama dengan
desain baru merupakan jalur invasi yang prospektif.
Respon nelayan terhadap inovasi teknologi penangkapan umumnya cukup
besar, baik terhadap sumber teknololgi pemerintah maupun swasta malaui
para pedagang ikan. Dalam proses adopsi tekhnologi diperlukan “efek
demonstratif” yang bisa diamati dan dialami lansung oleh nelayan.
c) Teknologi Pascatangkap
Secara umum teknologi pascatangkap dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
(i)tradsional dengan aneka komoditi ikan kering, terasi, ikan asap, ikan
pindang, dan (ii) modren dengan komoditi andalannya tepung ikan dan
kalengan. Tradisional dilakukukan oleh para pengolah dengan skala kecil
hingga menengah, sedangkan tenologi modern dilakukan oleh para pengusah
besar. Berkembangnya teknololgi modern di suatu lokasi ternyata sangat
ditentukan oleh tesedianya bahan baku. Teknololgi pengawetan ikan dengan
menggunakan “proses rantai dingin” dilakukan khusus untuk komoditi
ekspor ikan segar.
Industri pengolahan ikan dipedesaan pantai umumnya mampu memberikan
nilai tambah sekitar 9 – 45% terhadap komoditi ikan basah. Akan tetapi
sebagian besar usaha pengolahan ikan oleh nelayan masih belum dilakukan
secara baik dan bersifat sambilan. Usaha pengolahan ikan yang mempunyai
prospek bagus di wilayah perairan pantai selatan adalah tepung ikan dan
minyak ikan, sedanglkan di wilayah perairan pantai utara umumnya adalah
ikan kering.
d) Sosial Ekonomi
Distribusi pendapatan nelayan diwilayah pedesaan pantai umumnya tidak
merata diantara kelompok fungsional masyarakat. Pendapatan nelayan
pemilik perahu (juragan darat) dengan alat tangkap purse-seine, gillnet, dan
payang rata-rata cukup tinggi, jauh berada diatas kriteria garis kemiskinan
yang berlaku sekarang. Sementara itu rataan pendapatan nelayan kecil
3
pemilik sampan/jukung dan pendega berada pada batas ambang kemiskinan
denagn fluktuasi musiman yang sangat besar. Pada musim paceklik rataan
pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan sedangkan pada musim
panen raya ikan rataan pendapatannya bisa melonjak diatas garis kemiskinan.
Dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan nelayan secara proposional
maka usaha penangkapan secara berkelompok yang melibatkan nelayan kecil
dan pendega patut direkayasa. Dalam hubungan ini inovasi kredit disarankan
melalui sistem kredit bagi hasil antara nelayan dengan lembaga sumber
kredit.
Rata-rata tingkat pendidikan formal warga pedesaan pantai masih rendah
umumnya hanya berpendidikan sekolah dasar atau yang sederajat.
Akses nelayan terhadap fasilitas pendidikan formal diatas tingkat sekolah
dasar rata-rata masih sangat terbatas. Dalam hal pendidikan ini ternyata
respon nelayan terhadap lembaga Madrasah sangat besar. Kendala yang
dihadapi adalah keterbatasan kemampuan lembaga Madrasah tersebut untuk
melakukan transfer teknologi kepada anak didik. Peranan para kyai dan santri
di wilayah pedesaan pantai pada umumnya sangat besar dalam kehidupan
bermasyarakat.
e) Kendala Perkembangan Wilayah Pesisir Pantai
Tiga faktor utama yang menyebabkan lambatnya perkembangan teknologi
yang dapat berdampak pada perbaikan kesejahteraan nelayan pendega adalah
(i) faktor ekonomi, (ii) faktor sosial budaya,(iii) faktor sosial politik.
Beberapa kendala yang termasuk faktor ekonomi adalah (1) sektor per-
ekonomian wilayah yang masih didominasi oleh sektor primer penangkapan
ikan, (2) penguasaan skill, modal dan teknologi oleh nelayan sangat terbatas,
(3) distribusi pendapatan yang relatif tidak merata,(4) prasarana penunjang
perekonomian di pedesaan yang masih terbatas, (5) hampir seluruh komoditi
perikanan yang dihasilkan dipasarkan keluar daerah sehingga sebagian besar
nilai tambah komoditi dinikmati oleh lembaga perantara yang terlibat dalam
pemasaran.
Beberapa kendala sosial budaya adalah (1) struktur dan poal perilaku sosial
budaya yang masih berorientasi kepada kebutuhan “subsisten”,(2) sarana
pelayanan sosial yang masih terbatas, (3) proporsi penduduk usia muda
cukup besar dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah,(4) tingkat
pengangguran musiman yang cukup besar,(5) kualitas kehidupan rata-rata
masih rendah.
Beberapa kendala sosial politik adalah (1) partisipasi masyarakat pedesaan
pantai di dalam pembangunan belum dapat tersalurkan secara lugas (pen-
dekatan top down masih lebih kuat dibandingkan dengan bottom up), (2)
4
birokrasi pembangunan masih belum mampu menyentuh kepentingan
nelayan pendega dan sektor tradisional,(3) keterbatasan akses nelayan
pendega untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi yang lebih
luas.
Berdasarkan kondisi seperti di atas maka diperlukan disaign-disaign khusus
untuk mengembangkan pedesaan pantai dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhan dasar atau kebutuhan fisik, minimum segenap warga masyarakat
dan sekaligus melestarikan sumber daya yang tersedia.
Secara ringkas beberapa permasalahan yang dihadapi kawasan pesisir pantai
antara lain :
(1) Kondisi sumber daya pesisir yang semakin terbatas dan mengalami
penurunan kualitas dan kuantitas.
(2) Tekanan pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi.
(3) Perkembangan kawasan pesisir saat ini sudah sedemikian pesat namun
disisi lain perkembangan tersebut tanpa pedoman pada aspek tata ruang
(4) Pendayagunaan sumber daya pesisir dan pantai masih kurang
mencerminkan adanya pembagian fungsi kawasan
(5) Aktifitas manusia di kawasan pesisir dan pantai telah menimbulkan
permasalahan antara lain :
a. Intrusi air laut akibat pemanfaatan air bawah tanah di kawasan
pesisir yang tidak terkendali, khususnya di wilayah Surabaya dan
Gresik, sehingga kurang layak untuk dikonsumsi sebagai sumber air
bersih;
b. Degradasi kualitas ekossitem mangrove akibat kegiatan budidaya
tambak dan kegiatan raklamasi pantai untuk pengembangan
kawasan terbangun sebagai perumahan, industri dan pelabuhan;
c. Terjadinya abrasi pantai akibat berkurangnya hutang mangrove di
sepanjang pantai utara Jawa Timur dan P. Madura, yang dapat
mengancam keberadaan desa-desa pantai dan jaringan jalan
regional;
d. Pendangkalan pantai akiobat tingginya sedimentasi, baik yang
terjadi secara alamiah maupun hasil rekayasa masyarakat setempat;
e. Kerusakan karang laut (terumbu karang) dan biota laut serta
kerusakan karena penambangan dan penangkapan ikan
menggunakan bahan peledak;
f. Pencemaran pantai dari limbah industri dan limbah kota, dimana
tingka pencemaran sungai di Surabaya telah mencapai tingkat yang
mengkhawatirkan, bahkan beban limbah di perairan pantai Jawa
Timur tergolong sangat tinggi. Sungai tersebut berperan sebagai
5
tempat pembuangan limbah industri dan rmah tangga ke wilayah
pesisir dimana terdapat sumber daya perairan yang penting bagi
perikanan dan akua kultur.
Oleh karena itu, upaya penataan kawasan ini perlu dilakukan secara
terpadu/terintegrasi dengan kontinuitas fisik kawasan tanpa memandang
batas wilayah administratif, serta memerlukan perlakuan khusus terhadap
wilayah-wilayah yang memiliki karakteristik tertentu. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun suatu pedoman
pengarutan ruang di Kawasan Pesisir Pantai.
II. TUJUAN DAN SASARAN PERENCANAAN
2.1 Maksud
Kegiatan ini dimaksudkan seabagai salah satu upaya untuk menjaga
kelestarian di kawasan pesisir dengan merumuskan dan melakukan strategi-
strategi berupa langkah-langkah pencegahan, pembatasan dan pengurangan
kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian
lingkungan dan sumberdaya alam.
2.2. Tujuan
Kegiatan dilakukannya kegiatan ini ialah memberikan arahan
pengelolaan pemanfaatan ruang daratan dikawasan pesisir pantai, dalam upaya
mengurangi dan mencegah terjadinya konflik pemanfaatan ruang (land use
Conflicts) di kawasan pesisir ; Memantapkan fungsi lindung kawasan pesisir
pantai untuk mengurangi peningkatan dan perluasan dampak lingkungan akibat
adanya kegiatan dikawasan pesisir pantai.
2.3. Sasaran
Adapun sasarannya adalah tersedianya Pedoman Pengaturan Ruang
Kawasan Pesisir Pantai, yang memuat:
(1) Macam Bentuk pengelolaan, perlu dikembangkan suatu model pengelolaan
lingkungan yang terpadu dengan kawasan pesisir pantai sebagai satuan unit
pengelolaan,untuk menghindari pengelolaan yang terpisah-pisah antar
instansi yang berkepentingan maupun antar kab/kota.
6
(2) Kriteria teknis pengelolaan yang mencakup ukuran-ukuran yang
menyatakan bahwa pemanfaatan ruang suatu kawasan pesisir pantai secara
teknis sesuai dengan daya dukungnya dan secara ruang bersama-sama
dengan kegiatan di sekitarnya memberikan sinergi optimal terhadap
pemanfaatan ruang.
(3) Kewenangan pengelolaan, mengingat bahwa dalam usaha pengelolaan
kawasan pesisir pantai harus dilakukan secara terintegrasi maka perlu
dirumuskan pedoman Pengelolaan kawasan ini.
III. LINGKUP ANALISIS
3.1.Ruang Lingkup Wilayah
Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa ruang kawasan pesisir
merupakan ruang kawasan di antara ruang daratan dengan ruang lautan yang
saling berbatasan. Ruang daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah
permukaan daratan termasuk perairan darat dan sisi darat dari sisi darat dari garis
laut terendah. Ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas dan dibawah
permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis laut terendah termasuk dasar laut
dan bagian bumi di bawahnya.
Sesuai dengan tujuan dan sasaran tersebut maka kegiatan ini dibatasi pada ruang
daratan yang berada di kawasan pesisir.Lokasi studi adalah diwilayah Jawa
Timur (Pantura); pesisir Selat Madura, pesisir selat Bali dan pesisir Selatan Jawa
Timur. Mengingat permasalahan yang timbul akibat penetrasi kegiatan budidaya
terhadap kawasan lindung (land use conflict) lebih banyak terjadi di kawasan
perumahan dan pengembangan industri maka lingkup studi ini dibatasi pada
kawasan permukiman dan kawasan pengembangan industri yang berlokasi di
wilayah pesisir pantai.
3.2 Lingkup Kegiatan
Pengelolaan kawasan pesisir perlu dilakukan secara terpadu Pengelolaan
secara sektoral, seperti perikanan tangkap, tambak, pariwisata, pelabuhan dan
industri minyak, seringkali menimbulkan konflik kepentingan antar sektor yang
berkepentingan yang melakukan aktivitas pembangunan pada kawasan pesisir
yang sama. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan secara terpadu dengan tujuan
7
untuk mengharmoniskan dan mengoptimalkan antara kepentingan untuk melihat
lingkungan, keterlibatan masyarakat dan pembangunan ekonomi.
Mengingat lingkup pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu begitu
luas dan melibatkan banyak aspek dan adanya keterbatasan pada penugasan ini
maka kegiatan ini dibatasi pada upaya-upaya pengaturan ruang di kawasan
pesisir, sehingga tujuan kegiatan ini adalah sebagai upaya untuk mencegah dan
mengurangi konflik pemanfaatan ruang dapat tercapai. Untuk itu lingkup
kegiatan yang akan dilakukan ini adalah :
(1) Melakukan identifikasi permasalahan pemanfaatan ruang yang timbul
sebagai akibat dari pemanfaatan ruang yang belum terarah di kawasan
pesisir pantai, terutama yang menyangkut pengelolaan kawasan lindung dan
budidaya;
(2) Mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan dalam
pemanfaatan ruang yang dikeluarkan, baik oleh, pemerintah pusat,
pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota;
(3) Melakukan indentifikasi aspek teknis sektoral yang harus diperhatikan
dalam setiap langkah pemanfaatan ruang.
(4) Melakukan kajian terhadap aspek kelembagaan yang mencakup instansi
pelaksana dan kaitannya dengan instansi lain;
(5) Melakukan kajian identifikasi teknologi yang perlu diterapkan dalam upaya
pengelolaan kawasan pesisir pantai;
(6) Menyusun rancangan Pedoman Pengaturan Ruang Kawasan Pesisir Pantai.
8
IV. KERANGKA KONSEP
4.1 Potensi Wilayah Pedesaan Pantai
4.1.1 Potensi Umum Wilayah Pedesaan Pantai
Wilayah pedesaan pantai Jawa Timur terletak pada tiga wilayah perairan
laut, yaitu : (a) Laut Jawa (TP) Bulu Tuban dan Weru Kompleks Lamongan; (b)
Wilayah Selat Madura (Bandaran-Pamekasan dan Lekok Pasuruan) dan Wilayah
Samudra Indonesia (Laut Selatan Jawa Timur, Muncar Banyuwangi dan Puger
Jember, Sendangbiru Malang) ketiga wilayah laut tersebut pada dasarnya
mewakili wilayah penangkapan ikan perairan pantai (Selat Madura), lepas pantai
(Laut Jawa) dan laut dalam (Laut Selatan Jawa Timur).
Peranan tambak di wilayah pedesaan pantai tidak merata dan hampir
keseluruhannya telah dikelola sebagai tambak udang intensif. Desa-desa pantai
telah terbuka dari isolasi, sehingga interaksi antar masyarakat di lokasi dengan
masyarakat diluarnya telah cukup lancar. Berikut ini akan diuraikan secara lebih
terperinci masing-masing desa, yaitu meliputi gambaran umum dan proses
perubahan yang terjadi.
4.1.2 Wilayah Pedesaan Pantai Madura – Selatan : Bandaran
(i) Karakteristik Penduduk
Sebagian besar penduduk Bandaran ( ±95 %) bekerja sebagai
nelayan dan sisanya bekerja di bidang pertanian, pegawai negeri dan
jasa. Latar belakang menjadi pendega ini disebabkan oleh
ketrampilan yang diajarkan dari orang tuanya. Sebagian besar
anggota rumah tangga tidak bekerja. Beberapa isteri pendega
membantu bekerja sebagai “bakul” ikan di pasar Bandaran. Secara
umum pendidikan formal nelayan adalah SD atau tidak tamat SD.
(ii) Lingkup Sosial
Posisi pendega di dalam bagi hasil lebih tinggi (60 %) bila
dibanding denga tempat lain yang sebesar 50 %. Pembentukan
kelompok antar pendega dalam suatu usaha perikanan sangat lemah.
Kelompok pendega yang dibentuk saat menerima kredit telah
mengalami bubar. Perpecahan kelompok tersebut terutama
diakibatkan oleh perselisihan sesama pendega di dalam menentukan
pemilikan alat tangkap tersebut.
9
Kredit yang diberikan oleh pemerintah kadangkala masih dipandang
sebagai barang bantuan atau pinjaman yang tidak harus
dikembalikan. Dalam bayak kasus penunggakan hutang kredit
nelayan ada kaitannya dengan masalah ini.
(iii) Ketergantungan
Ketergantungan nelayan pada pedagang pengumpu ikan basah dan
ikan kering cukup besar. Hasil tangkapan nelayan secara umum
langsung dibeli oleh pedagang dari desa tetangga (Desa Tanjung)
yang berfungsi sebagai pedagang pengumpul.
4.1.3 Wilayah Pedesaan Pantai Pasuruan – Situbondo : Lekok
(i) Karakteristik Penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Lekok 47.239 orang (12.541 KK),
terdiri dari 22.220 pria dan 25.019 wanita. Mata pencaharian di
sektor perikanan dapat diuraikan sebagai berikut : Nelayan 917
RTP, petani tambak 136 RTP, penyakap 9 RTP dan pengolah 196
RTP.
(ii) Karakteristik Responden
Responden nelayan juragan di Lekok adalah payang, payang alet,
jaring dan pancing. Jumlah tanggungan keluarga responden antara 3
sampai 5 orang. Sebagaian kecil isteri mereka (<25%) bekerja
sebagai pengolah/pedagang, bekerja ditambak dan mendirikan
warung. Pekerjaan juragan payang sebelumnya adalah sebagai
pendega sedangkan nelayan pyang alet sebelumnya bukan sebagai
nelayan. Juragan jaring dan pancing lebih dari 50% adalah bekas
pendega sedangkan yang lain adalah bukan nelayan.
Sejumlah 95-100% nelayan di Lekok berpendidikan formal SD
tamat atau tidak tamat. Sebagian besar nelayan payang telah bekerja
sebagai nelayan pada tahun 1970-an. Sedangkan juragan jaring
antara tahun 1970 dan 1980. Nelayan payang alit mulai mengoperasi
alat tangkapnya setelah tahun 1980-an.
(iii) Lingkungan Sosial-Budaya
Nelayan, petani tambak dan pengolahan ikan pada umumnya
melakukan usahanya berdasarkan warisan yang diterima dari
generasi pendahulunya. Didaerah ini terdapat kelompok nelayan dan
petani tambak yang anggotanya terdiri dari 15-40 orang. Mereka
mengadakan arisan hairan, mingguan dan ada yang bulanan. Setiap
hari Jumat diadakan penarikan dana sosial dari para nelayan secara
sukarela dengan jumlah berdasarkan kemampuan. Dana sosial ini
10
pada masa paceklik atau muslim laib disumbangkan kepada mereka
yang tidak mampu (redistribusi). Sumbangan dapat berupa uang,
beras atau pakaian seharga Rp2.500,- per orang. Para nelayan
umumnya tidak suka menabung. Apabila hasil tangkapan berjumlah
banyak langsung dibelikan barang-barang berharga, seperti TV,
radio, sepeda dan sebagainya, jadi jarang sekali penduduk yang
menyimpan uang.
Modal usaha adalah modal sendiri dan sesuai dengan yang dimiliki
atau dipinjam dari kerabatnya. Alasan mereka adalah kemudahan
prosedur dan tidak ada bunga atau sangsi yang lain. Perjanjian
dibuat secara lisa atas dasar saling mempercayai.
4.1.4. Lingkungan Hidup Pedesaan Pantai
Pada umumnya desa pantai menggambarkan suatu desa yang panas dan
gersang serta bau yang kurang sedap. Desa pantai umumnya padat penduduk
sebagai nelayan, pengolah ikan dan pedagang. Perkampungan umumnya
merupakan pemukiman kumuh dan kurang memperhatikan kebersihan
lingkungan.
Keadaan jalan desa/kampung kebanyakan masih tanah atau batu (belum
aspalan), hanya ada sebagian kecil jalan kampung yang terbuat dari semen
(beton), biasanya pada desa yang sudah maju atas prakarsa pemerintah desa
dengan dana swadaya masyarakat setempat. Keadaan rumah nelayan dan
pengolahan ikan umumnya sudah berdinding tembok atau papan, beratap genting
dan berlantai semen. Keadaan yang demikian sudah dapat dikatakan layak
walaupun belum memenuhi syarat sebagai rumah sehat, karena tidak berventilasi,
tidak memiliki jamban dan di sekitar rumah masih ada yang memiliki comberan
karena tidak adanya saluran pembuangna yang sempurna.
Sebenarnya di bidang kesehatan dan kebersihan lingkungan hampir 90%
penduduk telah mendapatkan penyuluhan tentang rumah sehat, gizi masyarakat
dan KB. Namun karena rendahnya tingkat pendidikan dan tradisi yang kuat,
sekitar 70-80% penduduk lebih suka membuang limbah dan sampah rumah
tangga bahkan sampah pasar kelaut atau sungai. Karena kurangnya kebersihan,
sehingga penyakit yang sering dialami adalah sakit perut (diare). Untuk
mengatasi penyakit tersebut umumnya mereka berobat ke Puskesmas, kepada
Mantri Kesehatan, bahkan sudah ada yang memanfaatkan dokter. Hampir semua
anak telah mendapatkan imunisasi.
(i) Kendala Pengelolaan Lingkungan Desa Pantai
Beberapa permasalahan yang terjadi pada lingkungna perairan,
antara lain ialah :
11
(a) Pada musim barat masyarakat nelayan kebanyakan tidak melaut
dengan alasan takut terhadap ombak yang besar dan
menurunnya produksi perairan. Menurut soedarmo, dkk (1984),
musim barat yang terjadi pada bulan Desember-Maret
menyebabkan (i) mengalirnya arus yang kuat dari barat ke
timur; (ii) bagian barat Indonesia curah hujannya tinggi,
sehingga kadar garam menjadi rendah, angin sangat kencang
dan ombak sangat besar; dan (iii) ikan-ikan yang suka pada
kadar garam tinggi akan bermigrasi ke timur atau ke lapisan
bawah. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan perahu
yang lebih baik dengan alat tangkap khusus untuk menangkap
ikan-ikan yang mungkin bermigrasi vertikal ke lapisan bawah
yang lebih dalam.
(b) Menurunnya produksi nener/benur di pantai utara Jawa dan
perairan Selat Madura yang dianggap memiliki potensi yang
perlu dikembangkan dapat diatasi dengan penanaman kembali
pengaturan jalur hijau hutan bakau. Karena hutan bakau
mempunyai peranan penting bagi perikanan, yaitu sebagai
sumber makanan, tempat perlindungan (shelter), tempat berbiak
(spawning ground), nursery ground. Secara fisik dan kimiawi;
sebagai penahan gelombang, penahanan instrusi laut,
penahanan erosi tanah, pengendali banjir dan pelindung
terhadap pencemaran.
(c) Kemajuan dan perkembangan teknologi yang pesat seperti di
Muncar, telah membuka peluang terjadinya perubahan
lingkungan yang berdampak pada kualitas dan produktivitas
perairan, misalnya adanya pencemaran dari limbah industri
pengolahan ikan dan limbah tampak intensif.
(ii) Permasalahan Lingkungan Hidup Pedesaan Pantai
(a) Keadaan cuaca di pedesaan pesisir pantai pada umumnya
panas, berdebu dan berbau yang kurang sedap. Untuk
mengatasi hal ini dapat diusahakan dengan mengadakan
penghijuan, yaitu penanaman pohon atau tanaman yang bisa
hidup di daerah pantai. Tanaman tersebut di tanam di sepanjang
jalan desa maupun di halaman rumah penduduk.
(b) Pertambahan penduduk yang masih relatif besar berdampak
pada banyaknya produksi sampah domestik yang dibuang ke
perairan pantai. Dengan adanya pembuangan tinja yang tidak
higienik, maka gangguan diare dan muntah-berak pada
12
umumnya merupakan masalah yang sering melanda masyarakat
desa pantai.
(iii) Potensi dan Kendala Pengembangan Teknologi Penangkapan
Pemanfaatan sumberdaya perairan oleh nelayan telah semakin
intensif sejalan dengan penerapan teknologi penangkapan ikan yang
lebih modern, baik teknologi armada perikanan (perahu/kapal)
maupun alat penangkapan (jaring). Dalam hal ini inovasi teknologi
meliputi : (a) Peningkatan mutu teknologi alat tangkap dan armada
penangkapan; (b) diversifikasi penggunaan alat tangkap dan; (c)
penambahan jumlah unit penangkapan.
Perubahan teknologi yang terjadi selama 20 tahun terakhir di
perairan laut Jawa Timur berkaitan erat dengan keadaan lingkungan
perairan. Perairan laut utara merupakan wilayah selasar benua
(continental shelf) yang dangkal dengan potensi sumberdaya
perikanan demersial (dasar) dan pelagis (permukaan). Sedangkan
perairan pantai selatan merupakan wilayah perairan dalam dengan
potensi sumberdaya perikanan pelagis dan terpengaruh oleh perairan
laut dalam (samudera).
Secara ringkas nelayan Jawa Timur berdasarkan pada jangkauan
daerah penangkapannya dapat dibedakan menjadi tiga kelompok,
yiatu (a) nelayan yang bekerja di pantai; (b) lepas pantai, dan (c)
laut lepas (samudera). Daerah-daerah penangkapan ini pada
kenyataaan tidak dapat dipisahkan secara tegas. Pengelompokan ini
berkaitan erat dengan kedalaman perairan, yang kemudian
mempengaruhi jenis ikan yang diburu pada masing-masing unit
kerja, alat tangkap yang dipakai, armada penangkapan dan modal
kerja yang diperlukan.
Disamping itu, daerah-daerah penangkapan ini, sampai saat ini
masih didominasi oleh usaha nelayan skala kecil. Beberapa ciri
penting dari usaha kecil ini menurut Sawit dan Sumiono (1986)
antara lain: (a) kegiatan kerja lebih padat kerja dengan alat tangkap
sederhana; (b) Teknologi penangkapan yang dipakai masih juga
sederhana dan; (c) tingkat pendidikan dan ketrampilan juga rendah.
Disamping itu, eksploitasi sumberdaya perairan pantai pada
umumnya masih terbatas pada perairan yang tidak begitu jauh dari
tempat tinggal mereka. Ciri teknologi penangkapan oleh nelayan
kecil ini adalah nelayan tanpa perahu menggunakan perahu dayung,
layar dan/atau motor tempel. Perahu motor tempel adalah perahu
dengan mesin yang dipasang di luar tubuh perahu (out board).
13
Selain itu juga terdapat pula usaha penangkapan ikan dengan skala
menengah, dimana para nelayan yang menggunakan kapal motor
dari berbagai ukuran kapal dan kekuatan mesin. Kapal motor adalah
kapal/perahu dengan pemasangan mesin di dalam tubuh (in board).
Pada umumnya kapal motor ini berpangkalan dikota pelabuhan di
sepanjang pantai. Hal ini berbeda dengan umumnya perahu motor
tempel yang berpangkalan di pusat-pusat pendaratan ikan (bukan
pelabuhan) yang berada di dekat tempat tinggal mereka.
Keragaman alat tangkap memungkinkan para nelayan skala kecil
untuk berpindah dari satu sistem kerja ke sub sistem kerja lainnya
dalam musim yang berbeda sebagai upaya untuk tetap bisa
menangkap ikan. Oleh karena itu sub sistem kerja yang ada pada
nelayan tidak bisa dianggap sebagai sub sistem yang saling terpisah.
Sebagai contoh, di Puger, kabupaten Jember, pada bulan Desember-
Pebruari seorang nelayan mengoperasikan jaring gondrong (jaring
kantong, trammel net), dan di bulan-bulan berikutnya mereka
(nelayan) bisa saja mengoperasikan pancing prawe. Keluwesan
seorang nelayan untuk pindah sistem penangkapan tergantung pada
berbagai hal, diantaranya: (a) Kemampuan nelayan, baik
ketrampilan maupun kemungkinan keragaman alat tangkap yang
bisa digunakan untuk skala kapal dan mesin yang dimilikinya; (b)
kondisi lingkungan, yaitu jenis ikan yang sedang musim dan
keadaan perairan dan; (c) ketersediaan tenaga kerja yang mampu
melaksanakan operasi penangkapan ikan yang tersedia. Dalam
hubungan ini, para nelayan umumnya membagi musim penangkapan
menjadi dua, yaitu musim panen dan musim paceklik. Sesuai
dengan namanya, musim panen merupakan saat para nelayan
memperoleh puncak penghasilan. Sebaiknya musim paceklik
merupakan saat para nelayan kurang/tidak berpenghasilan.
Musim panen dicirikan oleh munculnya jenis ikan buruan pada
daerah penangkapan, biasanya bertepatan dengan musim teduh (laut
tidak berombak besar). Adapun bulan paceklik terjadi bila
sumberdaya yang menjadi buruan menghilang dari daerah
penangkapan atau bila laut berombak besar. Bila paceklik terjadi
karena sebab “hilangnya ikan” yang menjadi buruan, para nelayan
mencoba mengatasinya dengan mengganti alat tangkap lain, sesuai
dengan sumberdaya yang ada atau dengan berpindah daerah
penangkapan perairan lain. Bila paceklik terjadi karena musim
ombak, para nelayan mengatasinya dengan berpindah daerah
14
penangkapan (migrasi) ke perairan lain yang tenang dan tersedia
sumberdaya yang menjadi sasaran penangkapan. Kegiatan
melakukan migrasi mencari daerah penangkapan lain jauh dari
tempat tinggalnya melakukan penangkapan ikan di laut, atau
kemudian menetap di desa nelayan lainnya disebut andon. Kegiatan
andon bisa diduga hanya dapat dilakukan oleh nelayan yang
memiliki perahi baik (baik berlayar jauh mencari daerah
penangkapan lain) dan/atau memiliki alat tangkap yang beragam.
Dengan demikian strategi eksploitasi penangkapan ikan yang
dilakukan para nelayan skala kecil tergantung pada berbagai hal,
diantaranya : (a) potensi sumberdaya, (b) variasi alat tangkap yang
dimiliki dan; (c) mutu perahu.
Program pemerintah, seperti Bimas, kredit KIK/KMKP atau bentuk
kredit yang lain selama 15 tahun terakhir ini, telah memungkinkan
banyak nelayan memperbaiki mutu perahu dengan menganeka-
ragaman alat tangkapnya, sehingga dapat meningkatkan
produktivitas dan kestabilan pendapatnya dalam musim-musim yang
berbeda. Hanya saja pada sisi lain juga membawa implikasi
bertambahnya intensitas eksploitasi sumberdaya perikanan laut.
4.1.5. Perkembangan Teknologi Penangkapan Ikan
Perkembangan teknologi penangkapan ikan di Jawa Timur sudah dimulai
sejak lama. Alat tangkap yang sudah lama mereka kenal berupa pancing (rawai),
payang (boat seine), jaring insang (gill – net) pijer (bottom gill net) dan payang
alet (danish seine). Pada awal dekade 1970-an dikawasan ini mulai dikenal kapal
trawi tipe cungking dari bagansiapi-api yang menggunakan kapal motor.
Selanjutnya motorisasi perikanan berupa motor tempel berkembang teknologi
penangkapan ikan di Jawa Timur, yaitu :
a) Pertama, konflik antara nelayan payang dan purse seine di Muncar pada
tahun 1974, yang selanjutnya diikuti program kredit purse saine untuk
kelompok nelayan di Muncar sebanyak 30 kelompok, masing-masing
kelompok terdiri dari 12 orang anggota.
b) Kedua, konflik terbuka antara nelayan jaring dan nelayan trawi di pantai
utara jawa (Laut Utara dan Selat Madura) sepanjang tahun 1975 – 1979.
Yang selanjutnya diikuti dan diakhiri dengan Kepres No. 39 tahun 1980
kemudian diikuti dengan program Bimas Perikanan Tahun 1981 dan 1982.
Disamping program KIK / KMKP untuk eks ABK trawi.
Kedua kejadian tersebut diatas telah berdampak positif terhadap
perkembangan teknologi penangkapan ikan di Jawa Timur. Kejadian pertama
15
telah mendorong nelayan Muncar mengalihmkan unit kerja penangkapan dari
alat payang ke alat tangkap purse seine, baik melalui kredit maupun tanpa kredit.
Sedangkan kejadian kedua telah mendorong hampir seluruh wilayah perikanan di
Jawa Timur terkena dampak pengenalan teknologi penangkapan baru, seperti
pengenalan kapal penangkapan (kapal purse seine) dan macam-macam gillnet,
sehingga motorisasi perikanan berupa motor tempel berkembang sangat pesat
dalam dekade 1980-an.
Gambaran tentang tahap-tahap perbaikan teknologi penangkapan yang
pernah dilakukan nelayan Jawa Timur adalah sebagai berikut :
a) Pada dasarnya nelayan Jawa Timur secara keseluruhan sangat responsif
terhadap perbaikan teknologi
b) Perubahan struktur pemilihan alat tangkap atau pengganti alat tangkap lain
dapat terjadi karena kemungkinan :
- Program pemerintah : kasus pemilihan purse seine oleh nelayan sendiri;
- Kasus perkembangan gardanisasi jaring dogol (danish seine) di Selat
Madura;
c) Mengingat kondisi perairan yang berbeda antara perairan Laut Utara dan
Selatan Jawa Timur, maka perkembangan teknologi yang dimiliki beberapa
perbedaan disamping terdapat persamaan.
Persamaannya adalah : ukuran kapal, mesin dan alat tangkap meningkat,
disamping diterapkannya alat yang lebih efisien, seperti gearbox, atau
peningkatan kemampuan alat bantu seperti lampu dan rumpon. Perubahan
yang ada mengarah pada penggunaan alat yang makin efisien. Sedangkan
perbedaannya meliputi hal-hal yang berkenaan dengan sistem penangkapan :
(1) Di Wilayah Selatan mengarah pada perluasan alat tangkap untuk
perairan Samudera, seperti gill net dan pancing prawe. Mengingat
wilayah Muncar telah dikenakan teknologi sejak tahun 1974/1975, maka
kecepatan perubahan nampak sangat tinggi, bahkan semakin memberi
arah pada perubahan-perubahan teknologi yang lain. Dengan
diperkenakannya listrik untuk alat bantu penangkapan, telah membuka
peluang lain untuk memasuki modernisasi penangkapan ikan lebih luas.
(2) Di Wilayah Utara (Laut Jawa dan Selat Madura) mengarah pada
pengembangan perikanan demersal, khususnya pengembangan
gardanisasi payang dogol (danish seine). Proses persaingan antara
payang dan purse seine di Selat Madura, terjadi keadaan keduannya
bertahan pada lokasi penangkapan yang berdekatan (konsistensi),
sedangkan di Laut Jawa posisi payang makin marginal, dan purse seine
perkembangan alat tangkap gill net, sedang diperairan utara cenderung
berkembang macam-macam ukuran gil net kecil sesuai dengan jenis
16
ikan yang menjadi buruan. Di bagian utara Jawa Timur banyak
berkembang jenis gill net baru.
d) Ditinjau dari segi waktu, maka dekade 1980-an adalah merupakan tahap
perbaikan adopsi teknologi secara internal yang telah menyiapkan nelayan
Jawa Timur memasuki tahap pengembangan teknologi modern selanjutnya.
4.1.6. Teknologi Penangkapan dan Peluang Pengembangannya
Setelah melewati perkembangan teknologi penangkapan ikan di Jawa
Timur selama 20 tahun, maka keadaan teknologi yang ada sekarang telah maju
dari gambaran besarnya investasi terlihat besarnya potensi sumber dana milik
nelayan. Pada umumnya sumber dana tersebut merupakan modal sendiri, dan
hanya sebagian kecil nelayan yang telah memperoleh modal dari Bank.
Disamping itu, secara geografis potensi sumberdaya alam yang tersedia di
wilayah utara tersedia potensi ikan-ikan demerial belum dimanfaatkan secara
maksimal, khususnya pasca larangan penggunaan jaring trawl sejak tahun 1981.
Adapun di wilayah perairan selatan tersedia potensi sangat besar ikan-ikan
pelagis seperti ikan tuna, tongkol, dan cucut, juga masih dimanfaatkan sangat
rendah. Menurut perkiraan Dinas Perikanan Propinsi Jawa Timur pemanfaatan
potensi perikanan di wilayah perairan laut selatan di bawah 10% dari potensi
lestari. Sementara itu, dari pengalaman selama 20 tahun terakhir.
Beberapa kelemahan dan ancaman untuk mendorong dan meningkatkan
penerapan teknologi maju selanjutnya antara lain adalah : (a) Tingkat pendidikan
dan ketrampilan rendah, rata-rata pendidikan Sekolah Dasar; (b) Kesenjangan
ekonomi diantara para nelayan tradisional dengan nelayan maju dilingkungan
masyarakat nelayan skala kecil itu sendiri makin besar, baik antar lokasi
penelitian, maupun di lingkungan lokasi penelitian itu sendiri. Kesenjangan
nampak antara nelayan purse seine dan payang dengan nelayan gill net; (c)
kesenjangan ekonomi yang ada juga berdampak terhadap kesenjangan
memperoleh informasi teknologi antara jenis alat tangkap maupun antar wilayah
masih sangat nampak. Sementara itu peranan penyuluh perikanan masih terasa
terlalu rendah, bahkan terkesan lnelayan jauh lebih terampil dari pada para
penyuluh yang ada, (d) kelembagaan koperasi (KUD) hampir seluruhnya belum
berfungsi. Di semua lokasi penelitian diperoleh informasi bahwa KUD masih
lebih dikenal sebagai pemungut retribusi saja, dan kurang mampu mengatasi
permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh nelayan.
Beberapa peluang yang mungkin bisa dimanfaatkan nelayan selanjutnya
antara lain : (a) Keberhasilan penerapan teknologi yang ada sekarang
menumbuhkan optimisme para nelayan, khususnya di wilayah perairan selatan,
mengingat potensi ikan tuna yang memiliki peluang ekspor, maupun juga adanya
17
peluang ekspor beberapa jenis ikan dasar seperti ikan kerapu, udang barong,
udang dan lainnya untuk wilayah perairan utara Jawa Timur, (b) Cukup tersedia
pilihan teknologi baru, misalnya penerapan lampu bawah air, sarana komunikasi,
maupun proyek-proyek pelabuhan yang sedang dibangun oleh pemerintah; (c)
Adanya efek demonstratif dari perbaikan teknologi antar wilayah cukup besar
untuk mengurangi adanya wilayah yang belum terjangkau oleh pengenalan
teknologi, sehingga perbaikan teknologi yang berhasil disuatu lokasi perikanan
akan segera tersebar ke seluruh wilayah. Penyebaran teknologi tersebut lebih
dipercepat mengingat daya migrasi dan andon para nelayan antar wilayah cukup
besar.
Sehubungan dengan adanya faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman yang ada, maka pengembangna teknologi penangkapan masa depan di
Jawa Timur ada beberapa pilihan layak secara teknis, antara lain : (a) Wilayah
Selatan : perluasan usaha perikanan dengan menggunakan alat tangkap gill net
dan pancing prawe; (b) Wilayah utara perluasan usaha perikanan dengan
menggunakan alat tangkap dogol (danish seine) bergardan yang ditujukan untuk
memanfaatkan potensi perikanan dasar (demersal) di Laut Jawa dan Selat
Madura; (c) Baik untuk wilayah utara maupun selatan Jawa Timur untuk dikaji
lebih dalam adanya penggunaan teknologi lampu di bawah air, gear box untuk
mesin kapal maupun pengembangan alternatif purse seine khususnya di Puger
Perhitungan kelayakan ekonomi disajikan di lampiran.
4.2. Aspek Ekonomi Usaha Penangkapan Ikan
4.2.1 Hari Kerja Usaha Penangkapan Ikan
Hari kerja usaha penangkapan ikan di Jawa Timur 17-26 hari. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hari kerja menurut jenis
kapal maupun alat tangkapnya disebabkan keadaan musim (antara musim
paceklik dan bukan). Hanya lterjadi pada wilayah Puger, sedangkan pada daerah
lain perbedaannya tidak begitu menonjol. Hal ini disebabkan karena pada
wilayah Puger dan musim tersebut terjadi angin barat yang menyebabkan
gelombang laut cukup besar.
Hasil penelitian bahwa hari kerja nelayan tidak penuh 30 hari,
dikarenakan memperbaiki alat tangkapnya. Disamping itu pada waktu terang
bulan juga nelayan tidak bekerja dikarenakan tidak ada ikan.
4.2.2 Tingkat Pendapatan dan Kelayakan Teknologi
Tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan ada pada jenis Purse Seine,
kemudian payang dan Glinet. Adanya perbedaan pendapatan berdasarkan
wilayah penelitian disebabkan karena adanya perbedan teknologi dan fisling
18
gronnd purse seine di Muncar (Banyuwangi) pendapatan tertinggi dibanding lain
dengan wilayah lain, dikenalkan etimologis sudah maju dengan fisling groundnya
lebih jauh. Ditinjau dari segi pendapatan pendega (ABK) Gilnet yang tertinggi,
hal ini dikemukakan karena disamping teknologinya semi maju, juga disebabkan
jumlah ABK lebih sedikit.
Variasi pendapatan permusim tampaknya terjadi perbedaan. Jenis
Gilnnet dan Purseine, tampaknya relatif lebih stabil. Namun hasil penelitian
menunjukkan juga ditentukan oleh wilayah (Potensi Sumber Daya Ikan). Dengan
demikian apabila nelayan dapat mengoperasi diluar wilayah (andon),
pendapatannya cenderung stabil hal ini banyak dilakukan oleh nelayan di
Muncar. Ditinjau dari segi kelayakannya ternyata gill net pantas dikembangkan
untuk peningkatan golongan nelayan kecil (pendega). Sedangkan di wilayah
utara tampaknya pengembangan pada penggunaan “alet” yang lebih beragam.
Jenis Dogol yang dikombinasikan antara pancing perawe permukaan tampaknya
dapat dilakukan.
4.2.3. Potensi dan Kendala Sumberdaya Manusia dan Sosial Budaya
Uraian ini akan menggambarkan kondisi umum nelayan dan pengolah
serta penduduk lainnya yang terdapat di keenam daerah penelitian. Keenam
daerah tersebut dikategorikan ke dalam tiga satuan wilayah, yaitu (a) wilayah
Timur-selatan (Muncar dan Puger), (b) Wilayah utara /Selat Madura (Lekok dan
Bandaran) dan (3) Wilayah utara/Laut Jawa (Bulu dan Weru).
a) Karakteristik Penduduk
Alokasi waktu anggota keluarga pendega membantu kegiatan produktif
bervariasi, Sebagian kecil saja yang memanfaatkan waktunya untuk kegiatan
produktif, misal pedagang skala kecil, pembuat ikan olahan (tepung ikan) dan
warung makan skala kecil. Usaha pembuatan tepung ikan skala rumahtangga dan
dijual di pasar muncar. Pendidikan pendega pada umumnya sampai pada tingkat
SD atau tidak tamat SD, sedangkan para juragan darat umumnya memiliki
pendidikan yang lebih tinggi. Pengetahuan dan ketrampilan nelayan tentang
aspek penangkapan ikan rata-rata lebih tinggi dari pada para tugas lapangan dari
TPI/KUD dan PPL.
b) Karakteristik Responden
Nelayan juragan responden di Muncar terdiri dari empat alat tangkap,
yaitu purse seine, gill net, pancing dan payang. Rata-rata jumlah keluarga juragan
purse seine dan pancing adalah 4 sampai 5 orang, sedangkan untuk nelayan gill
net dan payang antara 6 sampai 8 orang. Pekerjaan istri rata-rata adalah berjualan
19
“Mracangan”. Sebagian besar pendidikan mereka adalah SD atau SD tidak tamat.
Sebagian besar nelayan Muncar ini bekerja sebagai nelayan pada tahun 1970-an.
c) Lingkungan Sosial
Latar belakang menjadi pendega bervariasi. Nelayan lokal cenderung
memilih pendega karena tidak ada alternatif pekerjaan lain. Disamping itu juga
ada yang digunakan untuk meniti profesi ke arah juragan laut dan kemudian
menjadi juragan darat. Pendega berasal dari dalam dan luar desa nelayan.
Pendega luar desa nelayan ada yang dekat desa nelayan dan biasanya bekerja
sebagai buruh tani, dan ada yang asal luar daerah seperti, Madura, Probolinggo,
Bondowoso dan Jember. Panutan nelayan di Muncar adalah juragan yang
sekaligus “mengerti agama”. Peranan Camat dan Lurah/Kepala Desa dihadapi
secara netral. Arahan pejabat ini akan dituruti jika “menguntungkan” dan akan
tidak ditanggapi bila “tidak menguntungkan”. Bila kebijaksanaan pejabat tersebut
dianggap “merugikan” maka nelayan pendega diorganisir oleh juragan untuk
menentangnya. Kasus konflik di Muncar 1974 berakar pada peranan “juragan
yang kuat” dan mereka dirugikan oleh pihak tertentu di masyarakat.
d) Respon Masyarakat terhadap Kredit dan Program Pemerintah, Serta
Teknologi.
Ketika peranan KUD dominan dalam pengelolaan kredit kelompok
pendega, maka respon mereka sangat positif. Pengembalian kredit lancar dan
bahkan nelayan dapat melunasi pinjamannya kepada KUD. Hal ini berlangsung
pada tahun 1974-1979. Hal demikian ini tidak diikuti pada pemberian kredit
Bimas I dan Bimas II tahun 1981/1982 (gill net dan payang). Alat tangkap
tersebut tidak segera menguntungkan nelayan dan pengembaliannya hanya
mencapai sekitar 15-25%.
Secara umum respon masyarakat nelayan pada program pemerintah
“positif”, (termasuk TPI) asal para pembeli (Pengolahan Ikan) ikut melakukan
lelang di TPI. Demikian pula nelayan sangat setuju bila diadakan lelang murni,
pelabuhan perikanan dan proyek pemerintah lainnya. Penentu respon ini masih
selalu dikaitkan dengan keuntungan ekonomi nyata yang diperoleh oleh para
pendega. Masyarakat nelayan menilaikan bahwa “kredit pemerintah” merupakan
fasilitas yang menjadi hak mereka, sehingga ada kecenderungan tidak melunasi
pinjaman, terlebih lagi vila alat tangkap mereka cepat mengalami kerusakan. Hal
demikian ini menjadi berbeda, bila mereka mempunyai hutang kepada tetangga
atau kepada kerabatnya. Hutang harus dibayar, tatapi kredit tidak harus dibayar,
apalagi kredit kelompok, sebab tidak bisa ditentukan penanggung jawab tunggal.
Respon terhadap perkembangan teknologi nelayan Muncar sangat positif.
Hal ini dapat diamati dari hasrat untuk mencari informasi dan memperbaiki
teknologi yang dimiliki yang terus berubah semakin intensif.
20
e) Ketergantungan Nelayan
Untuk mempertahankan pendega agar tetap bekerja kepada juragan maka
juragan memberikan pinjaman kepada pendega, maksimal Rp. 50.000,- Pendega
dapat pindah ke juragan lain dengan cara melunasi pinjamannya. Kedatangan
pendega yang andon ke desa nelayan menyebabkan “harga” tenaga kerja menjadi
lebih murah. Hal demikian ini digunakan oleh juragan darat dan juragan laut
untuk menurunkan bagian hasil tangkap. Penerimaan bagi hasil yang rendah ini
tidak menggairahkan pada semangat kerja pendega.
V. POTENSI SUMBERDAYA DAN PERATURAN
PERUNDANGAN
5.1. Pendahuluan
Studi penyusunan pedoman pengaturan ruang kawasan pesisir pantai
pada dasarnya tidak terlepas dari kebijakan pemerintah propinsi Jawa Timur,
kabupaten, dan kecamatan wilayah studi. Kebijakan tersebut adalah rencana tata
ruang, kebijakan sektoral terkait. Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang bahwa Rencana Tata Ruang berdasarkan hicrarkhi
atas Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadia/Kabupaten (Rencana Tata
Ruang Kawasan Perkotaan, Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan dan
Rencana Tata Ruang Kawasan Tertentu).
Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah Pasal 4 (1) Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan
disusun daerah propinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang berwewenang
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasar aspirasi masyarakat. (2) Daerah-daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) masing-masing berdiri-sendiri dan tidak mempunyai hubungan hicrarkhi
satu sama lain. Sihingga untuk perencanaan tata ruang yang ada di kabupaten
bukan merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi tetapi
merupakan sinkronisasi dari Rencana Tata Ruang yang ada di wilayah propinsi.
Penyusunan rencana tata ruang bertujuan untuk menumbuhkan
ekonomi wilayah dan memeratakan perkembangan ekonomi, sosial budaya
masyarakat di seluruh wilayah, mengintegrasikan wilayah dalam rangka
memantapkan ketahanan nasional serta mengoptimalkan pendayagunaan
21
sumberdaya alam secara serasi dengan sumberdaya manusia dan sumberdaya
buatan.
Berdasarkan kebijakan dan stategi pembangunan wilayah pesisir dan
kelautan, ditetapkan berdasarkan penentuan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
kewewenangan Indonesia untuk mengelola wilayah kelautan adalah sejauh 200
mil dari pasang surut terendah. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang No. 22
Tahun 1999 dijelaskan bahwa wewenang pengelolaan wilayah kelautan bagi
propinsi adalah 12 mil, dan bagi kabupaten/kota kewenangan pegelolaan wilayah
kelautannya adalah 4 mil.
Wilayah pesisir pantai merupakan wilayah peralihan antara daratan dan
perairan laut. Secara fisiografis didefinisikan sebagai wilayah antara garis pantai
hingga ke arah daratan yang masih dipengaruhi pasang surut air laut, dengan
lebar yang ditentukan oleh kelandaian (% lereng) pantai dan dasar laut, serta
dibentuk oleh endapan lempung hingga pasir yang bersifat lepas, dan kadang
materinya berupa kerikil. Wilayah pesisir daat diartikan suatu wilayah peralihan
antara daratan dan lautan. Ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu
wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu: batas yang sejajar
garis pantai (longshore) dan batas yang lurus terhadap garis pantai (crosshore).
Ruang kawasan pesisir merupakan ruang wilauah diantara ruang daratan
dengan ruang lautan yang saling berbatasan. Ruang daratan adalah ruang yang
terletak di atas dan di bawah ermukaan daratan termasuk perairan darat dan sisi
darat dari garis laut terendah. Ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas
dan di bawah permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis laut terendah,
termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya.
5.2. Dasar Penyusunan Studi
Pedoman Pengaturan Ruang Kawasan Pesisir Pantai di Jawa Timur
adalah :
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. TAP MPR No. IV/MPR/1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
3. TAP MPR No. XV1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
4. Undang-Undang No. 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia
5. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria
6. Undang-Undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kehutanan
7. Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
PokokPertambangan
22
8. Undang-Undang No. 5 Tahun 1967 tentang Landas Kontinen Indonesia
9. Undang-Undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan
10. Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia
11. Undang-Undang No. 2 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan hidup
12. Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekslusif Indonesia
(ZEE)
13. Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 tentang Perindustrian
14. Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Perikanan
15. Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengeshahan United Nations
Convertion on the Law of the Sea (Konversi PBB tentang Hukum Laut)
16. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
17. Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan
18. Undang-Undang No. 2 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan hidup
19. Undang-Undang No. 4 Tahun 1990 tentang Perumahan dan Pemukiman
20. Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
21. Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
22. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
23. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
24. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
25. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-
undang tahun 1967 Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan
26. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan
27. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air
28. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1982 tentang Irigasi
29. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan
30. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan
Hutan
31. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa
32. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai
33. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Peran serta
Masyarakat dalam Kegiatan Penataan Ruang
34. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
23
35. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 53 Tahun 1989 tentang
Kawasan Industri
36. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Hutan Lindung
37. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 33 Tahun 1989 tentang
Pengelolaan Kawasan Budaya
38. Pemendagri No. 8 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Budaya
39. Pemendagri No. 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta
Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah
40. Pemendagri No. 2Tahun 1998 tentang Pedoman Penyususnan
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dati
II
41. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau
42. Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Jawa Timur No. 59 Tahun
1990 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Timur
5.3. Kebijaksanaan Pemukiman
Kawasan pemukiman pesisir merupakan suatu lingkungan hunian
dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan,
dimana dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut dipengaruhi oleh sifat
alam kawasan pesisir. Dampak penting terhadap ekosistem tergantung
pada tipe pemukiman pesisir. Pengembangan kawasan pesisir untuk
kawasan pemukiman penting memperhatikan keadaan ekosistem
sekelilingnya. Sedangkan hal yang penting lagi adalah pada tahap
konstruksi, karena pada tahap ini akan dilakukan pembukaan wilayah dan
pengubahan ekosistem (konversi).
Konsep pengembangan pemukiman di kawasan pesisir yang dapat
diterapkan adalah pengembangan desa pantai. Upaya yang harus dilakukan
antara lain adalah membina masyrakat desa pantai untuk lebih aktif dan
berperan dalam pembangunan desa. Pembinaan desa pantai tersebut akan
dilaksanakan secara terpadu. Kebijaksanaan yang akan dilaksanakan dalam
Pembinaan Desa Pantai ialah :
a. Memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat desa pantai yang
kondisinya jauh tertinggal dibandingkan dengan desa-desa lainnya
24
b. Memperbaiki tingkat pendapatan masyarakat desa pantai melalui
upaya-upaya pemanfaatan sumberdaya laut dengan teknologi siap
pakai
c. Memperbaiki kualitas pemukiman
d. Penyediaan infrastruktur dan fasilitas sosial
e. Membina kelembagaan desa pantai
f.Penyuluhan konservasi lingkungan desa pantai untuk menunjang
kelestarian sumberdaya alam dipesisir dan lautan
g. Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta
h. Rekayasa teknologi tepat guna dan tepat tingkungan untuk daerah
desa pantai
5.4. Pedoman Pengaturan Ruang Kawasan Pesisir Pantai
Sejalan dengan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam TAP
MPR No. XV/1999 pasal 1 dan 2, bahwa penyelenggaraan otonomi daerah
dengan memberikan kewenangan yang laus, nyata dan bertanggung jawab
kepada pemerintah daerah, termasuk dalam pengelolaan sumberdaya alam.
Pasal 5 TAP MPT No.XV/1999, menyatakan bahwa pemerintah daerah
berwenang mengelolan sumberdaya nasional dan bertanggung jawab
memelihara kelestarian lingkungan.
Pedoman pengaturan ruang kawasan pesisir pantai secara
terpadu yang dimaksud adalah pengelolaan secara terpadu antar lintas
sektoral. Sehingga keutuhan peranan sumberdaya alam dalam tatanan
lingkungan menjadi penting untuk dilestarikan. Pedoman pengaturan
tersebut merupakan landasan bagi penyusunan perencanaan taktis dan
perencanaan operasional. Pengaturan tersebut selanjutnya diterjemahkan
menjadi pola pengelolaan raung kawasan pesisir pantai, yang mempunyai
peranan strategis dalam pembangunan nasional dan regional.
Pedoman pengaturan ruang kawasan pesisir pantai dilakukan secara
terpadu antar sektoral harus ada keterpaduan antar lintas sektoralnya.
Diharapkan faktor keutuhan peranan sumberdaya alam dalam tatanan
lingkungan menjadi penting untuk dilestarikan.
Pedoman kebijakan pemanfaatan ruang kawasan pesisir pantai
meruapakan kebijakan penetapan kawasan berdasarkan keseuaian
pemanfaatan ruangnya. Tujuannya adalah untuk memberikan arahan
zonasi kawasan budaya dan kawasan lindung. Kawasan budaya meliputi
kawasan pemukiman, pariwisata, pertanian, perikanan. Sedangkan
kawasan lindung meliputi kawasan yang memberikan perlindungan
25
kawasan bawahannya, antara lain kawasan hutan lindung, kawasan rawan
bencana, kawasan sempadan pantai, sempadan sungai.
Kriteria tata cara penetapan kawasan lindung dan kawasan
budaya ini telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
837/KPTS/UM/1980.
5.5. Gambaran Wilayah Kabupaten Malang
Kabupaten Malang ditinjau dari posisi koordinat Bujur dan Lintang
berada pada posisi 120
17’ 10,9”-1120
57’ 0,0” BT dan 70 44’ 55,11” – 80
26’
34,45” LS. Kabupaten Malang merupakan wilayah yang cukup luas, yang terdiri
dari wilayah darat, pantai dan laut. Luas wilayah darat Kabupaten Malang ialah
334,787 Ha. Sedangkan wilayah laut adalah 4 mil (berdasarkan UU No. 22 tahun
1999), dengan garis pantai sepanjang 102,625 Km.
Kabupaten Malang ditinjau dari kondisi fisik dasar, terdiri dari kondisi
topografi (keterangan dan ketinggian), kondisi geologi, kondisi jenis tanah,
kedalaman efektif tanah, drainase, erosi, curah hujan dan kondisi klimatologi.
a. Kondisi Topologi
Kondisi Topologi yang dimaksud adalah kondisi kelerengan dan
ketinggian. Kabupaten Malang ditinjau dari kondisi kelerengannya, sebagian
besar berada pada kelerengan 2 – 15 %, yaitu 119.030,78 Ha dan sebagian kecil
berada pada kelerengan 0 – 2 % yaitu 119.030,78 Ha dan sebagian kecil berada
pada kelerengan 0 – 2 % yaitu 52.607,78 Ha.
Kondisi ketingginan Kabupaten Malang berada pada ketinggian 0 – 200
m di atas permukaan laut. Ditinjau dari kondisi morfologinya, daerah yang
berada pada kondisi landai hingga pegubungan berada pada kecamatan
Bululawang, Gondanglegi, Tajinan, Turen, Kepanjen dan Pakisaji, sebagian
Kecamatan Singosari, Lawang, Karangploso, Dau, Pakis, Dampit, Sumber
Pucung, Kromengan, Pagak, Kalipare, Donomulyo, Bantur, Ngajum, Gedangan.
Sedangkan daerah bergelombang berada pada Kecamatan Sumbermanjing
Wetan, Wagir dan Wonosari.
26
Gambar 2. Diagram Evaluasi Sumberdaya Lahan
27
Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Lahan
Penentuan zona-zona penggunaan lahan
Menggunakan unit lahan sebagai unit analisa
Karakteristik Lahan Yang Dianalisa
Keadaan iklim Kondisis tanah Kemiringan lahan
SKOR
< 75
kawasan budidaya
tanaman semusim/
pemukiman
75 – 125
kawasan budidaya
tanaman tahunan
125 – 175
tamanan
penyangga
< 175
Kawasan
lindung
b. Kondisi Geologi
Kondisi geologi di Kabupaten Malang terdiri dari 5 struktur geologi yaitu
hasil gunung api kwarter muda, hasil gunung api kwarter tua, miosen facies
gamping, miosen facies sediman dan alivium. Struktur geologi terluas adalah
hasil gunung api kwarter muda yaitu 145.152,52 Ha (44,25 %). Sedangkan
luas terkecil struktur geologi adalah miosen facies sedimen yaitu 12.834 Ha
(3,83 %).
c. Kondisi Jenis Tanah
Jenis tanag di Kabupaten malang terdiri dari 7 jenis tanah, yaitu : Jenis tanah
andosol, latosol, mediteran, litosol, alluvial, regosol, brown forest. Jenis
tanah terluas adalah latosol, yaitu 86.260,36 Ha (25,77 %). Sedangkan yang
terkecil luasannya adalah jenis tanah brown forest yaitu 6.142,25 Ha (1,83
%).
d. Kedalaman Efektif Tanah
Kedalaman efektif tanah di Kabupaten Malang sebagian besar berada pada
kedalaman > 90 cm, yaitu 278.925,56 Ha (83,31 %) dan sebagian kecil
berada kedalaman efektif tanah < 30 cm, yaitu 2.528 Ha (0,76 %). Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.4.
5.5.1. Penggunaan Tanah
Penggunaan tanag di Kabupaten Malang didominasi kawasan tegal/kebun
seluas 117.160 Ha atau 36 % dari luas keseluruhan. Kawasan terluas kedua
berupa hutan seluas 86.186 Ha atau sekitar (26 %) dari luas keseluruhan. Untuk
lahan sawah seluas 48385 Ha (15 %). Lahan permukiman 44.859 Ha (14 %).
Lahan dengan penggunaan lainnya seluas 12.220 Ha (4 %), padang rumput 41
(Ha) (0,01 %), tambak 188 Ha (0,06 %).
5.5.2. Gambaran Umum Wilayah Pesisir
A. Kondisi Fisik
Kondisi fisik yang mendukung gambaran umum daratan adalah keadaan
topografi, hidrologi, klimatologi, jenis tanah, tekstur tanah, kedalaman efektif
tanah, erosi dan bahan galian. Adapun uraian masing - masing kondisi fisik
tersebut adalah sebagai berikut :
28
a. Topografi
Berdasarkan kondisi topografinya wilayah perencanaan memiliki
ketinggian kirang lebih dari 0 – 2000 meter di atas permukaan laut dan keadaan
yang bervariasi yaitu kondisi terjal sampai pegunungan. Semakin mendekati
daerah pantai umumnya memiliki karakteristik daerah pegunungan kapir dan
kemiringannya sangat besar.
Tingkat kelerengan wilayah berkisar diantara kelerengan 2 – 15 %, 15 – 40
% dan 40 %. Hal ini bisa diindikasikan bahwa pada wilayah perencanaan kondisi
lahannya bergelombang sampai terjal. Untuk kelerengan > 40 % yang sebagian
besar meliputi Kecamatan Ampelgading dan Tirtoyudo merupakan daerah yang
harus dihutankan karena mempunyai fungsi sebagai perlindungan terhadap tanah
dan air dan menjaga ekosistem lingkungan hidup.
Tabel 5.5 Kelerengan Wilayah Pesisir
Kecamatan 0 – 2 % 2 – 15 % 15 – 40 % > 40 %
Ampel Gading 1273,5 3942,5 5336,5 10781,5
Tirtoyudo 230 2996,33 5130,33 5839,34
Sbermanjing Wetan 987 5437,5 10929,75 6595,75
Gedangan 347,5 9607,5 5090,25 1019,75
Bantur 316,25 11097,75 4089 412
Donomulyo 96,5 9156 5004,5 1414
Sumber : Revisi RTRW Kabupaten Malang
b. Hidrologi
Kondisi hidrologi yang dilihat di pantai Kabupaten Malang meliputi
kondisi air permukaan dan kondisi air tanah. Kondisi air permukaan yang
dimaksud adalah air sungai dan kondisi air tanah adalah sumber/mata air yang
berasal dari dalam tanah.
Pantai-pantai yang memiliki sumber air permukaan atau aliran sungai adalah
pantai Licin, Sipelot, Lenggosono, Tamban, Wonogoro dan Kondang Merak.
Kondisi muara sungai pada musim kemarau pada umumnya tertutup pasir,
sehingga aliran sungai terhenti di mulut muara dan baru terbuka pada musim
penghujan. Muara sungai yang terletak di pantai licin dipenuhi oleh pasir yang
berasal dari Gunung Semeru. Pasir inilah yang mengakibatkan pasir di pantai
Licin yang semula putih menjadi kehitaman. Selama Gunung Semeru masih
aktif diperkirakan sungai dan muaranya akan terus penuh dengan pasir. Adapun
sungai-sungai yang melewati wilayah perencanaan yaitu kali Giok yang
bermuara di Pantai Licin, Kali Bambang (Kecamatan Sumbermanjing Wetang),
kali Duron, Bopakang, Bopak dan Sumber bulus. Kali sumberbulus bermuara di
29
Pantai Wonorogo, Kali Balekambang (Kecamatan Bantur) dan Kali
Sumbermanjing (Kecamatan Donomulyo).
Sumber air tanah sebagai sumber air tawar diperoleh dari dalam tanah. Cara
memperoleh dilakukan dengan cara mengebor dengan kedalaman 40 – 60 meter
disamping sumber air dalam tanah, sumber air utama penduduk adalah mata air
yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah.
c. Klimatologi
Kkabupaten jembereadaan cuaca di wilayah perencanaan seperti umumnya
cuaca di Kabupaten Malang memiliki iklim tropis dengan suhu 18,25 0
C sampai
dengan 31,45 0
C (suhu rata-rata dari empat stasiun pengamat cuaca antara 23 0
C
sampai 25 0
C). Tekanan udara dibawah 1.012,70. Curah hujan rata-rata per
tahun 1.596 mm dan hari hujan 84,85 per tahun. Curah hujan turun antara bulan
April – Oktober. Diantara kedua musim tersebut ada musim peralihan antara
bulan April – Mei dan Oktober – November.
Iklim menentukan setiap macam/tipe vegetasi yang terbentuk pada suatu
wilayah, tergantung pada panjang bulan basah dan panjang bulan kering. Pada
wilayah dengan curah hujan tinggi terbentuk vegetasi hutan, sedang pada pada
suatu wilayah yang mempunyai curah hujan rendah akan terbentuk vegetasi
semak belukar ataupun padang rumput.
d. Jenis Tanah
Berdasarkan jenis tanah ini dapat diketahui sifat-sifat tanah yang bisa
menginformasikan tingkat kesuburan, kemudahan erosi, porositas dan
sebagainya. Dari jenis tanah ini juga bisa diketahui potensi suatu wilayah untuk
pengembangan dalam berbagai sektor.
Dalam suatu kawasan yang terdapat budidaya pertanian, pendekatan
yang dilakukan pada pengertian tanah adalah lapisan dan teratas dari kerak bumi
yang terdiri dari tiga fase yaitu bahan padat, bahan cair dan bahan gas. Apabila
ketiga bahan tersebut adalam keadaan optimum merupakan media tumbuh bagi
tanaman. Dengan pendekatan pengertian tersebut diatas, tanah dapat
diekspresikan sebagai bahan/media tumbuh tanaman yang sangat marginal,
sehingga memerlukan pengelolaan teknis dan mekanis dengan sebaik-baiknya.
Untuk kawasan pesisir daerah Malang Selatan menurut Tabel Hasil
Perhitungan Kemampuan Tanah Kabupaten Malang adalah tergolong jenis
Latosol dan Andosol walaupun ada jenis Alluvial akan tetapi jumlahnya relatif
lebih sedikit lebih sedikit dibandingkan dengan jenis Latosol dan Andosol.
Menurut Budi Santoso (1989), tanah latosol memiliki merah karena
meningkatnya konsentrasi Fe dan Al yang keluar dari solum. Sedangkan tanah
30
Andosol memiliki ciri tanah subur, mudah erosi dan sesuai untuk tanaman
tahunan.
e. Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan sifat tanah untuk mengetahui berbagai sifat
lainnya, termasuk kelompok tekstur tanah SEDANG HINGGA KASAR.
f. Kedalaman Efektif Tanah
Kedalaman efektif tanah sangat berkaitan dengan kesuburan dan kesesuian
jenis yanaman. Karena tingkat kedalaman efektif tanah berpengaruh pada
kedalaman akar. Tanah dengan tingkat kedalaman yang besar biasanya banyak
ditumbuhi tanaman-tanaman besar dengan perakaran yang dalam.
g. Erosi
Erosi dapat disebut juga pengikisan atau kelongsoran, sebenarnya
merupakan proses penghayutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air
dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat
tindakan/perbuatan manusia. Terjadinya erosi dipengaruhi oleh lima faktor
yaitu :
a. Iklim
b. Tanah
c. Bentuk kewilayahan atau topografi
d. Tanaman penutup tanah (vegetasi)
e. Kegiatan/perlakuan manusia.
Pada wilayah perencanaan tingkat erosinya tergolong rendah namun pada
Kecamatan Ampelgading, gedangan dan Bantur tingkat erosinya cukup tinggi.
Dilihat dari faktor fisik yang meliputi topografi, iklim dan tanah sebenarnya tidak
ada masalah. Kemungkinan besar faktor-faktor lain yang menjadi penyebabnya.
Kesalahan dalam pengelolaan tanah, pemilihan jenis tanaman yang kurang tepat
atau mungkin tidak dilakukan pengelolaan tanagh sama sekali dan tanah sendiri
tidak tertutup vegetasi barangkali menjadi penyebabnya. Kondisi-kondisi seperti
ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena akibat adanya erosi menyebabkan
terjadinya sedimentasi.
31
Tabel 5.9. Erosi Tanah Di Wilayah Pesisir
No Kecamatan Ada Erosi
(Ha)
Tidak Erosi
(Ha)
Jumlah (Ha)
1. Ampel Gading 6698 14636 21344
2. Tirtoyudo 1753 12443 14196
3. Sb. Manjing Wetan 4360 19590 23950
4. Gedangan 7186 8879 16065
5. Bantur 6740 9175 15915
6. Donomulyo 3553 12118 15671
Sumber : Revisi RTRW Kabupaten Malang
h. Bahan Galian
Pada wilayah perencanan mempunyai kekayaan alam berupa sumber
mineral yang cukup potensial untuk dikembangkan. Bahan-bahan
galian tersebut meliputi : pasir, breksi, lempung, kaolin, batu gamping,
tras, fosfat, oker dan batu pasir.
B. Pemanfaatan Lahan Daratan
Pemanfaatan dan pengelolaan lahan di daeratan secara tidak langsung
akan mempengaruhi kondisi di wilayah pesisir. Karena secara empiris, terdapat
keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem di dalam
kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan di atas dan laut
lepas . Pemanfaatan lahan di daratan meliputi pemukiman, sawah, tegalan,
kebun, perkebunan, hutan, tambak dan lainnya (antara lain makam, jalan dan
sebagainya).
a. Pemukiman
Pemukiman tersebar pada daerah-daerah yang relatif datar dan menyebar
pada jalan-jalan yang ada. Lokasi sekitar kawasan pemukiman masih didominasi
lahan pertanian, perkebunan, tegalan serta lahan kosong. Aksesibilitas umumnya
kurang bagus dan prasarana penunjang terbatas dan hampir tidak ada .
Pemukiman lebih terpusat di ibukota Kecamatan dan sekitarnya.
b. Sawah
Proporsi luas lahan sawah sangat kecil dibandingkan dengan penggunaan
tanah untuk jenis pertanian yang lain dan jenis penggunaan tanah pada umumnya.
Kondisi tanah yang cenderung kering dan padas serta topografi yang relatif terjal,
mengakibatkan pertanian kurang berkembang. Lahan pertanian khusunya untuk
32
tanaman padi terbatas pada lahan yang relatif datar. Geomorfologi yang kurang
subur ini menyebabkan pertanian basah seperti tanaman padi dan sistem gilir
tidak bisa berkembang dengan baik. Kondisi ini pada sebagian wilayah terutama
di bagian barat makin diperparah dengan sistem irigasi yang juga kurang baik.
c. Hutan
Hutan memiliki wilayah terluas diantara penggunaan tanah yang lain.
Mengingat kondisi fisik wilayah terutama topografinya yang cenderung curam,
maka hutan ini memiliki fungsi yang sangat vital bagi keseluruhan ekonsistem
baik di darat maupun di laut. Fungsi hutan sendiri terbagi menjadi 2 yaitu hutan
produksi dan hutan produksi terbatas. Hutan yang terletak pada kawasan
budidaya adalah hutan produksi tetap dan kawasan hutan produksi yang terletak
pada kawasan non budidaya adalah hutan produksi terbatas. Kawasan hutan yang
termasuk dalam hutan produksi terbatas tersebar mulai dari Timur ke Barat yaitu
Kecamatan Ampelgading sampai dengan Kecamatan Donomulyo. Sedangkan
yang termasuk hutan produksi tetap terdapat di Kecamatan Sumber manjing
Wetan dan Kecamatan Bantur. Beberapa kawasan hutan yang lainnya tidak dapat
digunakan sebagai hutan produksi sebab lokasi hutan terletak pada kawasan
lindung yaitu sebagai hutan lindung yaitu sebagai hutan lindung terbatas.
d. Tegalan/Kebun
Dibandingkan dengan lahan persawahan, lahan untuk tegalan dan kebun
memiliki proporsi yang lebih besar. Akibat terjadinya penjarahan pada lahan
perkebunan mengakibatkan lahan tegalan dan kebun ini semakin luas. Jenis-jenis
tanaman semusim yaitu jagung, ketela pohon, tales, kacang-kacangan, cabe dan
sebagainya. Lahan tegalan banyak diusahakan di bagian barat dari wilayah
perencanaan. Sedangkkan pada bagian Timur lebih banyak banyak diusahakan
tanaman kebun yaitu kebun kelapa, karet, cengkeh, kopi dan coklat. Namun pada
saat ini sebagian besar tanaman cengkeh, kopi dan coklat semakin berkurang
jumlahnya.
e. Perkebunan
Proporsi lahan perkebunan lebih banyak terletak di bagian Timur
wilayah perencanaan jenis tanaman yang dikelola adalah cengkeh, kopi dan
coklat. Kondisi perkebunan pada saat ini sangat memprihatinkan akibat adanya
pengrusakan dan penjarah oleh masyarakat. Posisi lahan perkebunan sebagian
besar terletak pada kemiringan yang besar.
33
C. Profil Kawasan Pesisir Pantai di Kabupaten Malang
Kawasan pesisir pantai di Kabupaten Malang terdiri dari 6 kecamatan
dengan luas wilayah perencanaan darat adalah 107.131 Ha, sedangkan luas
wilayah perairannya adalah 4 mil. Perairan laut di Kabupaten Malang berada di
sebelah Selatan dan merupakan Samudra Indonesia, yang mempunyai ciri
gelombang dan arus yang besar. Gambaran wilayah dapat dilihat pada peta 3.1.
Ciri khas laut pantai Selatan merupakan lautan bebas, keadaan
gelombang dan arus sangat besar. Arus yang besar di pantai Selatan dikenal
dengan nama arus katulistiwa Selatan (Shout eauatorial current) yang sepanjang
tahun menuju ke Barat. Tetapi pada musim Barat terdapat jalur sempit yang
menyusur pantai Selatan Jawa dengan arus menuju ke Timur, berlawanan dengan
arus katulistiwa Selatan. Arus tersebut dikenal dengan arus pantai Jawa (java
coastal Current). Pada musim Timur di atas perairan lautan ini berhembus kuat
angin Tenggara yang membuat arus katulistiwa Selatan ini makin melebar ke
Utara, menggeser sepanjang pantai Selatan Jawa hingga Sumbawa, kemudian
memaksanya membelok ke arah Barat Daya. Jadi saat itu arus permukaan di
daerah ini menunjukkan pola sirkulasi anti siklonik atau berputar ke kiri. Karena
arus ini membawa serta air permukaan ke luar menjahui pantai, maka akan
terjadi kekosongan yang berakibat naiknya air dari bawah (upwe//ing). Air naik
di sini terjadi kira-kira dari Selatan Jawa hingga ke sebelah Selatan Sumbawa,
diawali sekitar bulan Mei dan berakhir sekitar bulan September. Kecepatan air
naik ini sekitar 0,0005 Cm/detik.
Jenis upwelling di Selatan Jawa yaitu jenis berkala (periodic tipe) yang
terjadi pada musim Timur. Kedalaman laut Selatan Jawa sejauh 1.575- 2.625 km
mempunyai kedalam hingga mencapai 200 m. Kemudian sejauh 2.625 -4.375
km, mempunyai kedalamam mencapai 3000 m.
Kawasan pesisir pantai Kabupaten Malang ditinjau dari kondisi fisik
daratnya menunjukkan, bahwa ketinggian wilayah perencanaan berada pada
ketinggi 0-2000 meter di atas permukaan laut, sebagian besar wilayahnya berada
pada kelerangan 5 -15% (39,42% dari luas wilayah pesisir Kabupaten Malang),
kondisi lahannya bervariasi yaitu terjal sampai pegunungan. Semakin mendekati
daerah pantai umumnya memiliki karateristik daerah pegunungan kapur dan
kemiringannya sebagian besar > 40%. Daerah yang memiliki kelerengan >40%
adalah Kecamatan Ampelgading dan Tirtoyudo.
Keadaan cuaca di wilayah perencanaan seperti umumnya cuaca di
Kabupaten Malang memiliki iklim tropis dengan suhu antara 18,25° C sampai
dengan 31,45° C (suhu rata-rata dari empat stasiun pengamat cuaca antara 23° C
sampai 25° C). Tekanan udara di bawah 1.012,7. Curah hujan rata-rata per-tahun
1.596 mm dan hari hujan 84,85 pertahun. Curah hujan turun antara bulan April-
34
Oktober. Diantara kedua musim tersebut ada musim peralihan antara bulan April-
Mei dan Oktober-November.
Kondisi hidrologi di kawasan pesisir Kabupaten Malang meliputi kondisi
air permukaan dan kondisi air tanah. Pantai -pantai yang memiliki sumber air
permukaan atau aliran sungai dan bermuara sampai lautan adalah Pantai Licin,
Sipelot, LenggoksonfJ, Tamban, Wonogoro dan Kondang Merak. Kondisi muara
sungai pada musim kemarau pada umumnya tertutup pasir, sehingga aliran
sungai terhenti di mulut muara dan baru terbuka pada musim penghujan. Muara
sungai yang terletak di Pantai Licin dipenuhi oleh pasir yang berasal dari Gunung
Semeru. Pasir inilah yang mengakroatkan pasir di Pantai Licin yang semula putih
menjadi kehitaman. Selama Gunung Semeru masih aktif diperkirakan sungai dan
muaranya akan terus penuh dengan pasir. Adapun sungai-sungai yang melewati
wilayah perencanaan yaitu Kali Giok yang bermuara di Pantai Licin, Kali
Bambang (Kecamatan Sumbermanjing Wetan), Kali Duron, Bopakang, Bopak
dan Sumberbulus. Kali Sumberbulus bermuara di Pantai Wonogoro, Kali
Balekambang (Kecamatan Bantur) dan Kali Sumbermanjing (Kecamatan
Donomulyo).
Sumber air tanah di wilayah ini diperoleh dengan cara mengebor dengan
kedalaman 40- 60 meter. Disamping sumber air dalam tanah, sumber air utama
penduduk adalah mata air yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah.
Jenis tanah yang ada di wilayah perencanaan adalah Latosol, Andosol
dan Aluvial Oumlahnya relatif lebih sedikit). Menurut Budi Santoso (1989),
tanah latosol memiliki ciri subur, dan mudah erosi karena keeratan antara partikel
tanah rendah, berwama merah karena meningkatnya konsentrasi Fe dan AI yang
keluar dari solum. Sedangkan tanah Andosol memiliki ciri tanah subur, mudah
erosi dan sesuai untuk tanaman tahunan.
Tingkat erosinya tergolong rendah namun pada kecamatan Ampelgading,
Gedangan dan Bantur tingkat erosinya cukup tinggi. Dilihat dari faktor fisik yang
meliputi topografi, iklim dan tanah sebenamya tidak ada masalah. Kemungkinan
besar faktor-faktor lain yang menjadi penyebabnya. Kesalahan dalam
pengelolaan tanah, pemilihan jenis tanaman yang kurang tepat atau mungkin
tidak dilakukan pengelolaan tanah sama sekali dan tanah sendiri tidak tertutup
vegetasi barangkali menjadi penyebabnya.
Pemanfaatan dan pengelolaan lahan di daratan secara tidak langsung akan
mempengaruhi kondisi di wilayah pesisir. Karena secara empiris, terdapat
keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem di dalam
kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan di atas dan laut
lepas. Pemanfaatan lahan di daratan meliputi pemukiman, sawah, tegalan, kebun,
hutan. dan lainnya (misal : makam, jalan).
35
D. Kebijakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Malang
Memperhatikan hasil penelitian terhadap potensi sumberdaya ikan.
kondisi dan pentingnya ekosistem terumbu karang, keberadaan dan pengelolaan
tambak, kegiatan pasca tangkap atau industri perikanan dan sumberdaya manusia
yang ada, maka kebijaksanaan pembangunan perikanan di kawasan pesisir
Kabupaten Malang dapat ditempuh sebagai berikut:
(1) Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya ikan, khususnya ikan yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi, melalui penerapan ilmu pengetahuan dan
pemanfaatan teknologi penangkapan. Mengingat sumberdaya ikan yang ada
di wilayah perairan laut Kabupaten Malang baru dimanfaatan sekitar 15,9 %
dari potensi lestari sebesar 26.066,198 ton.
(2) Mengoptimalkan pemanfaatan lahan tambak yang sudah ada dan
diversifikasi komoditi yang dibudidayakan.
(3) Meningkatkan kualitas penanganan pasca tangkap, baik berupa industri
pengolahan maupun penangana ikan segar.
(4) Meningkatkan kua1itas sumberdaya manusia perikanan dan pendapatan
nelayan melalui upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan dan
kegiatan pasca tangkap dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang memadai serta peningkatan nilai tambah hasil perikanan.
Memperhatikan hasil penelitian terhadap kondisi dan pentingnya ekosistem
terumbu karang, maka kebijaksanaan pembangunan perikanan di kawasan pesisir
Malang Selatan dapat ditempuh sebagai berikut:
1. Melakukan pengawasan ekosistem terumbu karang terhadap kegiatan yang
dapat mempengaruhinya, seperti penangkapan ikan yang tidak ramah
lingkungan dan kegiatan 'ain yang dapat mengakibatkan perubahan
lingkungan (kekeruhan dan pencemaran).
2. Melakukan pengawasan terhadap pembuangan 'imbah pertanian dan tambak.
3. Melakukan pengawasan pemanfaatan lahan atas termasuk penebangan hutan
yang tidak terkendali.
E. Program Laut Lestari
Program laut lestari dijabarkan dalam beberapa bentuk rencana kegiatan
yaitu : pengelolaan keanekaragaman hayati laut, pengelolaan ekosistem hutan
mangrove, pengelolaan dan konservasi ekosistem terumbu karang, pencegahan
dan penanggula'ngan pencemaran laut, pengembangan desa pantai miskin dan
pengembangan wisata bahari.
(1) Pengelolaan keanekaragaman hayati laut
36
Salah satu modal yang dimanfaatkan untuk pembangunan nasional Indonesia
adalah sumberdaya hayati, yang di tingkat internasional dicuatkan
permasalahannya dengan gerakan .biodiversity' (keanekaragaman hayati).
Strategi nasional dalam pengelolaan keanekaragaman hayati laut di Indonesia
adalah rencana penetapan kawasan konservasi laut, untuk mengurangi
kerusakan dan memperbaiki sumberdaya hayati.
Tujuan dan sasaran strategi pengelolaan keanekaragaman hayati laut ialah:
- Selamatkan (lindungi keanekarangan hayati untuk generasi mendatang).
Yaitu dengan menetapkan kawasan konservasi laut dan mengelola
kawasan ini dengan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai
lembaga untuk bekerja sama mendukung pengelolaan kawasan konservasi,
ser1a melibatkan masyarakat setempat dalam proses pengambilan
keputusan, meningkatkan penegakan Undang- Undang Lingkungan untuk
melindungi spesies laut (dengan cara meningkatkan kepedulian, dukungan
dan peran serta masyarakat melalui peningkatan pajak untuk pengelola
produk-produk yang menggunakan binatang dan tumbuhan laut.
- Pelajari (cari cara-cara untuk memanfaatkan sumberdaya secara
berkelanjutan). Yaitu dengan memperkuat koordinasi antar lembaga-
jembaga dan badan pemerintah untuk memperbaiki kapasitas dalam
mengelola sumberdaya laut dalam pembangunan berkelanjutan.
Menetapkan pusat data dan informasi keanekaragaman hayati taut dan
mengelola pusat data ini bersama-sama dengan pemerintah, LSM dan
perguruan tinggi.
- Manfaatkan Secara Berkelanjutan (yaitu memanfaatkan keanekaragaman
hayati untuk menyediakan makanan, obat-obatan dan keperluan lainnya).
Yaitu dengan mempublikasikan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang relevan
secara aktif , promosikan cara-cara penggunaan tumbuhan dan bjnatang
secara berkelanjutan untuk menyediakan gizi, tapangan pekerjaan,
peningkatan eksport dan keuntungan- keuntungan lain dari pengelolaan
sumberdaya laut.
(ii) Pengetolaan Ekosistem Hutan Mangrove
Hutan mangrove mempunyai suatu ekosistem peralihan antara darat dan laut
yang merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara
keseimbangan siklus biologi di suatu perairan, tempat berlindungnya dan
memijah berbagai jenis udang, ikan dan berbagai biota laut, juga sebagai
habitat satwa burung, primata, reptilia, insekta dan lainnya. sehingga secara
ekologi dan ekonomis dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
37
Strategi yang dilakukan untuk melindungi dan melestarikan potensi
sumberdaya hutan mangrove dan memanfaatkannya berdasarkan azas
pelestarian, yang meliputi :
- Save it, mengamankan ekosistem hutan mangrove dengan melindungi
genetik, spesies dan ekosistem.
- Study it, yaitu mempelajari ekosistem hutan mangrove yang meliputi
biologi, komposisi. struktur, distribusi dan kegunaannya.
- Use it, yaitu memanfaatkan ekosistem hutan mangrove secara lestari dan
seimbang.
(iii) Pengelolaan dan Konservasi Ekosistem Kawasan Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting,
yang mempunyai nilai yang tinggi karena pada kawasan ini terdapat kawasan
perikanan yang subur, bahan untuk farmasi, daya tarik bagi pariwisata
khususnya (eco marine tourism) yang dapat menambah devisa negara dan
secara fisik karang dapat melindungi pantai dari degradasi dan abrasi.
Pemanfaatan terumbu karang yang kurang bijaksana dapat berakibat
menurunnya kualitas terumbu karang. Kegiatan manusia yang dapat merusak
terumbu karang antara lain ialah : sedimentasi yang berasal dari penebangan
hutan, penambangan karang, pembangunan fasilitas, limbah industri. pestisida
dan buangan minyak, penangkapan ikan dengan muroami, penggunaan bahan
peledak, koleksi biota laut untuk hiasan, penangkapan ikan hias dengan
kalium cianida (KCN).
Agar ekosistem terumbu karang dapat dimanfaatkan secara maksimal dan
lestari, maka diperlukan adanya strategi pengelolaan ekosistem terumbu
karang yang berwawasan lingkungan, yaitu :
- Program pelatihan dan pendidikan baik formal dan non formal, yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan pemanfaatan
masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya terumbu
karang.
- Identifikasi luas dan lokasi kawasan terumbu karang potensia' dan
bermasalah, baik yang areal konservasi (taman laut, cagar alam laut)
maupun areal non konservasi (perikanan, pariwisata).
- Pemanfaatan kawasan terumbu karang sebagai obyek wisata, penelitian
dan pendidikan secara maksimal tanpa menggangu kelestariannya.
- Terkendalinya dampak kegiatan pembangunan di darat dan di laut terhadap
ekosistem terumbu karang.
- Terkoordinasinya pengelolaan terumbu karang secara nasional.
(iv) Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Laut
38
Pencemaran laut di Indonesi antara lain disebabkan oleh : kegiatan-kegiatan
di darat dan di laut, termasuk kegiatan-kegiatan kapal asing yang
menyinggahi dan melewati perairan Indonesia, dimana kegiatan kapal tanker
paling sering mengalami kecelakaan pada waktu melewati perairan Indonesia.
Meningkatnya jumlah penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi yang
berlangsung di darat dan di laut. Sehingga upaya penanggulangan pencemaran
laut sangat perlu dilakukan yaitu dengan menyusun .Strategi Perlindungan
Lingkungan Laut Akibat Pencemaran. yaitu perlu ditingkatkan pencegahan
pencemaran laut melalui pembinaan serta peningkatan pengawasan dan
penegakan hukum.
(v) Pengembangan Desa Pantai
Pengembangan desa pantai di wilayah negara kepulauan Indonesia sangat
perlu, karena diperkirakan 60% penduduk hidup dan tinggal di daerah pantai.
Pada umumnya masyarakat desa pantai lebih merupakan masyarakat
tradisional dengan kondisi sosial dan ekonomi yang sangat rendah,
pendidikan formal yang diterima masyarakat desa pantai secara umum jauh
lebih rendah dari pendidikan masyarakat non pantai lainnya. Minimnya sarana
dan prasarana (pendidikan, kesehatan, perhubungan, komunikasi). Untuk
menunjang keberhasilan program pembinaan desa pantai, maka perlu
adanya :.
- Penentuan lokasi pengembangan yang tepat.
- Memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat desa pantai yang kondisinya
jauh tertinggal dibandingkan dengan desa-desa lainnya.
- Memperbaiki tingkat pendapatan masyarakat desa melalui upaya-upaya
pemanfaatan sumberdaya laut dengan teknologi siap pakai.
- Membina kelembagaan desa pantai.
- Penyuluhan konservasi lingkungan desa pantai untuk menunjang kelestarian
sumberdaya alam di pesisir dan lautan.
- Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta.
- Rekayasa teknologi tepat guna dan tepat lingkungan untuk daerah desa
pantai.
(vi) Pengembangan Wisata Bahari
Pengembangan wisata bahari di Indonesia merupakan hal baru, yang mulai
mendapat perhatian dan sangat menarik banyak peminat. Pengembangan
wisata bahari secara ideal diharapkan mampu menciptakan saling keterkaitan
dan saling menjaga secara harmonis antara unsur-usur lingkungan fisik, sosial
dan ekonomi, budaya masyarakat setempat. Dampak positif pengembangan
wisata bahari ialah : dapat meningkatkan devisa negara, perluasan tenaga
kerja, mendorong pengembangan usaha baru, mampu meningkatkan
39
kesadaran masyarakat terutama wisatawan, tentang konservasi sumber daya
alam. Dampak negatifnya adalah terjadinya degradasi lingkungan (erosi,
vandalisme, dan lainya), kerusakan sumberdaya alam, serta munculnya
kesenjangan sosial ekonomi dan perubahan budaya masyarakat setempat.
Namun kegiatan pengembangan wisata bahari belum didukung oleh tenaga
profesional untuk pengelolaan sumber daya alam dan ekosistemnya,
khususnya kawasan pelestarian alam, sehingga dalam pelaksanaanya di
lapangan masih belum terarah secara jelas. Sehingga perlu adanya strategi
pengembangan wisata bahari berdasarkan pada kaidah-kaidah pembangunan
berkelanjutan.
(vi) Permukiman
Pemukiman tersebar pada daerah-daerah yang relatif datar dan menyebar pada
jalan- jalan yang ada. Lokasi sekitar kawasan pemukiman masih didominasi
lahan pertanian, perkebunan, tegalan serta lahan kosong. Aksesibilitas
umumnya kurang bagus dan prasarana penunjang terbatas dan hampir tidak
ada. Pemukiman lebih terpusat di Ibukota Kecamatan dan sekitamya.
Sedangkan kondisi pemukiman pantai di kawasan pesisir Kabupaten Malang
sebagian besar kondisi bangunan dan lingkungannya rendah dan belum
mendapatkan infrastruktur yang memadai. Kondisi pemukiman yang cukup
memadai berada di desa intinya, karena pada desa tersebut beberapa
infrastruktur telah terlayani misalnya : listrik dan kebutuhan air bersih. Desa
inti tersebut antara lain ialah : Desa Pujiharjo (Pantai Sipelot), Desa
Pulwodadi (Pantai Lenggoksono), Desa Tumpakrejo (Pantai Wonogoro),
Desa Tambakrejo (Pantai Sendangbiru).
(vi) Sawah
Proporsi luas lahan sawah sangat kecil dibandingkan dengan penggunaan
tanah untuk jenis pertanian yang lain dan jenis penggunaan tanah pada
umumnya. Kondisi tanah yang cenderung kering dan padas serta topografi
yang relatif terjal, mengakibatkan pertanian kurang berkembang. Lahan
pertanian khususnya untuk tanaman padi terbatas pada lahan yang relatif
datar. Geomorfologi yang kurang subur ini menyebabkan pertanian basah
seperti tanaman padi dan sistem gilir tidak bisa berkembang dengan baik.
Kondisi ini pada sebagian wilayah terutama di bagian Barat makin
diperparah dengan sistem irigasi yang juga kurang baik.
(vii) Hutan
Hutan memiliki wilayah terluas diantara penggunaan tanah yang lain.
Mengingat kondisi fisik wilayah terutama topografinya yang cenderung
curam, maka hutan ini memiliki fungsi yang sangat vital bagi keseluruhan
ekosistem baik di darat maupun di laut. Fungsi hutan sendiri terbagi menjadi
40
2 yaitu hutan produksi dan hutan produksi terbatas. Hutan yang terletak pada
kawasan budidaya adalah hutan produksi tetap dan kawasan hutan produksi
yang terletak pada kawasan non budidaya adalah hutan produksi terbatas.
Kawasan hutan yang termasuk dalam hutan produksi terbatas tersebar mulai
dari Timur ke Barat yaitu Kecamatan Ampelgading sampai dengan
Kecamatan Donomulyo. Sedangkan yang termasuk hutan produksi tetap
terdapat di Kecamatan Sumbermanjing Wetan dan Kecamatan Bantur.
Beberapa kawasan hutan yang lainnya tidak dapat digunakan sebagai hutan
produksi sebab lokasi hutan terletak pada kawasan lindung yaitu sebagai
hutan lindung terbatas. Kondisi hutan di kawasan pesisir kondisinya rusak,
akibat penebangan hutan yang tidak terkontrol, sehingga sebagian besar
lahan hutan menjadi gundul. Terjadinya penggundulan hutan tersebut
hampir sebagian tejadi disepanjang kawasan pesisir Kabupaten Malang.
(ix) Tegalan/kebun
Dibandingkan dengan lahan persawahan, lahan untuk tegalan dan kebun
memiliki proporsi yang lebih besar. Akibat teradinya penjarahan pada lahan
perkebunan mengakibatkan lahan tegalan dan kebun ini semakin luas. Jenis-
jenis tanaman yang diusahakan di atas tanah tegalan adalah jenis-jenis
tanaman semusim yaitu jagung, ketela pohon. tales, kacang-kacangan, cabe,
dsb. Lahan tegalan banyak diusahakan di bagian Barat dari wilayah
perencanaan. Sedangkan pada bagian Timur lebih banyak diusahakan
tanaman kebun yaitu kebun kelapa, karet, cengkeh, kopi dan coklat. Pada
saat ini sebagian besar tanaman cengkeh. kopi dan coklat semakin menuru.
(x) Perkebunan
Proporsi lahan perkebunan lebih banyak terletak di bagian Timur
wilayah perencanaan. Jenis tanaman yang dikelola adalah cengkeh, kopi dan
coklat. Kondisi perkebunan pada saat ini sangat memprihatinkan akibat
adanya pengrusakan dan penjarahan oleh masyarakat. Posisi lahan
perkebunan sebagian besar lertelak pada kemiringan yang besar.
Keadaan dan perkembangan usaha perikanan di pantai Malang Selatan,
berhubungan erat dengan kondisi lingkungan dan habitat yang
melingkupinya. Kondisi lingkungan yang dimaksud meliputi substrat,
kemiringan dan bentuk pantai. Sedang habitat perairan ditunjukkan oleh
keberadaan terumbu karangnya. Kualitas terumbu karang sangat
menentukan kuantitas sumberdaya ikan yang ada.
Habitat terumbu karang ditemukan hampir di sepanjang pantai di kabupaten
Malang, terutama di daerah-daerah yang mempunyai aktifitas perikanan
tinggi. Kondisi terumbu karang saat ini relatif masih bagus, ditandai masih
banyaknya ikan-ikan karang yang tertangkap seperti Lobster, Kakap, Kerapu
41
dan ikan-ikan hias. Namun demikian tanda-tanda akan kerusakan Terumbu
Karang telah terjadi, yang disebabkan oleh aktifitas penangkapan Lobster
yang tidak ramah lingkungan (menggunakan potas), pengambi!an bunga
karang untuk assesoris dan cemaran minyak dari aktifitas transportasi laut
yang menggunakan mesin. Kondisi terumbu karang untuk masing-masing
kawasan perairan pantai dapat dilihat pada Tabel 6.13.
Tabel 5.13. Kondisi Terumbu karang di Kawasan Pesisir Kab. Malang
No. Pantai Lokasi Kondisi Permasalahan
Baik Sedang Rusak Bom Potas Bunga
karang
01. Licin V - - - - -
02. Sipelot - V - V V -
03. Lenggosono - V - V V -
04. Tamban - - V V V V
05. Sendang Biru - - V V V V
06. Tambaksari V - - - - -
07. Bajulmati V - - - - -
08. Wonogoro V - - - - -
09. Kondang Merak - V - V V V
10. Kondang Iwak V - - - - -
Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem peralihan antara darat dan
laut yang merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara
keseimbangan siklus biologi di suatu perairan, tempat berlindung dan memijah
berbagai jenis udangt ikan dan berbagai biota laut. Sehingga secara ekologis dan
ekonomis dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Habitat mangrove di
daerah pantai selatan relatif sedikit dan tidak ditemukan di setiap pantai. Pantai
yang mempunyai habitat mangrove adalah Sipelot dan Tamban yang didominasi
oleh jenis-jenis pioner yaitu Avicenia dan Sonneratia dan dibelakang rawa
ditemukan nipah. Hal ini dikarenakan substrat berpasir. salinitas tinggi dan
gelombang besar. Kondisi dan keberadaan mangrove di masing-masing kawasan
pantai, dapat dilihat pada Tabel 5.14.
42
Wilayah pertambakan di Kabupaten Malang terdapat di beberapa pantai,
yaitu Pantai Sipelot dan Lenggoksono berada di Kecamatan Tirtoyudo; Pantai
Tambakasri dan Tamban berada di Kecamatan Sumbermanjing Wetan; dan
Pantai Bajulmati dan Wonogoro berada di Kecamatan Gedangan. Luas areal
tambak dan tingkat pengoperasiannya di masing-masing lokasi dapat dilihat pada
Tabel 5.15.
Tabel 5.14. Luas dan Jenis Hutan Mangrove di Kawasan Pesisir
Kabupaten Malang
No. Pantai Lokasi Luasan (Ha) Jenis
< 1 1 - 3 > 3 Avece
nnia
Sonne-
ratia
Nipah
01. Licin - - - - - -
02. Sipelot V - - V - V
03. Lenggosono - - - - - -
04. Tamban V - - V V V
05. Sendang Biru - - - - - -
06. Tambaksari V - - V V -
07. Bajulmati - - - - - -
08. Wonogoro - - - - - -
09. Kondang Merak - - - - - -
10. Kondang Iwak - - - - - -
Tabel 5.15. Luas Areal Tambak dan Tingkat Pengoperasian
Pantai Luas (Ha.) Jumlah
Unit
Pola Usaha Tingkat
Operasi
< 1 1 - 3 > 3 Avecennia Sonneratia Nipah
Licin - - - - - -
Sipelot V - - V - V
Lenggosono - - - - - -
Tamban V - - V V V
Sendang Biru - - - - - -
Tambaksari V - - V V -
Bajulmati - - - - - -
Wonogoro - - - - - -
Kondang
Merak
- - - - - -
Kondang Iwak - - - - - -
43
Perkembangan laut sangat penting bagi negara kepulauan, perkapalan dan
sistem pelabuhan sangat penting untuk pengembangan sumberdaya alam laut dan
pesisir, mendorong pembangunan ekonomi, mengurangi biaya perdagangan dan
meningkatkan ekspor. Pelabuhan merupakan penghubung kunci dalam sistem
perhubungan menyediakan kontak antara transportasi darat dan laut.
Sepanjang pesisir Kabupaten Malang terdapat satu pelabuhan alam yang
terletak di Pantai Sendangbiru. Memiliki kedalaman laut rata-rata 20 m. dengan
lebar selat antara 600 m sampai dengan 1500 m dan panjang selat: 4 km.
Pelabuhan ini berfungsi sebagai tempat pendaratan ikan untuk Pantai
Sendangbiru dan sekitarnya. Kapasitas pelabuhan bisa untuk berlabuh kapal
ukuran 5-50 GT sebanyak 20 buah.
Daerah operasi penangkapan ikan di perairan Malang Selatan tergantung
kepada musim atau keberadaan jenis ikan yang mau ditangkap. Pada waktu
musim puncak ikan, secara umum fishing ground berada di dekat pantai. pada
waktu musim sedang fishing ground berada agak jauh dari pantai dan pada waktu
musim paceklik fishing ground jauh dari pantai bahkan sampai ke lepas pantai.
Musim ikan di pantai Malang Selatan adalah musim puncak bulan Mei
-Oktober Musim sedang pada bulan Maret -April dan bulan Nopember
-Desember dan musim paceklik pada bulan januari -Februari. Sedangkan pada
musim penghujan (bulan Oktober sampai Maret) jenis-jenis ikan pelagis jarang
ditemukan dan bersamaan dengan itu terjadi musim barat dengan gelombang dan
angin besar sehingga nelayan tidak turun ke laut. Di lain pihak pada saat itu
muncul jenis-jenis ikan karang seperti Lobster, Kakap merah, Kerapu dan lain-
Iain yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Keberadaan berbagai jenis ikan di
perairan pantai Malang Selatan tidak selalu bersamaan, ada beberapa jenis ikan
yang muncul pada waktu-waktu tertentu, ada beberapa jenis ikan yang muncul
pada waktu-waktu yang lain dan ada jenis ikan yang muncul sepanjang tahun.
Jumlah nelayan di Kabupaten Malang terkonsentrasi di daerah Pantai Sendang
Baru. Sedangkan di pantai-pantai lain hanya sekitas 5 % dari jumlah penduduk di
masing- masing desa yang ada. Berdasarkan jumlah armada yang ada di masing-
masing pantai.
5.6. Profil Ruang Kawasan Pesisir Pantai Kecamatan Muncar dan
Purworejo Kabupaten Banyuwangi
Wilayah Kecamatan Muncar dan Kecamatan Purworejo Kabupaten
Banyuwangi dilihat dari konstelasi regional Banyuwangi mempunyai beberapa
keuntungan strategis, selain sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan
44
wilayah Samudera Indonesia dan Selat Bali serta Propinsi Bali, yang mempunyai
kontribusi dan pergerakan yang tinggi, juga sebagai salah satu pintu gerbang
menuju ke wilayah tersebut, hal ini membawa konsekwensi pada pola
transportasi dan penyediaan sarana transportasi dari dan kearah Kabupaten
Banyuwangi dengan jalan darat dan laut.
Kondisi wilayah Kecamatan Muncar dan Kecamatan Purworejo
Kabupaten Banyuwangi dilihat dari aspek fisik wilayah dapat diindentifikasi atas
beberapa kriteria fisik, kriteria fisik tersebut yang akan menentukan ciri-ciri
wilayah yang ada berbagai kawasan Kabupaten Banyuwangi. Dalam lingkup
yang lebih luas (regional). Kabupaten Banyuwangi terletak diwilayah paling
ujung (timur) wilayah propinsi Jawa Timur terletak pada koordinat 70430 -
60460 Lintang Selatan dan 113051 - 114038 Bujur Timur.
a. Topografi
Wilayah Kabupaten Banyuwangi rata-rata memiliki keadaan topografi
relatif datar. Dataran rendah yang sedikit miring dari arah barat laut ke arah
tenggara. Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya beberapa gunung yang seolah-olah
membatasi wilayah Banyuwangi dengan wilayah sekitarnya.
Ketinggian tempat dari permukaan laiut ikut mempengaruhi jenis suatu
tanaman yang dapat tumbuh baik, tanaman dataran rendah misalnya tidak akan
menghasilkan dengan baik apabila ditanam di dataran tinggi.
Kabupaten Banyuwangi terleyak pada ketinggian 0 sampai dengan > 200
meter dpl. Ketinggian tempat tersebut dapat dibedakan atas :
(1) Ketinggian 0 - 100 meter dpl meliputi luas wilayah 131.714 Ha (38.10
%) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian ini terdapat diseluruh
wilayah kecamatan di kabupaten Banyuwangi kecuali kecamatan
Singojuruh, Sempu, Songgon, Genteng, Blenmore dan Kalibaru.
(2) Ketinggian 100 - 500 meter dpl meliputi luas wilayah 159.056 (46,01 %)
dari luas wilayah kabupaten, ketinggian ini terdapat di seluruh wilayah
kecamatan di kabupaten Banyuwangi kecamatan Banyuwangi, Muncar
dan Purwoharjo.
(3) Ketinggian 500 - 1.000 meter dpl meliputi luas wilayah 36.191 (10.47 %)
dari luas wilayah kabupaten, ketinggian terdapat di kecamatan
Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Glagah, Songgon, Genteng, Sempu,
Glemore dan Kalibaru.
(4) Ketinggian 1.000 - 1.500 meter dpl meliputi luas wilayah 10.226,5 Ha
(2,96 %) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian terdapat di kecamatan
Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Glagah, Songgon, Genteng, Sempu,
Glemore dan Kalibaru.
45
(5) Ketinggian 1.500 - 2.000 meter dpl meliputi luas wilayah 5.075 Ha (1,48
%) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian terdapat di kecamatan
Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Glagah, Songgon, Genteng, Sempu,
Glemore.
b. Kemampuan Tanah
Kemampuan tanah adalah kualitas unsur-unsur fisik tanah yang
berpengaruhnterhadap penggunaan tanah diatasnya, unsur-unsur tersebut
meliputi : lereng, kedalaman efektif, tekstur tanah, drainase dan erosi.
(1) Lereng
Lereng/kemiringan tanah adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan
tanah dengan bidang horizontal. Yang dinyatakan dalam persen ( % ) dan
kemiringan tanah sangat berperan dalam setiap langkah untuk menentukan
kemudahan penggunaan tanah. Oleh sebab itu tindakan pada tanah harus selalu
memperhatikan kemiringan tanah.
- Lereng 0 - 2 % merupakan wilayah yang datar dan meliputi 35,45 % dari luas
wilayah Kabupaten Banyuwangi, daerah tersebut baik untuk usaha pertanian
tanaman semusim. Kecamatan yang memiliki lereng 0 - 2 % paling luas
adalah kecamatan Bangorejo dan yang tidak memiliki lereng 0 - 2 % adalah
Kecamatan Glagah dan Songgon.
- Lereng 2 - 15 % merupakan wilayah yang landai sampai yang bergelombang
dan meliputi 26,56 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, daerah
tersebut baik untuk usaha pertanian dengan tetap memperhatikan usaha
pengawetan tanah dan air. Wilayah kecamatan yang mempunyai lereng 2 - 15
% paling luas adalah Kecamatan Glenmore yaitu kurang lebih 17.034 Ha atau
kurang lebih 18,55 % dari luas wilayah yang berlereng 2 - 15 %, sedangkan
wilayah yang tidak memiliki lereng 2 - 15 % adalah Kecamatan Muncar dan
Cluring.
- Lereng 15 - 40 % merupakan wilayah yang bergelombang dan meliputi 15,32
% dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, daerah tersebut sebaiknya untuk
usaha pertanian dengan jenis tanaman keras atau tahunan, oleh karena
disebabkan daerah tersebut sudah terkena erosi, sehingga tercapai usaha
pengawetan tanah dan air, poada daerah tersebut umumnya penggunaan
tanahnya adalah berupa hutan, perkebunan, tanah rusak, tegal, sawah dan
permukiman. Wilayah kecamatan yang memiliki kelerengan 15 - 40 % paling
luas adalah Kecamatan Tegaldlimo dan wilayah yang tidak memiliki lereng
15 - 40 % adalah Kecamatan Rogojampi, Srono, Muncar, Cluring, bangorejo
dan Gambiran.
46
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR
OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Abida Muttaqiena
 
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...Operator Warnet Vast Raha
 
Karakterisitik manajemen sumberdaya perikanan
Karakterisitik manajemen sumberdaya perikananKarakterisitik manajemen sumberdaya perikanan
Karakterisitik manajemen sumberdaya perikananafdal muhammad
 
Masyarakat Pesisir dan Pemberdayaannya
Masyarakat Pesisir dan PemberdayaannyaMasyarakat Pesisir dan Pemberdayaannya
Masyarakat Pesisir dan PemberdayaannyaAinun Dita Febriyanti
 
Pengelolaan sumber daya alam pesisir dan laut
Pengelolaan sumber daya alam pesisir dan lautPengelolaan sumber daya alam pesisir dan laut
Pengelolaan sumber daya alam pesisir dan lautIbel007
 
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan LautDasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan LautSiti Sahati
 
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannyapotensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannyaPT. SASA
 
konflik masyarakat pesisir
konflik masyarakat pesisirkonflik masyarakat pesisir
konflik masyarakat pesisirheri suri
 
Pikp modul04 sub sistem perairan tawar
Pikp modul04 sub sistem perairan tawarPikp modul04 sub sistem perairan tawar
Pikp modul04 sub sistem perairan tawarYosie Andre Victora
 
Budaya masyarakat nelayan-kusnadi
Budaya masyarakat nelayan-kusnadiBudaya masyarakat nelayan-kusnadi
Budaya masyarakat nelayan-kusnadiDzulfikar Rizka
 
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisirAry Ajo
 
Guest lecture by Aditya R Taufani
Guest lecture by Aditya R TaufaniGuest lecture by Aditya R Taufani
Guest lecture by Aditya R TaufaniAswar Amiruddin
 
Transformasi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir & Pedalaman di Kalimantan
Transformasi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir & Pedalaman di KalimantanTransformasi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir & Pedalaman di Kalimantan
Transformasi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir & Pedalaman di KalimantanTri Widodo W. UTOMO
 

Was ist angesagt? (20)

Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...
 
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang pelestarian mangrove berbasi...
 
Luht4335 m1
Luht4335 m1Luht4335 m1
Luht4335 m1
 
Karakterisitik manajemen sumberdaya perikanan
Karakterisitik manajemen sumberdaya perikananKarakterisitik manajemen sumberdaya perikanan
Karakterisitik manajemen sumberdaya perikanan
 
Masyarakat Pesisir dan Pemberdayaannya
Masyarakat Pesisir dan PemberdayaannyaMasyarakat Pesisir dan Pemberdayaannya
Masyarakat Pesisir dan Pemberdayaannya
 
strategi pengelolaan
strategi pengelolaanstrategi pengelolaan
strategi pengelolaan
 
Pengelolaan sumber daya alam pesisir dan laut
Pengelolaan sumber daya alam pesisir dan lautPengelolaan sumber daya alam pesisir dan laut
Pengelolaan sumber daya alam pesisir dan laut
 
Pengelolaan Pesisir
Pengelolaan  PesisirPengelolaan  Pesisir
Pengelolaan Pesisir
 
Pengelolaan Kawasan Perairan
Pengelolaan Kawasan PerairanPengelolaan Kawasan Perairan
Pengelolaan Kawasan Perairan
 
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan LautDasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
 
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannyapotensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
 
konflik masyarakat pesisir
konflik masyarakat pesisirkonflik masyarakat pesisir
konflik masyarakat pesisir
 
Pikp modul04 sub sistem perairan tawar
Pikp modul04 sub sistem perairan tawarPikp modul04 sub sistem perairan tawar
Pikp modul04 sub sistem perairan tawar
 
188 395-1-pb
188 395-1-pb188 395-1-pb
188 395-1-pb
 
Perikanan kepulauan riau by romi novriadi
Perikanan kepulauan riau   by romi novriadiPerikanan kepulauan riau   by romi novriadi
Perikanan kepulauan riau by romi novriadi
 
Budaya masyarakat nelayan-kusnadi
Budaya masyarakat nelayan-kusnadiBudaya masyarakat nelayan-kusnadi
Budaya masyarakat nelayan-kusnadi
 
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
 
Guest lecture by Aditya R Taufani
Guest lecture by Aditya R TaufaniGuest lecture by Aditya R Taufani
Guest lecture by Aditya R Taufani
 
pwp
pwppwp
pwp
 
Transformasi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir & Pedalaman di Kalimantan
Transformasi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir & Pedalaman di KalimantanTransformasi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir & Pedalaman di Kalimantan
Transformasi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir & Pedalaman di Kalimantan
 

Ähnlich wie OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR

KERENTANAN EKOSISTEM MANGROVE TERHADAP PEMBANGUNAN KOTA MINAPOLITAN (KEC. SED...
KERENTANAN EKOSISTEM MANGROVE TERHADAP PEMBANGUNAN KOTA MINAPOLITAN (KEC. SED...KERENTANAN EKOSISTEM MANGROVE TERHADAP PEMBANGUNAN KOTA MINAPOLITAN (KEC. SED...
KERENTANAN EKOSISTEM MANGROVE TERHADAP PEMBANGUNAN KOTA MINAPOLITAN (KEC. SED...Analyst of Water Resources Management
 
Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir Berbasis Manajemen Sumberdaya Perikanan
Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir Berbasis Manajemen Sumberdaya PerikananPengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir Berbasis Manajemen Sumberdaya Perikanan
Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir Berbasis Manajemen Sumberdaya PerikananSiti Sahati
 
Isi makalah hpp
Isi makalah hppIsi makalah hpp
Isi makalah hppHan Hanif
 
Ppt IPL permasalahan lingkungan pesisir Riau
Ppt IPL permasalahan lingkungan pesisir RiauPpt IPL permasalahan lingkungan pesisir Riau
Ppt IPL permasalahan lingkungan pesisir RiauAziza Syilpa
 
Pendahuluan Pencela
Pendahuluan PencelaPendahuluan Pencela
Pendahuluan PencelaHapsari Titi
 
PPT TUGAS 1.pptx
PPT TUGAS 1.pptxPPT TUGAS 1.pptx
PPT TUGAS 1.pptxSarmanDavid
 
Sumber daya alam(laut)
Sumber daya alam(laut) Sumber daya alam(laut)
Sumber daya alam(laut) akb78
 
PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN co-management (1&2).pdf
PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN co-management (1&2).pdfPENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN co-management (1&2).pdf
PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN co-management (1&2).pdfMuhammadSumsanto1
 
Analisis kebijakan tentang Alat Penangkap Ikan
Analisis kebijakan tentang Alat Penangkap IkanAnalisis kebijakan tentang Alat Penangkap Ikan
Analisis kebijakan tentang Alat Penangkap Ikannautika
 
Jurnal kerusakan tk, lamun, maangrove
Jurnal kerusakan tk, lamun, maangroveJurnal kerusakan tk, lamun, maangrove
Jurnal kerusakan tk, lamun, maangroveerikakurnia
 
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkuluMarhadi1995
 
Makalah Terumbu Karang
Makalah Terumbu KarangMakalah Terumbu Karang
Makalah Terumbu KarangAdy Purnomo
 
(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat
(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat
(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampatadetriputra3
 
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Mujiyanto -
 
Pelestarian sumber-daya-alam
Pelestarian sumber-daya-alamPelestarian sumber-daya-alam
Pelestarian sumber-daya-alamagung_mabol
 

Ähnlich wie OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR (20)

KERENTANAN EKOSISTEM MANGROVE TERHADAP PEMBANGUNAN KOTA MINAPOLITAN (KEC. SED...
KERENTANAN EKOSISTEM MANGROVE TERHADAP PEMBANGUNAN KOTA MINAPOLITAN (KEC. SED...KERENTANAN EKOSISTEM MANGROVE TERHADAP PEMBANGUNAN KOTA MINAPOLITAN (KEC. SED...
KERENTANAN EKOSISTEM MANGROVE TERHADAP PEMBANGUNAN KOTA MINAPOLITAN (KEC. SED...
 
Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir Berbasis Manajemen Sumberdaya Perikanan
Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir Berbasis Manajemen Sumberdaya PerikananPengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir Berbasis Manajemen Sumberdaya Perikanan
Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir Berbasis Manajemen Sumberdaya Perikanan
 
Lingkungan perikanan
Lingkungan perikananLingkungan perikanan
Lingkungan perikanan
 
Pikp modul06-ss perik tangkap
Pikp modul06-ss perik tangkapPikp modul06-ss perik tangkap
Pikp modul06-ss perik tangkap
 
Isi makalah hpp
Isi makalah hppIsi makalah hpp
Isi makalah hpp
 
Ppt IPL permasalahan lingkungan pesisir Riau
Ppt IPL permasalahan lingkungan pesisir RiauPpt IPL permasalahan lingkungan pesisir Riau
Ppt IPL permasalahan lingkungan pesisir Riau
 
Pendahuluan Pencela
Pendahuluan PencelaPendahuluan Pencela
Pendahuluan Pencela
 
PPT TUGAS 1.pptx
PPT TUGAS 1.pptxPPT TUGAS 1.pptx
PPT TUGAS 1.pptx
 
Sumber daya alam(laut)
Sumber daya alam(laut) Sumber daya alam(laut)
Sumber daya alam(laut)
 
PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN co-management (1&2).pdf
PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN co-management (1&2).pdfPENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN co-management (1&2).pdf
PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN co-management (1&2).pdf
 
Bab1 pendahuluan
Bab1 pendahuluanBab1 pendahuluan
Bab1 pendahuluan
 
Analisis kebijakan tentang Alat Penangkap Ikan
Analisis kebijakan tentang Alat Penangkap IkanAnalisis kebijakan tentang Alat Penangkap Ikan
Analisis kebijakan tentang Alat Penangkap Ikan
 
Jurnal kerusakan tk, lamun, maangrove
Jurnal kerusakan tk, lamun, maangroveJurnal kerusakan tk, lamun, maangrove
Jurnal kerusakan tk, lamun, maangrove
 
Presentasi
PresentasiPresentasi
Presentasi
 
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
 
Makalah Terumbu Karang
Makalah Terumbu KarangMakalah Terumbu Karang
Makalah Terumbu Karang
 
Lamun
Lamun Lamun
Lamun
 
(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat
(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat
(SAPPK ITB MSP) Pembangunan Pesisir Potensi Kawasan Wisata Raja Ampat
 
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
 
Pelestarian sumber-daya-alam
Pelestarian sumber-daya-alamPelestarian sumber-daya-alam
Pelestarian sumber-daya-alam
 

OPTIMALKAN_SUMBER_DAYA_PESISIR

  • 1. COASTAL ZONE MANAGEMENT: RESOURCES UTILIZATION Oleh: Prof Dr Ir Soemarno M.S., dkk. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut; kearah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup wilayah dengan ciri-ciri yang dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Definisi diatas memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam dan saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembanguna secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir. Dalam sautu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir bersifat alami ataupun buatan. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah terumbu karang (coral reefs), hutan mangroves, padang lamun, pantai berpasir (sandy beach), formasi pascaprea, formasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa : tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, agroindustri dan kawasan pemukiman. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kawasan pesisir pantai merupakan suatu kawasan yang mempunyai kerawanan dan sekaligus potensi strategis ditinjau dari aspek penataan ruang, yaitu suatu kawasan yang secara geografis spasial penting, namun belum banyak dilakukan upaya penataan permanfaatan ruangnya secara terintegrasi/ terpadu, baik antar kawasan dalam suatu wilayah administratif maupun antar wilayah administratif. Kerawanan yang 1
  • 2. terdapat pada kawasan pesisir berkaitan dengan fungsi lindung/ekologis, dimana posisi geografisnya merupakan peralihan antara ekosistem daratan dan ekosistem perairan/ lautan, sehingga seringkali dijumpai sumberdaya alam yang spesifik, seperti terumbu karang, hutan bakau, resting area, untuk berbagai satwa dan sebagainya. Potensi strategis yang dimiliki oleh kawasan pesisir berkaitan dengan nilai ekonomis yang terdapat di kawasan ini, baik yang berbasis pemanfaatan sumber daya alam, seperti perikanan budidaya (tambak), kehutanan, pariwisata, dan sebagainya, maupun yang tidak berbasis pada sumber daya alam seperti perhubungan (pelabuhan). Beberapa pemanfaatan yang berhubungan dengan fungsi budidaya ini cenderung bersifat ekspansif sehingga kawasan ini rentan/ rawan terhadap terjadinya perubahan penggunaan lahan, khususnya konflik peng- gunaan lahan (landuse conflicts) antara fungsi lindung dengan fungsi budi daya 1.2. Permasalahan Beberapa permasalahan penting yang dapat di ungkapkan dalam penelitianini diantaranya adalah seperti berikut: a) Sumber daya alam dan lingkungan hidup Keadaan geografis perairan pantai dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu wilayah pantai utara dan wilayah pantai selatan. Perairan selat Madura dan pantai utara merupakan daerah selasar benua yang dangkal dan landai,dengan komoditi yang dominan adalah iakan dasar dan ikan permukaan. Perairan pantai selatan merupakan perairan dalam dengan komoditi yang dominan adalah ikan pelagis seperti Lemuru dan Tuna. Perairan pantai utara Jawa Timur masih sangat dipengaruhi oleh “Musim Barat” yang berlangsung sekitar bulan Desember hingga Maret. Selama musim ini gelombang laut sangat besar sehingga aktivitas penangkapan ikan berkurang dan akibatnya produksi ikan rendah. Perairan pantai, khususnya di tempat-tempat pendaratan ikan, telah mengalami pendangkalan dan pencamaran bahan organik yang berasal dari limbah rumah tangga dan limbah industri pengolhan hasil ikan. Situasi perkampungan nelayan pantai umumnya tampak kumuh, rumah- rumah penduduk berhempitan satu sama lain. Sumber air bersih relatif terbatas, sehingga memenuhi kebutuhan sehari-hari biasanya penduduk membeli air bersih (air PDAM atau air sumur) dari penjualan air. b) Teknologi Alat Tangkap Dan Penangkapan Sistem perikanan demersal elah berkembang di perairan pantai utara Jawa Timur dengan alat tangkap berupa purse-seine, dogol, gil-nen dan trammel- 2
  • 3. net. Jenis ikan tangkapan yang dominan adalah iakan layang, llemuru/- tembang, udang dan teri. Sistem perikanan samudera telah berkembang di perairan pantai selatan dengan alat tangkap yang dominan berupa purseseine, gillnet permukaan, dan pancing prawe. Jenis ikan tangkapan yang dominan adalah tuna (tongkol), lemuru, cucut. Ditinjau dari kelayakan ekonominya dan dengan mempetimbangkan pendapatan pendeganya, ternyata alat tankap yang layak untuk dikembangkan ialah purse-seine, gillnet, dan payang sangat layak untuk dikembangkan disemua lokasi. Pengenalan tipe alat yang sama dengan desain baru merupakan jalur invasi yang prospektif. Respon nelayan terhadap inovasi teknologi penangkapan umumnya cukup besar, baik terhadap sumber teknololgi pemerintah maupun swasta malaui para pedagang ikan. Dalam proses adopsi tekhnologi diperlukan “efek demonstratif” yang bisa diamati dan dialami lansung oleh nelayan. c) Teknologi Pascatangkap Secara umum teknologi pascatangkap dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (i)tradsional dengan aneka komoditi ikan kering, terasi, ikan asap, ikan pindang, dan (ii) modren dengan komoditi andalannya tepung ikan dan kalengan. Tradisional dilakukukan oleh para pengolah dengan skala kecil hingga menengah, sedangkan tenologi modern dilakukan oleh para pengusah besar. Berkembangnya teknololgi modern di suatu lokasi ternyata sangat ditentukan oleh tesedianya bahan baku. Teknololgi pengawetan ikan dengan menggunakan “proses rantai dingin” dilakukan khusus untuk komoditi ekspor ikan segar. Industri pengolahan ikan dipedesaan pantai umumnya mampu memberikan nilai tambah sekitar 9 – 45% terhadap komoditi ikan basah. Akan tetapi sebagian besar usaha pengolahan ikan oleh nelayan masih belum dilakukan secara baik dan bersifat sambilan. Usaha pengolahan ikan yang mempunyai prospek bagus di wilayah perairan pantai selatan adalah tepung ikan dan minyak ikan, sedanglkan di wilayah perairan pantai utara umumnya adalah ikan kering. d) Sosial Ekonomi Distribusi pendapatan nelayan diwilayah pedesaan pantai umumnya tidak merata diantara kelompok fungsional masyarakat. Pendapatan nelayan pemilik perahu (juragan darat) dengan alat tangkap purse-seine, gillnet, dan payang rata-rata cukup tinggi, jauh berada diatas kriteria garis kemiskinan yang berlaku sekarang. Sementara itu rataan pendapatan nelayan kecil 3
  • 4. pemilik sampan/jukung dan pendega berada pada batas ambang kemiskinan denagn fluktuasi musiman yang sangat besar. Pada musim paceklik rataan pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan sedangkan pada musim panen raya ikan rataan pendapatannya bisa melonjak diatas garis kemiskinan. Dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan nelayan secara proposional maka usaha penangkapan secara berkelompok yang melibatkan nelayan kecil dan pendega patut direkayasa. Dalam hubungan ini inovasi kredit disarankan melalui sistem kredit bagi hasil antara nelayan dengan lembaga sumber kredit. Rata-rata tingkat pendidikan formal warga pedesaan pantai masih rendah umumnya hanya berpendidikan sekolah dasar atau yang sederajat. Akses nelayan terhadap fasilitas pendidikan formal diatas tingkat sekolah dasar rata-rata masih sangat terbatas. Dalam hal pendidikan ini ternyata respon nelayan terhadap lembaga Madrasah sangat besar. Kendala yang dihadapi adalah keterbatasan kemampuan lembaga Madrasah tersebut untuk melakukan transfer teknologi kepada anak didik. Peranan para kyai dan santri di wilayah pedesaan pantai pada umumnya sangat besar dalam kehidupan bermasyarakat. e) Kendala Perkembangan Wilayah Pesisir Pantai Tiga faktor utama yang menyebabkan lambatnya perkembangan teknologi yang dapat berdampak pada perbaikan kesejahteraan nelayan pendega adalah (i) faktor ekonomi, (ii) faktor sosial budaya,(iii) faktor sosial politik. Beberapa kendala yang termasuk faktor ekonomi adalah (1) sektor per- ekonomian wilayah yang masih didominasi oleh sektor primer penangkapan ikan, (2) penguasaan skill, modal dan teknologi oleh nelayan sangat terbatas, (3) distribusi pendapatan yang relatif tidak merata,(4) prasarana penunjang perekonomian di pedesaan yang masih terbatas, (5) hampir seluruh komoditi perikanan yang dihasilkan dipasarkan keluar daerah sehingga sebagian besar nilai tambah komoditi dinikmati oleh lembaga perantara yang terlibat dalam pemasaran. Beberapa kendala sosial budaya adalah (1) struktur dan poal perilaku sosial budaya yang masih berorientasi kepada kebutuhan “subsisten”,(2) sarana pelayanan sosial yang masih terbatas, (3) proporsi penduduk usia muda cukup besar dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah,(4) tingkat pengangguran musiman yang cukup besar,(5) kualitas kehidupan rata-rata masih rendah. Beberapa kendala sosial politik adalah (1) partisipasi masyarakat pedesaan pantai di dalam pembangunan belum dapat tersalurkan secara lugas (pen- dekatan top down masih lebih kuat dibandingkan dengan bottom up), (2) 4
  • 5. birokrasi pembangunan masih belum mampu menyentuh kepentingan nelayan pendega dan sektor tradisional,(3) keterbatasan akses nelayan pendega untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi yang lebih luas. Berdasarkan kondisi seperti di atas maka diperlukan disaign-disaign khusus untuk mengembangkan pedesaan pantai dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dasar atau kebutuhan fisik, minimum segenap warga masyarakat dan sekaligus melestarikan sumber daya yang tersedia. Secara ringkas beberapa permasalahan yang dihadapi kawasan pesisir pantai antara lain : (1) Kondisi sumber daya pesisir yang semakin terbatas dan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas. (2) Tekanan pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi. (3) Perkembangan kawasan pesisir saat ini sudah sedemikian pesat namun disisi lain perkembangan tersebut tanpa pedoman pada aspek tata ruang (4) Pendayagunaan sumber daya pesisir dan pantai masih kurang mencerminkan adanya pembagian fungsi kawasan (5) Aktifitas manusia di kawasan pesisir dan pantai telah menimbulkan permasalahan antara lain : a. Intrusi air laut akibat pemanfaatan air bawah tanah di kawasan pesisir yang tidak terkendali, khususnya di wilayah Surabaya dan Gresik, sehingga kurang layak untuk dikonsumsi sebagai sumber air bersih; b. Degradasi kualitas ekossitem mangrove akibat kegiatan budidaya tambak dan kegiatan raklamasi pantai untuk pengembangan kawasan terbangun sebagai perumahan, industri dan pelabuhan; c. Terjadinya abrasi pantai akibat berkurangnya hutang mangrove di sepanjang pantai utara Jawa Timur dan P. Madura, yang dapat mengancam keberadaan desa-desa pantai dan jaringan jalan regional; d. Pendangkalan pantai akiobat tingginya sedimentasi, baik yang terjadi secara alamiah maupun hasil rekayasa masyarakat setempat; e. Kerusakan karang laut (terumbu karang) dan biota laut serta kerusakan karena penambangan dan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak; f. Pencemaran pantai dari limbah industri dan limbah kota, dimana tingka pencemaran sungai di Surabaya telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, bahkan beban limbah di perairan pantai Jawa Timur tergolong sangat tinggi. Sungai tersebut berperan sebagai 5
  • 6. tempat pembuangan limbah industri dan rmah tangga ke wilayah pesisir dimana terdapat sumber daya perairan yang penting bagi perikanan dan akua kultur. Oleh karena itu, upaya penataan kawasan ini perlu dilakukan secara terpadu/terintegrasi dengan kontinuitas fisik kawasan tanpa memandang batas wilayah administratif, serta memerlukan perlakuan khusus terhadap wilayah-wilayah yang memiliki karakteristik tertentu. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun suatu pedoman pengarutan ruang di Kawasan Pesisir Pantai. II. TUJUAN DAN SASARAN PERENCANAAN 2.1 Maksud Kegiatan ini dimaksudkan seabagai salah satu upaya untuk menjaga kelestarian di kawasan pesisir dengan merumuskan dan melakukan strategi- strategi berupa langkah-langkah pencegahan, pembatasan dan pengurangan kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam. 2.2. Tujuan Kegiatan dilakukannya kegiatan ini ialah memberikan arahan pengelolaan pemanfaatan ruang daratan dikawasan pesisir pantai, dalam upaya mengurangi dan mencegah terjadinya konflik pemanfaatan ruang (land use Conflicts) di kawasan pesisir ; Memantapkan fungsi lindung kawasan pesisir pantai untuk mengurangi peningkatan dan perluasan dampak lingkungan akibat adanya kegiatan dikawasan pesisir pantai. 2.3. Sasaran Adapun sasarannya adalah tersedianya Pedoman Pengaturan Ruang Kawasan Pesisir Pantai, yang memuat: (1) Macam Bentuk pengelolaan, perlu dikembangkan suatu model pengelolaan lingkungan yang terpadu dengan kawasan pesisir pantai sebagai satuan unit pengelolaan,untuk menghindari pengelolaan yang terpisah-pisah antar instansi yang berkepentingan maupun antar kab/kota. 6
  • 7. (2) Kriteria teknis pengelolaan yang mencakup ukuran-ukuran yang menyatakan bahwa pemanfaatan ruang suatu kawasan pesisir pantai secara teknis sesuai dengan daya dukungnya dan secara ruang bersama-sama dengan kegiatan di sekitarnya memberikan sinergi optimal terhadap pemanfaatan ruang. (3) Kewenangan pengelolaan, mengingat bahwa dalam usaha pengelolaan kawasan pesisir pantai harus dilakukan secara terintegrasi maka perlu dirumuskan pedoman Pengelolaan kawasan ini. III. LINGKUP ANALISIS 3.1.Ruang Lingkup Wilayah Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa ruang kawasan pesisir merupakan ruang kawasan di antara ruang daratan dengan ruang lautan yang saling berbatasan. Ruang daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan termasuk perairan darat dan sisi darat dari sisi darat dari garis laut terendah. Ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas dan dibawah permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis laut terendah termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya. Sesuai dengan tujuan dan sasaran tersebut maka kegiatan ini dibatasi pada ruang daratan yang berada di kawasan pesisir.Lokasi studi adalah diwilayah Jawa Timur (Pantura); pesisir Selat Madura, pesisir selat Bali dan pesisir Selatan Jawa Timur. Mengingat permasalahan yang timbul akibat penetrasi kegiatan budidaya terhadap kawasan lindung (land use conflict) lebih banyak terjadi di kawasan perumahan dan pengembangan industri maka lingkup studi ini dibatasi pada kawasan permukiman dan kawasan pengembangan industri yang berlokasi di wilayah pesisir pantai. 3.2 Lingkup Kegiatan Pengelolaan kawasan pesisir perlu dilakukan secara terpadu Pengelolaan secara sektoral, seperti perikanan tangkap, tambak, pariwisata, pelabuhan dan industri minyak, seringkali menimbulkan konflik kepentingan antar sektor yang berkepentingan yang melakukan aktivitas pembangunan pada kawasan pesisir yang sama. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan secara terpadu dengan tujuan 7
  • 8. untuk mengharmoniskan dan mengoptimalkan antara kepentingan untuk melihat lingkungan, keterlibatan masyarakat dan pembangunan ekonomi. Mengingat lingkup pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu begitu luas dan melibatkan banyak aspek dan adanya keterbatasan pada penugasan ini maka kegiatan ini dibatasi pada upaya-upaya pengaturan ruang di kawasan pesisir, sehingga tujuan kegiatan ini adalah sebagai upaya untuk mencegah dan mengurangi konflik pemanfaatan ruang dapat tercapai. Untuk itu lingkup kegiatan yang akan dilakukan ini adalah : (1) Melakukan identifikasi permasalahan pemanfaatan ruang yang timbul sebagai akibat dari pemanfaatan ruang yang belum terarah di kawasan pesisir pantai, terutama yang menyangkut pengelolaan kawasan lindung dan budidaya; (2) Mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan dalam pemanfaatan ruang yang dikeluarkan, baik oleh, pemerintah pusat, pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota; (3) Melakukan indentifikasi aspek teknis sektoral yang harus diperhatikan dalam setiap langkah pemanfaatan ruang. (4) Melakukan kajian terhadap aspek kelembagaan yang mencakup instansi pelaksana dan kaitannya dengan instansi lain; (5) Melakukan kajian identifikasi teknologi yang perlu diterapkan dalam upaya pengelolaan kawasan pesisir pantai; (6) Menyusun rancangan Pedoman Pengaturan Ruang Kawasan Pesisir Pantai. 8
  • 9. IV. KERANGKA KONSEP 4.1 Potensi Wilayah Pedesaan Pantai 4.1.1 Potensi Umum Wilayah Pedesaan Pantai Wilayah pedesaan pantai Jawa Timur terletak pada tiga wilayah perairan laut, yaitu : (a) Laut Jawa (TP) Bulu Tuban dan Weru Kompleks Lamongan; (b) Wilayah Selat Madura (Bandaran-Pamekasan dan Lekok Pasuruan) dan Wilayah Samudra Indonesia (Laut Selatan Jawa Timur, Muncar Banyuwangi dan Puger Jember, Sendangbiru Malang) ketiga wilayah laut tersebut pada dasarnya mewakili wilayah penangkapan ikan perairan pantai (Selat Madura), lepas pantai (Laut Jawa) dan laut dalam (Laut Selatan Jawa Timur). Peranan tambak di wilayah pedesaan pantai tidak merata dan hampir keseluruhannya telah dikelola sebagai tambak udang intensif. Desa-desa pantai telah terbuka dari isolasi, sehingga interaksi antar masyarakat di lokasi dengan masyarakat diluarnya telah cukup lancar. Berikut ini akan diuraikan secara lebih terperinci masing-masing desa, yaitu meliputi gambaran umum dan proses perubahan yang terjadi. 4.1.2 Wilayah Pedesaan Pantai Madura – Selatan : Bandaran (i) Karakteristik Penduduk Sebagian besar penduduk Bandaran ( ±95 %) bekerja sebagai nelayan dan sisanya bekerja di bidang pertanian, pegawai negeri dan jasa. Latar belakang menjadi pendega ini disebabkan oleh ketrampilan yang diajarkan dari orang tuanya. Sebagian besar anggota rumah tangga tidak bekerja. Beberapa isteri pendega membantu bekerja sebagai “bakul” ikan di pasar Bandaran. Secara umum pendidikan formal nelayan adalah SD atau tidak tamat SD. (ii) Lingkup Sosial Posisi pendega di dalam bagi hasil lebih tinggi (60 %) bila dibanding denga tempat lain yang sebesar 50 %. Pembentukan kelompok antar pendega dalam suatu usaha perikanan sangat lemah. Kelompok pendega yang dibentuk saat menerima kredit telah mengalami bubar. Perpecahan kelompok tersebut terutama diakibatkan oleh perselisihan sesama pendega di dalam menentukan pemilikan alat tangkap tersebut. 9
  • 10. Kredit yang diberikan oleh pemerintah kadangkala masih dipandang sebagai barang bantuan atau pinjaman yang tidak harus dikembalikan. Dalam bayak kasus penunggakan hutang kredit nelayan ada kaitannya dengan masalah ini. (iii) Ketergantungan Ketergantungan nelayan pada pedagang pengumpu ikan basah dan ikan kering cukup besar. Hasil tangkapan nelayan secara umum langsung dibeli oleh pedagang dari desa tetangga (Desa Tanjung) yang berfungsi sebagai pedagang pengumpul. 4.1.3 Wilayah Pedesaan Pantai Pasuruan – Situbondo : Lekok (i) Karakteristik Penduduk Jumlah penduduk Kecamatan Lekok 47.239 orang (12.541 KK), terdiri dari 22.220 pria dan 25.019 wanita. Mata pencaharian di sektor perikanan dapat diuraikan sebagai berikut : Nelayan 917 RTP, petani tambak 136 RTP, penyakap 9 RTP dan pengolah 196 RTP. (ii) Karakteristik Responden Responden nelayan juragan di Lekok adalah payang, payang alet, jaring dan pancing. Jumlah tanggungan keluarga responden antara 3 sampai 5 orang. Sebagaian kecil isteri mereka (<25%) bekerja sebagai pengolah/pedagang, bekerja ditambak dan mendirikan warung. Pekerjaan juragan payang sebelumnya adalah sebagai pendega sedangkan nelayan pyang alet sebelumnya bukan sebagai nelayan. Juragan jaring dan pancing lebih dari 50% adalah bekas pendega sedangkan yang lain adalah bukan nelayan. Sejumlah 95-100% nelayan di Lekok berpendidikan formal SD tamat atau tidak tamat. Sebagian besar nelayan payang telah bekerja sebagai nelayan pada tahun 1970-an. Sedangkan juragan jaring antara tahun 1970 dan 1980. Nelayan payang alit mulai mengoperasi alat tangkapnya setelah tahun 1980-an. (iii) Lingkungan Sosial-Budaya Nelayan, petani tambak dan pengolahan ikan pada umumnya melakukan usahanya berdasarkan warisan yang diterima dari generasi pendahulunya. Didaerah ini terdapat kelompok nelayan dan petani tambak yang anggotanya terdiri dari 15-40 orang. Mereka mengadakan arisan hairan, mingguan dan ada yang bulanan. Setiap hari Jumat diadakan penarikan dana sosial dari para nelayan secara sukarela dengan jumlah berdasarkan kemampuan. Dana sosial ini 10
  • 11. pada masa paceklik atau muslim laib disumbangkan kepada mereka yang tidak mampu (redistribusi). Sumbangan dapat berupa uang, beras atau pakaian seharga Rp2.500,- per orang. Para nelayan umumnya tidak suka menabung. Apabila hasil tangkapan berjumlah banyak langsung dibelikan barang-barang berharga, seperti TV, radio, sepeda dan sebagainya, jadi jarang sekali penduduk yang menyimpan uang. Modal usaha adalah modal sendiri dan sesuai dengan yang dimiliki atau dipinjam dari kerabatnya. Alasan mereka adalah kemudahan prosedur dan tidak ada bunga atau sangsi yang lain. Perjanjian dibuat secara lisa atas dasar saling mempercayai. 4.1.4. Lingkungan Hidup Pedesaan Pantai Pada umumnya desa pantai menggambarkan suatu desa yang panas dan gersang serta bau yang kurang sedap. Desa pantai umumnya padat penduduk sebagai nelayan, pengolah ikan dan pedagang. Perkampungan umumnya merupakan pemukiman kumuh dan kurang memperhatikan kebersihan lingkungan. Keadaan jalan desa/kampung kebanyakan masih tanah atau batu (belum aspalan), hanya ada sebagian kecil jalan kampung yang terbuat dari semen (beton), biasanya pada desa yang sudah maju atas prakarsa pemerintah desa dengan dana swadaya masyarakat setempat. Keadaan rumah nelayan dan pengolahan ikan umumnya sudah berdinding tembok atau papan, beratap genting dan berlantai semen. Keadaan yang demikian sudah dapat dikatakan layak walaupun belum memenuhi syarat sebagai rumah sehat, karena tidak berventilasi, tidak memiliki jamban dan di sekitar rumah masih ada yang memiliki comberan karena tidak adanya saluran pembuangna yang sempurna. Sebenarnya di bidang kesehatan dan kebersihan lingkungan hampir 90% penduduk telah mendapatkan penyuluhan tentang rumah sehat, gizi masyarakat dan KB. Namun karena rendahnya tingkat pendidikan dan tradisi yang kuat, sekitar 70-80% penduduk lebih suka membuang limbah dan sampah rumah tangga bahkan sampah pasar kelaut atau sungai. Karena kurangnya kebersihan, sehingga penyakit yang sering dialami adalah sakit perut (diare). Untuk mengatasi penyakit tersebut umumnya mereka berobat ke Puskesmas, kepada Mantri Kesehatan, bahkan sudah ada yang memanfaatkan dokter. Hampir semua anak telah mendapatkan imunisasi. (i) Kendala Pengelolaan Lingkungan Desa Pantai Beberapa permasalahan yang terjadi pada lingkungna perairan, antara lain ialah : 11
  • 12. (a) Pada musim barat masyarakat nelayan kebanyakan tidak melaut dengan alasan takut terhadap ombak yang besar dan menurunnya produksi perairan. Menurut soedarmo, dkk (1984), musim barat yang terjadi pada bulan Desember-Maret menyebabkan (i) mengalirnya arus yang kuat dari barat ke timur; (ii) bagian barat Indonesia curah hujannya tinggi, sehingga kadar garam menjadi rendah, angin sangat kencang dan ombak sangat besar; dan (iii) ikan-ikan yang suka pada kadar garam tinggi akan bermigrasi ke timur atau ke lapisan bawah. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan perahu yang lebih baik dengan alat tangkap khusus untuk menangkap ikan-ikan yang mungkin bermigrasi vertikal ke lapisan bawah yang lebih dalam. (b) Menurunnya produksi nener/benur di pantai utara Jawa dan perairan Selat Madura yang dianggap memiliki potensi yang perlu dikembangkan dapat diatasi dengan penanaman kembali pengaturan jalur hijau hutan bakau. Karena hutan bakau mempunyai peranan penting bagi perikanan, yaitu sebagai sumber makanan, tempat perlindungan (shelter), tempat berbiak (spawning ground), nursery ground. Secara fisik dan kimiawi; sebagai penahan gelombang, penahanan instrusi laut, penahanan erosi tanah, pengendali banjir dan pelindung terhadap pencemaran. (c) Kemajuan dan perkembangan teknologi yang pesat seperti di Muncar, telah membuka peluang terjadinya perubahan lingkungan yang berdampak pada kualitas dan produktivitas perairan, misalnya adanya pencemaran dari limbah industri pengolahan ikan dan limbah tampak intensif. (ii) Permasalahan Lingkungan Hidup Pedesaan Pantai (a) Keadaan cuaca di pedesaan pesisir pantai pada umumnya panas, berdebu dan berbau yang kurang sedap. Untuk mengatasi hal ini dapat diusahakan dengan mengadakan penghijuan, yaitu penanaman pohon atau tanaman yang bisa hidup di daerah pantai. Tanaman tersebut di tanam di sepanjang jalan desa maupun di halaman rumah penduduk. (b) Pertambahan penduduk yang masih relatif besar berdampak pada banyaknya produksi sampah domestik yang dibuang ke perairan pantai. Dengan adanya pembuangan tinja yang tidak higienik, maka gangguan diare dan muntah-berak pada 12
  • 13. umumnya merupakan masalah yang sering melanda masyarakat desa pantai. (iii) Potensi dan Kendala Pengembangan Teknologi Penangkapan Pemanfaatan sumberdaya perairan oleh nelayan telah semakin intensif sejalan dengan penerapan teknologi penangkapan ikan yang lebih modern, baik teknologi armada perikanan (perahu/kapal) maupun alat penangkapan (jaring). Dalam hal ini inovasi teknologi meliputi : (a) Peningkatan mutu teknologi alat tangkap dan armada penangkapan; (b) diversifikasi penggunaan alat tangkap dan; (c) penambahan jumlah unit penangkapan. Perubahan teknologi yang terjadi selama 20 tahun terakhir di perairan laut Jawa Timur berkaitan erat dengan keadaan lingkungan perairan. Perairan laut utara merupakan wilayah selasar benua (continental shelf) yang dangkal dengan potensi sumberdaya perikanan demersial (dasar) dan pelagis (permukaan). Sedangkan perairan pantai selatan merupakan wilayah perairan dalam dengan potensi sumberdaya perikanan pelagis dan terpengaruh oleh perairan laut dalam (samudera). Secara ringkas nelayan Jawa Timur berdasarkan pada jangkauan daerah penangkapannya dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yiatu (a) nelayan yang bekerja di pantai; (b) lepas pantai, dan (c) laut lepas (samudera). Daerah-daerah penangkapan ini pada kenyataaan tidak dapat dipisahkan secara tegas. Pengelompokan ini berkaitan erat dengan kedalaman perairan, yang kemudian mempengaruhi jenis ikan yang diburu pada masing-masing unit kerja, alat tangkap yang dipakai, armada penangkapan dan modal kerja yang diperlukan. Disamping itu, daerah-daerah penangkapan ini, sampai saat ini masih didominasi oleh usaha nelayan skala kecil. Beberapa ciri penting dari usaha kecil ini menurut Sawit dan Sumiono (1986) antara lain: (a) kegiatan kerja lebih padat kerja dengan alat tangkap sederhana; (b) Teknologi penangkapan yang dipakai masih juga sederhana dan; (c) tingkat pendidikan dan ketrampilan juga rendah. Disamping itu, eksploitasi sumberdaya perairan pantai pada umumnya masih terbatas pada perairan yang tidak begitu jauh dari tempat tinggal mereka. Ciri teknologi penangkapan oleh nelayan kecil ini adalah nelayan tanpa perahu menggunakan perahu dayung, layar dan/atau motor tempel. Perahu motor tempel adalah perahu dengan mesin yang dipasang di luar tubuh perahu (out board). 13
  • 14. Selain itu juga terdapat pula usaha penangkapan ikan dengan skala menengah, dimana para nelayan yang menggunakan kapal motor dari berbagai ukuran kapal dan kekuatan mesin. Kapal motor adalah kapal/perahu dengan pemasangan mesin di dalam tubuh (in board). Pada umumnya kapal motor ini berpangkalan dikota pelabuhan di sepanjang pantai. Hal ini berbeda dengan umumnya perahu motor tempel yang berpangkalan di pusat-pusat pendaratan ikan (bukan pelabuhan) yang berada di dekat tempat tinggal mereka. Keragaman alat tangkap memungkinkan para nelayan skala kecil untuk berpindah dari satu sistem kerja ke sub sistem kerja lainnya dalam musim yang berbeda sebagai upaya untuk tetap bisa menangkap ikan. Oleh karena itu sub sistem kerja yang ada pada nelayan tidak bisa dianggap sebagai sub sistem yang saling terpisah. Sebagai contoh, di Puger, kabupaten Jember, pada bulan Desember- Pebruari seorang nelayan mengoperasikan jaring gondrong (jaring kantong, trammel net), dan di bulan-bulan berikutnya mereka (nelayan) bisa saja mengoperasikan pancing prawe. Keluwesan seorang nelayan untuk pindah sistem penangkapan tergantung pada berbagai hal, diantaranya: (a) Kemampuan nelayan, baik ketrampilan maupun kemungkinan keragaman alat tangkap yang bisa digunakan untuk skala kapal dan mesin yang dimilikinya; (b) kondisi lingkungan, yaitu jenis ikan yang sedang musim dan keadaan perairan dan; (c) ketersediaan tenaga kerja yang mampu melaksanakan operasi penangkapan ikan yang tersedia. Dalam hubungan ini, para nelayan umumnya membagi musim penangkapan menjadi dua, yaitu musim panen dan musim paceklik. Sesuai dengan namanya, musim panen merupakan saat para nelayan memperoleh puncak penghasilan. Sebaiknya musim paceklik merupakan saat para nelayan kurang/tidak berpenghasilan. Musim panen dicirikan oleh munculnya jenis ikan buruan pada daerah penangkapan, biasanya bertepatan dengan musim teduh (laut tidak berombak besar). Adapun bulan paceklik terjadi bila sumberdaya yang menjadi buruan menghilang dari daerah penangkapan atau bila laut berombak besar. Bila paceklik terjadi karena sebab “hilangnya ikan” yang menjadi buruan, para nelayan mencoba mengatasinya dengan mengganti alat tangkap lain, sesuai dengan sumberdaya yang ada atau dengan berpindah daerah penangkapan perairan lain. Bila paceklik terjadi karena musim ombak, para nelayan mengatasinya dengan berpindah daerah 14
  • 15. penangkapan (migrasi) ke perairan lain yang tenang dan tersedia sumberdaya yang menjadi sasaran penangkapan. Kegiatan melakukan migrasi mencari daerah penangkapan lain jauh dari tempat tinggalnya melakukan penangkapan ikan di laut, atau kemudian menetap di desa nelayan lainnya disebut andon. Kegiatan andon bisa diduga hanya dapat dilakukan oleh nelayan yang memiliki perahi baik (baik berlayar jauh mencari daerah penangkapan lain) dan/atau memiliki alat tangkap yang beragam. Dengan demikian strategi eksploitasi penangkapan ikan yang dilakukan para nelayan skala kecil tergantung pada berbagai hal, diantaranya : (a) potensi sumberdaya, (b) variasi alat tangkap yang dimiliki dan; (c) mutu perahu. Program pemerintah, seperti Bimas, kredit KIK/KMKP atau bentuk kredit yang lain selama 15 tahun terakhir ini, telah memungkinkan banyak nelayan memperbaiki mutu perahu dengan menganeka- ragaman alat tangkapnya, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kestabilan pendapatnya dalam musim-musim yang berbeda. Hanya saja pada sisi lain juga membawa implikasi bertambahnya intensitas eksploitasi sumberdaya perikanan laut. 4.1.5. Perkembangan Teknologi Penangkapan Ikan Perkembangan teknologi penangkapan ikan di Jawa Timur sudah dimulai sejak lama. Alat tangkap yang sudah lama mereka kenal berupa pancing (rawai), payang (boat seine), jaring insang (gill – net) pijer (bottom gill net) dan payang alet (danish seine). Pada awal dekade 1970-an dikawasan ini mulai dikenal kapal trawi tipe cungking dari bagansiapi-api yang menggunakan kapal motor. Selanjutnya motorisasi perikanan berupa motor tempel berkembang teknologi penangkapan ikan di Jawa Timur, yaitu : a) Pertama, konflik antara nelayan payang dan purse seine di Muncar pada tahun 1974, yang selanjutnya diikuti program kredit purse saine untuk kelompok nelayan di Muncar sebanyak 30 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 12 orang anggota. b) Kedua, konflik terbuka antara nelayan jaring dan nelayan trawi di pantai utara jawa (Laut Utara dan Selat Madura) sepanjang tahun 1975 – 1979. Yang selanjutnya diikuti dan diakhiri dengan Kepres No. 39 tahun 1980 kemudian diikuti dengan program Bimas Perikanan Tahun 1981 dan 1982. Disamping program KIK / KMKP untuk eks ABK trawi. Kedua kejadian tersebut diatas telah berdampak positif terhadap perkembangan teknologi penangkapan ikan di Jawa Timur. Kejadian pertama 15
  • 16. telah mendorong nelayan Muncar mengalihmkan unit kerja penangkapan dari alat payang ke alat tangkap purse seine, baik melalui kredit maupun tanpa kredit. Sedangkan kejadian kedua telah mendorong hampir seluruh wilayah perikanan di Jawa Timur terkena dampak pengenalan teknologi penangkapan baru, seperti pengenalan kapal penangkapan (kapal purse seine) dan macam-macam gillnet, sehingga motorisasi perikanan berupa motor tempel berkembang sangat pesat dalam dekade 1980-an. Gambaran tentang tahap-tahap perbaikan teknologi penangkapan yang pernah dilakukan nelayan Jawa Timur adalah sebagai berikut : a) Pada dasarnya nelayan Jawa Timur secara keseluruhan sangat responsif terhadap perbaikan teknologi b) Perubahan struktur pemilihan alat tangkap atau pengganti alat tangkap lain dapat terjadi karena kemungkinan : - Program pemerintah : kasus pemilihan purse seine oleh nelayan sendiri; - Kasus perkembangan gardanisasi jaring dogol (danish seine) di Selat Madura; c) Mengingat kondisi perairan yang berbeda antara perairan Laut Utara dan Selatan Jawa Timur, maka perkembangan teknologi yang dimiliki beberapa perbedaan disamping terdapat persamaan. Persamaannya adalah : ukuran kapal, mesin dan alat tangkap meningkat, disamping diterapkannya alat yang lebih efisien, seperti gearbox, atau peningkatan kemampuan alat bantu seperti lampu dan rumpon. Perubahan yang ada mengarah pada penggunaan alat yang makin efisien. Sedangkan perbedaannya meliputi hal-hal yang berkenaan dengan sistem penangkapan : (1) Di Wilayah Selatan mengarah pada perluasan alat tangkap untuk perairan Samudera, seperti gill net dan pancing prawe. Mengingat wilayah Muncar telah dikenakan teknologi sejak tahun 1974/1975, maka kecepatan perubahan nampak sangat tinggi, bahkan semakin memberi arah pada perubahan-perubahan teknologi yang lain. Dengan diperkenakannya listrik untuk alat bantu penangkapan, telah membuka peluang lain untuk memasuki modernisasi penangkapan ikan lebih luas. (2) Di Wilayah Utara (Laut Jawa dan Selat Madura) mengarah pada pengembangan perikanan demersal, khususnya pengembangan gardanisasi payang dogol (danish seine). Proses persaingan antara payang dan purse seine di Selat Madura, terjadi keadaan keduannya bertahan pada lokasi penangkapan yang berdekatan (konsistensi), sedangkan di Laut Jawa posisi payang makin marginal, dan purse seine perkembangan alat tangkap gill net, sedang diperairan utara cenderung berkembang macam-macam ukuran gil net kecil sesuai dengan jenis 16
  • 17. ikan yang menjadi buruan. Di bagian utara Jawa Timur banyak berkembang jenis gill net baru. d) Ditinjau dari segi waktu, maka dekade 1980-an adalah merupakan tahap perbaikan adopsi teknologi secara internal yang telah menyiapkan nelayan Jawa Timur memasuki tahap pengembangan teknologi modern selanjutnya. 4.1.6. Teknologi Penangkapan dan Peluang Pengembangannya Setelah melewati perkembangan teknologi penangkapan ikan di Jawa Timur selama 20 tahun, maka keadaan teknologi yang ada sekarang telah maju dari gambaran besarnya investasi terlihat besarnya potensi sumber dana milik nelayan. Pada umumnya sumber dana tersebut merupakan modal sendiri, dan hanya sebagian kecil nelayan yang telah memperoleh modal dari Bank. Disamping itu, secara geografis potensi sumberdaya alam yang tersedia di wilayah utara tersedia potensi ikan-ikan demerial belum dimanfaatkan secara maksimal, khususnya pasca larangan penggunaan jaring trawl sejak tahun 1981. Adapun di wilayah perairan selatan tersedia potensi sangat besar ikan-ikan pelagis seperti ikan tuna, tongkol, dan cucut, juga masih dimanfaatkan sangat rendah. Menurut perkiraan Dinas Perikanan Propinsi Jawa Timur pemanfaatan potensi perikanan di wilayah perairan laut selatan di bawah 10% dari potensi lestari. Sementara itu, dari pengalaman selama 20 tahun terakhir. Beberapa kelemahan dan ancaman untuk mendorong dan meningkatkan penerapan teknologi maju selanjutnya antara lain adalah : (a) Tingkat pendidikan dan ketrampilan rendah, rata-rata pendidikan Sekolah Dasar; (b) Kesenjangan ekonomi diantara para nelayan tradisional dengan nelayan maju dilingkungan masyarakat nelayan skala kecil itu sendiri makin besar, baik antar lokasi penelitian, maupun di lingkungan lokasi penelitian itu sendiri. Kesenjangan nampak antara nelayan purse seine dan payang dengan nelayan gill net; (c) kesenjangan ekonomi yang ada juga berdampak terhadap kesenjangan memperoleh informasi teknologi antara jenis alat tangkap maupun antar wilayah masih sangat nampak. Sementara itu peranan penyuluh perikanan masih terasa terlalu rendah, bahkan terkesan lnelayan jauh lebih terampil dari pada para penyuluh yang ada, (d) kelembagaan koperasi (KUD) hampir seluruhnya belum berfungsi. Di semua lokasi penelitian diperoleh informasi bahwa KUD masih lebih dikenal sebagai pemungut retribusi saja, dan kurang mampu mengatasi permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh nelayan. Beberapa peluang yang mungkin bisa dimanfaatkan nelayan selanjutnya antara lain : (a) Keberhasilan penerapan teknologi yang ada sekarang menumbuhkan optimisme para nelayan, khususnya di wilayah perairan selatan, mengingat potensi ikan tuna yang memiliki peluang ekspor, maupun juga adanya 17
  • 18. peluang ekspor beberapa jenis ikan dasar seperti ikan kerapu, udang barong, udang dan lainnya untuk wilayah perairan utara Jawa Timur, (b) Cukup tersedia pilihan teknologi baru, misalnya penerapan lampu bawah air, sarana komunikasi, maupun proyek-proyek pelabuhan yang sedang dibangun oleh pemerintah; (c) Adanya efek demonstratif dari perbaikan teknologi antar wilayah cukup besar untuk mengurangi adanya wilayah yang belum terjangkau oleh pengenalan teknologi, sehingga perbaikan teknologi yang berhasil disuatu lokasi perikanan akan segera tersebar ke seluruh wilayah. Penyebaran teknologi tersebut lebih dipercepat mengingat daya migrasi dan andon para nelayan antar wilayah cukup besar. Sehubungan dengan adanya faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada, maka pengembangna teknologi penangkapan masa depan di Jawa Timur ada beberapa pilihan layak secara teknis, antara lain : (a) Wilayah Selatan : perluasan usaha perikanan dengan menggunakan alat tangkap gill net dan pancing prawe; (b) Wilayah utara perluasan usaha perikanan dengan menggunakan alat tangkap dogol (danish seine) bergardan yang ditujukan untuk memanfaatkan potensi perikanan dasar (demersal) di Laut Jawa dan Selat Madura; (c) Baik untuk wilayah utara maupun selatan Jawa Timur untuk dikaji lebih dalam adanya penggunaan teknologi lampu di bawah air, gear box untuk mesin kapal maupun pengembangan alternatif purse seine khususnya di Puger Perhitungan kelayakan ekonomi disajikan di lampiran. 4.2. Aspek Ekonomi Usaha Penangkapan Ikan 4.2.1 Hari Kerja Usaha Penangkapan Ikan Hari kerja usaha penangkapan ikan di Jawa Timur 17-26 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hari kerja menurut jenis kapal maupun alat tangkapnya disebabkan keadaan musim (antara musim paceklik dan bukan). Hanya lterjadi pada wilayah Puger, sedangkan pada daerah lain perbedaannya tidak begitu menonjol. Hal ini disebabkan karena pada wilayah Puger dan musim tersebut terjadi angin barat yang menyebabkan gelombang laut cukup besar. Hasil penelitian bahwa hari kerja nelayan tidak penuh 30 hari, dikarenakan memperbaiki alat tangkapnya. Disamping itu pada waktu terang bulan juga nelayan tidak bekerja dikarenakan tidak ada ikan. 4.2.2 Tingkat Pendapatan dan Kelayakan Teknologi Tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan ada pada jenis Purse Seine, kemudian payang dan Glinet. Adanya perbedaan pendapatan berdasarkan wilayah penelitian disebabkan karena adanya perbedan teknologi dan fisling 18
  • 19. gronnd purse seine di Muncar (Banyuwangi) pendapatan tertinggi dibanding lain dengan wilayah lain, dikenalkan etimologis sudah maju dengan fisling groundnya lebih jauh. Ditinjau dari segi pendapatan pendega (ABK) Gilnet yang tertinggi, hal ini dikemukakan karena disamping teknologinya semi maju, juga disebabkan jumlah ABK lebih sedikit. Variasi pendapatan permusim tampaknya terjadi perbedaan. Jenis Gilnnet dan Purseine, tampaknya relatif lebih stabil. Namun hasil penelitian menunjukkan juga ditentukan oleh wilayah (Potensi Sumber Daya Ikan). Dengan demikian apabila nelayan dapat mengoperasi diluar wilayah (andon), pendapatannya cenderung stabil hal ini banyak dilakukan oleh nelayan di Muncar. Ditinjau dari segi kelayakannya ternyata gill net pantas dikembangkan untuk peningkatan golongan nelayan kecil (pendega). Sedangkan di wilayah utara tampaknya pengembangan pada penggunaan “alet” yang lebih beragam. Jenis Dogol yang dikombinasikan antara pancing perawe permukaan tampaknya dapat dilakukan. 4.2.3. Potensi dan Kendala Sumberdaya Manusia dan Sosial Budaya Uraian ini akan menggambarkan kondisi umum nelayan dan pengolah serta penduduk lainnya yang terdapat di keenam daerah penelitian. Keenam daerah tersebut dikategorikan ke dalam tiga satuan wilayah, yaitu (a) wilayah Timur-selatan (Muncar dan Puger), (b) Wilayah utara /Selat Madura (Lekok dan Bandaran) dan (3) Wilayah utara/Laut Jawa (Bulu dan Weru). a) Karakteristik Penduduk Alokasi waktu anggota keluarga pendega membantu kegiatan produktif bervariasi, Sebagian kecil saja yang memanfaatkan waktunya untuk kegiatan produktif, misal pedagang skala kecil, pembuat ikan olahan (tepung ikan) dan warung makan skala kecil. Usaha pembuatan tepung ikan skala rumahtangga dan dijual di pasar muncar. Pendidikan pendega pada umumnya sampai pada tingkat SD atau tidak tamat SD, sedangkan para juragan darat umumnya memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Pengetahuan dan ketrampilan nelayan tentang aspek penangkapan ikan rata-rata lebih tinggi dari pada para tugas lapangan dari TPI/KUD dan PPL. b) Karakteristik Responden Nelayan juragan responden di Muncar terdiri dari empat alat tangkap, yaitu purse seine, gill net, pancing dan payang. Rata-rata jumlah keluarga juragan purse seine dan pancing adalah 4 sampai 5 orang, sedangkan untuk nelayan gill net dan payang antara 6 sampai 8 orang. Pekerjaan istri rata-rata adalah berjualan 19
  • 20. “Mracangan”. Sebagian besar pendidikan mereka adalah SD atau SD tidak tamat. Sebagian besar nelayan Muncar ini bekerja sebagai nelayan pada tahun 1970-an. c) Lingkungan Sosial Latar belakang menjadi pendega bervariasi. Nelayan lokal cenderung memilih pendega karena tidak ada alternatif pekerjaan lain. Disamping itu juga ada yang digunakan untuk meniti profesi ke arah juragan laut dan kemudian menjadi juragan darat. Pendega berasal dari dalam dan luar desa nelayan. Pendega luar desa nelayan ada yang dekat desa nelayan dan biasanya bekerja sebagai buruh tani, dan ada yang asal luar daerah seperti, Madura, Probolinggo, Bondowoso dan Jember. Panutan nelayan di Muncar adalah juragan yang sekaligus “mengerti agama”. Peranan Camat dan Lurah/Kepala Desa dihadapi secara netral. Arahan pejabat ini akan dituruti jika “menguntungkan” dan akan tidak ditanggapi bila “tidak menguntungkan”. Bila kebijaksanaan pejabat tersebut dianggap “merugikan” maka nelayan pendega diorganisir oleh juragan untuk menentangnya. Kasus konflik di Muncar 1974 berakar pada peranan “juragan yang kuat” dan mereka dirugikan oleh pihak tertentu di masyarakat. d) Respon Masyarakat terhadap Kredit dan Program Pemerintah, Serta Teknologi. Ketika peranan KUD dominan dalam pengelolaan kredit kelompok pendega, maka respon mereka sangat positif. Pengembalian kredit lancar dan bahkan nelayan dapat melunasi pinjamannya kepada KUD. Hal ini berlangsung pada tahun 1974-1979. Hal demikian ini tidak diikuti pada pemberian kredit Bimas I dan Bimas II tahun 1981/1982 (gill net dan payang). Alat tangkap tersebut tidak segera menguntungkan nelayan dan pengembaliannya hanya mencapai sekitar 15-25%. Secara umum respon masyarakat nelayan pada program pemerintah “positif”, (termasuk TPI) asal para pembeli (Pengolahan Ikan) ikut melakukan lelang di TPI. Demikian pula nelayan sangat setuju bila diadakan lelang murni, pelabuhan perikanan dan proyek pemerintah lainnya. Penentu respon ini masih selalu dikaitkan dengan keuntungan ekonomi nyata yang diperoleh oleh para pendega. Masyarakat nelayan menilaikan bahwa “kredit pemerintah” merupakan fasilitas yang menjadi hak mereka, sehingga ada kecenderungan tidak melunasi pinjaman, terlebih lagi vila alat tangkap mereka cepat mengalami kerusakan. Hal demikian ini menjadi berbeda, bila mereka mempunyai hutang kepada tetangga atau kepada kerabatnya. Hutang harus dibayar, tatapi kredit tidak harus dibayar, apalagi kredit kelompok, sebab tidak bisa ditentukan penanggung jawab tunggal. Respon terhadap perkembangan teknologi nelayan Muncar sangat positif. Hal ini dapat diamati dari hasrat untuk mencari informasi dan memperbaiki teknologi yang dimiliki yang terus berubah semakin intensif. 20
  • 21. e) Ketergantungan Nelayan Untuk mempertahankan pendega agar tetap bekerja kepada juragan maka juragan memberikan pinjaman kepada pendega, maksimal Rp. 50.000,- Pendega dapat pindah ke juragan lain dengan cara melunasi pinjamannya. Kedatangan pendega yang andon ke desa nelayan menyebabkan “harga” tenaga kerja menjadi lebih murah. Hal demikian ini digunakan oleh juragan darat dan juragan laut untuk menurunkan bagian hasil tangkap. Penerimaan bagi hasil yang rendah ini tidak menggairahkan pada semangat kerja pendega. V. POTENSI SUMBERDAYA DAN PERATURAN PERUNDANGAN 5.1. Pendahuluan Studi penyusunan pedoman pengaturan ruang kawasan pesisir pantai pada dasarnya tidak terlepas dari kebijakan pemerintah propinsi Jawa Timur, kabupaten, dan kecamatan wilayah studi. Kebijakan tersebut adalah rencana tata ruang, kebijakan sektoral terkait. Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang bahwa Rencana Tata Ruang berdasarkan hicrarkhi atas Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadia/Kabupaten (Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan, Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan dan Rencana Tata Ruang Kawasan Tertentu). Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah Pasal 4 (1) Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun daerah propinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang berwewenang dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat. (2) Daerah-daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing berdiri-sendiri dan tidak mempunyai hubungan hicrarkhi satu sama lain. Sihingga untuk perencanaan tata ruang yang ada di kabupaten bukan merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi tetapi merupakan sinkronisasi dari Rencana Tata Ruang yang ada di wilayah propinsi. Penyusunan rencana tata ruang bertujuan untuk menumbuhkan ekonomi wilayah dan memeratakan perkembangan ekonomi, sosial budaya masyarakat di seluruh wilayah, mengintegrasikan wilayah dalam rangka memantapkan ketahanan nasional serta mengoptimalkan pendayagunaan 21
  • 22. sumberdaya alam secara serasi dengan sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Berdasarkan kebijakan dan stategi pembangunan wilayah pesisir dan kelautan, ditetapkan berdasarkan penentuan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) kewewenangan Indonesia untuk mengelola wilayah kelautan adalah sejauh 200 mil dari pasang surut terendah. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dijelaskan bahwa wewenang pengelolaan wilayah kelautan bagi propinsi adalah 12 mil, dan bagi kabupaten/kota kewenangan pegelolaan wilayah kelautannya adalah 4 mil. Wilayah pesisir pantai merupakan wilayah peralihan antara daratan dan perairan laut. Secara fisiografis didefinisikan sebagai wilayah antara garis pantai hingga ke arah daratan yang masih dipengaruhi pasang surut air laut, dengan lebar yang ditentukan oleh kelandaian (% lereng) pantai dan dasar laut, serta dibentuk oleh endapan lempung hingga pasir yang bersifat lepas, dan kadang materinya berupa kerikil. Wilayah pesisir daat diartikan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu: batas yang sejajar garis pantai (longshore) dan batas yang lurus terhadap garis pantai (crosshore). Ruang kawasan pesisir merupakan ruang wilauah diantara ruang daratan dengan ruang lautan yang saling berbatasan. Ruang daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah ermukaan daratan termasuk perairan darat dan sisi darat dari garis laut terendah. Ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis laut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya. 5.2. Dasar Penyusunan Studi Pedoman Pengaturan Ruang Kawasan Pesisir Pantai di Jawa Timur adalah : 1. Undang-Undang Dasar 1945 2. TAP MPR No. IV/MPR/1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara 3. TAP MPR No. XV1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara 4. Undang-Undang No. 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia 5. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria 6. Undang-Undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan 7. Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan PokokPertambangan 22
  • 23. 8. Undang-Undang No. 5 Tahun 1967 tentang Landas Kontinen Indonesia 9. Undang-Undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan 10. Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia 11. Undang-Undang No. 2 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan hidup 12. Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekslusif Indonesia (ZEE) 13. Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 tentang Perindustrian 14. Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Perikanan 15. Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengeshahan United Nations Convertion on the Law of the Sea (Konversi PBB tentang Hukum Laut) 16. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya 17. Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan 18. Undang-Undang No. 2 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan hidup 19. Undang-Undang No. 4 Tahun 1990 tentang Perumahan dan Pemukiman 20. Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya 21. Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran 22. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang 23. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah 24. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah 25. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang- undang tahun 1967 Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan 26. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan 27. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air 28. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1982 tentang Irigasi 29. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan 30. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan 31. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa 32. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai 33. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Peran serta Masyarakat dalam Kegiatan Penataan Ruang 34. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom 23
  • 24. 35. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri 36. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Hutan Lindung 37. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 33 Tahun 1989 tentang Pengelolaan Kawasan Budaya 38. Pemendagri No. 8 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Budaya 39. Pemendagri No. 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah 40. Pemendagri No. 2Tahun 1998 tentang Pedoman Penyususnan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dati II 41. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau 42. Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Jawa Timur No. 59 Tahun 1990 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Timur 5.3. Kebijaksanaan Pemukiman Kawasan pemukiman pesisir merupakan suatu lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan, dimana dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut dipengaruhi oleh sifat alam kawasan pesisir. Dampak penting terhadap ekosistem tergantung pada tipe pemukiman pesisir. Pengembangan kawasan pesisir untuk kawasan pemukiman penting memperhatikan keadaan ekosistem sekelilingnya. Sedangkan hal yang penting lagi adalah pada tahap konstruksi, karena pada tahap ini akan dilakukan pembukaan wilayah dan pengubahan ekosistem (konversi). Konsep pengembangan pemukiman di kawasan pesisir yang dapat diterapkan adalah pengembangan desa pantai. Upaya yang harus dilakukan antara lain adalah membina masyrakat desa pantai untuk lebih aktif dan berperan dalam pembangunan desa. Pembinaan desa pantai tersebut akan dilaksanakan secara terpadu. Kebijaksanaan yang akan dilaksanakan dalam Pembinaan Desa Pantai ialah : a. Memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat desa pantai yang kondisinya jauh tertinggal dibandingkan dengan desa-desa lainnya 24
  • 25. b. Memperbaiki tingkat pendapatan masyarakat desa pantai melalui upaya-upaya pemanfaatan sumberdaya laut dengan teknologi siap pakai c. Memperbaiki kualitas pemukiman d. Penyediaan infrastruktur dan fasilitas sosial e. Membina kelembagaan desa pantai f.Penyuluhan konservasi lingkungan desa pantai untuk menunjang kelestarian sumberdaya alam dipesisir dan lautan g. Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta h. Rekayasa teknologi tepat guna dan tepat tingkungan untuk daerah desa pantai 5.4. Pedoman Pengaturan Ruang Kawasan Pesisir Pantai Sejalan dengan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam TAP MPR No. XV/1999 pasal 1 dan 2, bahwa penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang laus, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah, termasuk dalam pengelolaan sumberdaya alam. Pasal 5 TAP MPT No.XV/1999, menyatakan bahwa pemerintah daerah berwenang mengelolan sumberdaya nasional dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan. Pedoman pengaturan ruang kawasan pesisir pantai secara terpadu yang dimaksud adalah pengelolaan secara terpadu antar lintas sektoral. Sehingga keutuhan peranan sumberdaya alam dalam tatanan lingkungan menjadi penting untuk dilestarikan. Pedoman pengaturan tersebut merupakan landasan bagi penyusunan perencanaan taktis dan perencanaan operasional. Pengaturan tersebut selanjutnya diterjemahkan menjadi pola pengelolaan raung kawasan pesisir pantai, yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan nasional dan regional. Pedoman pengaturan ruang kawasan pesisir pantai dilakukan secara terpadu antar sektoral harus ada keterpaduan antar lintas sektoralnya. Diharapkan faktor keutuhan peranan sumberdaya alam dalam tatanan lingkungan menjadi penting untuk dilestarikan. Pedoman kebijakan pemanfaatan ruang kawasan pesisir pantai meruapakan kebijakan penetapan kawasan berdasarkan keseuaian pemanfaatan ruangnya. Tujuannya adalah untuk memberikan arahan zonasi kawasan budaya dan kawasan lindung. Kawasan budaya meliputi kawasan pemukiman, pariwisata, pertanian, perikanan. Sedangkan kawasan lindung meliputi kawasan yang memberikan perlindungan 25
  • 26. kawasan bawahannya, antara lain kawasan hutan lindung, kawasan rawan bencana, kawasan sempadan pantai, sempadan sungai. Kriteria tata cara penetapan kawasan lindung dan kawasan budaya ini telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/KPTS/UM/1980. 5.5. Gambaran Wilayah Kabupaten Malang Kabupaten Malang ditinjau dari posisi koordinat Bujur dan Lintang berada pada posisi 120 17’ 10,9”-1120 57’ 0,0” BT dan 70 44’ 55,11” – 80 26’ 34,45” LS. Kabupaten Malang merupakan wilayah yang cukup luas, yang terdiri dari wilayah darat, pantai dan laut. Luas wilayah darat Kabupaten Malang ialah 334,787 Ha. Sedangkan wilayah laut adalah 4 mil (berdasarkan UU No. 22 tahun 1999), dengan garis pantai sepanjang 102,625 Km. Kabupaten Malang ditinjau dari kondisi fisik dasar, terdiri dari kondisi topografi (keterangan dan ketinggian), kondisi geologi, kondisi jenis tanah, kedalaman efektif tanah, drainase, erosi, curah hujan dan kondisi klimatologi. a. Kondisi Topologi Kondisi Topologi yang dimaksud adalah kondisi kelerengan dan ketinggian. Kabupaten Malang ditinjau dari kondisi kelerengannya, sebagian besar berada pada kelerengan 2 – 15 %, yaitu 119.030,78 Ha dan sebagian kecil berada pada kelerengan 0 – 2 % yaitu 119.030,78 Ha dan sebagian kecil berada pada kelerengan 0 – 2 % yaitu 52.607,78 Ha. Kondisi ketingginan Kabupaten Malang berada pada ketinggian 0 – 200 m di atas permukaan laut. Ditinjau dari kondisi morfologinya, daerah yang berada pada kondisi landai hingga pegubungan berada pada kecamatan Bululawang, Gondanglegi, Tajinan, Turen, Kepanjen dan Pakisaji, sebagian Kecamatan Singosari, Lawang, Karangploso, Dau, Pakis, Dampit, Sumber Pucung, Kromengan, Pagak, Kalipare, Donomulyo, Bantur, Ngajum, Gedangan. Sedangkan daerah bergelombang berada pada Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Wagir dan Wonosari. 26
  • 27. Gambar 2. Diagram Evaluasi Sumberdaya Lahan 27 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Lahan Penentuan zona-zona penggunaan lahan Menggunakan unit lahan sebagai unit analisa Karakteristik Lahan Yang Dianalisa Keadaan iklim Kondisis tanah Kemiringan lahan SKOR < 75 kawasan budidaya tanaman semusim/ pemukiman 75 – 125 kawasan budidaya tanaman tahunan 125 – 175 tamanan penyangga < 175 Kawasan lindung
  • 28. b. Kondisi Geologi Kondisi geologi di Kabupaten Malang terdiri dari 5 struktur geologi yaitu hasil gunung api kwarter muda, hasil gunung api kwarter tua, miosen facies gamping, miosen facies sediman dan alivium. Struktur geologi terluas adalah hasil gunung api kwarter muda yaitu 145.152,52 Ha (44,25 %). Sedangkan luas terkecil struktur geologi adalah miosen facies sedimen yaitu 12.834 Ha (3,83 %). c. Kondisi Jenis Tanah Jenis tanag di Kabupaten malang terdiri dari 7 jenis tanah, yaitu : Jenis tanah andosol, latosol, mediteran, litosol, alluvial, regosol, brown forest. Jenis tanah terluas adalah latosol, yaitu 86.260,36 Ha (25,77 %). Sedangkan yang terkecil luasannya adalah jenis tanah brown forest yaitu 6.142,25 Ha (1,83 %). d. Kedalaman Efektif Tanah Kedalaman efektif tanah di Kabupaten Malang sebagian besar berada pada kedalaman > 90 cm, yaitu 278.925,56 Ha (83,31 %) dan sebagian kecil berada kedalaman efektif tanah < 30 cm, yaitu 2.528 Ha (0,76 %). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.4. 5.5.1. Penggunaan Tanah Penggunaan tanag di Kabupaten Malang didominasi kawasan tegal/kebun seluas 117.160 Ha atau 36 % dari luas keseluruhan. Kawasan terluas kedua berupa hutan seluas 86.186 Ha atau sekitar (26 %) dari luas keseluruhan. Untuk lahan sawah seluas 48385 Ha (15 %). Lahan permukiman 44.859 Ha (14 %). Lahan dengan penggunaan lainnya seluas 12.220 Ha (4 %), padang rumput 41 (Ha) (0,01 %), tambak 188 Ha (0,06 %). 5.5.2. Gambaran Umum Wilayah Pesisir A. Kondisi Fisik Kondisi fisik yang mendukung gambaran umum daratan adalah keadaan topografi, hidrologi, klimatologi, jenis tanah, tekstur tanah, kedalaman efektif tanah, erosi dan bahan galian. Adapun uraian masing - masing kondisi fisik tersebut adalah sebagai berikut : 28
  • 29. a. Topografi Berdasarkan kondisi topografinya wilayah perencanaan memiliki ketinggian kirang lebih dari 0 – 2000 meter di atas permukaan laut dan keadaan yang bervariasi yaitu kondisi terjal sampai pegunungan. Semakin mendekati daerah pantai umumnya memiliki karakteristik daerah pegunungan kapir dan kemiringannya sangat besar. Tingkat kelerengan wilayah berkisar diantara kelerengan 2 – 15 %, 15 – 40 % dan 40 %. Hal ini bisa diindikasikan bahwa pada wilayah perencanaan kondisi lahannya bergelombang sampai terjal. Untuk kelerengan > 40 % yang sebagian besar meliputi Kecamatan Ampelgading dan Tirtoyudo merupakan daerah yang harus dihutankan karena mempunyai fungsi sebagai perlindungan terhadap tanah dan air dan menjaga ekosistem lingkungan hidup. Tabel 5.5 Kelerengan Wilayah Pesisir Kecamatan 0 – 2 % 2 – 15 % 15 – 40 % > 40 % Ampel Gading 1273,5 3942,5 5336,5 10781,5 Tirtoyudo 230 2996,33 5130,33 5839,34 Sbermanjing Wetan 987 5437,5 10929,75 6595,75 Gedangan 347,5 9607,5 5090,25 1019,75 Bantur 316,25 11097,75 4089 412 Donomulyo 96,5 9156 5004,5 1414 Sumber : Revisi RTRW Kabupaten Malang b. Hidrologi Kondisi hidrologi yang dilihat di pantai Kabupaten Malang meliputi kondisi air permukaan dan kondisi air tanah. Kondisi air permukaan yang dimaksud adalah air sungai dan kondisi air tanah adalah sumber/mata air yang berasal dari dalam tanah. Pantai-pantai yang memiliki sumber air permukaan atau aliran sungai adalah pantai Licin, Sipelot, Lenggosono, Tamban, Wonogoro dan Kondang Merak. Kondisi muara sungai pada musim kemarau pada umumnya tertutup pasir, sehingga aliran sungai terhenti di mulut muara dan baru terbuka pada musim penghujan. Muara sungai yang terletak di pantai licin dipenuhi oleh pasir yang berasal dari Gunung Semeru. Pasir inilah yang mengakibatkan pasir di pantai Licin yang semula putih menjadi kehitaman. Selama Gunung Semeru masih aktif diperkirakan sungai dan muaranya akan terus penuh dengan pasir. Adapun sungai-sungai yang melewati wilayah perencanaan yaitu kali Giok yang bermuara di Pantai Licin, Kali Bambang (Kecamatan Sumbermanjing Wetang), kali Duron, Bopakang, Bopak dan Sumber bulus. Kali sumberbulus bermuara di 29
  • 30. Pantai Wonorogo, Kali Balekambang (Kecamatan Bantur) dan Kali Sumbermanjing (Kecamatan Donomulyo). Sumber air tanah sebagai sumber air tawar diperoleh dari dalam tanah. Cara memperoleh dilakukan dengan cara mengebor dengan kedalaman 40 – 60 meter disamping sumber air dalam tanah, sumber air utama penduduk adalah mata air yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah. c. Klimatologi Kkabupaten jembereadaan cuaca di wilayah perencanaan seperti umumnya cuaca di Kabupaten Malang memiliki iklim tropis dengan suhu 18,25 0 C sampai dengan 31,45 0 C (suhu rata-rata dari empat stasiun pengamat cuaca antara 23 0 C sampai 25 0 C). Tekanan udara dibawah 1.012,70. Curah hujan rata-rata per tahun 1.596 mm dan hari hujan 84,85 per tahun. Curah hujan turun antara bulan April – Oktober. Diantara kedua musim tersebut ada musim peralihan antara bulan April – Mei dan Oktober – November. Iklim menentukan setiap macam/tipe vegetasi yang terbentuk pada suatu wilayah, tergantung pada panjang bulan basah dan panjang bulan kering. Pada wilayah dengan curah hujan tinggi terbentuk vegetasi hutan, sedang pada pada suatu wilayah yang mempunyai curah hujan rendah akan terbentuk vegetasi semak belukar ataupun padang rumput. d. Jenis Tanah Berdasarkan jenis tanah ini dapat diketahui sifat-sifat tanah yang bisa menginformasikan tingkat kesuburan, kemudahan erosi, porositas dan sebagainya. Dari jenis tanah ini juga bisa diketahui potensi suatu wilayah untuk pengembangan dalam berbagai sektor. Dalam suatu kawasan yang terdapat budidaya pertanian, pendekatan yang dilakukan pada pengertian tanah adalah lapisan dan teratas dari kerak bumi yang terdiri dari tiga fase yaitu bahan padat, bahan cair dan bahan gas. Apabila ketiga bahan tersebut adalam keadaan optimum merupakan media tumbuh bagi tanaman. Dengan pendekatan pengertian tersebut diatas, tanah dapat diekspresikan sebagai bahan/media tumbuh tanaman yang sangat marginal, sehingga memerlukan pengelolaan teknis dan mekanis dengan sebaik-baiknya. Untuk kawasan pesisir daerah Malang Selatan menurut Tabel Hasil Perhitungan Kemampuan Tanah Kabupaten Malang adalah tergolong jenis Latosol dan Andosol walaupun ada jenis Alluvial akan tetapi jumlahnya relatif lebih sedikit lebih sedikit dibandingkan dengan jenis Latosol dan Andosol. Menurut Budi Santoso (1989), tanah latosol memiliki merah karena meningkatnya konsentrasi Fe dan Al yang keluar dari solum. Sedangkan tanah 30
  • 31. Andosol memiliki ciri tanah subur, mudah erosi dan sesuai untuk tanaman tahunan. e. Tekstur Tanah Tekstur tanah merupakan sifat tanah untuk mengetahui berbagai sifat lainnya, termasuk kelompok tekstur tanah SEDANG HINGGA KASAR. f. Kedalaman Efektif Tanah Kedalaman efektif tanah sangat berkaitan dengan kesuburan dan kesesuian jenis yanaman. Karena tingkat kedalaman efektif tanah berpengaruh pada kedalaman akar. Tanah dengan tingkat kedalaman yang besar biasanya banyak ditumbuhi tanaman-tanaman besar dengan perakaran yang dalam. g. Erosi Erosi dapat disebut juga pengikisan atau kelongsoran, sebenarnya merupakan proses penghayutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan/perbuatan manusia. Terjadinya erosi dipengaruhi oleh lima faktor yaitu : a. Iklim b. Tanah c. Bentuk kewilayahan atau topografi d. Tanaman penutup tanah (vegetasi) e. Kegiatan/perlakuan manusia. Pada wilayah perencanaan tingkat erosinya tergolong rendah namun pada Kecamatan Ampelgading, gedangan dan Bantur tingkat erosinya cukup tinggi. Dilihat dari faktor fisik yang meliputi topografi, iklim dan tanah sebenarnya tidak ada masalah. Kemungkinan besar faktor-faktor lain yang menjadi penyebabnya. Kesalahan dalam pengelolaan tanah, pemilihan jenis tanaman yang kurang tepat atau mungkin tidak dilakukan pengelolaan tanagh sama sekali dan tanah sendiri tidak tertutup vegetasi barangkali menjadi penyebabnya. Kondisi-kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena akibat adanya erosi menyebabkan terjadinya sedimentasi. 31
  • 32. Tabel 5.9. Erosi Tanah Di Wilayah Pesisir No Kecamatan Ada Erosi (Ha) Tidak Erosi (Ha) Jumlah (Ha) 1. Ampel Gading 6698 14636 21344 2. Tirtoyudo 1753 12443 14196 3. Sb. Manjing Wetan 4360 19590 23950 4. Gedangan 7186 8879 16065 5. Bantur 6740 9175 15915 6. Donomulyo 3553 12118 15671 Sumber : Revisi RTRW Kabupaten Malang h. Bahan Galian Pada wilayah perencanan mempunyai kekayaan alam berupa sumber mineral yang cukup potensial untuk dikembangkan. Bahan-bahan galian tersebut meliputi : pasir, breksi, lempung, kaolin, batu gamping, tras, fosfat, oker dan batu pasir. B. Pemanfaatan Lahan Daratan Pemanfaatan dan pengelolaan lahan di daeratan secara tidak langsung akan mempengaruhi kondisi di wilayah pesisir. Karena secara empiris, terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan di atas dan laut lepas . Pemanfaatan lahan di daratan meliputi pemukiman, sawah, tegalan, kebun, perkebunan, hutan, tambak dan lainnya (antara lain makam, jalan dan sebagainya). a. Pemukiman Pemukiman tersebar pada daerah-daerah yang relatif datar dan menyebar pada jalan-jalan yang ada. Lokasi sekitar kawasan pemukiman masih didominasi lahan pertanian, perkebunan, tegalan serta lahan kosong. Aksesibilitas umumnya kurang bagus dan prasarana penunjang terbatas dan hampir tidak ada . Pemukiman lebih terpusat di ibukota Kecamatan dan sekitarnya. b. Sawah Proporsi luas lahan sawah sangat kecil dibandingkan dengan penggunaan tanah untuk jenis pertanian yang lain dan jenis penggunaan tanah pada umumnya. Kondisi tanah yang cenderung kering dan padas serta topografi yang relatif terjal, mengakibatkan pertanian kurang berkembang. Lahan pertanian khusunya untuk 32
  • 33. tanaman padi terbatas pada lahan yang relatif datar. Geomorfologi yang kurang subur ini menyebabkan pertanian basah seperti tanaman padi dan sistem gilir tidak bisa berkembang dengan baik. Kondisi ini pada sebagian wilayah terutama di bagian barat makin diperparah dengan sistem irigasi yang juga kurang baik. c. Hutan Hutan memiliki wilayah terluas diantara penggunaan tanah yang lain. Mengingat kondisi fisik wilayah terutama topografinya yang cenderung curam, maka hutan ini memiliki fungsi yang sangat vital bagi keseluruhan ekonsistem baik di darat maupun di laut. Fungsi hutan sendiri terbagi menjadi 2 yaitu hutan produksi dan hutan produksi terbatas. Hutan yang terletak pada kawasan budidaya adalah hutan produksi tetap dan kawasan hutan produksi yang terletak pada kawasan non budidaya adalah hutan produksi terbatas. Kawasan hutan yang termasuk dalam hutan produksi terbatas tersebar mulai dari Timur ke Barat yaitu Kecamatan Ampelgading sampai dengan Kecamatan Donomulyo. Sedangkan yang termasuk hutan produksi tetap terdapat di Kecamatan Sumber manjing Wetan dan Kecamatan Bantur. Beberapa kawasan hutan yang lainnya tidak dapat digunakan sebagai hutan produksi sebab lokasi hutan terletak pada kawasan lindung yaitu sebagai hutan lindung yaitu sebagai hutan lindung terbatas. d. Tegalan/Kebun Dibandingkan dengan lahan persawahan, lahan untuk tegalan dan kebun memiliki proporsi yang lebih besar. Akibat terjadinya penjarahan pada lahan perkebunan mengakibatkan lahan tegalan dan kebun ini semakin luas. Jenis-jenis tanaman semusim yaitu jagung, ketela pohon, tales, kacang-kacangan, cabe dan sebagainya. Lahan tegalan banyak diusahakan di bagian barat dari wilayah perencanaan. Sedangkkan pada bagian Timur lebih banyak banyak diusahakan tanaman kebun yaitu kebun kelapa, karet, cengkeh, kopi dan coklat. Namun pada saat ini sebagian besar tanaman cengkeh, kopi dan coklat semakin berkurang jumlahnya. e. Perkebunan Proporsi lahan perkebunan lebih banyak terletak di bagian Timur wilayah perencanaan jenis tanaman yang dikelola adalah cengkeh, kopi dan coklat. Kondisi perkebunan pada saat ini sangat memprihatinkan akibat adanya pengrusakan dan penjarah oleh masyarakat. Posisi lahan perkebunan sebagian besar terletak pada kemiringan yang besar. 33
  • 34. C. Profil Kawasan Pesisir Pantai di Kabupaten Malang Kawasan pesisir pantai di Kabupaten Malang terdiri dari 6 kecamatan dengan luas wilayah perencanaan darat adalah 107.131 Ha, sedangkan luas wilayah perairannya adalah 4 mil. Perairan laut di Kabupaten Malang berada di sebelah Selatan dan merupakan Samudra Indonesia, yang mempunyai ciri gelombang dan arus yang besar. Gambaran wilayah dapat dilihat pada peta 3.1. Ciri khas laut pantai Selatan merupakan lautan bebas, keadaan gelombang dan arus sangat besar. Arus yang besar di pantai Selatan dikenal dengan nama arus katulistiwa Selatan (Shout eauatorial current) yang sepanjang tahun menuju ke Barat. Tetapi pada musim Barat terdapat jalur sempit yang menyusur pantai Selatan Jawa dengan arus menuju ke Timur, berlawanan dengan arus katulistiwa Selatan. Arus tersebut dikenal dengan arus pantai Jawa (java coastal Current). Pada musim Timur di atas perairan lautan ini berhembus kuat angin Tenggara yang membuat arus katulistiwa Selatan ini makin melebar ke Utara, menggeser sepanjang pantai Selatan Jawa hingga Sumbawa, kemudian memaksanya membelok ke arah Barat Daya. Jadi saat itu arus permukaan di daerah ini menunjukkan pola sirkulasi anti siklonik atau berputar ke kiri. Karena arus ini membawa serta air permukaan ke luar menjahui pantai, maka akan terjadi kekosongan yang berakibat naiknya air dari bawah (upwe//ing). Air naik di sini terjadi kira-kira dari Selatan Jawa hingga ke sebelah Selatan Sumbawa, diawali sekitar bulan Mei dan berakhir sekitar bulan September. Kecepatan air naik ini sekitar 0,0005 Cm/detik. Jenis upwelling di Selatan Jawa yaitu jenis berkala (periodic tipe) yang terjadi pada musim Timur. Kedalaman laut Selatan Jawa sejauh 1.575- 2.625 km mempunyai kedalam hingga mencapai 200 m. Kemudian sejauh 2.625 -4.375 km, mempunyai kedalamam mencapai 3000 m. Kawasan pesisir pantai Kabupaten Malang ditinjau dari kondisi fisik daratnya menunjukkan, bahwa ketinggian wilayah perencanaan berada pada ketinggi 0-2000 meter di atas permukaan laut, sebagian besar wilayahnya berada pada kelerangan 5 -15% (39,42% dari luas wilayah pesisir Kabupaten Malang), kondisi lahannya bervariasi yaitu terjal sampai pegunungan. Semakin mendekati daerah pantai umumnya memiliki karateristik daerah pegunungan kapur dan kemiringannya sebagian besar > 40%. Daerah yang memiliki kelerengan >40% adalah Kecamatan Ampelgading dan Tirtoyudo. Keadaan cuaca di wilayah perencanaan seperti umumnya cuaca di Kabupaten Malang memiliki iklim tropis dengan suhu antara 18,25° C sampai dengan 31,45° C (suhu rata-rata dari empat stasiun pengamat cuaca antara 23° C sampai 25° C). Tekanan udara di bawah 1.012,7. Curah hujan rata-rata per-tahun 1.596 mm dan hari hujan 84,85 pertahun. Curah hujan turun antara bulan April- 34
  • 35. Oktober. Diantara kedua musim tersebut ada musim peralihan antara bulan April- Mei dan Oktober-November. Kondisi hidrologi di kawasan pesisir Kabupaten Malang meliputi kondisi air permukaan dan kondisi air tanah. Pantai -pantai yang memiliki sumber air permukaan atau aliran sungai dan bermuara sampai lautan adalah Pantai Licin, Sipelot, LenggoksonfJ, Tamban, Wonogoro dan Kondang Merak. Kondisi muara sungai pada musim kemarau pada umumnya tertutup pasir, sehingga aliran sungai terhenti di mulut muara dan baru terbuka pada musim penghujan. Muara sungai yang terletak di Pantai Licin dipenuhi oleh pasir yang berasal dari Gunung Semeru. Pasir inilah yang mengakroatkan pasir di Pantai Licin yang semula putih menjadi kehitaman. Selama Gunung Semeru masih aktif diperkirakan sungai dan muaranya akan terus penuh dengan pasir. Adapun sungai-sungai yang melewati wilayah perencanaan yaitu Kali Giok yang bermuara di Pantai Licin, Kali Bambang (Kecamatan Sumbermanjing Wetan), Kali Duron, Bopakang, Bopak dan Sumberbulus. Kali Sumberbulus bermuara di Pantai Wonogoro, Kali Balekambang (Kecamatan Bantur) dan Kali Sumbermanjing (Kecamatan Donomulyo). Sumber air tanah di wilayah ini diperoleh dengan cara mengebor dengan kedalaman 40- 60 meter. Disamping sumber air dalam tanah, sumber air utama penduduk adalah mata air yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah. Jenis tanah yang ada di wilayah perencanaan adalah Latosol, Andosol dan Aluvial Oumlahnya relatif lebih sedikit). Menurut Budi Santoso (1989), tanah latosol memiliki ciri subur, dan mudah erosi karena keeratan antara partikel tanah rendah, berwama merah karena meningkatnya konsentrasi Fe dan AI yang keluar dari solum. Sedangkan tanah Andosol memiliki ciri tanah subur, mudah erosi dan sesuai untuk tanaman tahunan. Tingkat erosinya tergolong rendah namun pada kecamatan Ampelgading, Gedangan dan Bantur tingkat erosinya cukup tinggi. Dilihat dari faktor fisik yang meliputi topografi, iklim dan tanah sebenamya tidak ada masalah. Kemungkinan besar faktor-faktor lain yang menjadi penyebabnya. Kesalahan dalam pengelolaan tanah, pemilihan jenis tanaman yang kurang tepat atau mungkin tidak dilakukan pengelolaan tanah sama sekali dan tanah sendiri tidak tertutup vegetasi barangkali menjadi penyebabnya. Pemanfaatan dan pengelolaan lahan di daratan secara tidak langsung akan mempengaruhi kondisi di wilayah pesisir. Karena secara empiris, terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan di atas dan laut lepas. Pemanfaatan lahan di daratan meliputi pemukiman, sawah, tegalan, kebun, hutan. dan lainnya (misal : makam, jalan). 35
  • 36. D. Kebijakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Malang Memperhatikan hasil penelitian terhadap potensi sumberdaya ikan. kondisi dan pentingnya ekosistem terumbu karang, keberadaan dan pengelolaan tambak, kegiatan pasca tangkap atau industri perikanan dan sumberdaya manusia yang ada, maka kebijaksanaan pembangunan perikanan di kawasan pesisir Kabupaten Malang dapat ditempuh sebagai berikut: (1) Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya ikan, khususnya ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, melalui penerapan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan teknologi penangkapan. Mengingat sumberdaya ikan yang ada di wilayah perairan laut Kabupaten Malang baru dimanfaatan sekitar 15,9 % dari potensi lestari sebesar 26.066,198 ton. (2) Mengoptimalkan pemanfaatan lahan tambak yang sudah ada dan diversifikasi komoditi yang dibudidayakan. (3) Meningkatkan kualitas penanganan pasca tangkap, baik berupa industri pengolahan maupun penangana ikan segar. (4) Meningkatkan kua1itas sumberdaya manusia perikanan dan pendapatan nelayan melalui upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kegiatan pasca tangkap dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai serta peningkatan nilai tambah hasil perikanan. Memperhatikan hasil penelitian terhadap kondisi dan pentingnya ekosistem terumbu karang, maka kebijaksanaan pembangunan perikanan di kawasan pesisir Malang Selatan dapat ditempuh sebagai berikut: 1. Melakukan pengawasan ekosistem terumbu karang terhadap kegiatan yang dapat mempengaruhinya, seperti penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dan kegiatan 'ain yang dapat mengakibatkan perubahan lingkungan (kekeruhan dan pencemaran). 2. Melakukan pengawasan terhadap pembuangan 'imbah pertanian dan tambak. 3. Melakukan pengawasan pemanfaatan lahan atas termasuk penebangan hutan yang tidak terkendali. E. Program Laut Lestari Program laut lestari dijabarkan dalam beberapa bentuk rencana kegiatan yaitu : pengelolaan keanekaragaman hayati laut, pengelolaan ekosistem hutan mangrove, pengelolaan dan konservasi ekosistem terumbu karang, pencegahan dan penanggula'ngan pencemaran laut, pengembangan desa pantai miskin dan pengembangan wisata bahari. (1) Pengelolaan keanekaragaman hayati laut 36
  • 37. Salah satu modal yang dimanfaatkan untuk pembangunan nasional Indonesia adalah sumberdaya hayati, yang di tingkat internasional dicuatkan permasalahannya dengan gerakan .biodiversity' (keanekaragaman hayati). Strategi nasional dalam pengelolaan keanekaragaman hayati laut di Indonesia adalah rencana penetapan kawasan konservasi laut, untuk mengurangi kerusakan dan memperbaiki sumberdaya hayati. Tujuan dan sasaran strategi pengelolaan keanekaragaman hayati laut ialah: - Selamatkan (lindungi keanekarangan hayati untuk generasi mendatang). Yaitu dengan menetapkan kawasan konservasi laut dan mengelola kawasan ini dengan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai lembaga untuk bekerja sama mendukung pengelolaan kawasan konservasi, ser1a melibatkan masyarakat setempat dalam proses pengambilan keputusan, meningkatkan penegakan Undang- Undang Lingkungan untuk melindungi spesies laut (dengan cara meningkatkan kepedulian, dukungan dan peran serta masyarakat melalui peningkatan pajak untuk pengelola produk-produk yang menggunakan binatang dan tumbuhan laut. - Pelajari (cari cara-cara untuk memanfaatkan sumberdaya secara berkelanjutan). Yaitu dengan memperkuat koordinasi antar lembaga- jembaga dan badan pemerintah untuk memperbaiki kapasitas dalam mengelola sumberdaya laut dalam pembangunan berkelanjutan. Menetapkan pusat data dan informasi keanekaragaman hayati taut dan mengelola pusat data ini bersama-sama dengan pemerintah, LSM dan perguruan tinggi. - Manfaatkan Secara Berkelanjutan (yaitu memanfaatkan keanekaragaman hayati untuk menyediakan makanan, obat-obatan dan keperluan lainnya). Yaitu dengan mempublikasikan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang relevan secara aktif , promosikan cara-cara penggunaan tumbuhan dan bjnatang secara berkelanjutan untuk menyediakan gizi, tapangan pekerjaan, peningkatan eksport dan keuntungan- keuntungan lain dari pengelolaan sumberdaya laut. (ii) Pengetolaan Ekosistem Hutan Mangrove Hutan mangrove mempunyai suatu ekosistem peralihan antara darat dan laut yang merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan, tempat berlindungnya dan memijah berbagai jenis udang, ikan dan berbagai biota laut, juga sebagai habitat satwa burung, primata, reptilia, insekta dan lainnya. sehingga secara ekologi dan ekonomis dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. 37
  • 38. Strategi yang dilakukan untuk melindungi dan melestarikan potensi sumberdaya hutan mangrove dan memanfaatkannya berdasarkan azas pelestarian, yang meliputi : - Save it, mengamankan ekosistem hutan mangrove dengan melindungi genetik, spesies dan ekosistem. - Study it, yaitu mempelajari ekosistem hutan mangrove yang meliputi biologi, komposisi. struktur, distribusi dan kegunaannya. - Use it, yaitu memanfaatkan ekosistem hutan mangrove secara lestari dan seimbang. (iii) Pengelolaan dan Konservasi Ekosistem Kawasan Terumbu Karang Terumbu karang merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting, yang mempunyai nilai yang tinggi karena pada kawasan ini terdapat kawasan perikanan yang subur, bahan untuk farmasi, daya tarik bagi pariwisata khususnya (eco marine tourism) yang dapat menambah devisa negara dan secara fisik karang dapat melindungi pantai dari degradasi dan abrasi. Pemanfaatan terumbu karang yang kurang bijaksana dapat berakibat menurunnya kualitas terumbu karang. Kegiatan manusia yang dapat merusak terumbu karang antara lain ialah : sedimentasi yang berasal dari penebangan hutan, penambangan karang, pembangunan fasilitas, limbah industri. pestisida dan buangan minyak, penangkapan ikan dengan muroami, penggunaan bahan peledak, koleksi biota laut untuk hiasan, penangkapan ikan hias dengan kalium cianida (KCN). Agar ekosistem terumbu karang dapat dimanfaatkan secara maksimal dan lestari, maka diperlukan adanya strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang yang berwawasan lingkungan, yaitu : - Program pelatihan dan pendidikan baik formal dan non formal, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan pemanfaatan masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya terumbu karang. - Identifikasi luas dan lokasi kawasan terumbu karang potensia' dan bermasalah, baik yang areal konservasi (taman laut, cagar alam laut) maupun areal non konservasi (perikanan, pariwisata). - Pemanfaatan kawasan terumbu karang sebagai obyek wisata, penelitian dan pendidikan secara maksimal tanpa menggangu kelestariannya. - Terkendalinya dampak kegiatan pembangunan di darat dan di laut terhadap ekosistem terumbu karang. - Terkoordinasinya pengelolaan terumbu karang secara nasional. (iv) Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Laut 38
  • 39. Pencemaran laut di Indonesi antara lain disebabkan oleh : kegiatan-kegiatan di darat dan di laut, termasuk kegiatan-kegiatan kapal asing yang menyinggahi dan melewati perairan Indonesia, dimana kegiatan kapal tanker paling sering mengalami kecelakaan pada waktu melewati perairan Indonesia. Meningkatnya jumlah penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi yang berlangsung di darat dan di laut. Sehingga upaya penanggulangan pencemaran laut sangat perlu dilakukan yaitu dengan menyusun .Strategi Perlindungan Lingkungan Laut Akibat Pencemaran. yaitu perlu ditingkatkan pencegahan pencemaran laut melalui pembinaan serta peningkatan pengawasan dan penegakan hukum. (v) Pengembangan Desa Pantai Pengembangan desa pantai di wilayah negara kepulauan Indonesia sangat perlu, karena diperkirakan 60% penduduk hidup dan tinggal di daerah pantai. Pada umumnya masyarakat desa pantai lebih merupakan masyarakat tradisional dengan kondisi sosial dan ekonomi yang sangat rendah, pendidikan formal yang diterima masyarakat desa pantai secara umum jauh lebih rendah dari pendidikan masyarakat non pantai lainnya. Minimnya sarana dan prasarana (pendidikan, kesehatan, perhubungan, komunikasi). Untuk menunjang keberhasilan program pembinaan desa pantai, maka perlu adanya :. - Penentuan lokasi pengembangan yang tepat. - Memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat desa pantai yang kondisinya jauh tertinggal dibandingkan dengan desa-desa lainnya. - Memperbaiki tingkat pendapatan masyarakat desa melalui upaya-upaya pemanfaatan sumberdaya laut dengan teknologi siap pakai. - Membina kelembagaan desa pantai. - Penyuluhan konservasi lingkungan desa pantai untuk menunjang kelestarian sumberdaya alam di pesisir dan lautan. - Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta. - Rekayasa teknologi tepat guna dan tepat lingkungan untuk daerah desa pantai. (vi) Pengembangan Wisata Bahari Pengembangan wisata bahari di Indonesia merupakan hal baru, yang mulai mendapat perhatian dan sangat menarik banyak peminat. Pengembangan wisata bahari secara ideal diharapkan mampu menciptakan saling keterkaitan dan saling menjaga secara harmonis antara unsur-usur lingkungan fisik, sosial dan ekonomi, budaya masyarakat setempat. Dampak positif pengembangan wisata bahari ialah : dapat meningkatkan devisa negara, perluasan tenaga kerja, mendorong pengembangan usaha baru, mampu meningkatkan 39
  • 40. kesadaran masyarakat terutama wisatawan, tentang konservasi sumber daya alam. Dampak negatifnya adalah terjadinya degradasi lingkungan (erosi, vandalisme, dan lainya), kerusakan sumberdaya alam, serta munculnya kesenjangan sosial ekonomi dan perubahan budaya masyarakat setempat. Namun kegiatan pengembangan wisata bahari belum didukung oleh tenaga profesional untuk pengelolaan sumber daya alam dan ekosistemnya, khususnya kawasan pelestarian alam, sehingga dalam pelaksanaanya di lapangan masih belum terarah secara jelas. Sehingga perlu adanya strategi pengembangan wisata bahari berdasarkan pada kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan. (vi) Permukiman Pemukiman tersebar pada daerah-daerah yang relatif datar dan menyebar pada jalan- jalan yang ada. Lokasi sekitar kawasan pemukiman masih didominasi lahan pertanian, perkebunan, tegalan serta lahan kosong. Aksesibilitas umumnya kurang bagus dan prasarana penunjang terbatas dan hampir tidak ada. Pemukiman lebih terpusat di Ibukota Kecamatan dan sekitamya. Sedangkan kondisi pemukiman pantai di kawasan pesisir Kabupaten Malang sebagian besar kondisi bangunan dan lingkungannya rendah dan belum mendapatkan infrastruktur yang memadai. Kondisi pemukiman yang cukup memadai berada di desa intinya, karena pada desa tersebut beberapa infrastruktur telah terlayani misalnya : listrik dan kebutuhan air bersih. Desa inti tersebut antara lain ialah : Desa Pujiharjo (Pantai Sipelot), Desa Pulwodadi (Pantai Lenggoksono), Desa Tumpakrejo (Pantai Wonogoro), Desa Tambakrejo (Pantai Sendangbiru). (vi) Sawah Proporsi luas lahan sawah sangat kecil dibandingkan dengan penggunaan tanah untuk jenis pertanian yang lain dan jenis penggunaan tanah pada umumnya. Kondisi tanah yang cenderung kering dan padas serta topografi yang relatif terjal, mengakibatkan pertanian kurang berkembang. Lahan pertanian khususnya untuk tanaman padi terbatas pada lahan yang relatif datar. Geomorfologi yang kurang subur ini menyebabkan pertanian basah seperti tanaman padi dan sistem gilir tidak bisa berkembang dengan baik. Kondisi ini pada sebagian wilayah terutama di bagian Barat makin diperparah dengan sistem irigasi yang juga kurang baik. (vii) Hutan Hutan memiliki wilayah terluas diantara penggunaan tanah yang lain. Mengingat kondisi fisik wilayah terutama topografinya yang cenderung curam, maka hutan ini memiliki fungsi yang sangat vital bagi keseluruhan ekosistem baik di darat maupun di laut. Fungsi hutan sendiri terbagi menjadi 40
  • 41. 2 yaitu hutan produksi dan hutan produksi terbatas. Hutan yang terletak pada kawasan budidaya adalah hutan produksi tetap dan kawasan hutan produksi yang terletak pada kawasan non budidaya adalah hutan produksi terbatas. Kawasan hutan yang termasuk dalam hutan produksi terbatas tersebar mulai dari Timur ke Barat yaitu Kecamatan Ampelgading sampai dengan Kecamatan Donomulyo. Sedangkan yang termasuk hutan produksi tetap terdapat di Kecamatan Sumbermanjing Wetan dan Kecamatan Bantur. Beberapa kawasan hutan yang lainnya tidak dapat digunakan sebagai hutan produksi sebab lokasi hutan terletak pada kawasan lindung yaitu sebagai hutan lindung terbatas. Kondisi hutan di kawasan pesisir kondisinya rusak, akibat penebangan hutan yang tidak terkontrol, sehingga sebagian besar lahan hutan menjadi gundul. Terjadinya penggundulan hutan tersebut hampir sebagian tejadi disepanjang kawasan pesisir Kabupaten Malang. (ix) Tegalan/kebun Dibandingkan dengan lahan persawahan, lahan untuk tegalan dan kebun memiliki proporsi yang lebih besar. Akibat teradinya penjarahan pada lahan perkebunan mengakibatkan lahan tegalan dan kebun ini semakin luas. Jenis- jenis tanaman yang diusahakan di atas tanah tegalan adalah jenis-jenis tanaman semusim yaitu jagung, ketela pohon. tales, kacang-kacangan, cabe, dsb. Lahan tegalan banyak diusahakan di bagian Barat dari wilayah perencanaan. Sedangkan pada bagian Timur lebih banyak diusahakan tanaman kebun yaitu kebun kelapa, karet, cengkeh, kopi dan coklat. Pada saat ini sebagian besar tanaman cengkeh. kopi dan coklat semakin menuru. (x) Perkebunan Proporsi lahan perkebunan lebih banyak terletak di bagian Timur wilayah perencanaan. Jenis tanaman yang dikelola adalah cengkeh, kopi dan coklat. Kondisi perkebunan pada saat ini sangat memprihatinkan akibat adanya pengrusakan dan penjarahan oleh masyarakat. Posisi lahan perkebunan sebagian besar lertelak pada kemiringan yang besar. Keadaan dan perkembangan usaha perikanan di pantai Malang Selatan, berhubungan erat dengan kondisi lingkungan dan habitat yang melingkupinya. Kondisi lingkungan yang dimaksud meliputi substrat, kemiringan dan bentuk pantai. Sedang habitat perairan ditunjukkan oleh keberadaan terumbu karangnya. Kualitas terumbu karang sangat menentukan kuantitas sumberdaya ikan yang ada. Habitat terumbu karang ditemukan hampir di sepanjang pantai di kabupaten Malang, terutama di daerah-daerah yang mempunyai aktifitas perikanan tinggi. Kondisi terumbu karang saat ini relatif masih bagus, ditandai masih banyaknya ikan-ikan karang yang tertangkap seperti Lobster, Kakap, Kerapu 41
  • 42. dan ikan-ikan hias. Namun demikian tanda-tanda akan kerusakan Terumbu Karang telah terjadi, yang disebabkan oleh aktifitas penangkapan Lobster yang tidak ramah lingkungan (menggunakan potas), pengambi!an bunga karang untuk assesoris dan cemaran minyak dari aktifitas transportasi laut yang menggunakan mesin. Kondisi terumbu karang untuk masing-masing kawasan perairan pantai dapat dilihat pada Tabel 6.13. Tabel 5.13. Kondisi Terumbu karang di Kawasan Pesisir Kab. Malang No. Pantai Lokasi Kondisi Permasalahan Baik Sedang Rusak Bom Potas Bunga karang 01. Licin V - - - - - 02. Sipelot - V - V V - 03. Lenggosono - V - V V - 04. Tamban - - V V V V 05. Sendang Biru - - V V V V 06. Tambaksari V - - - - - 07. Bajulmati V - - - - - 08. Wonogoro V - - - - - 09. Kondang Merak - V - V V V 10. Kondang Iwak V - - - - - Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem peralihan antara darat dan laut yang merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan, tempat berlindung dan memijah berbagai jenis udangt ikan dan berbagai biota laut. Sehingga secara ekologis dan ekonomis dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Habitat mangrove di daerah pantai selatan relatif sedikit dan tidak ditemukan di setiap pantai. Pantai yang mempunyai habitat mangrove adalah Sipelot dan Tamban yang didominasi oleh jenis-jenis pioner yaitu Avicenia dan Sonneratia dan dibelakang rawa ditemukan nipah. Hal ini dikarenakan substrat berpasir. salinitas tinggi dan gelombang besar. Kondisi dan keberadaan mangrove di masing-masing kawasan pantai, dapat dilihat pada Tabel 5.14. 42
  • 43. Wilayah pertambakan di Kabupaten Malang terdapat di beberapa pantai, yaitu Pantai Sipelot dan Lenggoksono berada di Kecamatan Tirtoyudo; Pantai Tambakasri dan Tamban berada di Kecamatan Sumbermanjing Wetan; dan Pantai Bajulmati dan Wonogoro berada di Kecamatan Gedangan. Luas areal tambak dan tingkat pengoperasiannya di masing-masing lokasi dapat dilihat pada Tabel 5.15. Tabel 5.14. Luas dan Jenis Hutan Mangrove di Kawasan Pesisir Kabupaten Malang No. Pantai Lokasi Luasan (Ha) Jenis < 1 1 - 3 > 3 Avece nnia Sonne- ratia Nipah 01. Licin - - - - - - 02. Sipelot V - - V - V 03. Lenggosono - - - - - - 04. Tamban V - - V V V 05. Sendang Biru - - - - - - 06. Tambaksari V - - V V - 07. Bajulmati - - - - - - 08. Wonogoro - - - - - - 09. Kondang Merak - - - - - - 10. Kondang Iwak - - - - - - Tabel 5.15. Luas Areal Tambak dan Tingkat Pengoperasian Pantai Luas (Ha.) Jumlah Unit Pola Usaha Tingkat Operasi < 1 1 - 3 > 3 Avecennia Sonneratia Nipah Licin - - - - - - Sipelot V - - V - V Lenggosono - - - - - - Tamban V - - V V V Sendang Biru - - - - - - Tambaksari V - - V V - Bajulmati - - - - - - Wonogoro - - - - - - Kondang Merak - - - - - - Kondang Iwak - - - - - - 43
  • 44. Perkembangan laut sangat penting bagi negara kepulauan, perkapalan dan sistem pelabuhan sangat penting untuk pengembangan sumberdaya alam laut dan pesisir, mendorong pembangunan ekonomi, mengurangi biaya perdagangan dan meningkatkan ekspor. Pelabuhan merupakan penghubung kunci dalam sistem perhubungan menyediakan kontak antara transportasi darat dan laut. Sepanjang pesisir Kabupaten Malang terdapat satu pelabuhan alam yang terletak di Pantai Sendangbiru. Memiliki kedalaman laut rata-rata 20 m. dengan lebar selat antara 600 m sampai dengan 1500 m dan panjang selat: 4 km. Pelabuhan ini berfungsi sebagai tempat pendaratan ikan untuk Pantai Sendangbiru dan sekitarnya. Kapasitas pelabuhan bisa untuk berlabuh kapal ukuran 5-50 GT sebanyak 20 buah. Daerah operasi penangkapan ikan di perairan Malang Selatan tergantung kepada musim atau keberadaan jenis ikan yang mau ditangkap. Pada waktu musim puncak ikan, secara umum fishing ground berada di dekat pantai. pada waktu musim sedang fishing ground berada agak jauh dari pantai dan pada waktu musim paceklik fishing ground jauh dari pantai bahkan sampai ke lepas pantai. Musim ikan di pantai Malang Selatan adalah musim puncak bulan Mei -Oktober Musim sedang pada bulan Maret -April dan bulan Nopember -Desember dan musim paceklik pada bulan januari -Februari. Sedangkan pada musim penghujan (bulan Oktober sampai Maret) jenis-jenis ikan pelagis jarang ditemukan dan bersamaan dengan itu terjadi musim barat dengan gelombang dan angin besar sehingga nelayan tidak turun ke laut. Di lain pihak pada saat itu muncul jenis-jenis ikan karang seperti Lobster, Kakap merah, Kerapu dan lain- Iain yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Keberadaan berbagai jenis ikan di perairan pantai Malang Selatan tidak selalu bersamaan, ada beberapa jenis ikan yang muncul pada waktu-waktu tertentu, ada beberapa jenis ikan yang muncul pada waktu-waktu yang lain dan ada jenis ikan yang muncul sepanjang tahun. Jumlah nelayan di Kabupaten Malang terkonsentrasi di daerah Pantai Sendang Baru. Sedangkan di pantai-pantai lain hanya sekitas 5 % dari jumlah penduduk di masing- masing desa yang ada. Berdasarkan jumlah armada yang ada di masing- masing pantai. 5.6. Profil Ruang Kawasan Pesisir Pantai Kecamatan Muncar dan Purworejo Kabupaten Banyuwangi Wilayah Kecamatan Muncar dan Kecamatan Purworejo Kabupaten Banyuwangi dilihat dari konstelasi regional Banyuwangi mempunyai beberapa keuntungan strategis, selain sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan 44
  • 45. wilayah Samudera Indonesia dan Selat Bali serta Propinsi Bali, yang mempunyai kontribusi dan pergerakan yang tinggi, juga sebagai salah satu pintu gerbang menuju ke wilayah tersebut, hal ini membawa konsekwensi pada pola transportasi dan penyediaan sarana transportasi dari dan kearah Kabupaten Banyuwangi dengan jalan darat dan laut. Kondisi wilayah Kecamatan Muncar dan Kecamatan Purworejo Kabupaten Banyuwangi dilihat dari aspek fisik wilayah dapat diindentifikasi atas beberapa kriteria fisik, kriteria fisik tersebut yang akan menentukan ciri-ciri wilayah yang ada berbagai kawasan Kabupaten Banyuwangi. Dalam lingkup yang lebih luas (regional). Kabupaten Banyuwangi terletak diwilayah paling ujung (timur) wilayah propinsi Jawa Timur terletak pada koordinat 70430 - 60460 Lintang Selatan dan 113051 - 114038 Bujur Timur. a. Topografi Wilayah Kabupaten Banyuwangi rata-rata memiliki keadaan topografi relatif datar. Dataran rendah yang sedikit miring dari arah barat laut ke arah tenggara. Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya beberapa gunung yang seolah-olah membatasi wilayah Banyuwangi dengan wilayah sekitarnya. Ketinggian tempat dari permukaan laiut ikut mempengaruhi jenis suatu tanaman yang dapat tumbuh baik, tanaman dataran rendah misalnya tidak akan menghasilkan dengan baik apabila ditanam di dataran tinggi. Kabupaten Banyuwangi terleyak pada ketinggian 0 sampai dengan > 200 meter dpl. Ketinggian tempat tersebut dapat dibedakan atas : (1) Ketinggian 0 - 100 meter dpl meliputi luas wilayah 131.714 Ha (38.10 %) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian ini terdapat diseluruh wilayah kecamatan di kabupaten Banyuwangi kecuali kecamatan Singojuruh, Sempu, Songgon, Genteng, Blenmore dan Kalibaru. (2) Ketinggian 100 - 500 meter dpl meliputi luas wilayah 159.056 (46,01 %) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian ini terdapat di seluruh wilayah kecamatan di kabupaten Banyuwangi kecamatan Banyuwangi, Muncar dan Purwoharjo. (3) Ketinggian 500 - 1.000 meter dpl meliputi luas wilayah 36.191 (10.47 %) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian terdapat di kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Glagah, Songgon, Genteng, Sempu, Glemore dan Kalibaru. (4) Ketinggian 1.000 - 1.500 meter dpl meliputi luas wilayah 10.226,5 Ha (2,96 %) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian terdapat di kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Glagah, Songgon, Genteng, Sempu, Glemore dan Kalibaru. 45
  • 46. (5) Ketinggian 1.500 - 2.000 meter dpl meliputi luas wilayah 5.075 Ha (1,48 %) dari luas wilayah kabupaten, ketinggian terdapat di kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Glagah, Songgon, Genteng, Sempu, Glemore. b. Kemampuan Tanah Kemampuan tanah adalah kualitas unsur-unsur fisik tanah yang berpengaruhnterhadap penggunaan tanah diatasnya, unsur-unsur tersebut meliputi : lereng, kedalaman efektif, tekstur tanah, drainase dan erosi. (1) Lereng Lereng/kemiringan tanah adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan tanah dengan bidang horizontal. Yang dinyatakan dalam persen ( % ) dan kemiringan tanah sangat berperan dalam setiap langkah untuk menentukan kemudahan penggunaan tanah. Oleh sebab itu tindakan pada tanah harus selalu memperhatikan kemiringan tanah. - Lereng 0 - 2 % merupakan wilayah yang datar dan meliputi 35,45 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, daerah tersebut baik untuk usaha pertanian tanaman semusim. Kecamatan yang memiliki lereng 0 - 2 % paling luas adalah kecamatan Bangorejo dan yang tidak memiliki lereng 0 - 2 % adalah Kecamatan Glagah dan Songgon. - Lereng 2 - 15 % merupakan wilayah yang landai sampai yang bergelombang dan meliputi 26,56 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, daerah tersebut baik untuk usaha pertanian dengan tetap memperhatikan usaha pengawetan tanah dan air. Wilayah kecamatan yang mempunyai lereng 2 - 15 % paling luas adalah Kecamatan Glenmore yaitu kurang lebih 17.034 Ha atau kurang lebih 18,55 % dari luas wilayah yang berlereng 2 - 15 %, sedangkan wilayah yang tidak memiliki lereng 2 - 15 % adalah Kecamatan Muncar dan Cluring. - Lereng 15 - 40 % merupakan wilayah yang bergelombang dan meliputi 15,32 % dari luas wilayah Kabupaten Banyuwangi, daerah tersebut sebaiknya untuk usaha pertanian dengan jenis tanaman keras atau tahunan, oleh karena disebabkan daerah tersebut sudah terkena erosi, sehingga tercapai usaha pengawetan tanah dan air, poada daerah tersebut umumnya penggunaan tanahnya adalah berupa hutan, perkebunan, tanah rusak, tegal, sawah dan permukiman. Wilayah kecamatan yang memiliki kelerengan 15 - 40 % paling luas adalah Kecamatan Tegaldlimo dan wilayah yang tidak memiliki lereng 15 - 40 % adalah Kecamatan Rogojampi, Srono, Muncar, Cluring, bangorejo dan Gambiran. 46