1. PENGERTIAN IMAN KEPADA ALLAH
A. Pengertian Iman kepada Allah
Iman menurut etimologi berarti percaya, sedangkan menurut terminologi, berarti
membenarkan secara dengan hati, lalu diungkapkan dengan kata-kata, dan diapikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Iman kepada Allah SWT berarti meyakininya dengan hati lalu diucapkan
dengan lisan, kemudian diaplikasikan dalam kehiduipan sehari-hari.
Pernyataan tashdiq atau membenarkan berarti suatu pengetahuan yang di dasari atas
makrifat yaitu mengenali Allah Tuhan seru sekalian alam, dengan cara memperhatikan dan
memikirkan segala makhluk Allah dan kejadian dalam alam ini. Dengan cara mengenali Allah
akn tumbuh rasa cinta, takut dan dengan harap manusia akan menjadi Khudlu dan khusyu
(merendah diri dan tunduk). Kedudukan Iman kepada Allah adalah sebagai dasar pokok ajaran
Islam. Dengan dasar Iman tersebut semua persoalan dalam ajaran Islam dapat di pecahkan.
B. Proses Munculnya Iman
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan ? (at-thur
[52]: 35)
Wujud alam semesata, bumi yang kita huni, serta lingkungan yang hidup lainnya adalah
ada. Semua manusia tidak mengingkari wujudnya materinya. Wujud hewan-hewan kecil (semut,
laba-laba, lebah, dll) yang hidup dan teratur rizkinya.
Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda untuk orang-orang
yang beriman [3]. Dan pada penciptakan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang
bertebaran terdapat tanda-tanda untuk kaum yang meyakini [4]. dan pada pergantian malam dan
siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi
sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berakal
[5].(al-Jatsiyah [45]: 3-5)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (al-Imran [3]: 190)
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa (al-Baqarah [2] : 21)
2. Wujudullah (Wujud ALLAH SWT)
Wujud (ada)-nya Allah SWT adalah sesuatu yang badihiyah. Namun demikian untuk
membuktikan wujud-Nya dapat dikemukakan beberapa dalil, antara lain :
1. Dalil Fitrhrah
Allah SWT menciptakan manusia dengan fithrah bertuhan. Atau dengan kata lain setiap anak
manusia dilahirkan sebagai seorang muslim.Rasulllah SAW bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan Fitrah, maka ibu bapaknyalah (yang akan
berperan ) „mengubah‟ anak itu menjadi seorang Yahudi, atau Nashrani atau majusi
……………”(HR. BUKHARI)
Fitrah dalan hadirsts di atas kita pahai sebagai Islam, karena Rasulullagh SAW hanya
menyebutkan kedua orang tua bs berperan meyahudikan,menashranikan tau memajusikan tanpa
menyebut “mengislamkan”. Jadi hadist di atas bisa kta pahami setiap anak dilahirkan
sebagai seorang muslim……..” Namun demikian fitrah manusia tersebut barulah merupakan
potensi dasar yang harus dipelihara dikembangkan. Apabila fitrah tersebut tertutup oleh beberapa
faktor luar, manusia akan lari dan menentang fitrahnya sendiri. Tetapi apabila menghadapi suatu
kejadian yang luar biasa, misalnya dihadapkan kepada sesuatu yang tidak disenangi, dan dia
sudah kehilangan segala daya untuk menghadapinya, bahkan sudah berputus asa barulah secara
sepontan fitrahnya tersebut kembali muncul. ALLAH SWT mengambarkan keadaan manusia
seperti itu dalam firmannya :
“ Dan apabila manusia di timpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan
berbaring,duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu dari padanya, dia
(kembali) melalui ( jalanya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami
untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpahnya. Begitulah yang melampaui batas
itu memandang baik apa yang selalu mereka yang kerjakan. ( YUNUS 10:12)
“Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan,(berlayar) di lautan.
Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan melencurkanlah bahterah itu
membawa orang-orang yang ada didalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka
bergembira karenanya, datanglah angin,badai,dan (apabila) gelombang dari segenap
penjuru menimpany, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka
mereka berdo‟a kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata.
(Mereka berkata): “Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kamu dari bahaya ini,
pastilah kamu akan termasuk orang-orang yang bersyukur.” (Yunus 10:22)
Dengan dalil fitrhah ini,kita dapat mengambil kesimpulan bahwa secara efisien tidak ada
seorang manusia pun yang tidak bertuhan. Yang ada hanyalah mereka mempertuhankan sesuatu
yang bukan Tuhan yang sebenarnya (Allah). Misalkan seorang atheis mempertuhankan
“atheisme”, seorang materialis mempertuhankan “materiallisme” dan lain-lain sebagainya.
2. Dalil akal
Dengan menggunakan akal pikiran untuk merenungkan dirinya sendiri, alam semesta dan lain-
lainnya seorang manusia bisa membuktikan adanya Tuhan (Allah SWT). Alquran banyak
mengemukakan ayat-ayat yang mengunggah akal pikiran tersebut, antara lain:
“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani, sesudah itu
dari segumpal darah, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada
masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup) sampai tua, di antara kamu ada yang
wafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang
ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).” (Al-Mu‟min 40:67)
“Dan jika menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan
jumlahnya. Sesungguhnya, Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (
An-Nahl 16:18)
Untuk membuktikan adanya Tuhan (Allah SWT) lewat merenungka alam semesta, termasuk
diri manusia itu sendiri, dapat dipakai beberapa “qanun” (teori,hokum) antara lain:
a. Qanun al-„Illah
„Illah artinya sebab. Segala sesuatu adanya sebabnya. Setiap ada perubahan tentu ada yang
menjadi sebab terjadinya perubahan itu.
b. Qanun al-Wujud
Wujud artinya wajib. Wujud segala sesuatu tidak bisa terlepas dari salah satu kemungkinan:
wajib,mustahil atau mungkin.
c. Qanun al-Huduts
Hudust artinya baru. Alam semesta seluruhnya adalah sesuatu yang hadist (baru,ada awalnya),
bukan sesuatu yang qadim (tidak berawal)
d. Qanun an-Nizham
Nizham artinya aturan,teratur. Sesuatu teratur tentu ada yang mengaturnya, mustahil menurut
akal semuanya itu teratur dengan sendirinya secara kebetulan.
Fenomena untuk membuktikan Allah SWT ada dan berkuasa. Fenomena-fenomena itu
adalah:
1. Fenomena Terjadinya Alam
2. Fenomena Kehendak
3. Fenomena Kehidupan
4. Fenomena Pengabulan Doa
5. Fenomena Hidayah
3. Dalil Naqli
Sekalipun secara fitrhah manusia bisa mengakui adanya Tuhan, dan dengan akal pikiran bisa
membuktikannya, namun manuia tetap memerlukan dalil naqli ( Al-Quran dan Sunnah).
Pembahasan tentang Allah SWT tentu akan pembaca temukan bagian-bagian lain, dalam pasal
wujud Allah SWT ini cukuplah penulis kemukakan beberapa hal pokok saja sebagai berikut :
a. Allah SWT adalah Al-Awwal artinya tidak ada permulaan bagi wujud-Nya. Dia juga Al-
Akhir artinya tidak ada akhir dari wujud-Nya.
“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin,dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu” (Al-Hadid 57:3)
b. Tidak ada satupun yang meyerupai-Nya
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.” (As-Syura 42:11)
c. Allah SWT Maha Esa
“Katakanlah: “Dia-lah Allah Yang Maha Esa.” (Al-Ikhlas 112:1)
d. Allah SWT mempunyai al-‘Asma’was Shiffaat (Nama-nama dan Sifat-sifat) yang
disebutkan-Nya untuk Diri-Nya di dalam Al-Quran serta semua nama dan sifat yang diturunkan
untuk-Nya oleh Rasulullah SAW dalam Sunnahnya, seperti Ar-Rahmaan, Ar-Rahim, Al-‘Aliir,
Al-Aziz, As-Sami, Al-Bashiir, dan lain-lain.
“ Hanya milik Allah asmaa ul-husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut
asmaa ul-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran
dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendaapat balasan apa yang telah
mereka kerjakan.” (Al-A‟raf 7:18)
Daftar Pustaka
1. Sabiq, Sayyid, aqidah islam,terj.Moh. Abdai Rathomy, CV.Diponogoro Bandung,cet.7
th.1986.
2. Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas,Lc.,M.A.,Kuliah Aqidah Islam, LPPI Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, cet.14 th.2011,dicetak oleh Heppy el Rais & Budi NH.