1. “Paman 2 ribu”
Ya, memang benar apa yang anda baca diawal, judul saya di atas memang seperti
yang anda baca. Mungkin anda bingung dan berusaha membaca tulisan ini dengan cepat ke
bawah agar mendapati siapa yang saya sebut sebagai „Paman 2 ribu‟.
“Paman 2 ribu” akan sangat ber-uang apabila di lokasi tempatnya kongkow
diadakan acara-acara tertentu dan pada hari tertentu pula, misalnya saja pada sabtu malam,
serta banyaknya pengunjung toko-toko atau swalayan-swalayan dan pusat-pusat
perbelanjaan yang berkunjung untuk membeli beberapa kebutuhan mereka.
Ketika kita mengunjungi beberapa toko tentu kita harus memarkir kendaraan kita agar
akses jalan di halaman toko tersebut tidak terganggu dan terlihat tidak semrawut. Beberapa
toko, swalayan dan pusat perbelanjaan ada yang memanjakan pelanggannya dengan
memberikan layanan juru parkir. Kehadiran juru parkir yang diberikan tentu saja memang
membuat nyaman, karena pelanggan tidak perlu lagi memarkir kendaraannya sendiri, apalagi
kalau itu gratis. Namun tidak semua toko, swalayan hingga pusat perbelanjaan menyediakan
jasa parkir secara gratis, karena beberapa pertimbangan management maka mereka harus
menyediakan jasa parkir berbayar. Ada pula toko dan swalayan yang memberikan izin
kepada perseorangan untuk memarkir dan menarik biaya untuk setiap kendaraan-kendaraan
pelanggan yang terparkir dan membayar beberapa persen penghasilannya kepada pihak toko
atau swalayan itu sendiri.
Jasa parkir liar yang berhamburan di beberapa tempat ramai pengunjung membuat
gerah para pengunjung. Mengapa bisa seperti itu? Bukankah jasa para juru parkir ini
harusnya diapresiasi? Selidik punya selidik tarif parkir lah yang membuat para pengunjung
2. ini sedikit terganggu. Seakan tidak percaya, tarif parkir yang pada waktu saya masih duduk di
bangku SMA dulu masih berkisar 500 rupiah namun kini sudah melonjak seperti harga cabai
dan daging sapi menjadi 2 ribu rupiah. *Permisi : “WAW”. Beberapa protes hingga cekcok
mulut sudah sering dilontarkan ke “Paman 2 ribu” kita, namun Sang “Paman 2 ribu” tetap
bersikukuh bahwa tarif parkir sudah sesuai dengan kinerja mereka. *Benarkah?
Maka sampailah keluh kesah masyarakat ke telinga pemerintah kita, atau mungkin
pemerintah kita sangat gerah karena mungkin dia pernah membayar 2 ribu ke “Paman 2 ribu”
kita. Oleh karena semua itu dikeluarkanlah peraturan daerah yang mengatur perparkiran di
kota cantik Palangka Raya.
Izin dari instansi pemerintah dan mematuhi peraturan daerahlah yang harus
diperhatikan, apabila tidak mematuhi salah satunya tentu saja itu parkir liar yang melanggar.
Seperti yang kita ketahui pemerintah daerah sudah mengeluarkan peraturan tersendiri tentang
parkir ini, mulai dari biaya parkir yang diberikan kepada pengunjung hingga izin membuka
lahan parkir dan lainnya. Lalu bagaimana dengan “Paman 2 ribu” yang tetap saja menarik
biaya parkir di atas ketentuan yang sudah ditentukan? Tentu saja itu merupakan pelanggaran
dan perlu ditindak.
Seakan dan sejalan bahkan selurus dengan kondisi ekonomi, maka tarif parkir liar
juga ikut naik. Membantah yang sudah „seakan‟ berjalan „lurus‟ itu maka mungkin akan
disangkutpautkan lagi dengan pelanggaran HAM. *Apa hubungannya? Menolak memberikan
tarif parkir sebesar 2 ribu maka bersiaplah kita cekcok dengan “Paman 2 ribu” kita dan
mendengar kisah mereka akan sulitnya mencari uang dan mahalnya kebutuhan pokok pada
saat sekarang ini. “Mas ga tahu, kami susah mas sekarang cari uang, rokok aja naik mas.
Kami kerja juga punya hak asasi kami mas sebagai manusia yang perlu makan”, kata “Paman
3. 2 ribu” Luar biasa sekali saudara, kita pun tak dapat mengelak, walaupun kita menang apabila
perkara ini kita laporkan.
Dengan tarif bayaran yang seperti itu, apakah cukup bagi mereka untuk menjamin
keamanan kendaraan kita? Mereka pun hanya bilang,”kami ini juru parkir mas, bukan satpam
atau security” Jawaban yang tentu bisa membuat kita kesal. Memang tidak sesuai dengan
resikonya, namun harusnya “Paman 2 ribu” sudah menanamkan rasa menjaga kendaraan
yang kita titip ke mereka, meskipun kita tahu kita juga tidak mungkin menuntut pengggantian
terhadap kendaraan kita yang kita titipkan.
“Mas, kalau bayar 1 ribu itu susah mas buat kami, belum kalau ada yang kehilangan
helm, mereka pasti ngomel ke kami,” kata “Paman 2 ribu lagi.” Dari kalimat yang dia
utarakan, dapat disimpulkan bahwa dengan 2 ribu mereka siap untuk diomeli karena kasus
kehilangan helm. Tanggungjawab mereka dipertanyakan. Konteks tanggungjawab dalam
kasus ini bukan berarti melakukan penggantian helm tersebut, banyak hal yang dilakukan
untuk menunjukkan bahwa “Paman 2 ribu” kita bertanggungjawab. Salah satunya yaitu
dengan melilitkan tali helm ke kaca spion kita, agar para pencuri tidak dengan begitu saja
mencuri helm kita.
Polemik ini memang sangat mengambang, namun menurut saya berapa pun bayaran
untuk “Paman 2 ribu” kita akan ikhlas apabila dia menunjukkan rasa hormat dan
bertanggungjawab dengan apa yang harusnya dia lakukan..