SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
Download to read offline
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2010
TENTANG
PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 38 Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan Menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Penggunaan Kawasan Hutan;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4412);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGGUNAAN
KAWASAN HUTAN.
BAB I ...
- 2 -
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan
lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk
dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap.
3. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai
fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
4. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai
fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah.
5. Penggunaan kawasan hutan adalah penggunaan atas
sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan
di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan
peruntukan kawasan hutan tersebut.
6. Penggunaan kawasan hutan yang bersifat nonkomersial
adalah penggunaan kawasan hutan yang bertujuan tidak
mencari keuntungan.
7. Penggunaan kawasan hutan yang bersifat komersial adalah
penggunaan kawasan hutan yang bertujuan mencari
keuntungan.
8. Reboisasi adalah upaya penanaman jenis pohon hutan
pada kawasan hutan rusak berupa lahan kosong, alang-
alang, atau semak belukar untuk mengembalikan fungsi
hutan.
9. Reklamasi hutan adalah usaha memperbaiki atau
memulihkan kembali hutan atau lahan dan vegetasi dalam
kawasan hutan yang rusak sebagai akibat penggunaan
kawasan hutan agar dapat berfungsi secara optimal sesuai
dengan peruntukannya.
10. Menteri ...
- 3 -
10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kehutanan.
Pasal 2
Penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur
penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan.
Pasal 3
(1) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 hanya dapat dilakukan di dalam:
a. kawasan hutan produksi; dan/atau
b. kawasan hutan lindung.
(2) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan
hutan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka
waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai batasan luas dan jangka
waktu tertentu serta kelestarian lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 4
(1) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat
dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan
strategis yang tidak dapat dielakkan.
(2) Kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
a. religi;
b. pertambangan;
c. instalasi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik,
serta teknologi energi baru dan terbarukan;
d. pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun
pemancar radio, dan stasiun relay televisi;
e. jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api;
f. sarana . . .
- 4 -
f. sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai
sarana transportasi umum untuk keperluan
pengangkutan hasil produksi;
g. sarana dan prasarana sumber daya air, pembangunan
jaringan instalasi air, dan saluran air bersih dan/atau
air limbah;
h. fasilitas umum;
i. industri terkait kehutanan;
j. pertahanan dan keamanan;
k. prasarana penunjang keselamatan umum; atau
l. penampungan sementara korban bencana alam.
Pasal 5
(1) Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b
dilakukan dengan ketentuan:
a. dalam kawasan hutan produksi dapat dilakukan:
1. penambangan dengan pola pertambangan terbuka; dan
2. penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah;
b. dalam kawasan hutan lindung hanya dapat dilakukan
penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah
dengan ketentuan dilarang mengakibatkan:
1. turunnya permukaan tanah;
2. berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara
permanen; dan
3. terjadinya kerusakan akuiver air tanah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penambangan bawah tanah
pada hutan lindung diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB II . . .
- 5 -
BAB II
IZIN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1) Penggunaan kawasan hutan dilakukan berdasarkan izin
pinjam pakai kawasan hutan.
(2) Izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan dengan:
a. izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi
lahan, untuk kawasan hutan pada provinsi yang luas
kawasan hutannya di bawah 30% (tiga puluh perseratus)
dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi,
dengan ketentuan kompensasi lahan dengan ratio paling
sedikit 1:1 untuk nonkomersial dan paling sedikit 1:2
untuk komersial;
b. izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi
membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan
Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam
rangka rehabilitasi daerah aliran sungai, untuk kawasan
hutan pada provinsi yang luas kawasan hutannya di atas
30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran
sungai, pulau, dan/atau provinsi, dengan ketentuan:
1. penggunaan untuk nonkomersial dikenakan
kompensasi membayar Penerimaan Negara Bukan
Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan
penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran
sungai dengan ratio 1:1;
2. penggunaan untuk komersial dikenakan kompensasi
membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak
Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan
penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran
sungai paling sedikit dengan ratio 1:1;
c. izin pinjam pakai kawasan hutan tanpa kompensasi
lahan atau tanpa kompensasi membayar Penerimaan
Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan
tanpa melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi
daerah aliran sungai, dengan ketentuan hanya untuk:
1. kegiatan . . .
- 6 -
1. kegiatan pertahanan negara, sarana keselamatan lalu
lintas laut atau udara, cek dam, embung, sabo, dan
sarana meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
2. kegiatan survei dan eksplorasi.
(3) Dalam hal kegiatan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c angka 2 dilakukan pengambilan contoh ruah
sebagai uji coba tambang untuk kepentingan kelayakan
ekonomi, dikenakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a atau huruf b angka 2.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai ratio lahan kompensasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ratio
penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 diatur
dengan peraturan Menteri.
Pasal 7
(1) Izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 diberikan oleh Menteri berdasarkan
permohonan.
(2) Menteri dapat melimpahkan wewenang pemberian izin
pinjam pakai kawasan hutan dengan luasan tertentu kepada
gubernur untuk pembangunan fasilitas umum yang bersifat
nonkomersial.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan wewenang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
peraturan Menteri.
Pasal 8
(1) Penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan yang
berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai
strategis, izin pinjam pakai kawasan hutan hanya dapat
diberikan setelah mendapat persetujuan dari Dewan
Perwakilan Rakyat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria berdampak penting
dan cakupan yang luas serta bernilai strategis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri
setelah mendapat pertimbangan dari kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
lingkungan hidup dan kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pertambangan.
Bagian Kedua . . .
- 7 -
Bagian Kedua
Tata Cara dan Persyaratan Permohonan
Penggunaan Kawasan Hutan
Pasal 9
(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
diajukan oleh:
a. menteri atau pejabat setingkat menteri;
b. gubernur;
c. bupati/walikota;
d. pimpinan badan usaha; atau
e. ketua yayasan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi persyaratan:
a. administrasi; dan
b. teknis.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administrasi
dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan peraturan Menteri.
Pasal 10
(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1), Menteri melakukan penilaian.
(2) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menunjukkan permohonan tidak memenuhi persyaratan,
Menteri menyampaikan surat penolakan.
(3) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menunjukkan permohonan memenuhi persyaratan,
Menteri menerbitkan persetujuan prinsip penggunaan
kawasan hutan sebelum menerbitkan izin pinjam pakai
kawasan hutan.
(4) Dalam hal permohonan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) untuk kegiatan survei atau
eksplorasi, Menteri menerbitkan izin pinjam pakai kawasan
hutan tanpa melalui persetujuan prinsip.
Pasal 11 . . .
- 8 -
Pasal 11
(1) Persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) diberikan
untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak
diterbitkan dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil
evaluasi.
(2) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemohon.
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. melaksanakan tata batas terhadap kawasan hutan yang
disetujui dan lahan kompensasi serta proses
pengukuhannya;
b. melaksanakan inventarisasi tegakan;
c. membuat pernyataan kesanggupan membayar
Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan
Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka
rehabilitasi daerah aliran sungai, dalam hal kompensasi
berupa pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak
Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman
dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai;
d. menyerahkan dan menghutankan lahan untuk dijadikan
kawasan hutan, dalam hal kompensasi berupa lahan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 12
(1) Pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan
dapat mengajukan dispensasi kepada Menteri.
(2) Dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
untuk kegiatan yang sifatnya mendesak dan apabila ditunda
mengakibatkan kerugian negara.
(3) Dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
untuk jangka waktu paling lama sesuai dengan jangka
waktu persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan.
Pasal 13
Dalam hal pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan
hutan telah memenuhi seluruh kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), Menteri menerbitkan izin
pinjam pakai kawasan hutan.
Pasal 14 . . .
- 9 -
Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan
penggunaan kawasan hutan diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Kewajiban Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Pasal 15
Pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan wajib:
a. membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan
Kawasan Hutan;
b. melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah
aliran sungai;
c. melaksanakan reboisasi pada lahan kompensasi;
d. menyelenggarakan perlindungan hutan;
e. melaksanakan reklamasi dan/atau reboisasi pada kawasan
hutan yang dipinjam pakai yang sudah tidak digunakan; dan
f. melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 16
Berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan, pemegang izin
dapat melakukan penebangan pohon dalam rangka pembukaan
lahan dengan membayar penggantian nilai tegakan, provisi
sumber daya hutan, dan/atau dana reboisasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
Pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dilarang:
a. memindahtangankan izin pinjam pakai kawasan hutan
kepada pihak lain tanpa persetujuan Menteri;
b. menjaminkan atau mengagunkan kawasan hutan yang
dipinjam pakai kepada pihak lain.
Bagian Keempat . . .
- 10 -
Bagian Keempat
Jangka Waktu Izin
Pasal 18
(1) Jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan diberikan
sama dengan jangka waktu perizinan sesuai bidangnya dan
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan untuk
kegiatan yang tidak memerlukan perizinan sesuai
bidangnya, izin pinjam pakai kawasan hutan diberikan
dengan jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi.
(3) Jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan untuk
kepentingan pertahanan negara, sarana keselamatan lalu
lintas laut atau udara, jalan umum, jalur kereta api umum,
cek dam, embung, sabo, dan sarana meteorologi, klimatologi,
dan geofisika, serta religi berlaku selama digunakan untuk
kepentingan dimaksud.
(4) Izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dievaluasi oleh Menteri
satu kali dalam 5 (lima) tahun atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan.
(5) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi pemegang izin pinjam
pakai kawasan hutan tidak lagi menggunakan kawasan
hutan sesuai dengan izin pinjam pakai kawasan hutan, izin
pinjam pakai kawasan hutan dicabut.
BAB III
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 19
(1) Menteri melakukan monitoring dan evaluasi terhadap:
a. pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan
hutan;
b. penerima dispensasi pinjam pakai kawasan hutan; dan
c. pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan.
(2) Dalam . . .
- 11 -
(2) Dalam melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat
melimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk atau gubernur.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai monitoring dan evaluasi
diatur dengan peraturan Menteri.
BAB IV
HAPUSNYA PERSETUJUAN PRINSIP ATAU IZIN
Pasal 20
(1) Persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) atau izin
pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 hapus apabila:
a. jangka waktu persetujuan prinsip penggunaan kawasan
hutan atau izin pinjam pakai kawasan hutan telah
berakhir;
b. dicabut oleh Menteri;
c. diserahkan kembali secara sukarela oleh pemegang
persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan atau
pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan kepada
Menteri sebelum jangka waktu berakhir dengan
pernyataan tertulis; atau
d. kawasan hutan yang dipinjam pakai berubah peruntukan
menjadi bukan kawasan hutan atau berubah fungsi
menjadi fungsi hutan yang penggunaannya dilarang
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(2) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan apabila pemegang persetujuan prinsip
penggunaan kawasan hutan atau izin pinjam pakai kawasan
hutan dikenai sanksi berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
(3) Berdasarkan penyerahan kembali secara sukarela
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Menteri
menerbitkan surat pencabutan persetujuan prinsip
penggunaan kawasan hutan atau keputusan pencabutan
izin pinjam pakai kawasan hutan.
Pasal 21
(1) Hapusnya izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 tidak membebaskan kewajiban
pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan untuk
menyelesaikan kewajiban:
a. membayar . . .
- 12 -
a. membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan
Kawasan Hutan;
b. melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah
aliran sungai atau reboisasi pada lahan kompensasi;
c. melaksanakan reklamasi dan/atau reboisasi pada
kawasan hutan yang dipinjam pakai yang sudah tidak
digunakan;
d. membayar penggantian nilai tegakan, dan provisi sumber
daya hutan, dan/atau dana reboisasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan dalam izin
pinjam pakai kawasan hutan.
(2) Pada saat hapusnya izin pinjam pakai kawasan hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keberadaan barang
tidak bergerak termasuk tanaman yang telah ditanam dalam
kawasan hutan yang dipinjam pakai maupun barang
bergerak, kepemilikannya ditentukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Barang bergerak yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
kepemilikannya menjadi milik pemegang izin, dalam jangka
waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak hapusnya izin atau
sejak kegiatan reklamasi dinilai berhasil, wajib dikeluarkan
dari kawasan hutan oleh pemegang izin.
(4) Apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), pemegang izin yang izinnya hapus tidak
mengeluarkan barang bergerak dari kawasan hutan, barang
bergerak dilelang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya izin diatur dengan
peraturan Menteri.
BAB V
SANKSI
Pasal 23
Setiap pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan yang tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
atau melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 dikenai sanksi berupa pencabutan izin pinjam pakai
kawasan hutan oleh Menteri.
Pasal 24 . . .
- 13 -
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 diatur dengan
peraturan Menteri.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini:
a. Persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan yang telah
diberikan oleh Menteri sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini dan telah memenuhi seluruh kewajiban yang
ditetapkan dalam persetujuan prinsip tetap dapat diproses
menjadi izin pinjam pakai kawasan hutan dengan dibebani
kewajiban sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
b. Izin atau perjanjian pinjam pakai kawasan hutan yang
dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini
tetap berlaku sampai dengan berakhirnya izin atau
perjanjian pinjam pakai kawasan hutan, kecuali terjadi
perubahan peruntukan atau perubahan fungsi kawasan
hutan.
Pasal 26
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, peraturan
pelaksanaan yang mengatur pinjam pakai kawasan hutan
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar ...
- 14 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Februari 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Februari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 30
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri
Setio Sapto Nugroho
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2010
TENTANG
PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN
I. UMUM
Hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan,
keberadaannya harus dipertahankan secara optimal dengan luasan yang
cukup dan dijaga agar daya dukungnya tetap lestari. Pembangunan
kehutanan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang
tidak terpisahkan sehingga harus selaras dengan dinamika pembangunan
nasional.
Penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan
sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar
kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.
Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar
kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan dalam kawasan hutan
produksi dan kawasan hutan lindung.
Pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang dapat menggunakan
kawasan hutan meliputi kegiatan religi, pertambangan, instalasi
pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik serta teknologi energi baru
dan terbarukan, pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun
pemancar radio, stasiun relay televisi, jalan umum, jalan tol, jalur kereta
api, sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana
transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi, sarana
dan prasarana sumber daya air, pembangunan jaringan instalasi air, dan
saluran air bersih dan/atau air limbah, fasilitas umum, industri terkait
kehutanan, pertahanan dan keamanan, prasarana penunjang
keselamatan umum, atau penampungan sementara korban bencana alam.
Penggunaan kawasan hutan wajib mempertimbangkan batasan luas,
jangka waktu tertentu, dan kelestarian lingkungan.
II. PASAL ...
- 2 -
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Luas penggunaan kawasan hutan untuk pemberian izin pinjam
pakai kawasan hutan dibatasi guna menjamin kelestarian hutan
dan keberlanjutan usaha di bidang kehutanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kegiatan yang mempunyai tujuan
strategis” adalah kegiatan yang diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh yang sangat penting secara nasional terhadap
kedaulatan negara, pertahanan keamanan negara, pertumbuhan
ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
Ayat (2)
Pemohon dalam mengusulkan kegiatan pembangunan di luar
kehutanan harus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Huruf a
Kegiatan religi misalnya tempat ibadah, tempat
pemakaman, dan wisata rohani.
Huruf b
Kegiatan pertambangan meliputi pertambangan minyak dan
gas bumi, mineral, batubara, dan panas bumi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f . . .
- 3 -
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Kegiatan pertahanan dan keamanan misalnya antara lain
pusat latihan tempur, stasiun radar, dan menara pengintai.
Huruf k
Prasarana penunjang keselamatan umum misalnya
keselamatan lalulintas laut, lalulintas udara, dan sarana
meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
Huruf l
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Lokasi lahan kompensasi ditetapkan sesuai dengan atau
diintegrasikan dalam proses perubahan rencana tata ruang.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Yang dimaksud dengan “survei dan eksplorasi” antara
lain meliputi kegiatan pertambangan dan arkeologi.
Ayat (3) . . .
- 4 -
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “contoh ruah” adalah suatu kegiatan
eksplorasi tambang untuk mengambil contoh mineral dan
batubara.
Ayat (4)
Dalam peraturan Menteri paling sedikit memuat ketentuan
mengenai:
a. jenis pohon yang ditanam; dan
b. penetapan lokasi yang akan direhabilitasi.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “badan usaha” adalah:
1) badan usaha milik negara;
2) badan usaha milik daerah;
3) badan usaha milik swasta yang berbadan hukum
Indonesia;
4) bentuk usaha tetap;
5) koperasi.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 10 . . .
- 5 -
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Monitoring dilakukan sebagai pembinaan agar pemegang izin
pinjam pakai kawasan hutan memenuhi kewajiban sebagaimana
ditetapkan dalam izin.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 6 -
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Berubah fungsi hutan misalnya:
a. izin pinjam pakai diberikan untuk kegiatan
tambang terbuka pada hutan produksi, kemudian
berubah menjadi hutan lindung.
b. izin pinjam pakai diberikan untuk kegiatan
tambang pada hutan produksi atau hutan lindung,
kemudian berubah menjadi hutan konservasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5112

More Related Content

What's hot

Kep menhut no 82kptsii2001
Kep menhut no 82kptsii2001Kep menhut no 82kptsii2001
Kep menhut no 82kptsii2001People Power
 
Pp 2 2008 jenis dan tarif bukan pajak untuk hutan
Pp 2 2008 jenis dan tarif bukan pajak untuk hutanPp 2 2008 jenis dan tarif bukan pajak untuk hutan
Pp 2 2008 jenis dan tarif bukan pajak untuk hutanwalhiaceh
 
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem GambutPermen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem GambutJaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Perizinan vs pp 26 2008 edit
Perizinan vs pp 26 2008 editPerizinan vs pp 26 2008 edit
Perizinan vs pp 26 2008 editYayasan CAPPA
 
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealPermen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealwalhiaceh
 
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutanPermen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutanwalhiaceh
 
journal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasi
journal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasijournal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasi
journal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasiBaso Herwadi
 
komitmen indonesia dalam upaya pengendalian iklim global dalam sektor perkebunan
komitmen indonesia dalam upaya pengendalian iklim global dalam sektor perkebunankomitmen indonesia dalam upaya pengendalian iklim global dalam sektor perkebunan
komitmen indonesia dalam upaya pengendalian iklim global dalam sektor perkebunanInstansi
 
Reklamasi lahan bekas penambangan (2)
Reklamasi lahan bekas penambangan (2)Reklamasi lahan bekas penambangan (2)
Reklamasi lahan bekas penambangan (2)Resky Minotho
 
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alamPp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alamwalhiaceh
 
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alamPp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alamwalhiaceh
 
Salinan SK Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan 5 Jan 2022
Salinan SK Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan 5 Jan 2022Salinan SK Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan 5 Jan 2022
Salinan SK Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan 5 Jan 2022CIkumparan
 
Andrew hidayat kesesuaian rencana pembangunan pltn muria dengan kawasan lindu...
Andrew hidayat kesesuaian rencana pembangunan pltn muria dengan kawasan lindu...Andrew hidayat kesesuaian rencana pembangunan pltn muria dengan kawasan lindu...
Andrew hidayat kesesuaian rencana pembangunan pltn muria dengan kawasan lindu...Andrew Hidayat
 
KAJIAN TEKNIS &KEEKONOMIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOMASA SAWIT; KASUS: DI...
KAJIAN TEKNIS &KEEKONOMIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOMASA SAWIT; KASUS: DI...KAJIAN TEKNIS &KEEKONOMIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOMASA SAWIT; KASUS: DI...
KAJIAN TEKNIS &KEEKONOMIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOMASA SAWIT; KASUS: DI...Hizuma Kun
 
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...Dini Isrinayanti
 
Kajian formulasi perhitungan kwt kzb kdb
Kajian formulasi perhitungan kwt kzb kdbKajian formulasi perhitungan kwt kzb kdb
Kajian formulasi perhitungan kwt kzb kdbindra_sugito
 
P.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan hti
P.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan htiP.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan hti
P.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan htiSani Saragih
 
Tambang Kawasan Lindung
Tambang Kawasan LindungTambang Kawasan Lindung
Tambang Kawasan Lindungpius
 
Bab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruang
Bab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruangBab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruang
Bab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruangDeki Zulkarnain
 

What's hot (20)

Kep menhut no 82kptsii2001
Kep menhut no 82kptsii2001Kep menhut no 82kptsii2001
Kep menhut no 82kptsii2001
 
Pp 2 2008 jenis dan tarif bukan pajak untuk hutan
Pp 2 2008 jenis dan tarif bukan pajak untuk hutanPp 2 2008 jenis dan tarif bukan pajak untuk hutan
Pp 2 2008 jenis dan tarif bukan pajak untuk hutan
 
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem GambutPermen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
 
Perizinan vs pp 26 2008 edit
Perizinan vs pp 26 2008 editPerizinan vs pp 26 2008 edit
Perizinan vs pp 26 2008 edit
 
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealPermen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
 
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutanPermen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutan
 
journal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasi
journal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasijournal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasi
journal studi reklamasi lahan pasca tambang dengan metode revegetasi
 
komitmen indonesia dalam upaya pengendalian iklim global dalam sektor perkebunan
komitmen indonesia dalam upaya pengendalian iklim global dalam sektor perkebunankomitmen indonesia dalam upaya pengendalian iklim global dalam sektor perkebunan
komitmen indonesia dalam upaya pengendalian iklim global dalam sektor perkebunan
 
Reklamasi lahan bekas penambangan (2)
Reklamasi lahan bekas penambangan (2)Reklamasi lahan bekas penambangan (2)
Reklamasi lahan bekas penambangan (2)
 
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alamPp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
 
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alamPp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
 
Salinan SK Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan 5 Jan 2022
Salinan SK Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan 5 Jan 2022Salinan SK Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan 5 Jan 2022
Salinan SK Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan 5 Jan 2022
 
Andrew hidayat kesesuaian rencana pembangunan pltn muria dengan kawasan lindu...
Andrew hidayat kesesuaian rencana pembangunan pltn muria dengan kawasan lindu...Andrew hidayat kesesuaian rencana pembangunan pltn muria dengan kawasan lindu...
Andrew hidayat kesesuaian rencana pembangunan pltn muria dengan kawasan lindu...
 
KAJIAN TEKNIS &KEEKONOMIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOMASA SAWIT; KASUS: DI...
KAJIAN TEKNIS &KEEKONOMIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOMASA SAWIT; KASUS: DI...KAJIAN TEKNIS &KEEKONOMIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOMASA SAWIT; KASUS: DI...
KAJIAN TEKNIS &KEEKONOMIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOMASA SAWIT; KASUS: DI...
 
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...
 
Kajian formulasi perhitungan kwt kzb kdb
Kajian formulasi perhitungan kwt kzb kdbKajian formulasi perhitungan kwt kzb kdb
Kajian formulasi perhitungan kwt kzb kdb
 
P.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan hti
P.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan htiP.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan hti
P.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan hti
 
Tambang Kawasan Lindung
Tambang Kawasan LindungTambang Kawasan Lindung
Tambang Kawasan Lindung
 
Proposal
ProposalProposal
Proposal
 
Bab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruang
Bab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruangBab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruang
Bab 7 ketentuan pengendalian pemanfataan ruang
 

Similar to Pp24 2010 penggunaan kawasan hutanPeraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan

PPT-PERCEPATAN-PENETAPAN-KHDTK.pdf
PPT-PERCEPATAN-PENETAPAN-KHDTK.pdfPPT-PERCEPATAN-PENETAPAN-KHDTK.pdf
PPT-PERCEPATAN-PENETAPAN-KHDTK.pdfsabaruddinsabar2
 
Kabupaten pakpakbharat 9-2006
Kabupaten pakpakbharat 9-2006Kabupaten pakpakbharat 9-2006
Kabupaten pakpakbharat 9-2006Medan Comonity
 
Pp 2 2008 ttg tarif dan jasa yg berasal dari kawasan hutan
Pp 2 2008 ttg tarif dan jasa yg berasal dari kawasan hutanPp 2 2008 ttg tarif dan jasa yg berasal dari kawasan hutan
Pp 2 2008 ttg tarif dan jasa yg berasal dari kawasan hutanwalhiaceh
 
Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemer...
Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemer...Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemer...
Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemer...Penataan Ruang
 
Pp 2 tahun 2008 ttg tarif
Pp 2 tahun 2008 ttg tarifPp 2 tahun 2008 ttg tarif
Pp 2 tahun 2008 ttg tarifwalhiaceh
 
Presentasi sesrawungan konservasi 31 okt 2014
Presentasi sesrawungan konservasi 31 okt 2014Presentasi sesrawungan konservasi 31 okt 2014
Presentasi sesrawungan konservasi 31 okt 2014Danang Anggoro
 
Pp 3 2008 ttg perubahan pp no 6 tahun 2007 ttg tata hutan
Pp 3 2008 ttg perubahan pp no 6 tahun 2007 ttg tata hutanPp 3 2008 ttg perubahan pp no 6 tahun 2007 ttg tata hutan
Pp 3 2008 ttg perubahan pp no 6 tahun 2007 ttg tata hutanwalhiaceh
 
Pp 3 2008 atas perubahan pp no 6 thn 2007 ttg tata hutan
Pp 3 2008 atas perubahan pp no 6 thn 2007 ttg tata hutanPp 3 2008 atas perubahan pp no 6 thn 2007 ttg tata hutan
Pp 3 2008 atas perubahan pp no 6 thn 2007 ttg tata hutanwalhiaceh
 
Bahan tayang penatagunaan tanah-ddrtp 2016
Bahan tayang penatagunaan tanah-ddrtp 2016Bahan tayang penatagunaan tanah-ddrtp 2016
Bahan tayang penatagunaan tanah-ddrtp 2016hadiarnowo
 
Pp 3 tahun 2008 ttg perubahan pp no 3
Pp 3 tahun 2008 ttg perubahan pp no 3Pp 3 tahun 2008 ttg perubahan pp no 3
Pp 3 tahun 2008 ttg perubahan pp no 3walhiaceh
 
Mekanisme Penggunaan Kawasan Hutan untuk Ketenagalistrikan.pptx
Mekanisme Penggunaan Kawasan Hutan untuk Ketenagalistrikan.pptxMekanisme Penggunaan Kawasan Hutan untuk Ketenagalistrikan.pptx
Mekanisme Penggunaan Kawasan Hutan untuk Ketenagalistrikan.pptxAndiArmin1
 
Pp 62 tahun 1998 ttg penyerahan sbagian urusan pemerintah di bid kehutanan ke...
Pp 62 tahun 1998 ttg penyerahan sbagian urusan pemerintah di bid kehutanan ke...Pp 62 tahun 1998 ttg penyerahan sbagian urusan pemerintah di bid kehutanan ke...
Pp 62 tahun 1998 ttg penyerahan sbagian urusan pemerintah di bid kehutanan ke...walhiaceh
 
Pp tata hutan
Pp tata hutanPp tata hutan
Pp tata hutanwalhiaceh
 
Pp 35 tahun 2002 ttg dana reboisasi
Pp 35 tahun 2002  ttg dana reboisasiPp 35 tahun 2002  ttg dana reboisasi
Pp 35 tahun 2002 ttg dana reboisasiwalhiaceh
 
Permen Pekerjaan Umum No. 64 Tahun 1993 tanteng Reklamasi Rawa
Permen Pekerjaan Umum No. 64 Tahun 1993 tanteng Reklamasi RawaPermen Pekerjaan Umum No. 64 Tahun 1993 tanteng Reklamasi Rawa
Permen Pekerjaan Umum No. 64 Tahun 1993 tanteng Reklamasi Rawainfosanitasi
 
Pp iuran hph
Pp iuran hphPp iuran hph
Pp iuran hphwalhiaceh
 
Pola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari Perkebunan
Pola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari PerkebunanPola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari Perkebunan
Pola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari PerkebunanRaflis Ssi
 
Pp 63 tahun 2002 ttg hutan kota
Pp 63 tahun  2002  ttg hutan kotaPp 63 tahun  2002  ttg hutan kota
Pp 63 tahun 2002 ttg hutan kotawalhiaceh
 

Similar to Pp24 2010 penggunaan kawasan hutanPeraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan (20)

PPT-PERCEPATAN-PENETAPAN-KHDTK.pdf
PPT-PERCEPATAN-PENETAPAN-KHDTK.pdfPPT-PERCEPATAN-PENETAPAN-KHDTK.pdf
PPT-PERCEPATAN-PENETAPAN-KHDTK.pdf
 
Kabupaten pakpakbharat 9-2006
Kabupaten pakpakbharat 9-2006Kabupaten pakpakbharat 9-2006
Kabupaten pakpakbharat 9-2006
 
Pp 2 2008 ttg tarif dan jasa yg berasal dari kawasan hutan
Pp 2 2008 ttg tarif dan jasa yg berasal dari kawasan hutanPp 2 2008 ttg tarif dan jasa yg berasal dari kawasan hutan
Pp 2 2008 ttg tarif dan jasa yg berasal dari kawasan hutan
 
Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemer...
Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemer...Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemer...
Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemer...
 
Pp 2 tahun 2008 ttg tarif
Pp 2 tahun 2008 ttg tarifPp 2 tahun 2008 ttg tarif
Pp 2 tahun 2008 ttg tarif
 
Presentasi sesrawungan konservasi 31 okt 2014
Presentasi sesrawungan konservasi 31 okt 2014Presentasi sesrawungan konservasi 31 okt 2014
Presentasi sesrawungan konservasi 31 okt 2014
 
Pp 3 2008 ttg perubahan pp no 6 tahun 2007 ttg tata hutan
Pp 3 2008 ttg perubahan pp no 6 tahun 2007 ttg tata hutanPp 3 2008 ttg perubahan pp no 6 tahun 2007 ttg tata hutan
Pp 3 2008 ttg perubahan pp no 6 tahun 2007 ttg tata hutan
 
Pp 3 2008 atas perubahan pp no 6 thn 2007 ttg tata hutan
Pp 3 2008 atas perubahan pp no 6 thn 2007 ttg tata hutanPp 3 2008 atas perubahan pp no 6 thn 2007 ttg tata hutan
Pp 3 2008 atas perubahan pp no 6 thn 2007 ttg tata hutan
 
Bahan tayang penatagunaan tanah-ddrtp 2016
Bahan tayang penatagunaan tanah-ddrtp 2016Bahan tayang penatagunaan tanah-ddrtp 2016
Bahan tayang penatagunaan tanah-ddrtp 2016
 
Pp 3 tahun 2008 ttg perubahan pp no 3
Pp 3 tahun 2008 ttg perubahan pp no 3Pp 3 tahun 2008 ttg perubahan pp no 3
Pp 3 tahun 2008 ttg perubahan pp no 3
 
Mekanisme Penggunaan Kawasan Hutan untuk Ketenagalistrikan.pptx
Mekanisme Penggunaan Kawasan Hutan untuk Ketenagalistrikan.pptxMekanisme Penggunaan Kawasan Hutan untuk Ketenagalistrikan.pptx
Mekanisme Penggunaan Kawasan Hutan untuk Ketenagalistrikan.pptx
 
Legal Memorandum; Memo Perhutanan Sosial Pada Areal Perhutani
Legal Memorandum; Memo Perhutanan Sosial Pada Areal PerhutaniLegal Memorandum; Memo Perhutanan Sosial Pada Areal Perhutani
Legal Memorandum; Memo Perhutanan Sosial Pada Areal Perhutani
 
Pp 62 tahun 1998 ttg penyerahan sbagian urusan pemerintah di bid kehutanan ke...
Pp 62 tahun 1998 ttg penyerahan sbagian urusan pemerintah di bid kehutanan ke...Pp 62 tahun 1998 ttg penyerahan sbagian urusan pemerintah di bid kehutanan ke...
Pp 62 tahun 1998 ttg penyerahan sbagian urusan pemerintah di bid kehutanan ke...
 
Pp tata hutan
Pp tata hutanPp tata hutan
Pp tata hutan
 
Pp 35 tahun 2002 ttg dana reboisasi
Pp 35 tahun 2002  ttg dana reboisasiPp 35 tahun 2002  ttg dana reboisasi
Pp 35 tahun 2002 ttg dana reboisasi
 
Permen Pekerjaan Umum No. 64 Tahun 1993 tanteng Reklamasi Rawa
Permen Pekerjaan Umum No. 64 Tahun 1993 tanteng Reklamasi RawaPermen Pekerjaan Umum No. 64 Tahun 1993 tanteng Reklamasi Rawa
Permen Pekerjaan Umum No. 64 Tahun 1993 tanteng Reklamasi Rawa
 
Pp iuran hph
Pp iuran hphPp iuran hph
Pp iuran hph
 
Permenhut 11 09
Permenhut 11 09Permenhut 11 09
Permenhut 11 09
 
Pola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari Perkebunan
Pola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari PerkebunanPola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari Perkebunan
Pola pemanfaatan ruang dan permasalahan yang timbul dari Perkebunan
 
Pp 63 tahun 2002 ttg hutan kota
Pp 63 tahun  2002  ttg hutan kotaPp 63 tahun  2002  ttg hutan kota
Pp 63 tahun 2002 ttg hutan kota
 

More from Penataan Ruang

Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
 
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...Penataan Ruang
 

More from Penataan Ruang (20)

Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
 
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
 
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
 
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
 

Pp24 2010 penggunaan kawasan hutanPeraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan

  • 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 38 Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penggunaan Kawasan Hutan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN. BAB I ...
  • 2. - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 3. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 4. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 5. Penggunaan kawasan hutan adalah penggunaan atas sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan tersebut. 6. Penggunaan kawasan hutan yang bersifat nonkomersial adalah penggunaan kawasan hutan yang bertujuan tidak mencari keuntungan. 7. Penggunaan kawasan hutan yang bersifat komersial adalah penggunaan kawasan hutan yang bertujuan mencari keuntungan. 8. Reboisasi adalah upaya penanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak berupa lahan kosong, alang- alang, atau semak belukar untuk mengembalikan fungsi hutan. 9. Reklamasi hutan adalah usaha memperbaiki atau memulihkan kembali hutan atau lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak sebagai akibat penggunaan kawasan hutan agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. 10. Menteri ...
  • 3. - 3 - 10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan. Pasal 2 Penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan. Pasal 3 (1) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hanya dapat dilakukan di dalam: a. kawasan hutan produksi; dan/atau b. kawasan hutan lindung. (2) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri. Pasal 4 (1) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan. (2) Kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan: a. religi; b. pertambangan; c. instalasi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik, serta teknologi energi baru dan terbarukan; d. pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi; e. jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api; f. sarana . . .
  • 4. - 4 - f. sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi; g. sarana dan prasarana sumber daya air, pembangunan jaringan instalasi air, dan saluran air bersih dan/atau air limbah; h. fasilitas umum; i. industri terkait kehutanan; j. pertahanan dan keamanan; k. prasarana penunjang keselamatan umum; atau l. penampungan sementara korban bencana alam. Pasal 5 (1) Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dilakukan dengan ketentuan: a. dalam kawasan hutan produksi dapat dilakukan: 1. penambangan dengan pola pertambangan terbuka; dan 2. penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah; b. dalam kawasan hutan lindung hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah dengan ketentuan dilarang mengakibatkan: 1. turunnya permukaan tanah; 2. berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen; dan 3. terjadinya kerusakan akuiver air tanah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penambangan bawah tanah pada hutan lindung diatur dengan Peraturan Presiden. BAB II . . .
  • 5. - 5 - BAB II IZIN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN Bagian Kesatu Umum Pasal 6 (1) Penggunaan kawasan hutan dilakukan berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan. (2) Izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan: a. izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi lahan, untuk kawasan hutan pada provinsi yang luas kawasan hutannya di bawah 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi, dengan ketentuan kompensasi lahan dengan ratio paling sedikit 1:1 untuk nonkomersial dan paling sedikit 1:2 untuk komersial; b. izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai, untuk kawasan hutan pada provinsi yang luas kawasan hutannya di atas 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi, dengan ketentuan: 1. penggunaan untuk nonkomersial dikenakan kompensasi membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai dengan ratio 1:1; 2. penggunaan untuk komersial dikenakan kompensasi membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai paling sedikit dengan ratio 1:1; c. izin pinjam pakai kawasan hutan tanpa kompensasi lahan atau tanpa kompensasi membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan tanpa melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai, dengan ketentuan hanya untuk: 1. kegiatan . . .
  • 6. - 6 - 1. kegiatan pertahanan negara, sarana keselamatan lalu lintas laut atau udara, cek dam, embung, sabo, dan sarana meteorologi, klimatologi, dan geofisika; 2. kegiatan survei dan eksplorasi. (3) Dalam hal kegiatan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 2 dilakukan pengambilan contoh ruah sebagai uji coba tambang untuk kepentingan kelayakan ekonomi, dikenakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau huruf b angka 2. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai ratio lahan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ratio penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 diatur dengan peraturan Menteri. Pasal 7 (1) Izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan. (2) Menteri dapat melimpahkan wewenang pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan dengan luasan tertentu kepada gubernur untuk pembangunan fasilitas umum yang bersifat nonkomersial. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri. Pasal 8 (1) Penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, izin pinjam pakai kawasan hutan hanya dapat diberikan setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan. Bagian Kedua . . .
  • 7. - 7 - Bagian Kedua Tata Cara dan Persyaratan Permohonan Penggunaan Kawasan Hutan Pasal 9 (1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) diajukan oleh: a. menteri atau pejabat setingkat menteri; b. gubernur; c. bupati/walikota; d. pimpinan badan usaha; atau e. ketua yayasan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. administrasi; dan b. teknis. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administrasi dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri. Pasal 10 (1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Menteri melakukan penilaian. (2) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan permohonan tidak memenuhi persyaratan, Menteri menyampaikan surat penolakan. (3) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan permohonan memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan sebelum menerbitkan izin pinjam pakai kawasan hutan. (4) Dalam hal permohonan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk kegiatan survei atau eksplorasi, Menteri menerbitkan izin pinjam pakai kawasan hutan tanpa melalui persetujuan prinsip. Pasal 11 . . .
  • 8. - 8 - Pasal 11 (1) Persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) diberikan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak diterbitkan dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi. (2) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemohon. (3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. melaksanakan tata batas terhadap kawasan hutan yang disetujui dan lahan kompensasi serta proses pengukuhannya; b. melaksanakan inventarisasi tegakan; c. membuat pernyataan kesanggupan membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai, dalam hal kompensasi berupa pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai; d. menyerahkan dan menghutankan lahan untuk dijadikan kawasan hutan, dalam hal kompensasi berupa lahan; dan e. melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 12 (1) Pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan dapat mengajukan dispensasi kepada Menteri. (2) Dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk kegiatan yang sifatnya mendesak dan apabila ditunda mengakibatkan kerugian negara. (3) Dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling lama sesuai dengan jangka waktu persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan. Pasal 13 Dalam hal pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan telah memenuhi seluruh kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), Menteri menerbitkan izin pinjam pakai kawasan hutan. Pasal 14 . . .
  • 9. - 9 - Pasal 14 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan penggunaan kawasan hutan diatur dengan peraturan Menteri. Bagian Ketiga Kewajiban Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Pasal 15 Pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan wajib: a. membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan; b. melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai; c. melaksanakan reboisasi pada lahan kompensasi; d. menyelenggarakan perlindungan hutan; e. melaksanakan reklamasi dan/atau reboisasi pada kawasan hutan yang dipinjam pakai yang sudah tidak digunakan; dan f. melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 16 Berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan, pemegang izin dapat melakukan penebangan pohon dalam rangka pembukaan lahan dengan membayar penggantian nilai tegakan, provisi sumber daya hutan, dan/atau dana reboisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 17 Pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dilarang: a. memindahtangankan izin pinjam pakai kawasan hutan kepada pihak lain tanpa persetujuan Menteri; b. menjaminkan atau mengagunkan kawasan hutan yang dipinjam pakai kepada pihak lain. Bagian Keempat . . .
  • 10. - 10 - Bagian Keempat Jangka Waktu Izin Pasal 18 (1) Jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan diberikan sama dengan jangka waktu perizinan sesuai bidangnya dan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan yang tidak memerlukan perizinan sesuai bidangnya, izin pinjam pakai kawasan hutan diberikan dengan jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi. (3) Jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pertahanan negara, sarana keselamatan lalu lintas laut atau udara, jalan umum, jalur kereta api umum, cek dam, embung, sabo, dan sarana meteorologi, klimatologi, dan geofisika, serta religi berlaku selama digunakan untuk kepentingan dimaksud. (4) Izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dievaluasi oleh Menteri satu kali dalam 5 (lima) tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. (5) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan tidak lagi menggunakan kawasan hutan sesuai dengan izin pinjam pakai kawasan hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan dicabut. BAB III MONITORING DAN EVALUASI Pasal 19 (1) Menteri melakukan monitoring dan evaluasi terhadap: a. pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan; b. penerima dispensasi pinjam pakai kawasan hutan; dan c. pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan. (2) Dalam . . .
  • 11. - 11 - (2) Dalam melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat melimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk atau gubernur. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai monitoring dan evaluasi diatur dengan peraturan Menteri. BAB IV HAPUSNYA PERSETUJUAN PRINSIP ATAU IZIN Pasal 20 (1) Persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) atau izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 hapus apabila: a. jangka waktu persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan atau izin pinjam pakai kawasan hutan telah berakhir; b. dicabut oleh Menteri; c. diserahkan kembali secara sukarela oleh pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan atau pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan kepada Menteri sebelum jangka waktu berakhir dengan pernyataan tertulis; atau d. kawasan hutan yang dipinjam pakai berubah peruntukan menjadi bukan kawasan hutan atau berubah fungsi menjadi fungsi hutan yang penggunaannya dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan. (2) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan apabila pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan atau izin pinjam pakai kawasan hutan dikenai sanksi berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. (3) Berdasarkan penyerahan kembali secara sukarela sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Menteri menerbitkan surat pencabutan persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan atau keputusan pencabutan izin pinjam pakai kawasan hutan. Pasal 21 (1) Hapusnya izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 tidak membebaskan kewajiban pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan untuk menyelesaikan kewajiban: a. membayar . . .
  • 12. - 12 - a. membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan; b. melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai atau reboisasi pada lahan kompensasi; c. melaksanakan reklamasi dan/atau reboisasi pada kawasan hutan yang dipinjam pakai yang sudah tidak digunakan; d. membayar penggantian nilai tegakan, dan provisi sumber daya hutan, dan/atau dana reboisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan dalam izin pinjam pakai kawasan hutan. (2) Pada saat hapusnya izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keberadaan barang tidak bergerak termasuk tanaman yang telah ditanam dalam kawasan hutan yang dipinjam pakai maupun barang bergerak, kepemilikannya ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Barang bergerak yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepemilikannya menjadi milik pemegang izin, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak hapusnya izin atau sejak kegiatan reklamasi dinilai berhasil, wajib dikeluarkan dari kawasan hutan oleh pemegang izin. (4) Apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemegang izin yang izinnya hapus tidak mengeluarkan barang bergerak dari kawasan hutan, barang bergerak dilelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 22 Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya izin diatur dengan peraturan Menteri. BAB V SANKSI Pasal 23 Setiap pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 atau melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dikenai sanksi berupa pencabutan izin pinjam pakai kawasan hutan oleh Menteri. Pasal 24 . . .
  • 13. - 13 - Pasal 24 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 diatur dengan peraturan Menteri. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini: a. Persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan yang telah diberikan oleh Menteri sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan telah memenuhi seluruh kewajiban yang ditetapkan dalam persetujuan prinsip tetap dapat diproses menjadi izin pinjam pakai kawasan hutan dengan dibebani kewajiban sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini. b. Izin atau perjanjian pinjam pakai kawasan hutan yang dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini tetap berlaku sampai dengan berakhirnya izin atau perjanjian pinjam pakai kawasan hutan, kecuali terjadi perubahan peruntukan atau perubahan fungsi kawasan hutan. Pasal 26 Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, peraturan pelaksanaan yang mengatur pinjam pakai kawasan hutan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar ...
  • 14. - 14 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Februari 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 Februari 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 30 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri Setio Sapto Nugroho
  • 15. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN I. UMUM Hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, keberadaannya harus dipertahankan secara optimal dengan luasan yang cukup dan dijaga agar daya dukungnya tetap lestari. Pembangunan kehutanan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang tidak terpisahkan sehingga harus selaras dengan dinamika pembangunan nasional. Penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang dapat menggunakan kawasan hutan meliputi kegiatan religi, pertambangan, instalasi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik serta teknologi energi baru dan terbarukan, pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio, stasiun relay televisi, jalan umum, jalan tol, jalur kereta api, sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi, sarana dan prasarana sumber daya air, pembangunan jaringan instalasi air, dan saluran air bersih dan/atau air limbah, fasilitas umum, industri terkait kehutanan, pertahanan dan keamanan, prasarana penunjang keselamatan umum, atau penampungan sementara korban bencana alam. Penggunaan kawasan hutan wajib mempertimbangkan batasan luas, jangka waktu tertentu, dan kelestarian lingkungan. II. PASAL ...
  • 16. - 2 - II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Luas penggunaan kawasan hutan untuk pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan dibatasi guna menjamin kelestarian hutan dan keberlanjutan usaha di bidang kehutanan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kegiatan yang mempunyai tujuan strategis” adalah kegiatan yang diprioritaskan karena mempunyai pengaruh yang sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan keamanan negara, pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. Ayat (2) Pemohon dalam mengusulkan kegiatan pembangunan di luar kehutanan harus sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Huruf a Kegiatan religi misalnya tempat ibadah, tempat pemakaman, dan wisata rohani. Huruf b Kegiatan pertambangan meliputi pertambangan minyak dan gas bumi, mineral, batubara, dan panas bumi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f . . .
  • 17. - 3 - Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Kegiatan pertahanan dan keamanan misalnya antara lain pusat latihan tempur, stasiun radar, dan menara pengintai. Huruf k Prasarana penunjang keselamatan umum misalnya keselamatan lalulintas laut, lalulintas udara, dan sarana meteorologi, klimatologi, dan geofisika. Huruf l Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Lokasi lahan kompensasi ditetapkan sesuai dengan atau diintegrasikan dalam proses perubahan rencana tata ruang. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Yang dimaksud dengan “survei dan eksplorasi” antara lain meliputi kegiatan pertambangan dan arkeologi. Ayat (3) . . .
  • 18. - 4 - Ayat (3) Yang dimaksud dengan “contoh ruah” adalah suatu kegiatan eksplorasi tambang untuk mengambil contoh mineral dan batubara. Ayat (4) Dalam peraturan Menteri paling sedikit memuat ketentuan mengenai: a. jenis pohon yang ditanam; dan b. penetapan lokasi yang akan direhabilitasi. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan “badan usaha” adalah: 1) badan usaha milik negara; 2) badan usaha milik daerah; 3) badan usaha milik swasta yang berbadan hukum Indonesia; 4) bentuk usaha tetap; 5) koperasi. Huruf e Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 10 . . .
  • 19. - 5 - Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Monitoring dilakukan sebagai pembinaan agar pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan memenuhi kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam izin. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c . . .
  • 20. - 6 - Huruf c Cukup jelas. Huruf d Berubah fungsi hutan misalnya: a. izin pinjam pakai diberikan untuk kegiatan tambang terbuka pada hutan produksi, kemudian berubah menjadi hutan lindung. b. izin pinjam pakai diberikan untuk kegiatan tambang pada hutan produksi atau hutan lindung, kemudian berubah menjadi hutan konservasi. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5112