1. {FISIKA} BIO OPTIK
Posted by kharismaido on December 7, 2012 | Subscribe
in Uncategorized
BIO OPTIK
Pengertian Biooptik
Menilik kata biooptik, tersusun atas kata bio dan optik. Bio berkaitan dengan makhluk hidup/
zat hidup atau bagian tertentu dari makhluk hidup, sedangkan optik dikenal sebagai bagian
ilmu fisika yang berkaitan dengan cahaya atau berkas sinar. secara spesifik ada klasifikasi
Optik geometri dan optika fisis. Fokus utama di biooptik adalah terkait dengan indera
penglihatan manusia, yaitu mata.
Mata menjadi alat optik yang paling penting pada manusia atau makhluk hidup. Bagaimana
proses sebuah objek dapat dilihat dan dipersepsikan di otak? Apa saja bagian-bagian mata
yang berperan? Mengapa seseorang bisa rabun, atau Mengapa respon mata terhadap
perubahan intensitas cahaya di gelap atau terang berbeda? Apa itu rod dan kone? Apa saja
jenis kelainan mata dan bagaimana cara mengoreksi atau memperbaikinya?
Optika Geometri dan Optika Fisik
1. Optika Geometri
Berpangkal pada perjalanan cahaya dalam medium secara garis lurus, berkas-berkas cahaya
di sebut garis cahaya dan gambar secara garis lurus. Dengan cara pendekatan ini dapatlah
melukiskan ciri-ciri cermin dan lensa dalam bentuk matematika. Misalnya untuk rumus
cermin dan lensa :
f = focus = titik api
b = jarak benda
v = jarak bayangan
Hukum Willebrord Snelius (1581 -1626) :
n = indeks bias
i = sudut datang
r = sudut bias (refraksi)
2. Optika Fisik
2. Gejala cahaya seperti dispersi, interferensi dan polasisasi tidak dapat di jelaskan malui
metode optika geometri. Gejala-gejala ini hanya dapat dijelaskan dengan menghitung ciri-ciri
fisik dari cahaya tersebut. Sir Isaac Newton (1642-1727), cahaya itu menggambarkan
peristiwa cahaya sebagai sebuah aliran dari butir-butir kecil (teori korpuskuler). Sedangkan
dengan menggunakan teori kwantum yang dipelopori Plank (1858-1947), cahaya itu terdiri
atas kwanta atau foton-foton, tampaknya agak mirip dengan teori Newton yang lama itu.
Dengan menggunakan teori Max Plank dapat menjelaskan mengapa benda itu panas apabila
terkena sinar.
Thomas Young (1773-1829) dan August Fresnel (1788-1827), dapat menjelaskan bahwa
cahaya dapat melentur berinterferensi. James Clark Mexwell (1831-1879) berkebangsaan
Skotlandia, dari hasil percobaannya dapat menjelaskan bahwa cepat rambat cahaya (3 X 10
m/detik) sehingga berkesimpulan bahwa cahaya adalah gelombang elektromagnetik.
Huygens ( 1690) menganggap cahaya itu sebagai gejala gelombang dari sebuah sumber
cahaya menjalarkan getaran-getaran ke semua jurusan. Setiap titik dari ruangan yang bergetar
olehnya dapat dianggap sebagai sebuah pusat gelombang baru. Inilah prinsip dari Huygens
yang belum bisa menjelaskan perjalanan cahaya dari satu medium ke medium lainnya. Dari
hasil percobaan Einstein (1879-1955) dimana logam di sinari dengan cahaya akan
memancarkan electron (gejala foto listrik). Hal ini dapat disimpulkan bahwa cahaya memiliki
sifat fartikel dan gelombang magnetic.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cahaya mempunyai sifat materi (partikel) dan
sifat gelombang.
Macam-macam Bentuk Lensa
Berdasarkan bentuk permukaannya, lensa dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Lensa yang mempunyai permukaan sferis, dibagi menjadi dua macam pula, yaitu:
Lensa Cembung/ Konvergen/ Positif
Sebuah lensa positif atau lensa pengumpul adalah lensa yang bagian tengahnya lebih tebal
dari bagian tepinya. Cahaya sejajar yang datang pada sebuah lensa positif difokuskan pada
titik focus kedua yang berada pada sisi transmisi lensa tersebut.
Lensa Cekung/ Divergen/ Negatif
Sebuah lensa negative atau lensa menyebar adalah lensa yang bagian tepinya lebih tebal
daripada bagian tengahnya. Cahaya sejajar yang datang pada sebuah lensa negative
memancar seolah-olah dari titik focus kedua, yang berada pada sisi datang lensa.
Lensa yang mempunyai permukaan silindris
Adalah lensa yang mempunyai silinder, lensa ini mempunyai fokus yang positif dan ada pula
yang mempunyai panjang fokus negatif.
3. Kekuatan Lensa (Dioptri)
Kekuatan lensa dinyatakan dengan satuan dioptri (m-1). Kekuatan lensa (P) sama dengan
kebalikan panjang fokusnya (1/f). Jika panjang fokus dalam meter, kekuatan lensa adalah
dalam dioptri (D):
P = = + dioptri
P = Kekuatan lensa (dioptri)
F = fokus lensa (m)
s = jarak benda dari lensa (m)
s´ = jarak bayangan dari lensa (m)
1D = 1 m-1
Kesesatan Lensa
Berdasarkan persamaan yang berkaitan dengan jarak benda, jarak bayangan , jarak focus,
radius kelengkungan lensa seerta sinar-sinar yang dating paraksial akan kemungkinan adanya
kesesatan lensa (aberasi lensa). Aberasi ini ada bermacam-macam :
1. Aberasi sferis ( disebabkan oleh kecembungan lensa).Sinar-sinar paraksial / sinar-sinar dari
pinggir lensa membentuk bayangan di P’. aberasi ini dapat dihilangkan dengan
mempergunakan diafragma yang diletakkan di depan lensa atau dengan lensa gabungan
aplanatis yang terdiri dari dua lensa yang jenis kacanya berlainan.
2. Koma, Aberasi ini terjadi akibat tidak sanggupnya lensa membentuk bayangan dari sinar di
tengah-tengah dan sinar tepi. Berbeda dengan aberasi sferis pada aberasi koma sebuah titik
benda akan terbentuk bayangan seperti bintang berekor, gejala koma ini tidak dapat
diperbaiki dengan diafragma.
3. Astigmatisma, Merupakan suatu sesatan lensa yang disebabkan oleh titik benda membentuk
sudut besar dengan sumbu sehingga bayangan yang terbentuk ada dua yaitu primer dan
sekunder. Apabila sudut antara sumbu dengan titik benda relatif kecil maka kemungkinan
besar akan berbentuk koma.
4. Kelengkungan medan, Bayangan yang dibentuk oleh lensa pada layer letaknya tidak dalam
satu bidang datar melainkan pada bidang lengkung. Peristiwa ini disebut lengkungan medan
atau lengkungan bidang bayangan.
5. Distorsi, Distorsi atau gejala terbentuknya bayangan palsu. Terjadinya bayangan palsu ini
oleh karena di depan atau di belakang lensa diletakkan diafragma atau cela. Benda
berbentuk kisi akan tampak bayangan berbentuk tong atau berbentuk bantal. Gejala distorsi
ini dapat dihilangkan dengan memasang sebuah cela di antara dua buah lensa.
6. Aberasi kromatis, Prinsip dasar terjadinya aberasi kromatis oleh karena focus lensa berbeda-beda
untuk tiap-tiap warna. Akibatnya bayangan yang terbentuk akan tampak berbagai jarak
dari lensa.
4. Aberasi
Pemburaman bayangan dari sebuah obyek tunggal dikenal dengan istilah aberasi. Aberasi
sferis merupakan hasil dari kenyataan bahwa permukaan melengkung hanya memfokuskan
sinar-sinar paraksial (sinar-sinar yang berjalan dekat sumbu utama) pada sebuah titik tunggal.
Sinar-sinar non paraksial pada titik dekat yang bergantung pada sudut yang dibuat dengan
sumbu utamanya. Sinar-sinar yang mengenai lensa jauh dari sumbu utamadibelokkan lebihh
dari sinar-sinar yang dekat dengan sumbu utama, dengan hasilnya bahwa tidak semua sinar
difokuskan pada sebuah titik tunggal. Sebaliknya bayangan tersebut kelihatan sebagai sebuah
cakram melingkar. Lingkaran dengan kekacauan paling sedikit berada pada titik, di mana
garis tengahnya minimum.
Aberasi sferis dapat dikurangi dengan memperkecil ukuran permukaan melengkungnya, yang
juga berarti memperkecil jumlah cahaya yang mencapai bayangannya. Aberasi seperti ini
namun lebih rumit disebut coma (comet-shapet image) dan astigmatisma yang terjadi saat
obyek-obyek berada di luar sumbu utama. Aberasi dalam bentuk bayagan obyek yang
memanjang yang disebabkan kenyataan bahwa perbesaran bergantung pada jarak titik obyek
dari sumbu utama disebut distorsi.
Aberasi kromatik, yang terjadi pada lensa bukan pada cermin, adalah hasil dari variasi indeks
bias dengan panjang gelombang.
Aberasi kromatik dan aberasi lainnya dapat diperbaiki sebagian dengan menggunakan
kombinasi beberapa lensa sebagai ganti sebuah lensa tunggal. Sebagai contoh, sebuah lensa
positif dan sebuah lensa negative dengan panjang fokus lebih besar dapat digunakan bersama-sama
untuk menghasilkan sebuah sistem lensa pengumpul yang mempunyai aberasi kromatik
jauh lebih sedikit dibandingkan sebuah lensa tunggal dengan panjang fokus yang sama.
Lensa-lensa kamera yang bagus biasanya berisi elemen-elemen untuk memperbaiki berbagai
aberasi yang muncul.
Instrumen Optik
Banyak instrumen yang digunakan saat ini sangat canggih. Prinsip kerjanya sering sangat
sederhana, tetapi penggunaan imajinatif prinsip-prinsip ini telah melipatgandakan
kemampuan kita untuk melihat dan memahami dunia yang melingkupi kita.
1. Mata
Mata merupakan alat optik yang paling dekat dengan kita dan merupakan sistem optik yang
paling penting. Dengan mata, kita bisa melihat keindahan alam sekitar kita.
Bagian-bagian Mata
Mata memiliki bagian-bagian yang memiliki fungsi- fungsi tertentu sebagai alat optik, yaitu:
b) Kornea, merupakan selaput kuat yang tembus cahaya dan berfungsi sebagai pelindung
bagian dalam bola mata. Kornea memiliki inervasi saraf tetapi avaskuler (tidak memiliki
suplai darah).
5. c) Iris, merupakan selaput berbentuk lingkaran yang menyebabkan mata dapat
membedakan warna. Iris adalah diafragma yang melingkar dan berpigmen dengan lubang
yang agak di tengah yakni pupil. Iris terletak sebagian dibagian depan lensa dan sebagian di
depan badan siliaris. Iris terdiri dari serat otot polos. Fungsi iris yakni mengendalikan jumlah
cahaya yang masuk.
d) Pupil, merupakan celah lingkaran pada mata yang dibentuk oleh iris, berfungsi
mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke mata.
e) Lensa mata, merupakan lensa cembung yang terbuat dari bahan bening, berserat dan
kenyal, berfungsi mengatur pembiasan cahaya.
f) Retina, merupakan lapisan yang berisi ujung-ujung saraf yang sangat peka terhadap
cahaya. Retina berfungsi untuk menangkap bayangan yang dibentuk oleh lensa mata. Retina
merupakan bagian saraf pada mata, tersusun oleh sel saraf dan serat-seratnya. Retina
berperan sebagai reseptor rangsang cahaya. Retina tersusun dari sel kerucut yang
bertanggung jawab untuk penglihatan warna dan sel batang yang bertanggung jawab untuk
penglihatan di tempat gelap.
g) Aquaeuos humor, merupakan cairan mata.
h) Saraf optic, merupakan saraf yang menyampaikan informasi tentang kuat cahaya dan
warna ke otak.
Banyak pengetahuan yang kita peroleh melalui suatu penglihatan. Untuk membedakan gelap
atau terang tergantung atas penglihatan seseorang.Ada tiga komponen pada penginderaan
penglihatan :
v Mata memfokuskan bayangan pada retina,
v System syaraf mata yang memberi informasi ke otak,
v Korteks penglihatan salah satu bagian yang menganalisa penglihatan tersebut.
2. Pembentukan Bayangan Pada Mata
Mata bisa melihat benda jika cahaya yang dipantulkan benda sampai pada mata dengan
cukup, kemudian lensa mata akan membentuk bayangan yang bersifat nyata, terbalik dan
diperkecil pada retina. Ada tiga komponen penginderaan penglihatan, yaitu:
1. Mata memfokuskan bayangan pada retina
2. Sistem saraf mata yang member informasi ke otak
3. Korteks penglihatan salah satu bagian yang menganalisa penglihatan tersebut.
Cahaya memasuki mata melalui bukaan yang berubah, lapisan serat saraf yang menutupi
permukaan belakangnya. Retina berisi struktur indra-cahaya yang sangat luas yang
disebutbatang (rod) dan kerucut (cone) yang menerima dan memancarkan informasi di
sepanjang serat saraf optic ke otak. Bentuk lensa kristal dapat diubah sedikit oleh kerja otot
siliari. Apabila mata difokuskan pada benda yang jauh, otot akan mengendur dan sistem
lensa kornea berada pada panjang fokus maksimumnya, kira-kira 2 cm, jarak dari kornea ke
6. retina. Apabila benda didekatkan, otot siliari akan meningkatkan kelengkungan lensa, yang
dengan demikian akan mengurangi panjang fokusnya sehingga bayangan akan difokuskan ke
retina. Proses ini disebut akomodasi.
3. Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan digunakan untuk menentukan penggunaan kacamata, di klinik dikenal
dengan istilah visus. Sedangkan dalam fisika, ketajaman penglihatan ini disebut resolusi
mata.
Visus penderita bukan saja member pengertian tentang optiknya (kacamata), tetapi
mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi keterangan mengenai baik buruknya fungsi
mata secara keseluruhan. Oleh karena itu definisi visus adalah: nilai kebalikan sudut
(dalam menit) terkecil di mana sebuah benda masih dapat dilihat dan dapat dibedakan.
Pada penentuan visus, para ahli mata mempergunakan kartu Snellen, dengan berbagai ukuran
huruf dan jarak yang sudah ditentukan. Misalnya mata normal pada waktu diperiksa
diperoleh 20/40, berarti penderita dapat membaca huruf pada 20 ft, sedangkan bagi mata
normal dapat membaca pada jarak 40 ft, (1 ft = 5 m). Dengan demikian dapat dirumuskan
dengan persamaan:
V =
d : jarak yang dapat dilihat oleh penderita
D : jarak yang dapat dilihat oleh mata normal
Penggunaan kartu Snellen ini kualitasnya kadang-kadang meragukan oleh karena
huruf yang sama besarnya mempunyai derajat kesukaran yang berbeda, demikian pula huruf
dengan ukuran berbeda kadang-kadang tidak sama bentuknya. Untuk menghindari
kelemahan-kelemahan itu telah diciptakan kartu Cincin Landolt. Kartu ini mempunyai
sejumlah cincin berlubang, diatur berderet yang sama besar, dengan lubang yang arahnya ke
atas, ke bawah, ke kiri dan ke kanan. Dari atas ke bawah cincin itu diatur agar lubangnya
mengecil secara berangsur-angsur. Penderita disuruh menunjukan deretan cincin tersebut
hingga cincin terkecil tanpa salah. Angka visus ini dapat didapat dengan menghitung sudut di
mana cincin Landolt itu diamati. Misalnya penderita menunjukan cincin Landolt tanpa salah
0,8 mm jarak 4 meter.
4. Medan Penglihatan
Untuk mengetahui besar kecilnya medan penglihatan seseorang dipergunakan alatPerimeter.
Dengan alat ini diperoleh medan penglihatan vertikal 130º, sedangkan medan penglihatan
horizontal 155º.
5. Tanggap Cahaya
Bagian mata yang tanggap cahaya adalah retina. Ada dua tipe fotoreseptor pada retina
yaitu Rod (batang) dan Cone (kerucut). Rod dan Cone tidak terletak pada permukaan retina
7. melainkan beberapa lapis di belakang jaringan saraf. Tiap mata memiliki 6,5 juta cone yang
berfungsi untuk melihat siang hari, disebut penglihatan fotopik. Melalui cone kita dapat
mengenal beberapa warna, tetapi hanya sensitive terhadap warna kuning, hijau (panjang
gelombang 550 nm). Cone terdapat terutama pada fovea sentralis.
Rod dipergunakan pada waktu malam atau disebut penglihatan skotopik, dan
merupakan ketajaman penglihatan dan dipergunakan untuk melihat ke samping. Setiap mata
terdapat 120 juta rod. Distribusi pada retina tidak merata, pada sudut 20º terdapat kepadatan
yang maksimal. Batang ini sangat peka terhadap cahaya biru dan hijau (510 nm).
Tetapi rod dan cone sama-sama peka terhadap cahaya merah (650-700 nm), tetapi
penglihatan cone lebih baik terhadap cahaya merah jika dibandingkan dengan rod.
6. Penyesuaian Terhadap Terang dan Gelap
Dari ruang gelap masuk ke ruangan terang kurang mengalami kesulitan dalam penglihatan.
Tetapi apabila dari ruangan terang masuk ke dalam ruangan gelap akan tampak kesulitan
dalam penglihatan dan diperlukan waktu agar memperoleh penyesuaian.
Apabila kepekaan retina cukup besar, seluruh objek/benda akan merangsang rod secara
maksimum sehingga setiap benda bahkan yang gelap pun akan terlihat terang putih. Tetapi
apabila kepekaan retina sangat lemah, ketika masuk ke dalam ruangan gelap tidak ada
bayangan yang benderang yang merangsang rod dengan akibat tidak ada suatu objek pun
yang terlihat. Perubahan sensitivitas retina secara automatis ini dikenal sebagai fenomena
penyesuaian terang dan gelap.
Mekanisme Penyesuaian Terang (Cahaya)
Pada kerucut dan batang terjadi perubahan di bawah pengaruh energy sinar yang disebutfoto
kimia. Di bawah pengaruh foto kimia ini rhodopsin akan pecah, masuk ke dalam retina dan
skotopsine. Retina akan tereduksi menjadi vitamin A di bawah pengaruh enzim alcohol
dehydrogenase dan koenzym DPN-H + H+ (=DNA) dan terjadi proses timbale balik (visa
verasa).
Rushton (1955) telah membuktikan adanya rhodopsin dalam retina mata manusia, ternyata
konsentrasi rhodopsin sesuai dengan distribusi rod. Penyinaran dengan energi cahaya yang
besar dan dilakukan secara terus menerus, konsentrasi rhodopsin di dalam rod akan sangat
menurun sehingga kepekaan retina terhadap cahaya akan menurun.
Mekanisme Penyesuaian Gelap
Seseorang masuk ke dalam ruangan gelap yang tadinya berada di ruangan terang, jumlah
rhodopsin di dalam rod sangat sedikit sebagai akibat orang tersebut tidak dapat melihat
objek/benda di ruang gelap. Selama berada di ruangan gelap, pembentukan rhodopsin di
dalam rod sangatlah perlahan-lahan, konsentrasi rhodopsin akan mencapai kadar yang cukup
dalam beberapa menit berikutnya sehingga akhirnya rod akan terangsang oleh cahaya dalam
waktu singkat.
Selama penyesuaian gelap, kepekaan retina akan meningkat mencapai nilai 1.000 hanya
dalam waktu beberapa menit saja.kepekaan retina mencapai 1.000, waktu yang diperlukan 1
8. jam. Sedangkan kepekaan retina akan menurun dari nilai 100.000 apabila seseorang dari
ruangan gelap ke ruangan terang. Proses penurunan kepekaan retina hanya diperlukan waktu
1 sampai 10 menit. Penyesuaian gelap ini ternyata cone lebih cepat daripada rod. Dalam
waktu kira-kira 5 menit fovea sentralis telah mencapai tingkat kepekaan. Kemudian
dilanjutkan penyesuaian gelap oleh rod sekitar 30 sampai 60 menit, rata-rata terjadi pada 15
menit pertama.
7. Tanggap Warna
Salah satu kemampuan mata adalah tanggap warna, namun mekanisme tanggap warna
tersebut belum diketahui secara jelas. Tetapi dengan menggunakan pengamatan fotopik dapat
melihat warna namun tidak dapat membedakan warna pada objek yang letaknya jauh dari
pusat medan penglihatan.
Teori Tanggap Warna
Cone berbeda dengan rod dalam beberapa hal, yaitu cone member jawaban yang selektif
terhadap warna, kurang sensitif terhadap cahaya dan mempunyai hubungan dengan otak
dalam kaitan ketajaman penglihatan dibandingkan dengan rod. Ahli faal Lamonov, Young
Helmholtz berpendapat ada tiga tipe cone yang tanggap terhadap tiga warna pokok yaitu
biru, hijau dan merah.
1) Cone biru, mempunyai kemampuan tanggap gelombang frekuensi cahaya antara 400-
500 millimikron. Berarti cone biru dapat menerima cahaya ungu, biru dan hijau.
2) Cone hijau, berkemampuan menerima gelombang cahaya dengan frekuensi antara 450
dan 675 millimikron. Ini berarti cone hijau dapat mendeteksi warna biru, hijau, kuning,
orange dan merah.
3) Cone merah, dapat mendeteksi seluruh panjang gelombang cahaya tetapi respon
terhadap cahaya orange kemerahan sangat kuat daripada warna-warna lainnya.
Ketiga warna pokok (biru, hijau dan merah) disebut trikhromatik.
Buta Warna
Jika seseorang tidak mempunyai cone merah, ia masih dapat melihat warna hijau, kuning
orange dan warna merah dengan menggunakan cone hijau, tetapi tidak dapat membedakan
secara tepat antara masing-masing warna tersebut oleh karena tidak mempunyai cone merah
untuk kontras/membandingkan dengan cone hijau. Demikian pula jika seseorang kekurangan
cone hijau, ia masih dapat melihat seluruh warna, tetapi tidak dapat membedakan antara
warna hijau, kuning, oranye dan merah. Hal ini disebabkan cone hijau yang sedikit tidak
mampu mengkontraskan dengan cone merah. Jadi tidak adanya cone merah atau hijau akan
timbul kesukaran atau ketidakmampuan untuk membedakan warna antara warna merah dan
hijau, keadaan ini disebut buta warna merah-hijau. Kasus yang jarang sekali, tetapi bisa
jadi seseorang kekurangan cone biru, maka orang tersebut sukar membedakan warna ungu,
biru dan hijau. Tipe buta warna ini disebut kelemahan biru (blue weakness).
Pada suatu penelitian diperoleh 8% laki-laki buta warna, sedangkan 0,5% terdapat pada
wanita dan dikatakan buta warna ini diturunkan oleh wanita. Ada pula orang buta terhadap
9. warna merah disebut protanopia, buta terhadap warna hijau disebut deuteranopia dan buta
warna terhadap warna biru disebut tritanopia.
8. Daya Akomodasi
Dalam hal memfokuskan objek pada retina, lensa mata memegang peranan penting. Kornea
mempunyai fungsi memfokuskan objek secara tepat, demikian pula bola mata yang
berdiameter 20-23 mm. Kemampuan lensa mata untuk memfokuskan objek disebut daya
akomodasi. Selama mata melihat jauh, tidak terjadi akomodasi. Makin dekat benda yang
dilihat, semakin kuat mata/lensa berakomodasi. Daya akomodasi ini tergantung kepada umur.
Usia semakin tua daya akomodasi semakin menurun, hal ini disebabkan
kekenyalan/elastisitas lensa semakin berkurang.
Jika benda terlalu dekat ke mata, lensa mata tidak dapat memfokuskan cahaya pada retina dan
bayangannya menjadi kabur. Titik terdekat di mana lensa mata memfokuskan suatu bayangan
pada retina disebut titik dekat (punctum proksimum). Pada saat ini mata berakomodasi
sekuat-kuatnya (berakomodasi maksimum). Jarak dari mata ke titik dekat ini sangat beragam
pada tiap orang dan berubah dengan meningkatnya usia. Pada usia 10 tahun, titik dekat dapat
sedekat 7 cm, sementara pada usia 60 tahun titik dekat ini telah menjauh ke 200 cm karena
kehilangan keluwesan lensa akibat elastisitas lensa semakin berkurang, disebut mata
presbyop atau mata tua dan bukan merupakan cacat mata. Nilai standar yang diambil untuk
titik dekat ini adalah 25 cm, dan dianggap sebagai mata normal.
Jarak terjauh benda agar dapat dilihat dengan jelas, dikatakan benda terletak pada titik jauh
(punctum remotum). Pada saat ini mata tidak berakomodasi.lepas akomodasi.
9. Jenis-jenis Mata dan Teknik Koreksi
Mata Normal
Sering disebut juga mata emetrop. Mata normal memiliki titik dekat 25 cm dan titik jauh tak
terhingga. Apabila mata memiliki titik dekat tidak sama dnegan 25 cm dan titik jauh tidak
sama dengan tak terhingga, maka dikatakan sebagai cacat mata. Hal ini mengakibatkan mata
sulit melihat benda yang jauh maupun dekat karena bayangan tidak jatuh tepat pada retina.
Rabun Jauh (Miopi)
Disebut juga mata terang dekat, memiliki titik dekat kurang dari 25 cm (< 25 cm) dan titik
jauh pada jarak tertentu. Orang yang menderita miopi dapat melihat dengan jelas benda pada
jarak 25 cm, tetapi tidak dapat melihat benda jauh dengan jelas. Hal ini terjadi karena lensa
mata tidak dapat menjadi piph sebagaimana mestinya sehingga bayangan benda jatuh di
depan retina, disebabkan karena mata dibiasakan melihat benda dengan jarak dekat atau
kurang dari 25 cm. cacat mata ini dapat diatasi dengan memakai kacamata berlensa cekung
(minus).
Rabun Dekat (Hipermetropi)
Rabun dekat memiliki titik dekat lebih dari 25 cm (> 25 cm), dan titik jauhnya pada jarak tak
terhingga. Penderita rabun dekat dapat melihat jelas benda-benda yang sangat jauh tetapi
tidak dapat melihat benda-benda dekat dnegan jelas. Hal ini terjadi karena lensa mata tidak
10. dapat menjadi cembung sebagaimana mestinya sehingga bayangan benda jatuh di belakang
retina, disebabkan karena mata dibiasakan melihat benda yang jaraknya jauh. Cacat mata ini
dapat diatasi dengan kacamata berlensa cembung (plus).
Mata Tua (Presbiopi)
Jenis mata ini bukan termasuk cacat mata, disebabkan oleh daya akomodasi yang berkurang
akibat bertambah usia. Letak titik dekat maupun titik jauh telah bergeser. Titik dekatnya lebih
dari 25 cm dan titik jauhnya hanya pada jarak tertentu. Pada penderita presbiopi tidak dapat
melihat benda jauh dengan jelas serta tidak dapat membaca pada jarak baca normal. Jenis
mata ini dapat ditolong dengan kacamata berlensa rangkap (minus di atas dan plus di
bawah) yang disebut kacamata bifocal.
Astigmatisma
Cacat mata ini disebabkan oleh kornea mata yang tidak berbentuk sferis, tapi lebih
melengkung pada satu sisi daripada sisi yang lain. Akibatnya sebuah titik akan difokuskan
sebagai garis pendek. Penderita astagmatisma, dengan satu mata akan melihat garis dalam
satu arah lebih jelas daripada kea rah yang berlawanan. Penderita astagmatisma dapat diatasi
dnegan menggunakan kacamata berlensa silindris.
Mata Campuran
Penderita yang matanya sekaligus mengalami prsesbiopi dan miopi, maka memiliki titik
dekat yang letaknya terlalu jauh dan titik jauh terlalu kecil, dapat ditolong dengan kacamata
berlensa rangkap atau bifocal (negatif di atas dan positif di bawah).
10. Peralatan Dalam Pemeriksaan Mata
Dari sekian banyak peralatan mata, hanya beberapa peralatan yang akan dibahas dalam kaitan
pemeriksaan mata. Ada tiga prinsip dalam pemeriksaan mata yaitu : pemeriksaaan mata
bagian dalam, pengukuran daya focus mata, pengukuran kelengkungan kornea. Peralatan
dalam pemeriksaan mata dan lensa ada 6 macam yaitu :
1. Opthalmoskop
2. Retinoskop
3. Keratometer
4. Tonometer dari schiotz
5. Pupilometer
6. Lensometer
1) Opthalmoskop
Alat ini mula-mula dipakai oleh Helmholtz (1851). Prinsip pemeriksaan dengan
opthalmoskop untuk mengetahui keadaan fundus okuli ( = retina mata dan pembuluh darah
khoroidea keseluruhannya). Ada dua prinsip kerja opthalmoskop yaitu :
ü Pencerminan mata secara langsung
11. Fundus okuli penderita disinari dengan lampu, apabila mata penderita emetropia dan tidak
melakukan akomodasi maka sebagian cahaya akan dipantulkan dan keluar dari lensa mata
penderita dalam keadaan sejajar dan terkumpul menjadi gambar tajam pada selaput jaringan
mata pemeriksa (dokter) yang juga tidak terakomodasi. Pada jaringan mata dokter terbentuk
gambar terbalik dan sama besar dengan fundus penderita.
ü Pencerminan mata secara tak langsung
Cahaya melalui lensa condenser diproyeksi ke dalam mata penderita dengan bantuan cermin
datar kemudian melalui retina mata penderita dipantulkan keluar dan difokuskan pada mata
sipemeriksa (dokter). Dengan mempergunakan opthalmoskop dapat mengamati permasalahan
mata yang berkaitan dengan tumor otak.
2) Retinoskop
Alat ini dipakai untuk menentukan reset lensa demi koreksi mata penderita tanpa aktivitas
penderita, meskipun demikian mata penderita perlu terbuka dan dalam posisi nyaman bagi si
pemeriksa. Cahaya lampu diproyeksi ke dalam mata penderita dimana mata penderita tanpa
akomodasi. Cahaya tersebut kemudian dipantulkan dari retina dan berfungsi sebagai sumber
cahaya bagi sipemeriksa.
Fungsi retinoskop dianggap normal, apabila suatu objek (cahaya) berada di titik jauh mata
akan difokuskan pada retina. Cahaya yang dipantulkan retina akan menghasilkan bayanagan
focus pada titik jauh pula. Oleh karena itu pada waktu pemeriksa mengamati mata penderita
melalui retionoskop ,lensa posistif atau negatif diletakkan di depan mata penderita sesuai
dengan keperluan agar bayangan (cahaya) yang dibentuk oleg retina penderita difokuskan
pada mata pemeriksa. Lensa posistif atau negatif yang dipakai itu perlu ditambah atau
dikurangi agar pengfokusan bayangan dari retina penderita terhadap pemeriksa tepat adanya.
Suatu contoh, jarak pemeriksa 67 cm lensa yang diperlukan 1, 5 D.
3) Keratometer
Alat ini untuk mengukur kelengkungan kornea. Pengukuran ini diperuntukkan pemakaian
lensa kontak; lensa kontak ini dipakai langsung yaitu dengan cara menempel pada kornea
yang mengalami gangguan kelengkungan. Ada dua lensa kontak yaitu :
1. Hard contact lens. Dibuat dari plastic yang keras, tebal 1 mm dengan diameter 1 cm. sangat
efektif bila dilepaskan dan mudah terlepas oleh air mata tetapi dapat mengoreksi
astigmatisma.
2. Soft contact lens adalah kebalikan dari hard contact lens. Sangat nyaman tetapi tidak dapat
mengoreksi astigmatisma.
Dasar kerja keratometer :
Benda dengan ukuran tertentu diletakkan didepan cermin cembung dengan jarak diketahui
akan membentuk bayangan di belakang cermin cembung berjarak ½ r. dengan demikian
dapat ditentukan permukaan cermin cembung.
Berlandaskan kerja cermin cembung maka dibuat keratometer. Pada keratometer ,kornea
bertindak sebagai cermin cembung, sumber cahaya sebagai objek. Pemeriksa mengatur focus
agar memperoleh jarak dari kornea.
12. Pemeriksa menentukan ukuran bayangan yang direfleksi dengan mengatur sudut prisma agar
menghasilkan dua bayangan. Posisi prisma setelah diatur akan dikaliberasi dengan daya focus
kornea ( dalam dioptri). Nilai rata-rata 44 dioptri dengan rata-rata radius kelengkungan
kornea 7,7 mm. penderita dengan astigmastisma , biasanya dalam pengukuran bayangan
dibuat arah vertical dan horizontal.
4) Tonometer
Pada tahun 1900, Schiotz (Jerman) memperkenalkan alat untuk mengukur tekanan intraocular
yang dikenal dengan nama Tono meter dari Schiotz.
Teknik dasar :
Penderita ditelentangkan dengan mata menatap ke atas, kemudian kornea mata dibius.
Tengah-tengah alat ( Plug) diletakkan di atas kornea menyebabkan suatu tekanan ringan
terhadap kornea. Plug dari tonometer berhubungan dengan skala sehingga dapat terbaca nilai
skala tersebut. Tonometer dilengkapi dengan alat pemberat 5 5, 7 5 1 0, 0 dan 15,0 gram.
Apabila pada pengukur tekanan intraocular dimana menggunakan alat pemberat 5, 5 g maka
berat total tonometer:
= Berat plug + alat pemberat
= 11 gram + 5,5 gram
= 16,5 gram.
16,5 gram ini menunjukkan tekanan intraokuler sebesar 17 mm Hg. Pemeriksaan tekanan di
dalam bola mata (intraokuli) untuk mengetahui apakah penderita menderita glaucoma atau
tidak. Pada penderita glaucoma tekanan intraokuli mencapai 80 mmHg. Dalam keadaan
normal tekanan intraokuli berkisar antara 20 – 25 mmHg dengan rata-rata produksi dan
pengeluaran cairan humor aqueous 5 ml/hari.
Tahun 1950 Tonometer Schiotz dimadifikasi dengan kemudahan dalam pembacaan secara
elektronik dan dapat direkam di sebut tonograf. Goldmann (1955) mengembangkan
tonometer yang disebut tono meter Goldmann Aplanation ; pengukuran dengan memakai alat
ini penderita dalam posisi duduk.
5) Pupilometer Dari Eindhoven
Diameter pupil dapat diukur dengan menggunakan pupilometer dari eindhoven. Yaitu
lempengan kertas terdiri dari sejumlah lubang kecil dengan jarak tertentu. Apabila melihat
melalui lubang-lubang ini dengan latar belakang dan tanpa akomodasi maka diperoleh
perjalanan sinar sebagai berikut :
“Lingkaran yang terproyeksi pada jaringan retina saling menyentuh berarti garis 1 dan 2
adalah sejajar. Garis 1 dan 2 inilah garis terluar yang masih dapat masuk melalui pupil,
sehingga deperoleh jarak d, jarak ini adalah diameter pupil. Pada penentuan besar pupil, jarak
antara lubang dan mata tidak menjadi masalah”
6) Lensometer
13. Suatu alat yang dipakai untuk emngukur kekuatan lensa baik dipakai si penderita atau
sekedar untuk mengetahui dioptri lensa tersebut. Prinsip dasar : Menentukan focus lensa
positif sangat mudah , dapat dengan cara :
Memfokuskan bayangan dari suatu objek tak terhingga misalnya (matahari)
Memfokuskan bayangan dari suatu objek yang telah diketahui jaraknya.
Teknik di atas ini tidak dapat diterapkan pada lensa negatif namun dapat dilakukan sedikit
modifikasi yaitu : mengkombinasikan lensa negatif dengan lensa positif kuat yang telah
ditentukan dioptrinya, dengan demikian dapat ditulis rumus sebagai berikut :
Dengan memakai lensometer, benda penyinaran digerakkan sehingga diperoleh bayangan
tajam melalui pengamatan lensa.
REFERENSI:
Hani, Ahmadi Ruslan, S.Pd, dan Riwidikdo, Handoko, S.Kp. 2008. Fisika Kesehatan.
Jogjakarta: Mitra Cebdikia Press.
J.F. Gabriel,2003, Fisika Kedokteran, EGC, Jakarta
http://arwinlim.blogspot.com/2007/10/bio-optik-dalam-keperawatan.html
http://pendidikansains.blogspot.com/2008/04/bio-optik-dalam-keperawatan.html
http://dasatisnaasyari.blogspot.com/2011/05/fisika-bahasan-bio-optik.html
... other posts by kharismaido