1. What is an Ontology?
This definition was originally proposed in 1992 and posted as shown below. See an updated
definition of ontology (computer science) that accounts for the literature before and after that
posting, with links to further readings.
Tom Gruber<gruber@ksl.stanford.edu>
Short answer:
An ontology is a specification of a conceptualization.
The word "ontology" seems to generate a lot of controversy in discussions about AI. It has a long
history in philosophy, in which it refers to the subject of existence. It is also often confused with
epistemology, which is about knowledge and knowing.
In the context of knowledge sharing, I use the term ontology to mean a specification of a
conceptualization. That is, an ontology is a description (like a formal specification of a program)
of the concepts and relationships that can exist for an agent or a community of agents. This
definition is consistent with the usage of ontology as set-of-concept-definitions, but more
general. And it is certainly a different sense of the word than its use in philosophy.
What is important is what an ontology is for. My colleagues and I have been designing
ontologies for the purpose of enabling knowledge sharing and reuse. In that context, an ontology
is a specification used for making ontological commitments. The formal definition of ontological
commitment is given below. For pragmetic reasons, we choose to write an ontology as a set of
definitions of formal vocabulary. Although this isn't the only way to specify a conceptualization,
it has some nice properties for knowledge sharing among AI software (e.g., semantics
independent of reader and context). Practically, an ontological commitment is an agreement to
use a vocabulary (i.e., ask queries and make assertions) in a way that is consistent (but not
complete) with respect to the theory specified by an ontology. We build agents that commit to
ontologies. We design ontologies so we can share knowledge with and among these agents.
This definition is given in the article:
T. R. Gruber. A translation approach to portable ontologies.Knowledge Acquisition, 5(2):199-
220, 1993. Available on line.
A more detailed description is given in
T. R. Gruber. Toward principles for the design of ontologies used for knowledge
sharing.Presented at the Padua workshop on Formal Ontology, March 1993, later published in
International Journal of Human-Computer Studies, Vol. 43, Issues 4-5, November 1995, pp.
907-928.Available online.
With an excerpt attached.
2. Ontologies as a specification mechanism
A body of formally represented knowledge is based on a conceptualization: the objects,
concepts, and other entities that are assumed to exist in some area of interest and the
relationships that hold among them (Genesereth & Nilsson, 1987) . A conceptualization is an
abstract, simplified view of the world that we wish to represent for some purpose. Every
knowledge base, knowledge-based system, or knowledge-level agent is committed to some
conceptualization, explicitly or implicitly.
An ontology is an explicit specification of a conceptualization. The term is borrowed from
philosophy, where an Ontology is a systematic account of Existence. For AI systems, what
"exists" is that which can be represented. When the knowledge of a domain is represented in a
declarative formalism, the set of objects that can be represented is called the universe of
discourse. This set of objects, and the describable relationships among them, are reflected in the
representational vocabulary with which a knowledge-based program represents knowledge.
Thus, in the context of AI, we can describe the ontology of a program by defining a set of
representational terms. In such an ontology, definitions associate the names of entities in the
universe of discourse (e.g., classes, relations, functions, or other objects) with human-readable
text describing what the names mean, and formal axioms that constrain the interpretation and
well-formed use of these terms. Formally, an ontology is the statement of a logical theory.[1]
We use common ontologies to describe ontological commitments for a set of agents so that they
can communicate about a domain of discourse without necessarily operating on a globally shared
theory. We say that an agent commits to an ontology if its observable actions are consistent with
the definitions in the ontology. The idea of ontological commitments is based on the Knowledge-
Level perspective (Newell, 1982) . The Knowledge Level is a level of description of the
knowledge of an agent that is independent of the symbol-level representation used internally by
the agent. Knowledge is attributed to agents by observing their actions; an agent "knows"
something if it acts as if it had the information and is acting rationally to achieve its goals. The
"actions" of agents---including knowledge base servers and knowledge-based systems--- can be
seen through a tell and ask functional interface (Levesque, 1984) , where a client interacts with
an agent by making logical assertions (tell), and posing queries (ask).
Pragmatically, a common ontology defines the vocabulary with which queries and assertions are
exchanged among agents. Ontological commitments are agreements to use the shared vocabulary
in a coherent and consistent manner. The agents sharing a vocabulary need not share a
knowledge base; each knows things the other does not, and an agent that commits to an ontology
is not required to answer all queries that can be formulated in the shared vocabulary.
In short, a commitment to a common ontology is a guarantee of consistency, but not
completeness, with respect to queries and assertions using the vocabulary defined in the
ontology.
Notes
3. [1] Ontologies are often equated with taxonomic hierarchies of classes, but class definitions, and
the subsumption relation, but ontologies need not be limited to these forms. Ontologies are also
not limited to conservative definitions, that is, definitions in the traditional logic sense that only
introduce terminology and do not add any knowledge about the world (Enderton, 1972) . To
specify a conceptualization one needs to state axioms that do constrain the possible
interpretations for the defined terms.
Ontologi, Epistemologi, Dan Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu
Diposkan oleh Suci Rakhmadanti
A. Karakteristik Filsafat Ilmu
Karakteristik ilmu yang paling kentara adalah bahwa cara kerjanya ditentukan oleh
sebuah metode. Karakteristik yang kedua adalah bahwa bahasa ilmu sifatnya tertutup dan
memakai cara kerja sistem sendiri.
B. Batas-batas Kerja Ilmu
Ilmu tidak mempelajari sesuatu yang bukan dari pengalaman manusia, maka ilmu tidak
bekerja di luar batas kerjanya seperti keyakinan surga dan neraka.
C. Ontologi
Ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakanUltimate reality baik yang berbentuk
jasmani/konkrit maupun rohani/abstrak. Dalam perbincangannya, seringkali Ontologi
dihubungkan dengan Metafisika, yakni cabang ilmu dalam filsafat yang berbicara mengenai
keberadaa (being) dan eksistensi (existence). Pemikiran Ontologi (Metafisika Umum) yang
berkisar pada hakikat dari yang Ada, telah mengelompokkan para filosof dalam beberapa
kelompok, di antaranya;
Monisme; hakikat dari segala sesuatu yang ada adalah satu saja, Dualisme; sumber asal
segala sesuatu terdiri dari dua hakikat, yang spirit dan jasad.Pluralisme; hakikat kenyataan
ditentukan oleh kenyataan yang jamak/berubah-ubah.Nihilisme; realitas, adalah tunggal
sekaligus banyak, terbatas sekaligus tidak terbatas, dan tercipta sekaligus tidak
tercipta.Agnostisisme; mengingkari bahwa manusia mampu mengetahui hakikat yang ada baik
yang berupa materi ataupun yang ruhani.
1. Asumsi-asumsi Ilmu
4. Objek telaah ontologi adalah yang ada.Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak
terikat oleh satu perwujudan tertentu.
a. Objek Formal, Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas.
b. Metode dalam Ontologi di bedakan menjadi dua, yaitu: pembuktian a priori dan
pembuktian a posteriori.
Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu dari predikat;
dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan. Sedangkan
pembuktian a posteriori secara ontologi, term tengah ada sesudah realitas kesimpulan; dan
term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara
pembuktian a posterioris disusun dengan tata silogistik.
2. Konsep ontologi
Konsep-konsep yang berkembang dalam ontologi ada 5 konsep utama, yaitu: Umum dan
tertentu; Umum (universal) adalah sesuatu yang pada umumnya dimiliki oleh sesuatu. Tertentu
(particular) adalah entitas nyata yang terdapat pada ruang dan waktu.Kesengajaan (substance)
dan ketidaksengajaan (accident).Kesengajaan adalah petunjuk yang dapat menggambarkan
sebuah obyek.Ketidaksengajaan dalam filsafat adalah atribut yang mungkin atau tidak mungkin
dimiliki oleh sebuah obyek.Abstrak dan kongkrit. Abstrak adalah obyek yang ”tidak ada”
dalam ruang dan waktu tertentu, tetapi ”ada” pada sesuatu yang tertentu, contohnya: ide.
Kongkrit adalah obyek yang ”ada” pada ruang tertentu dan mempunyai orientasi untuk waktu
tertentu. Esensi dan eksistensi Esensi adalah adalah atribut atau beberapa atribut yang menjadi
dasar keberadaan sebuah obyek. Eksistensi adalah kenyataan akan adanya suatu obyek yang
dapat dirasakan oleh indera. Determinisme dan indeterminisme.Determinisme adalah
pandangan bahwa setiap kejadian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rangkaian
kejadian-kejadian sebelumnya.Indeterminisme merupakan lawan terhadap determinisme.
D. EPISTEMOLOGI
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat
dan lingkup pengetahuan, pengendalaian-pengendalian, dan dasar-dasarnya serta pengertian
mengenai pengetahuan. Pengertian yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indra, dan lain-lain
mempunyai metode tersebdiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah: Metode Induktif,
yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan
5. dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Metode Deduktif, ialah suatu metode yang
menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang
runtut. Metode Positivisme, berpangkal dari apa yang telah diketahui.
E. AKSIOLOGI
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua
keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah.Dengan
kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transfortasi,
pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya.
A. Ontologi
Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan
hubungan antara satu dan lainnya.Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-
pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu,
hubungan sebab akibat, dan kemungkinan.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari
Yunani.Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.Tokoh Yunani yang
memiliki pandangan yang bersifat ontologis ialah seperti Thales, Plato, dan Aristoteles.Pada
masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan dengan kenyataan. Dan
pendekatan ontologi dalam filsafat mencullah beberapa paham, yaitu: (1) Paham monisme yang
terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme; (2) Paham dualisme, dan (3) pluralisme dengan
berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik.
Ontologi ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang bisa dipikirkan manusia secara
rasional dan yang bisa diamati melalui panca indera manusia.Wilayah ontologi ilmu terbatas
pada jangkauan pengetahuan ilmiah manusia.Sementara kajian objek penelaahan yang berada
dalam batas prapengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pascapengalaman (seperti surga
dan neraka) menjadi ontologi dari pengetahuan lainnya di luar iimu.Beberapa aliran dalam
bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme.
B. Epistemologi
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan
pengetahuan manusia (a branch of philosophy that investigates the origin, nature, methods and
limits of human knowledge).Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).
berasal dari kata Yunani episteme, yang berarti “pengetahuan”, “pengetahuan yang benar”,
“pengetahuan ilrniah”, dan logos = teori. Epistemologi dapat didefmisikan sebagai cabang
filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitas)
pengetahuan.
6. Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah: 1) Apakah pengetahuan itu ?; 2) Bagaimanakah
manusia dapat mengetahui sesuatu ?; 3) Darimana pengetahuan itu dapat diperoleh ?; 4)
Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinitai ?; 5) Apa perbedaan antara pengetahuan a
priori (pengetahuan pra-pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan puma
pengalaman) ?; 6) Apa perbedaan di antara: kepercayaan, pengetahuan, pendapat, fakta,
kenyataan, kesalahan, bayangan, gagasan, kebenaran, kebolehjadian, kepastian ?
Langkah dalam epistemologi ilmu antara lain berpikir deduktif dan induk-
tif Berpikir deduktif
memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan
pengetahuan yang telah dikurnpuikan se,belumnya Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan
ilnuah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru
berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba
memberikan penjelasan yang rasional kepada objek yang berada dalam fokus penelaahan.
C. Aksiologi
Aksiologi berasal dari kata axios yakni dari bahasa Yunani yang berarti nilai dan logos yang
berarti teori.Dengan demikian maka aksiologi adalah “teori tentang nilai” (Amsal Bakhtiar,
2004: 162).Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh (Jujun S. Suriasumantri, 2000: 105). Menurut Bramel dalam Amsal
Bakhtiar (2004: 163) aksiologi terbagi dalam tiga bagian: Pertama, moral conduct, yaitu
tindakan moral yang melahirkan etika; Keduei,-
esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan,
Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio-
politik.
Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value dan
valuation.Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu: 1) Nilai, sebagai suatu kata benda abstrak;
2) Nilai sebagai kata benda konkret; 3) Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi
menilai.
Aksiologi dipahami sebagai teori nilai dalam perkembangannya melahirkan sebuah polemik
tentang kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa disebut sebagai netralitas
pengetahuan (value free).Sebaliknya, ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan
nilai atau yang lebih dikenal sebagai value bound. Sekarang mana yang lebih unggul antara
netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai.
Netralitas ilmu hanya terletak pada dasar epistemologi raja: Jika hitam katakan hitam, jika
ternyata putih katakan putih; tanpa berpihak kepada siapapun juga selain kepada kebenaratt
yang nyata. Sedangkan secara ontologi dan aksiologis, ilmuwan hams manrpu ntenilai antara
yang baik dan yang buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan dia menentukan sikap (Jujun S.
Suriasumantri, 2000:36).
Sikap inilah yang mengendalikan kekuasaan ilmu ilmu yang besar.Sebuah keniscayaan, bahwa
seorang ilmuwan harus mempunyai landasan moral yang kuat. Jika ilmuan tidak dilandasi oleh
landasan moral, maka peristiwa terjadilah kembali yang dipertontonkan secara spektakuler yang
mengakibatkan terciptanya “Momok kemanusiaan” yang dilakukan oleh Frankenstein (Jujun S.
7. Suriasumantri, 2000:36). Nilai-nilai yang juga harus melekat pada ilmuan, sebagaimana juga
dicirikan sebagai manusia modern: (1) Nilai teori: manusia modern dalam kaitannya dengan nilai
teori dicirikan oleh cara berpikir rasional, orientasinya pada ilmu dan teknologi, serta terbuka
terhadap ide-ide dan pengalaman baru. (2) Nilai sosial : dalam kaitannya dengan nilai sosial,
manusia modem dicirikan oleh sikap individualistik, menghargai profesionalisasi, menghargai
prestasi, bersikap positif terhadap keluarga kecil, dan menghargai hak-hak asasi perempuan; (3)
nilai ekonomi : dalam kaitannya dengan nilai ekonomi, manusia modem dicirikan oleh tingkat
produktivitas yang tinggi, efisien menghargai waktu, terorganisasikan dalam kehidupannya, dan
penuh perhitungan; (4) Nilai pengambilan keputusan: manusia modern dalam kaitannya dengan
nilai ini dicirikan oleh sikap demokratis dalam kehidupannya bermasyarakat, dan keputusan yang
diambil berdasarkan pada pertimbangan pribadi; (5) Nilai agama: dalam hubungannya dengan
nilai agama, manusia modem dicirikan oleh sikapnya yang tidak fatalistik, analitis sebagai lawan
dari legalitas, penalaran sebagai lawan dari sikap mistis (Suriasumantri, 1986, Semiawan,C
1993).
irianirianiii
Sesungguhnya bangsa itu jaya selama mereka masih mempunyai akhlak yang mulia dan apabila
akhlak telah hilang dari kehidupan suatu bangsa, hancur dan binasalah bangsa itu (Syauqi Bek)
Jujun Suriasumantri berpendapat, bahwa semua pengetahuan apakah itu ilmu, seni atau
pengetahuan apa saja pada dasarnya memilki tiga landasan yaitu, ontologis, epistimologis, dan
aksiologis.
a) Landasan Ontologi
Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan
suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar ontologis dari ilmu berhubungan dengan
materi yang menjadi objek penelaahan ilmu.
Berdasarkan objek yang telah ditelaahnya, ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan
empiris, karena objeknya adalah sesuatu yang berada dalam jangkauan pengalaman manuskia
yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Berlainan
dengan agama atau bentuk-bentuk pengetahuan yang lain, ilmu membatasi diri hanya kepada
kejadian-kejadian yang empiris, selalu berorientasi terhadap dunia empiris.
Dilihat dari landasan ontologi, maka ilmu akan berlainan dengan bentuk-bentuk
pengetahuan lainnya. Ilmu yang mengkaji problem-problem yang telah diketahui atau yang ingin
diketahui yang tidak terselesaikan dalam pengetahuan sehari-hari.Masalah yang dihadapi adalah
masalah nyata.Ilmu menjelaskan berbagai fenomena yang memungkinkan manusia melakukan
tindakan untuk menguasai fenomena tersebut berdasarkan penjelasan yang ada.
8. Ilmu dimulai dari kesangsian atau keragu-raguan bukan dimulai dari kepastian, sehingga
berbeda dengan agama yang dimulai kepastian. Ilmu memulai dari keragu-raguan akan objek
yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek pengenalan ilmu mencakup kejadian-
kejadian atau seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pengalaman manusia.
Jadi ontologi ilmu adalah ciri-ciri yang essensial dari objek ilmu yang berlaku umum,
artinya dapat berlaku juga bagi cabang-cabang ilmu yang lain. Ilmu berdasar beberapa asumsi
dasar untuk mendapatkan pengetahuan tentang fenomena yang menampak.Asumsi dasar ialah
anggapan yang merupakan dasar dan titik tolak bagi kegiatan setiap cabang ilmu pengetahuan.
Asumsi dasar ini menurut Endang Saifudin ada dua macam sumbernya:
Pertama, mengambil dari poslutat, yaitu kebenaran-kebenaran apriori, yaitu dalil yang
dianggap benar walaupun kebenarannya tidak dapat dibuktikan, kebenaran yang sudah diterima
sebelumnya secara mutlak.Kedua, mengambil dari teori sarjana atau ahli yang lain terdahulu,
yang kebenarannya disangsikan lagi oleh masyarakat, terutama oleh si penyelidik itu sendiri.
Megenai asumsi dasar dalam keilmuan, Harsojo menybutkan tentang macamnya dalam
karangan “apakah ilmu itu dan ilmu gabungan tentang tingkah laku manusia” meliputi:
1. Dunia itu ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia itu benar ada. Apakah benar dunia
ada?Pertanyaan itu bukanlah pertanyaan ilmiah, melainkan pertanyaan filsafat.Oleh karena itu
ilmu yang kita pelajari itu adalah ilmu pengetahuan empiris, maka landasanya adalah dunia
empiris itu sendiri, yang eksistensinya tidak diragukan lagi.“Dunia itu ada” diterima oleh ilmu
dengan begitu saja, dengan apriori atau dengan kepercayaan. Setelah ilmu menerima kebenaran
eksistensi dunia empiris itu, barulah ilmu mengajukan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut, seperti
misalnya: Bagaimanakah dunia empiris alam dan social itu tersusun.
2. Dunia empiris itu dapat diketahui oleh manusia melalui pancaindera. Mungkin ada jalan-
jalan lain untuk mendapatkan pengetahuan mengenai dunia empiris itu, akan tetapi bagi ilmu
satu-satunya ialah jalan untuk mengetahui fakta ilmiah adalah melalui pancaindera. Adanya
penyempurnaan terhadap pancaindera manusia dengan membuat alat-alat ekstension yang lebih
halus … tidak mengurangi kenyataan bahwa pengetahuan tentang dunia empiris itu diperoleh
melalui pancaindera.Ilmu bersandar kepada kemampuan pancaindera manusia beserta alat-alat
ekstentionnya.
3. Fenoma-fenomena yang terdapat di dunia ini berhubungan satu sama lain secara kausal.
Berdasarkan atas postulat bahwa fenomena-fenomena di dunia itu saling berhubungan secara
9. kausal, maka ilmu nencoba untuk mencari dan menemukan sistem, struktur, organisasi, pola-pola
dan kaidah-kaidah di belakang fenomena-fenomena itu, dengn jalan menggunakan metode
ilmiahnya.
b) Landasan Epistemologis
Epistimologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha
untuk memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, epistimologi adalah suatu teori pengetahuan.
Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui proses tertentu yang dinamakan metode
keilmuan. Kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun selama hal itu terbatas pada
objek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan menggunakan metode keilmuan, sah
disebut keilmuan.Kata-kata sifat keilmuan lebih mencerminkan hakikat ilmu daripada istilah
ilmu sebagai kata benda. Hakikat keilmuan ditentukan oleh cara berfikir yang dilakukan menurut
syarat keilmuan yaitu bersifat terbuka dan menjunjung kebenaran diatas segala-segalanya (Jujun
S. Suriasumantri, 1991, hal 9).
c) Landasan Aksiologis
Dasar aksiologis ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari
pengetahuan yang didapatkannya.Tidak dapat dipungkiri bahawa ilmu telah memberikan
kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menegndalikan kekuatan-kekuatan alam.Dengan
mempelajari atom kita dapat memanfaatkannya untuk sumber energi bagi keselamatan manusia,
tetapi hal ini juga dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia, tetapi hal ini juga dapat
menimbulkan malapetaka bagi manusia. Penciptaan bom akan meningkatkan kualitas
persenjataan dalam perang, sehingga jika senjata itu dipergunakan akan mengancam keselamatan
umat manusia.
epistemologi adalah bagian ilmu yang membahas pengetahuan manusia dalam berbagai
jenis dan ukuran kebenarannya. Karena itu dalam pembahasan epistemologi biasanya
berhubungan dengan apa itu pengetahuan? Apa yang dapat kita ketahui? Bagaimana cara kita
mengetahui sesuatu? Bagaimana relasi pengetahuan dengan kepercayaan, konsepsi, persepsi,
intuisi, dan sebagainya?sampai persoalan apa yang menjadi ukuran kebenaran bagi pengetahuan
tersebut?.
Secara umum dipahami bahwa epistemologi menjadi landasan nalar filsafat, untuk
memberikan keteguhan dan kekukuhannya bahwa manusia dapat memperoleh kebenaran dan
pengetahuan. Di bawah ini, dapat disebutkan beberapa nilai penting epistemologi, yaitu:
10. 1) Epistemologi memberikan kepercayaan bahwa manusia mampu mencapai pengetahuan. Kita
ketahui bahwa pada masa Yunani Kuno, ada kelompok sophis yang menggugat kemampuan
manusia untuk memperoleh pengetahuan, dan masa kini kelompok ini lebih dikenal dengan
skeptisisme dan agnotisisme.Kelompok ini menegaskan bahwa manusia tidak memiliki
pengetahuan, karena tidak ada fondasi yang pasti bagi pengetahuan kita.Untuk itulah, maka
kajian epistemologi penting guna mengupas problematika ini sehingga kita dapat menyatakan
bahwa manusia dapat memperoleh pengetahuan dan mendapatkan kepastian.
2) Epistemologi memberikan manusia keyakinan yang kuat akan pandangan dunia (world view)
dan ideologi yang dianutnya. Agama berisi pandangan dunia, pandangan dunia diperoleh melalui
penalaran filsafat yang basisnya epistemologi. Karena itu, jika epistemologinya kokoh, maka
kajian filsafatnya juga akan kokoh sehingga pandangan dunia dan ideologi, serta agama yang
dianut pun akan memiliki kekokohan dan keutuhan.
3) Di dunia ini banyak aliran pemikiran yang berkembang dan terus disosialisasikan oleh para
penganutnya. Karena setiap aliran pemikiran didapat dari penyimpulan pengetahuan, ini berarti
pemikiran juga berurusan dengan epistemologi. Untuk itu, epistemologi akan memberikan kita
kemampuan untuk memilih dan memilah pemikiran yang berkembang dan membanding-
bandingkannya sehingga diketahui mana yang benar dan mana yang keliru.
4) Epistemologi mengukuhkan nilai dan kemampuan akal serta kebenaran dan kesahihan
metodenya dalam mendapatkan pengetahuan yang benar. Bagi kalangan empirisme, indera
merupakan jalan utama memperoleh pengetahuan.Adapun akal, tidak dapat memberikan kita
pengetahuan tentang dunia, karena—seperti dikatakan David Hume—semua yang masuk akal
tentang dunia adalah bersifat induktif, dan pemikiran induktif tidak menjamin kebenaran
hasilnya. Jadi epistemologi akan mengkaji leshahihan metode akal atau pun metode empiris.
5) Salah satu hal yang sering kita lakukan adalah tindakan akumulatif pengetahuan. Artinya,
manusia memiliki kemampuan untuk memperbanyak pengetahuan dari berbagai hal yang
umumnya telah kita ketahui terlebih dahulu.Untuk itulah, epistemologi memberikan sarana bagi
manusia untuk melipatgandakan pengetahuannya dari bahan-bahan dasar yang telah ada dalam
mentalnya melalui teknik-teknik yang sistematis dan teratur.
Kesimpulan
Pandangan para ilmuan tentang pentingnya pertimbangan nilai memang dapat dibedakan
menjadi dua kelompok, namun keduanya tidak saling bertentangan.Pertimbangan nilai etik dan
11. kemanfaatan tidak dimaksudkan untuk mengubah ciri-ciri metode ilmiah, melainkan untuk
menjamin kepentingan masyarakat.
Landasan ontologis dari ilmu pengetahuan adalah analisi tentang objek materi dari ilmu
pengetahuan.Objek materi ilmu pengetahuan adalah hal-hal atau benda-benda empiris.
Landasan epistemologis dari ilmu pengetahuan adalah analisis tentang proses tersusunnya
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan disusun melalui proses yang disebut metode Ilmiah
(keilmuan).
Landasan aksiologis dari ilmu pengetahuan adalah analisis tentang penerapan hasil-hasil
temuan ilmu pengetahuan.Penerapan ilmu pengetahuan di maksudkan untuk memudahkan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan keluhuruan hidup manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Soejono Soemargono. 1983. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Nur Cahaya: Yogyakarta.
Yuyun S. Suriasumantri. 1991. Ilmu dalam Perspektif. Gramedia: Jakarta.
Tim Dosen Filsafat Ilmu fakultas filsafat UGM.Filsafat Ilmu.Liberty:Yogyakarta.
http://imdikotaparepare.blogspot.com/2012/11/epistemologi-sebagai-landasan.html