SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
Sejarah Singkat Pulau Tidung
                                            Pulau Tidung diambil dari nama tempat yang ada di daerah
                                            Kalimantan Timur desa malinau yaitu "tana tidung" diambilnya
                                            nama "tidung" karena yang memberi nama adalah seorang Raja
                                            dari suku Tidung yang diusir oleh kolonial belanda karena tidak
                                            mau diajak kerjasama. nama dari Raja tersebut adalah Raja
                                            Pandita alias Kaca alias Sapu. setelah diusir dari tanah tidung
                                            Raja Pandita melanglang buana sampai ke Jepara lalu beliau
                                            hijrah hingga akhirnya sampai di sebuah pulau yang sekarang
                                            dikenal dengan nama Pulau Tidung.



Dari sekian ratus Tahun masyarakat Pulau Tidung tidak ada satu orang pun yang mengetahui bahwa Raja
Pandita adalah seorang Raja dari Kalimantan Timur karena selama beliau singgah di Pulau Tidung beliau tidak
pernah membawa gelarnya sebagai raja beliau hanya dikenal dengan sebutan "Kaca". Sampai meninggalnya
pun Kaca hanya dikenal sebagai masyarakat biasa yang tidak beda dengan masyarakat lainnya.



Pada suatu hari datanglah sekelompok keluarga Raja Pandita dari Kalimantan dan mencari tahu tentang pulau
ini mengapa bernama Pulau Tidung? singkat cerita keluarga Raja Pandita dari Kaltim bertemu dengan keluarga
Kaca di Pulau Tidung ketika keluarga Raja Pandita Bertanya kepada keluarga Kaca dan ternyata menurut
kelurga Raja Pandita bahwa Kaca adalah nama kecil Raja Pandita sebelum diangkat dari Raja. dan akhirnya
keduanya mengambil kesimpulan bahwa nama Pulau Tidung di beri nama dari Raja Pandita yang berasal dari
tanah tidung Kalimantan Timur.




Pesisir Pantai
Notion, Moan, Story

« Hah! Sudah Tujuh Tahun!

Jembatan Cinta Tidung yang Babak Belur »

Haji Dja’far Arsy, “Ajimat” Pulau Tidung [Bagian Satu]




                                     Panglima Hitam, Sultan Banten, dan Pulau Tidung

Alamsyah M. Dja’far
Di pertemuan terakhir kami, suatu malam menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun lalu, tepatnya
9 September 2010, usianya sudah 80 tahun. Kondisi tubuhnya tampak makin lemah dan
sering sakit-sakitan digerogoti usia. Pendengarannya juga sudah sedikit berkurang. Namun,
ingatannya tak bisa dibilang tumpul. Dalam obrolan santai kami malam itu di teras rumah
salah seorang kemenakannya di Pulau Tidung yang diselingi suara takbiran dari pengeras
suara masjid, jelas sekali ia masih mengingat baik waktu dan peristiwa penting dalam babak-
babak sejarah hidupnya. Mendengar banyak kisah yang diceritakan, lelaki yang punya hobi
musik gambus ini sungguh sumber sejarah penting melihat denyut perubahan di pulau seluas
50-an hektar ini, sejak era pendudukan Belanda hingga era dimana Pulau Tidung jadi tujuan
wisata terfavorit di Jakarta. Bagi saya, ia ―ajimat‖ Pulau seluas 50 hektar yang kini dihuni
4000 jiwa itu yang masih tersisa.

Nama lengkapnya Muhammad Dja’far Arsy. Orang Pulau Tidung biasa memanggilnya Haji
Dja’far Arsy. Gelar haji yang disandang Dja’far Arsy disematkan usai menunaikan rukun
kelima itu tahun 1987. ―Ongkos haji saat itu Rp 5.7 juta,‖ kenangnya.

Saat saya masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah, orang Pulau memang
memanggilnya dengan lengkap: ―Haji Dja’far Arsy‖. Sebab jika hanya ―Dja’far‖, bisa bikin
bingung. Dja’far mana? Di Pulau ada dua nama ―Dja’far‖. Selain Haji Dja’far Arsy, ada
Muhammad Dja’far HF, yang tak lain Bapak saya. ―HF‖ akronim dari Haji Fathullah, kakek
saya. Dari segi usia, keduanya masih sezaman. Bapak saya lahir pada 1934, selisih tiga tahun
dengan Haji Dja’far Arsy. Pada tahun 40-an, kedunya sama-sama mengenyam pendidikan
pesantren yang sama di Jakarta. Bapak sayaa meninggal tahun 1997 di Mekkah saat pergi
haji.

Haji Dja’far Arsy lahir pada tahun 1930. Arsy, nama bapaknya. Ibunya bernama Fatimah.
Kakek dari jalur bapak bernama Haji Hamidun asal Banjar Kalimantan. Dari jalur ibu,
kakeknya bernama Zaidan dari suku Mandar Pambusuang, sebuah desa yang sekarang ini
masuk Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Desa itu dikenal
sebagai salah satu sentra produksi perahu sandeq yang terkenal, perahu bercadik dengan
model yang ujungnya lancip dan biasanya dicat warna putih.

Bagi ―orang-orang dulu‖, Haji Midun dan Zaidan dikenal sebagai saudagar sukses baik hati
yang memiliki banyak tanah. Tak heran Haji Djafar Arsy seringkali menjadi sumber rujukan
untuk melihat asal-asal sebagian tanah di kampung kami. Sebab tanah-tanah itu umumnya
milik keluarganya yang lalu berpindah tangan karena jual beli atau hibah.

Jika ditarik ke atas, asal-usul kakek Haji Dja’far Arsy dari jalur bapak berasal dari Malaysia.
Salah satunya yang dipanggil ―Panglima Hitam‖. Menurut cerita yang didengar dari bapak
dan kakeknya, tokoh legendaris itu datang ke Pulau ini menggondol tujuan menumpas para
lamun alias bajak laut yang biasa beroperasi di Selat Malaka. Panglima Hitam adalah sebuah
sebutan untuk jabatan atau posisi semacam panggilan jenderal saat ini yang memiliki anak
buah atau prajut. Karenanya Panglima Hitam ini sesungguhnya tak hanya seorang.

Kisah itu masuk akal. Sebab dalam The Malay art of self-defense : silat seni gayong yang
ditulis Sheikh Shamsudddin tahun 2005, dijelaskan jika Panglima Hitam juga merupakan
panggilan untuk Daeng Kuning, seorang Raja Bugis tersohor di Sulawesi. Tokoh ini dikenal
sebagai salah satu keturunan dari Keluarga yang sebut ―Pahlawan Gayong‖, keluarga
pendekar ternama di kalangan masyarakat Makassar, Siak, dan Riau. Gayong sendiri tradisi
pencak silat yang konon diwariskan oleh legenda Hang Tuah.
Pada 1800-an, Daeng Kuning pergi ke Malaysia demi mendapatkan penghidupan yang layak
bersama beberapa saudaranya: Daeng Jalak,Daeng Celak, Daeng Merawak, Daeng
Mempawah, Daeng Telani, dan Daeng Pelonggi. Setelah itu mereka berpisah.

Daeng Kuning akhirnya menetap di Kuala Larut, kini dikenal sebagai Air Kuning, Taiping,
Perak, Malaysia. Pada 17 Agustus 1875 ia meninggal dan dikubur di sana. Datuk Meor Abdul
Rahman, mahaguru Silat Seni Gayong Malaysia, salah seorang keturunan Daeng Kuning ini.

Sumber lain menyebutkan. Selain Daeng Kuning, nama Panglima Hitam juga disematkan di
antaranya kepada Daeng Ali yang dikenal sebagai pengawal pribadi Sultan Abdul Samad,
Sultan Selangor keempat. Di Muar ada orang yang sebut juga Panglima Hitam. Namanya,
Zahiruddin asal Padang Pariaman, Sumatera. Zahirudin dikenal sebagai pendiri Silat Lintau
di abad ke-16.

Singkatnya, Panglima Hitam merupakan sebutan untuk mereka yang dianggap sebagai
pendekar dan memiliki sifat berani dan setia kepada raja dan negara. Di Malaysia, Panglima
Hitam diabadikan menjadi nama Pasukan Khas Laut (Paskal)Tentara Laut Diraja Malaysia
(TLDM), yaitu Kapal Diraja (KD) Panglima Hitam.

Nah, salah satu keturunan Haji Dja’far Arsy yang disebut sebagai Panglima Hitam itu
bernama Turu asal Sulawesi. Entah dari jalur Panglima Hitam yang mana. Sebagai bentuk
penghormatan, orang pulau biasanya menambahkan panggilan ―Nek‖ di depannya: Nek Turu.
Nek Turu beristerikan perempuan bernama Arma. Mereka memiliki anak di antaranya
bernama Raisah dan Hamidun. Nama terakhir adalah kakek Haji Dja’far Arsy dari jalur
Bapak.

Sementara itu, dari jalur ibu, silsilah Haji Dja’far Arsy konon sampai pada Sultan Abdul
Kahar, seorang raja Banten. Dari silsilah penguasa Banten yang tercantum di berbagai
sumber yang ada –salah satunya karya indonesianis asal Monash University, Australia, Merle
Calvin Ricklefs: Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 —nama Abdul Kahar tercatat sebagai
penguasa Banten pada tahun 1682-1687, putera Sultan Ageng Tirtayasa yang berkuasa pada
1651-1680. Nama lengkap penguasa yang juga disebut Sultan Haji ini: Abu Nasr Abdul
Kahhar. Pergantian kekuasaan di masanya diwarnai perang anak-bapak.

Penyebabnya, kebijakan Sultan Haji yang berusaha menjalin kerjasama dengan perusahan
dagang Belanda VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) ditentangnya sang ayah, Sultan
Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng yang disebut juga sebagai ―Sultan Tua‖ itu dikenal sebagai
musuh tangguh Belanda. Pertentangan itu memuncak dalam konflik berkepanjangan. Untuk
melawan sang ayah, ―Sultan Muda‖ meminta dukungan VOC. VOC mau membantu dengan
syarat. Di antaranya, para budak pelarian dan para desertir yang ada di Banten dan dilindungi
di sana dikembalikan ke Batavia meski sebagian mereka sudah masuk Islam. Syarat lainnya,
para lanun harus dihukum; Eropa saingan VOC seperti Inggris harus diusir dari Pelabuhan
Banten; termasuk syarat adanya jaminan tak ada gangguan hubungan Batavia dan Mataram.
Meski berpotensi menimbulkan masalah baru, syarat itu akhirnya ditandatangani pada 1682.
Posisi Sultan Haji saat itu memang lemah karena tak didukung elis muslim yang masih loyal
dengan sang ayah.

Dengan kekuatan VOC yang dipimpin François Tack and Isaac de Saint-Martin, Sultan Haji
berhasil diselamatkan saat ia tengah dikepung di istananya oleh para pendukung ayahnya.
VOC kemudian mengakuinya sebagai sultan. Sultan Ageng lantas diusir VOC dari
kediamannya ke pedesaan dan pada akhirnya menyerah pada 1683.

Berdasarkan sejarah ini, rasanya masuk akal pula jika anak keturunan Abdul Kahar ―mampir‖
atau menetap di Pulau Tidung. Alasannya, VOC yang memiliki kapal-kapal yang bersandar
di pelabuhan Jakarta dan pulau-pulau terdekat memungkinkan adanya ―orang-orang‖ Sultan
Haji ke Pulau Tidung. Bagaimana kisah rincinya sampai saat ini masih gelap.

Di antara keturanan Abdul Kahar yang tinggal di Pulau Tiudng adalah Lidin dan Jamad.
Jamad sendiri memiliki anak bernama Kamis yang lalu punya anak bernama Karim. Kari m
ini lalu memiliki anak bernama Zaidan, kakek Haji Dja’far Arsy dari jalur ibu.

Kembali ke Nek Turu. Tokoh legendaries itu menurut Haji Dja’far Arsy meninggal sebelum
Gunung Krakatau meletus pada 1883. Itu berarti sebelum bencana yang mengakibatkan
36.417 orang tewas, menimbulkan gelombang pasang setinggi lebih dari 30 meter dan
merusak pulau-pulau di Selat Sunda serta sepanjang pantai Lampung Selatan dan Jawa Barat
itu, Pulau Tidung sudah dihuni manusia.

―Ada yang selamat dari bencana letusan Krakatau?,‖ tanya saya penasaran. Menurut Haji
Dja’far Arsy, sebagian penduduk pulau ada yang selamat. Di antara mereka selamat dengan
cara naik ke atas pohon kelapa. Tapi, saya masih bertanya-tanya, dengan ketinggian
gelombang lebih dari 30 meter dan dahsyatnya daya rusak letusan Krakatau, mungkinkah
mereka masih bisa menyelematkan diri? Menurut ahli, ledakan Krakatau kala itu 21.574 kali
lipat lebih dahsyat dari bom atom yang jatuh di Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945.

Nek Turu sendiri dimakamkan di ujung Pulau Tidung Kecil, pulau seluas 20 hektar. Sekarang
makam itu sudah dipugar plus dengan bangunan komplek pemakamannya. Lokasi ini ramai
dikunjungi para wisatawan yang datang berlibur ke Pulau Tidung.

Kisah penemuan makam itu unik. Mulanya ada sepasang suami isteri asal Jakarta yang
berdinas di Pulau Tidung suatu ketika tengah mandi laut di bagian timur ujung Pulau Tidung
kecil. Usai mandi mereka naik ke daratan, lantas menyusuri pantai. Saat itu salah seorang di
antara mereka melihat laki-laki tua, yang tiba-tiba menghilang ke dalam hutan. Padahal
seperti biasanya pulau tak berpenghuni itu sedari tadi sepi.

Dari mulut ke mulut kisah itu kemudian sampai ke telinga Haji Ja’far Arsy. Iapun sempat
bercerita kepada orang dari Jakarta itu jika di sana memang ada makam nenek moyangnya.
Informasi inilah yang kemudian mendorong muncul ide pemugaran. Orang Jakarta itu lantas
meminta bantuan ―orang pintar‖ yang didatangkan dari Banten agar menemukan lokasi
pekuburan yang sudah puluhan tahun ―menghilang‖.

Dalam proses pencarian itu, Haji Dja’far juga terlibat. ―Tapi, tak ketemu di mana letak
persisnya,‖ katanya. Posisi kuburan yang sekarang adalah hasil ―terawangan‖ orang pintar
asal Banten tadi. Haji Dja’far sendiri tak yakin kalau posisi itu lokasi yang benar. Ketika ia
masih beberapa tahun, ia mengaku sempat melihat makam nenek moyangnya itu.[]

More Related Content

Featured

Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)contently
 
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024Albert Qian
 
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsSocial Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsKurio // The Social Media Age(ncy)
 
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Search Engine Journal
 
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summarySpeakerHub
 
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd Clark Boyd
 
Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Tessa Mero
 
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentGoogle's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentLily Ray
 
Time Management & Productivity - Best Practices
Time Management & Productivity -  Best PracticesTime Management & Productivity -  Best Practices
Time Management & Productivity - Best PracticesVit Horky
 
The six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementThe six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementMindGenius
 
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...RachelPearson36
 
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...Applitools
 
12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at Work12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at WorkGetSmarter
 
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...DevGAMM Conference
 
Barbie - Brand Strategy Presentation
Barbie - Brand Strategy PresentationBarbie - Brand Strategy Presentation
Barbie - Brand Strategy PresentationErica Santiago
 
Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them well
Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them wellGood Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them well
Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them wellSaba Software
 

Featured (20)

Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
 
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
 
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsSocial Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
 
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
 
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
 
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
 
Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next
 
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentGoogle's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
 
How to have difficult conversations
How to have difficult conversations How to have difficult conversations
How to have difficult conversations
 
Introduction to Data Science
Introduction to Data ScienceIntroduction to Data Science
Introduction to Data Science
 
Time Management & Productivity - Best Practices
Time Management & Productivity -  Best PracticesTime Management & Productivity -  Best Practices
Time Management & Productivity - Best Practices
 
The six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementThe six step guide to practical project management
The six step guide to practical project management
 
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
 
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
 
12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at Work12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at Work
 
ChatGPT webinar slides
ChatGPT webinar slidesChatGPT webinar slides
ChatGPT webinar slides
 
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike RoutesMore than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
 
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
 
Barbie - Brand Strategy Presentation
Barbie - Brand Strategy PresentationBarbie - Brand Strategy Presentation
Barbie - Brand Strategy Presentation
 
Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them well
Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them wellGood Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them well
Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them well
 

Sejarah singkat pulau tidung

  • 1. Sejarah Singkat Pulau Tidung Pulau Tidung diambil dari nama tempat yang ada di daerah Kalimantan Timur desa malinau yaitu "tana tidung" diambilnya nama "tidung" karena yang memberi nama adalah seorang Raja dari suku Tidung yang diusir oleh kolonial belanda karena tidak mau diajak kerjasama. nama dari Raja tersebut adalah Raja Pandita alias Kaca alias Sapu. setelah diusir dari tanah tidung Raja Pandita melanglang buana sampai ke Jepara lalu beliau hijrah hingga akhirnya sampai di sebuah pulau yang sekarang dikenal dengan nama Pulau Tidung. Dari sekian ratus Tahun masyarakat Pulau Tidung tidak ada satu orang pun yang mengetahui bahwa Raja Pandita adalah seorang Raja dari Kalimantan Timur karena selama beliau singgah di Pulau Tidung beliau tidak pernah membawa gelarnya sebagai raja beliau hanya dikenal dengan sebutan "Kaca". Sampai meninggalnya pun Kaca hanya dikenal sebagai masyarakat biasa yang tidak beda dengan masyarakat lainnya. Pada suatu hari datanglah sekelompok keluarga Raja Pandita dari Kalimantan dan mencari tahu tentang pulau ini mengapa bernama Pulau Tidung? singkat cerita keluarga Raja Pandita dari Kaltim bertemu dengan keluarga Kaca di Pulau Tidung ketika keluarga Raja Pandita Bertanya kepada keluarga Kaca dan ternyata menurut kelurga Raja Pandita bahwa Kaca adalah nama kecil Raja Pandita sebelum diangkat dari Raja. dan akhirnya keduanya mengambil kesimpulan bahwa nama Pulau Tidung di beri nama dari Raja Pandita yang berasal dari tanah tidung Kalimantan Timur. Pesisir Pantai Notion, Moan, Story « Hah! Sudah Tujuh Tahun! Jembatan Cinta Tidung yang Babak Belur » Haji Dja’far Arsy, “Ajimat” Pulau Tidung [Bagian Satu] Panglima Hitam, Sultan Banten, dan Pulau Tidung Alamsyah M. Dja’far
  • 2. Di pertemuan terakhir kami, suatu malam menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun lalu, tepatnya 9 September 2010, usianya sudah 80 tahun. Kondisi tubuhnya tampak makin lemah dan sering sakit-sakitan digerogoti usia. Pendengarannya juga sudah sedikit berkurang. Namun, ingatannya tak bisa dibilang tumpul. Dalam obrolan santai kami malam itu di teras rumah salah seorang kemenakannya di Pulau Tidung yang diselingi suara takbiran dari pengeras suara masjid, jelas sekali ia masih mengingat baik waktu dan peristiwa penting dalam babak- babak sejarah hidupnya. Mendengar banyak kisah yang diceritakan, lelaki yang punya hobi musik gambus ini sungguh sumber sejarah penting melihat denyut perubahan di pulau seluas 50-an hektar ini, sejak era pendudukan Belanda hingga era dimana Pulau Tidung jadi tujuan wisata terfavorit di Jakarta. Bagi saya, ia ―ajimat‖ Pulau seluas 50 hektar yang kini dihuni 4000 jiwa itu yang masih tersisa. Nama lengkapnya Muhammad Dja’far Arsy. Orang Pulau Tidung biasa memanggilnya Haji Dja’far Arsy. Gelar haji yang disandang Dja’far Arsy disematkan usai menunaikan rukun kelima itu tahun 1987. ―Ongkos haji saat itu Rp 5.7 juta,‖ kenangnya. Saat saya masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah, orang Pulau memang memanggilnya dengan lengkap: ―Haji Dja’far Arsy‖. Sebab jika hanya ―Dja’far‖, bisa bikin bingung. Dja’far mana? Di Pulau ada dua nama ―Dja’far‖. Selain Haji Dja’far Arsy, ada Muhammad Dja’far HF, yang tak lain Bapak saya. ―HF‖ akronim dari Haji Fathullah, kakek saya. Dari segi usia, keduanya masih sezaman. Bapak saya lahir pada 1934, selisih tiga tahun dengan Haji Dja’far Arsy. Pada tahun 40-an, kedunya sama-sama mengenyam pendidikan pesantren yang sama di Jakarta. Bapak sayaa meninggal tahun 1997 di Mekkah saat pergi haji. Haji Dja’far Arsy lahir pada tahun 1930. Arsy, nama bapaknya. Ibunya bernama Fatimah. Kakek dari jalur bapak bernama Haji Hamidun asal Banjar Kalimantan. Dari jalur ibu, kakeknya bernama Zaidan dari suku Mandar Pambusuang, sebuah desa yang sekarang ini masuk Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Desa itu dikenal sebagai salah satu sentra produksi perahu sandeq yang terkenal, perahu bercadik dengan model yang ujungnya lancip dan biasanya dicat warna putih. Bagi ―orang-orang dulu‖, Haji Midun dan Zaidan dikenal sebagai saudagar sukses baik hati yang memiliki banyak tanah. Tak heran Haji Djafar Arsy seringkali menjadi sumber rujukan untuk melihat asal-asal sebagian tanah di kampung kami. Sebab tanah-tanah itu umumnya milik keluarganya yang lalu berpindah tangan karena jual beli atau hibah. Jika ditarik ke atas, asal-usul kakek Haji Dja’far Arsy dari jalur bapak berasal dari Malaysia. Salah satunya yang dipanggil ―Panglima Hitam‖. Menurut cerita yang didengar dari bapak dan kakeknya, tokoh legendaris itu datang ke Pulau ini menggondol tujuan menumpas para lamun alias bajak laut yang biasa beroperasi di Selat Malaka. Panglima Hitam adalah sebuah sebutan untuk jabatan atau posisi semacam panggilan jenderal saat ini yang memiliki anak buah atau prajut. Karenanya Panglima Hitam ini sesungguhnya tak hanya seorang. Kisah itu masuk akal. Sebab dalam The Malay art of self-defense : silat seni gayong yang ditulis Sheikh Shamsudddin tahun 2005, dijelaskan jika Panglima Hitam juga merupakan panggilan untuk Daeng Kuning, seorang Raja Bugis tersohor di Sulawesi. Tokoh ini dikenal sebagai salah satu keturunan dari Keluarga yang sebut ―Pahlawan Gayong‖, keluarga pendekar ternama di kalangan masyarakat Makassar, Siak, dan Riau. Gayong sendiri tradisi pencak silat yang konon diwariskan oleh legenda Hang Tuah.
  • 3. Pada 1800-an, Daeng Kuning pergi ke Malaysia demi mendapatkan penghidupan yang layak bersama beberapa saudaranya: Daeng Jalak,Daeng Celak, Daeng Merawak, Daeng Mempawah, Daeng Telani, dan Daeng Pelonggi. Setelah itu mereka berpisah. Daeng Kuning akhirnya menetap di Kuala Larut, kini dikenal sebagai Air Kuning, Taiping, Perak, Malaysia. Pada 17 Agustus 1875 ia meninggal dan dikubur di sana. Datuk Meor Abdul Rahman, mahaguru Silat Seni Gayong Malaysia, salah seorang keturunan Daeng Kuning ini. Sumber lain menyebutkan. Selain Daeng Kuning, nama Panglima Hitam juga disematkan di antaranya kepada Daeng Ali yang dikenal sebagai pengawal pribadi Sultan Abdul Samad, Sultan Selangor keempat. Di Muar ada orang yang sebut juga Panglima Hitam. Namanya, Zahiruddin asal Padang Pariaman, Sumatera. Zahirudin dikenal sebagai pendiri Silat Lintau di abad ke-16. Singkatnya, Panglima Hitam merupakan sebutan untuk mereka yang dianggap sebagai pendekar dan memiliki sifat berani dan setia kepada raja dan negara. Di Malaysia, Panglima Hitam diabadikan menjadi nama Pasukan Khas Laut (Paskal)Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM), yaitu Kapal Diraja (KD) Panglima Hitam. Nah, salah satu keturunan Haji Dja’far Arsy yang disebut sebagai Panglima Hitam itu bernama Turu asal Sulawesi. Entah dari jalur Panglima Hitam yang mana. Sebagai bentuk penghormatan, orang pulau biasanya menambahkan panggilan ―Nek‖ di depannya: Nek Turu. Nek Turu beristerikan perempuan bernama Arma. Mereka memiliki anak di antaranya bernama Raisah dan Hamidun. Nama terakhir adalah kakek Haji Dja’far Arsy dari jalur Bapak. Sementara itu, dari jalur ibu, silsilah Haji Dja’far Arsy konon sampai pada Sultan Abdul Kahar, seorang raja Banten. Dari silsilah penguasa Banten yang tercantum di berbagai sumber yang ada –salah satunya karya indonesianis asal Monash University, Australia, Merle Calvin Ricklefs: Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 —nama Abdul Kahar tercatat sebagai penguasa Banten pada tahun 1682-1687, putera Sultan Ageng Tirtayasa yang berkuasa pada 1651-1680. Nama lengkap penguasa yang juga disebut Sultan Haji ini: Abu Nasr Abdul Kahhar. Pergantian kekuasaan di masanya diwarnai perang anak-bapak. Penyebabnya, kebijakan Sultan Haji yang berusaha menjalin kerjasama dengan perusahan dagang Belanda VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) ditentangnya sang ayah, Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng yang disebut juga sebagai ―Sultan Tua‖ itu dikenal sebagai musuh tangguh Belanda. Pertentangan itu memuncak dalam konflik berkepanjangan. Untuk melawan sang ayah, ―Sultan Muda‖ meminta dukungan VOC. VOC mau membantu dengan syarat. Di antaranya, para budak pelarian dan para desertir yang ada di Banten dan dilindungi di sana dikembalikan ke Batavia meski sebagian mereka sudah masuk Islam. Syarat lainnya, para lanun harus dihukum; Eropa saingan VOC seperti Inggris harus diusir dari Pelabuhan Banten; termasuk syarat adanya jaminan tak ada gangguan hubungan Batavia dan Mataram. Meski berpotensi menimbulkan masalah baru, syarat itu akhirnya ditandatangani pada 1682. Posisi Sultan Haji saat itu memang lemah karena tak didukung elis muslim yang masih loyal dengan sang ayah. Dengan kekuatan VOC yang dipimpin François Tack and Isaac de Saint-Martin, Sultan Haji berhasil diselamatkan saat ia tengah dikepung di istananya oleh para pendukung ayahnya.
  • 4. VOC kemudian mengakuinya sebagai sultan. Sultan Ageng lantas diusir VOC dari kediamannya ke pedesaan dan pada akhirnya menyerah pada 1683. Berdasarkan sejarah ini, rasanya masuk akal pula jika anak keturunan Abdul Kahar ―mampir‖ atau menetap di Pulau Tidung. Alasannya, VOC yang memiliki kapal-kapal yang bersandar di pelabuhan Jakarta dan pulau-pulau terdekat memungkinkan adanya ―orang-orang‖ Sultan Haji ke Pulau Tidung. Bagaimana kisah rincinya sampai saat ini masih gelap. Di antara keturanan Abdul Kahar yang tinggal di Pulau Tiudng adalah Lidin dan Jamad. Jamad sendiri memiliki anak bernama Kamis yang lalu punya anak bernama Karim. Kari m ini lalu memiliki anak bernama Zaidan, kakek Haji Dja’far Arsy dari jalur ibu. Kembali ke Nek Turu. Tokoh legendaries itu menurut Haji Dja’far Arsy meninggal sebelum Gunung Krakatau meletus pada 1883. Itu berarti sebelum bencana yang mengakibatkan 36.417 orang tewas, menimbulkan gelombang pasang setinggi lebih dari 30 meter dan merusak pulau-pulau di Selat Sunda serta sepanjang pantai Lampung Selatan dan Jawa Barat itu, Pulau Tidung sudah dihuni manusia. ―Ada yang selamat dari bencana letusan Krakatau?,‖ tanya saya penasaran. Menurut Haji Dja’far Arsy, sebagian penduduk pulau ada yang selamat. Di antara mereka selamat dengan cara naik ke atas pohon kelapa. Tapi, saya masih bertanya-tanya, dengan ketinggian gelombang lebih dari 30 meter dan dahsyatnya daya rusak letusan Krakatau, mungkinkah mereka masih bisa menyelematkan diri? Menurut ahli, ledakan Krakatau kala itu 21.574 kali lipat lebih dahsyat dari bom atom yang jatuh di Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945. Nek Turu sendiri dimakamkan di ujung Pulau Tidung Kecil, pulau seluas 20 hektar. Sekarang makam itu sudah dipugar plus dengan bangunan komplek pemakamannya. Lokasi ini ramai dikunjungi para wisatawan yang datang berlibur ke Pulau Tidung. Kisah penemuan makam itu unik. Mulanya ada sepasang suami isteri asal Jakarta yang berdinas di Pulau Tidung suatu ketika tengah mandi laut di bagian timur ujung Pulau Tidung kecil. Usai mandi mereka naik ke daratan, lantas menyusuri pantai. Saat itu salah seorang di antara mereka melihat laki-laki tua, yang tiba-tiba menghilang ke dalam hutan. Padahal seperti biasanya pulau tak berpenghuni itu sedari tadi sepi. Dari mulut ke mulut kisah itu kemudian sampai ke telinga Haji Ja’far Arsy. Iapun sempat bercerita kepada orang dari Jakarta itu jika di sana memang ada makam nenek moyangnya. Informasi inilah yang kemudian mendorong muncul ide pemugaran. Orang Jakarta itu lantas meminta bantuan ―orang pintar‖ yang didatangkan dari Banten agar menemukan lokasi pekuburan yang sudah puluhan tahun ―menghilang‖. Dalam proses pencarian itu, Haji Dja’far juga terlibat. ―Tapi, tak ketemu di mana letak persisnya,‖ katanya. Posisi kuburan yang sekarang adalah hasil ―terawangan‖ orang pintar asal Banten tadi. Haji Dja’far sendiri tak yakin kalau posisi itu lokasi yang benar. Ketika ia masih beberapa tahun, ia mengaku sempat melihat makam nenek moyangnya itu.[]